BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI
4.1 Perancangan Jaringan Berdasarkan usulan pemecahan masalah yang telah diajukan, telah diputuskan untuk membuat WAN menggunakan teknologi Frame Relay sebagai pemecahan masalah yang ada pada BPPT pada saat ini. 4.1.1 Usulan Perancangan Jaringan Perancangan jaringan Frame Relay pada BPPT menggunakan topologi hub and spoke, Jakarta(Thamrin) sebagai pusatnya (hub) dan Serpong, Surabaya, Yogyakarta, Bali dan Lampung sebagai cabangnya (spoke). Penggunaan topologi hub dan spoke dikarenakan topologi ini lebih mudah dalam pengorganisasiannya, kelebihan yang lain berupa adanya sentralisasi data serta PVC yang dibutuhkan lebih sedikit. Tiap - tiap cabang BPPT terhubung dengan pusat BPPT Jakarta (Thamrin) melalui Frame Relay Switch menggunakan Frame Relay.
66
Gambaran umum jaringan Frame Relay yang dirancang untuk BPPT adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Gambaran umum rancangan jaringan Frame Relay Seperti yang terlihat pada gambar 4.1 diatas, jaringan BPPT menggunakan topologi hub and spoke. Teknologi yang dirancang adalah Frame Relay dengan Jakarta (Thamrin) sebagai pusat dan Serpong, Surabaya, Yogyakarta, Bali dan Lampung sebagai cabangnya. Semua akses untuk internet diatur di Jakarta, setiap cabang yang mau melakukan akses internet harus melalui pusat yaitu Proxy Server Jakarta.
67
Berikut adalah gambaran rancangan topologi secara kesuluruhan di BPPT :
Gambar 4.2 Gambaran umum rancangan jaringan BPPT secara keseluruhan
68
Pada gambar 4.2 terlihat switch menjadi pusat dari workstation, printer, dan server yang ada. Switch yang ada kemudian dihubungkan ke router untuk koneksi Frame Relay. Untuk perluasan jaringan tidak lagi menggunakan hub, tapi menggunakan switch untuk menghubungkan workstation dan printer tambahan ke jaringan tersebut.
69
Rancangan topologi jaringan pada BPPT, yang berlokasi di Jakarta (Thamrin) adalah sebagai berikut :
Jakarta
Gambar 4.3 Rancangan Topologi Jaringan di BPPT Jakarta(Thamrin)
70
Pada gambar 4.3 terlihat bahwa pemakaian hub pada workstation di BPPT diganti dengan menggunakan switch. Pemakaian hub menyebabkan jumlah bandwidth yang diterima oleh tiap-tiap workstation yang terhubung pada hub tersebut lebih kecil daripada workstation yang terhubung langsung ke switch. Switch yang diusulkan dalam perancangan jaringan pada BPPT adalah switch Cisco Catalyst seri 2950. Untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch dibutuhkan router dan modem, router yang diusulkan adalah router Cisco seri 2600 dan modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay.
71
Rancangan topologi jaringan pada BPPT, yang berlokasi di Serpong adalah sebagai berikut :
Serpong
Gambar 4.4 Rancangan Topologi Jaringan di BPPT Serpong.
72
Pada gambar 4.4 terlihat bahwa pemakaian hub pada workstation di BPPT diganti dengan menggunakan switch. Pemakaian hub menyebabkan jumlah bandwidth yang diterima oleh tiap-tiap workstation yang terhubung pada hub tersebut lebih kecil daripada workstation yang terhubung langsung ke switch. Switch yang diusulkan dalam perancangan jaringan pada BPPT adalah switch Cisco Catalyst seri 2950. Untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch dibutuhkan router dan modem, router yang diusulkan adalah router Cisco seri 1700 dan modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay.
