BAB 4 PERANCANGAN JARINGAN DAN EVALUASI
4.1 Perancangan Jaringan 4.1.1 Usulan Perancangan Jaringan Perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan teknologi Frame Relay. Daripada menghubungkan tiap-tiap LAN dengan menggunakan topologi mesh penuh, akan lebih hemat biaya dan lebih mudah pengorganisasiannya apabila menggunakan topologi hub and spoke, karena data yang ada tersentralisasi di satu tempat dan PVC yang dibutuhkan lebih sedikit jumlahnya dibandingkan menggunakan topologi mesh penuh. Oleh karena itu, perancangan jaringan Frame Relay pada PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan topologi hub and spoke dengan pusat perusahaan, Jakarta sebagai pusatnya (hub) dan cabang perusahaan, Medan, Bandung, Semarang, dan Surabaya menjadi spoke-nya. Split horizon mengurangi routing loop dengan tidak memperbolehkan routing update yang diterima dari suatu interface dikirim kembali ke interface yg sama. Split horizon tidak menjadi masalah saat hanya ada satu Permanent Virtual Circuit (PVC) di suatu interface fisik. Dalam topologi hub and spoke, router pusat (hub) mendukung banyak koneksi melalui satu interface fisik, memiliki beberapa PVC yang berakhir di router tersebut. Router ini harus menggandakan routing update di tiap PVC ke router lain. Routing update yang digandakan dapat memakan bandwidth dan menyebabkan delay di jalur pemakai. Sekilas terlihat masalah ini terpecahkan jika split horizon dinonaktifkan tetapi tidak semua protokol layer network (layer 3) memperbolehkan split
56
57 horizon di-nonaktifkan serta me-nonaktifkan split horizon menyebabkan jumlah routing loops meningkat. Cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menggunakan topologi mesh penuh. Tetapi ini akan meningkatkan biaya karena membutuhkan PVC yang lebih banyak. Solusi yang banyak dipilih adalah dengan menggunakan sub interface. Untuk memungkinkan pengiriman routing update di topologi hub and spoke, router harus dikonfigurasi dengan sub interface. Sub interface adalah sub divisi logika dari interface fisik. Dalam konfigurasi sub interface, tiap Virtual Circuit dapat dikonfigurasi sebagai koneksi point to point. Tiap-tiap cabang perusahaan terhubung dengan pusat perusahaan melalui Frame Relay Switch menggunakan Frame Relay. Gambaran umum jaringan Frame Relay yang dirancang untuk PT. EP TEC Solutions Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Gambaran umum rancangan jaringan Frame Relay
58 Pada gambar 4.1 terlihat bahwa jaringan Frame Relay yang dirancang untuk PT. EP TEC Solutions Indonesia menggunakan topologi hub and spoke dengan pusat perusahaan, Jakarta sebagai pusatnya (hub) dan cabang perusahaan, Medan, Bandung, Semarang, dan Surabaya menjadi spoke-nya. Tiap-tiap cabang perusahaan yang akan menggunakan akses Internet harus melalui pusat perusahaan di Jakarta, yaitu melalui proxy server yang ada di Jakarta. Berikut adalah gambaran rancangan topologi PT. EP TEC Solutions Indonesia secara keseluruhan:
59
Gambar 4.2 Gambaran umum rancangan topologi jaringan secara keseluruhan
60 Pada gambar 4.2 terlihat bahwa pada tiap-tiap LAN terdapat sebuah switch yang menjadi pusat dari workstation, printer, dan server yang ada. Switch yang ada kemudian dihubungkan ke router untuk koneksi Frame Relay. Untuk perluasan jaringan digunakan tidak lagi menggunakan hub, tapi menggunakan switch untuk menghubungkan workstation dan printer tambahan ke jaringan tersebut. Rancangan topologi jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia pusat, yang berlokasi di Jakarta adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Rancangan topologi jaringan di Jakarta
61 Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pemakaian hub pada PT. EP TEC Solutions Indonesia Jakarta diganti dengan menggunakan switch. Hal ini dikarenakan pemakaian hub menyebabkan collision dan jumlah bandwidth yang diterima oleh tiap-tiap workstation yang terhubung pada hub tersebut lebih kecil daripada workstation yang terhubung langsung ke switch. Switch yang diusulkan dalam perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia Jakarta adalah switch Cisco Catalyst seri 2950. Rancangan topologi jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia Jakarta membutuhkan router dan modem untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch. Router yang diusulkan dalam perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia Jakarta adalah router Cisco seri 2600. Modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay. Rancangan topologi jaringan di tiap-tiap cabang perusahaan PT. EP TEC Solutions Indonesia yang terletak di Medan, Bandung, Semarang, dan Surabaya adalah sebagai berikut:
62
Gambar 4.4 Rancangan topologi jaringan di Bandung, Semarang, Medan
Gambar 4.4 merupakan gambaran gabungan usulan rancangan topologi di cabang Bandung, Semarang, dan Medan. Ini dikarenakan pada dasarnya topologi di tiaptiap cabang perusahaan tersebut sama, yang membedakan hanyalah jumlah workstation
63 yang ada dan jumlah user yang menggunakan workstation tersebut. Sementara pada gambar 4.5 menunjukkan usulan rancangan topologi jaringan di cabang Surabaya, dimana switch menjadi pusat dari server, workstation, serta printer yang ada. Untuk perluasan jaringan digunakan switch tambahan.