73
Rancangan topologi jaringan pada BPPT, yang berlokasi di Surabaya adalah sebagai berikut :
Surabaya
Gambar 4.5 Rancangan topologi jaringan BPPT Surabaya
74
Pada jaringan BPPT Surabaya, tidak ada perubahan dalam workstation, baik dari alat – alat jaringannya maupun bentuk jaringannya. Pada jaringan BPPT Surabaya ditambahkan alat berupa router dan modem yang berfungsi untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch. Router yang diusulkan adalah router Cisco seri 1700 dan modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay.
75
Rancangan topologi jaringan di tiap-tiap cabang BPPT yang terletak di Lampung, Yogyakarta dan Bali adalah sebagai berikut:
Lampung, Yogyakarta dan Bali
Gambar 4.6 Rancangan Topologi jaringan BPPT Lampung, Yogyakarta dan Bali 76
Gambar 4.6 merupakan gambaran gabungan usulan rancangan topologi di BPPT Lampung, Yogyakarta dan Bali. Ini dikarenakan pada dasarnya topologi di tiap-tiap cabang tersebut sama, yang membedakan hanyalah jumlah workstation yang ada dan jumlah user yang menggunakan workstation tersebut. Untuk perluasan jaringan digunakan switch tambahan. Pada jaringan BPPT Lampung, Yogyakarta dan Bali ditambahkan alat berupa router dan modem yang berfungsi untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch. Router yang diusulkan adalah router Cisco seri 1700 dan modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay. BPPT Jakarta Thamrin sebagai pusat memiliki CIR, karena BPPT Jakarta Thamrin ini berfungsi sebagai tempat untuk mengambil data menuju ke cabang BPPT lain. Jadi, apabila pusat BPPT Jakarta Thamrin mengirim atau menerima data ke atau dari cabang BPPT kecepatan aksesnya selalu penuh 1 Mbps. Kecepatan akses yang dipilih untuk pusat BPPT Jakarta Thamrin sebesar 1 Mbps, sedangkan di tiap cabang BPPT yang lain menggunakan kecepatan akses sebesar 64 Kbps dan CIR 32 Kbps. Pemilihan kecepatan akses di cabang BPPT (64 Kbps) didasarkan pada kebutuhan transaksi yang ada saat ini, yaitu untuk komunikasi data dengan BPPT pusat. Sedangkan untuk BPPT pusat, Jakarta Thamrin menggunakan kecepatan akses 1 Mbps untuk dapat menangani transaksi dari tiap-tiap cabang BPPT jika pada suatu saat semua cabang BPPT melakukan pertukaran data secara bersamaan dalam kecepatan akses maksimal (64 Kbps)
77
4.2 Estimasi Peralatan Peralatan yang dibutuhkan untuk membangun jaringan tersebut di atas, antara lain: •
Router Cisco seri 1700 Router Cisco seri ini menyediakan solusi yang cocok untuk perusahaan
berskala kecil, sedang, dan cabang-cabang perusahaan untuk mendukung aplikasi e-business. Router cisco seri 1700 menawarkan beberapa keuntungan, yaitu : fleksibilitas (WAN interface card yang bisa diganti / dengan mudah ditambahkan untuk mendukung bisnis yang semakin berkembang), sekuriti (adanya firewall berbasis software Cisco sehingga data pelanggan tersimpan dengan aman), manajemen traffic (adanya prioritas traffic oleh user / aplikasi, sehingga data yang penting dan sensitif terhadap waktu bisa berjalan sesuai harapan). •
Router Cisco seri 2600 Router seri ini merupakan router yang menyediakan konfigurasi LAN dan
WAN yang fleksibel, pilihan sekuriti yang beragam, dan prosesor yang memiliki performa tinggi. Dengan lebih dari 70 modul jaringan dan interface, arsitektur router Cisco seri 2600 memungkinkan interface dapat dengan mudah di-upgrade untuk perluasan jaringan. Router Cisco seri 2600 menyediakan solusi untuk memenuhi kebutuhan cabang perusahaan, antara lain akses Internet dan intranet dengan sekuriti firewall, integrasi data dan suara, layanan akses panggilan analog dan digital, routing dengan manajemen bandwidth, dan integrasi dari routing yang fleksibel dan switching dengan kepadatan rendah.
78
•
Switch Cisco 2950 Switch Cisco seri ini menyediakan konektivitas Fast Ethernet, Gigabit
Ethernet, serta layanan data, suara, dan video. Switch seri 2950 menawarkan sejumlah konfigurasi untuk memungkinkan perusahaan berskala kecil, sedang, dan besar memilih konfigurasi yang tepat untuk perusahaannya. Switch ini juga dilengkapi dengan software (Enhanced Image Software) untuk sekuriti tambahan.
4.3 Simulasi OPNET pertama kali dikenalkan pada tahun 1968 oleh seseorang lulusan MIT. OPNET memungkinkan penggunanya untuk mendesain dan mempelajari jaringan komunikasi,
peralatannya,
protokol,
serta
aplikasi
yang
digunakan.
OPNET
menggunakan pemodelan berorientasi objek dan Graphical User Interface (GUI) sehingga memungkinkan pengembangan model yang relatif mudah. Simulasi menggunakan software ini banyak digunakan di industri sekarang ini. Kebanyakan hardware dan protokol yang ada sudah dites sebelumnya menggunakan software ini. Sedangkan, kebanyakan jaringan berbasis nirkabel atau protokol yang mendukung jaringan nirkabel sedang dalam pengembangan. Keuntungan menggunakan program simulasi ini adalah lebih hemat waktu dalam bekerja menggunakan software / hardware, kemampuan untuk mencoba berbagai macam skenario dari hardware dan software, dan kemampuan untuk memprediksi masalah yang potensial dari software dan hardware yang digunakan sebelum penggunaan sebenarnya. OPNET memungkinkan pemodelan topologi jaringan dengan pendekatan nested sub-networking (terdapat sub-network di dalam suatu network). Dengan menggunakan 79
OPNET, pengguna dapat memodifikasi parameter jaringan dan melihat secara langsung efek yang terjadi dari perubahan ini. Simulasi adalah model dari realitas, tujuan dibuatnya simulasi ini adalah untuk mengetahui apakah jaringan yang dirancang dapat berjalan dengan baik. Berikut akan dijelaskan mengenai simulasi usulan perancangan jaringan Frame Relay dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dengan menggunakan software OPNET versi 9.1. Gambaran umum usulan perancangan jaringan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam simulasi dengan menggunakan OPNET adalah sebagai berikut :
Gambar 4.7 Gambaran umum usulan perancangan jaringan dengan OPNET
80
Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa tiap-tiap cabang perusahaan terhubung dengan Frame Relay Switch (cloud) dengan line T1. Kemudian setiap cabang perusahaan (Lampung, Jakarta Serpong, Yogyakarta, Surabaya dan Bali) terhubung dengan pusat perusahaan (Jakarta) melalui Permanent Virtual Circuit (PVC). Di kiri bawah terdapat 3 buah konfigurasi (konfigurasi aplikasi, konfigurasi profil, dan konfigurasi PVC) untuk membuat simulasi traffic dalam Frame Relay sesuai dengan proses bisnis yang ada pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Konfigurasi aplikasi adalah konfigurasi yang berisi aplikasi yang digunakan dalam jaringan yang disimulasikan. Aplikasi ini dapat didefinisikan dalam bentuk tugastugas, fase, permintaan, dan respon. Dalam konfigurasi aplikasi dibuat beberapa jenis traffic yang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan oleh tiap-tiap workstation menggunakan jaringan. Beberapa jenis traffic tersebut antara lain: browsing (heavy dan light), download (heavy dan light), e-mail (heavy dan light). Konfigurasi profil adalah konfigurasi yang berisi profil-profil yang diterapkan pada tiap-tiap workstation, server, atau LAN. Setiap profil mendefinisikan pola aplikasi yang digunakan oleh sekumpulan user tertentu dalam suatu rentang waktu. Dalam konfigurasi profil dibuat beberapa macam profil yang sesuai dengan jabatan masingmasing
karyawan
yang
menggunakan
workstation.
Konfigurasi
profil
ini
memperlihatkan aktivitas apa saja yang dilakukan oleh setiap karyawan yang menggunakan workstation. Beberapa macam profil tersebut antara lain: 1. Kepala BPPT : browsing (light), e-mail (heavy). 2. Kepala Deputi : e-mail (heavy), browsing (light). 3. Sekretariat Utama : browsing (light), e-mail (heavy). 4. Inspektorat : browsing (heavy), e-mail (heavy). 81
5. Peneliti : browsing (heavy), e-mail (heavy), download (heavy). 6. Administrasi : browsing (light), e-mail (heavy). 7. Balai dan Pusat : browsing (heavy), e-mail (heavy), download (heavy). 8. Biro dan Pusat : browsing (heavy), e-mail (heavy).
Simulasi dibuat dalam beberapa kondisi sebagai berikut : 1. Jakarta terhubung dengan tiap-tiap cabang perusahaan melalui PVC. 2. Cabang BPPT di kota Lampung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali terhubung ke Jakarta dengan kecepatan akses 64 Kbps dan CIR 32 Kbps. Untuk Cabang BPPT Serpong terhubung ke Jakarta dengan kecepatan akses 256 Kbps dan CIR 128 Kbps. Untuk BPPT Pusat Jakarta (Thamrin) terhubung dengan kecepatan akses 1 Mbps dengan CIR 512 Kbps. 3. Tiap-tiap workstation dan server terhubung ke switch menggunakan kabel UTP 100 base T. 4. Tiap-tiap
cabang
perusahaan
terhubung
ke
Frame
Relay
Switch
menggunakan T1. 5. Aplikasi Proxy server menangani layanan browsing. Mail server menangani layanan penerimaan dan pengiriman e-mail. Web server menangani website BPPT. DNS server menangani NAT BPPT
82
Berikut adalah gambaran topologi jaringan tiap-tiap cabang perusahaan dengan simulasi OPNET.
Gambar 4.8 Usulan rancangan jaringan di BPPT Jakarta Thamrin dengan OPNET
Gambar 4.8 menjelaskan LAN Jkt_Thamrin 1 merupakan LAN yang terdapat pada gedung 1 dengan jumlah user sebanyak 275 user. LAN Jkt_Thamrin 2 merupakan LAN yang terdapat pada gedung 2 dengan jumlah user sebanyak 282 user. Server Proxy, Server DNS, Server Mail dan Server Web terletak pada gedung 1.
83
Gambar 4.9 Usulan rancangan jaringan di BPPT Serpong dengan OPNET
Gambar 4.9 menjelaskan LAN yang terdapat pada BPPT Serpong dibagi atas 2 bagian, masing – masing LAN Jkt_Serpong 1 sebanyak 41 user yang terletak pada wilayah gedung 1 dan LAN Jkt_Serpong 2 sebanyak 156 user yang terletak pada wilayah gedung 2. Server Mail dan Server Web terletak pada gedung 1.
84
Gambar 4.10 Usulan rancangan jaringan di BPPT Lampung dengan OPNET
Pada gambar 4.10 menjelaskan jumlah komputer yang terdapat pada BPPT Lampung, dengan jumlah user sebanyak 11 user.
85
Gambar 4.11 Usulan rancangan jaringan di BPPT Yogyakarta dengan OPNET
Pada gambar 4.11 menjelaskan jumlah komputer yang terdapat pada BPPT Yogyakarta, dengan jumlah user sebanyak 13 user.
86
Gambar 4.12 Usulan rancangan jaringan di BPPT Surabaya dengan OPNET
Gambar 4.12 merupakan gambar dari jaringan di BPPT Surabaya. LAN yang terdapat di BPPT Surabaya terdiri atas 33 user dan tidak ada Server Proxy, Server Mail, Server Web dan Server DNS.
87
Gambar 4.13 Usulan rancangan jaringan di BPPT Bali dengan OPNET
Pada gambar 4.13 menjelaskan jumlah komputer yang terdapat pada BPPT Bali, dengan jumlah user sebanyak 8 user.
88
4.4 Evaluasi Simulasi Setelah disimulasikan selama 60 menit waktu simulasi, hasil yang didapat ditinjau dari beberapa segi berikut : 1. Delay
Y
Gambar 4.14 Delay Frame Relay dalam satuan detik
x
Berdasarkan gambar 4.14 dapat dilihat bahwa delay yang terjadi pada Frame Relay link secara rata-rata berkisar antara 0,059 detik sampai 0,021 detik. Hasil delay yang didapat dari simulasi ini cukup dapat diterima, karena rata-rata nilai standar delay Frame Relay (diukur selama satu bulan) yang masih dapat diterima atau dianggap layak adalah tidak lebih dari 0,1 detik (sumber : http://www.keycomm.state.pa.us/keycomm/lib/keycomm/Ex_E_AcceptanceTestingTable_1.pdf).
89
2. Throughput bits
Gambar 4.15 Frame Relay Throughput
time(minute)
Berdasarkan gambar 4.15 dapat dilihat bahwa throughput Frame Relay secara global berkisar di 101.407,019 bps. Throughput tersebut menggambarkan rata rata kecepatan informasi yang melewati node - node Jakarta Thamrin, Serpong, Lampung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali dalam sistem jaringan Frame Relay. Nilai throughput yang didapat merupakan nilai rata-rata dari total throughput tiap PVC yang ada dengan mempertimbangkan kecepatan akses yang dimiliki tiap-tiap cabang Lampung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali adalah 64 Kbps, dan Serpong adalah 128 Kbps.
90
3. Residual Error Rate Error Rate
Gambar 4.16 Residual Error Rate pada Frame Relay
time(minute)
Residual error rate mengukur banyaknya pesan yang hilang atau rusak dari total keseluruhan pesan yang dikirimkan. Dari gambar 4.16 dapat dilihat residual error rate pada link Frame Relay adalah pada awal 0 meningkat hingga 0,045 dan terus menurun hingga 0,015 pada menit ke 60 . Dalam teori, residual error rate seharusnya bernilai nol karena itu merupakan tugas dari layer transport untuk menyembunyikan error. Tetapi, dalam penerapannya residual error rate dapat memiliki nilai tertentu (sumber : http://laynetworks.com).
91
4. Utilization out % (percent)
Gambar 4.17 Utilization out
time(minute)
Gambar 4.17 merupakan hasil simulasi untuk Utilization out pada software OPNet. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa setelah di lakukan suatu simulasi dengan menggunakan Frame Relay maka terbukti bahwa adanya efisiensi dalam menggunakan Bandwith bila dibandingkan dengan hasil sebelum menggunakan Frame Relay. Untuk Utilization out, hasil perhitungan yang didapat sebelum menggunakan Frame Relay adalah sebesar 27,31 % dengan waktu per hari
dan setelah
menggunakan Frame Relay dan menggunakan software OPNet, maka hasil yang didapat sebesar 6,97% (nilai tertinggi yang ada pada gambar 4.17) dengan waktu per 60 menit.
92
5. Utilization in % (percent)
Gambar 4.18 Utilization in Gambar 4.18 merupakan hasil simulasi untuk Utilization in
time(minute)
pada software
OPNet. Hasil dari simulasi menunjukkan bahwa setelah di lakukan suatu simulasi dengan menggunakan Frame Relay maka terbukti bahwa adanya efisiensi dalam menggunakan Bandwith bila dibandingkan dengan hasil sebelum menggunakan Frame Relay. Untuk Utilization in, hasil perhitungan yang didapat sebelum menggunakan Frame Relay adalah sebesar 54,39% per hari dan setelah menggunakan Frame Relay dimana menggunakan software OPNet, maka hasil yang didapat sebesar 15,18% per 60 menit (nilai tertinggi yang ada pada gambar 4.18).
93