Gambar 4.5 Rancangan topologi jaringan di Surabaya
Rancangan topologi jaringan di tiap-tiap cabang perusahaan PT. EP TEC Solutions Indonesia yang terletak di Medan, Bandung, Semarang, dan Surabaya
64 membutuhkan router dan modem untuk membuat koneksi ke Frame Relay switch. Router yang diusulkan dalam perancangan jaringan di tiap-tiap cabang perusahaan PT. EP TEC Solutions Indonesia adalah router Cisco seri 1700. Modem untuk Frame Relay dipinjamkan oleh penyedia layanan Frame Relay. Pemakaian hub pada PT. EP TEC Solutions Indonesia cabang Surabaya diganti dengan menggunakan switch. Hal ini dikarenakan pemakaian hub menyebabkan collision dan jumlah bandwidth yang diterima oleh tiap-tiap workstation yang terhubung pada hub tersebut lebih kecil daripada workstation yang terhubung langsung ke switch. Switch yang diusulkan dalam perancangan jaringan pada PT. EP TEC Solutions Indonesia cabang Surabaya adalah switch Cisco Catalyst seri 2950.
4.1.2 Estimasi Biaya Peralatan yang dibutuhkan untuk membangun jaringan tersebut di atas, antara lain: •
Router Cisco seri 1700 Router Cisco seri ini menyediakan solusi yang cocok untuk perusahaan berskala kecil, sedang, dan cabang-cabang perusahaan untuk mendukung aplikasi ebusiness. Router cisco seri 1700 menawarkan beberapa keuntungan, yaitu : fleksibilitas (WAN interface card yang bisa diganti / dengan mudah ditambahkan untuk mendukung bisnis yang semakin berkembang), sekuriti (adanya firewall berbasis software Cisco sehingga data pelanggan tersimpan dengan aman), manajemen traffic (adanya prioritas traffic oleh user / aplikasi, sehingga data yang penting dan sensitif terhadap waktu bisa berjalan sesuai harapan).
65 •
Router Cisco seri 2600 Router seri ini merupakan router yang menyediakan konfigurasi LAN dan WAN yang fleksibel, pilihan sekuriti yang beragam, dan prosesor yang memiliki performa tinggi. Dengan lebih dari 70 modul jaringan dan interface, arsitektur router Cisco seri 2600 memungkinkan interface dapat dengan mudah di-upgrade untuk perluasan jaringan. Router Cisco seri 2600 menyediakan solusi untuk memenuhi kebutuhan cabang perusahaan, antara lain akses Internet dan intranet dengan sekuriti firewall, integrasi data dan suara, layanan akses panggilan analog dan digital, routing dengan manajemen bandwidth, dan integrasi dari routing yang fleksibel dan switching dengan kepadatan rendah.
•
Switch Cisco 2950 Switch Cisco seri ini menyediakan konektivitas Fast Ethernet, Gigabit Ethernet, serta layanan data, suara, dan video. Switch seri 2950 menawarkan sejumlah konfigurasi untuk memungkinkan perusahaan berskala kecil, sedang, dan besar memilih konfigurasi yang tepat untuk perusahaannya. Switch ini juga dilengkapi dengan software (Enhanced Image Software) untuk sekuriti tambahan.
Perhitungan biaya yang diperlukan adalah sebagai berikut: 4 buah Router Cisco seri 1700
@Rp 10.250.000
Router Cisco seri 2600 2 buah Switch Cisco 2950
Rp 41.000.000 Rp 20.410.000
@Rp 7.590.000
Rp 15.180.000 Sumber: www.bhinneka.com
Biaya Frame Relay:
66 Kota
Kecepatan CIR Biaya Biaya Akses pasang bulanan Jakarta 256 Rp4,500,000 Rp7,850,000 Bandung 64 32 Rp4,500,000 Rp4,570,000 Surabaya 64 32 Rp4,500,000 Rp4,675,000 Semarang 64 32 Rp4,500,000 Rp4,875,000 Medan 64 32 Rp4,500,000 Rp5,075,000 Sub Total Rp22,500,000 Rp27,045,000 Pajak 10% Rp2,250,000 Rp2,748,500 Total Rp24,750,000 Rp29,793,500 Sumber: Lintasarta
Tabel 4.1 Estimasi biaya Frame Relay untuk komunikasi data antar cabang perusahaan PT. EP TEC Solutions Indonesia
Jakarta sebagai pusat perusahaan yang berfungsi sebagai back haul tidak memiliki CIR, karena Jakarta ini berfungsi sebagai tempat untuk mengambil data menuju ke cabang perusahaan lain. Jadi, apabila pusat perusahaan Jakarta mengirim atau menerima data ke atau dari cabang perusahaan kecepatan aksesnya selalu penuh 256 Kbps. Kecepatan akses yang dipilih untuk pusat perusahaan Jakarta sebesar 256 Kbps, sedangkan di tiap cabang perusahaan yang lain menggunakan kecepatan akses sebesar 64 Kbps dan CIR 32 Kbps. Pemilihan kecepatan akses di cabang perusahaan (64 Kbps) didasarkan pada kebutuhan transaksi yang ada saat ini, yaitu untuk akses database, file transfer, serta untuk komunikasi data dengan pusat perusahaan. Sedangkan untuk pusat perusahaan, Jakarta menggunakan kecepatan akses 256 Kbps untuk dapat menangani transaksi dari tiap-tiap cabang perusahaan jika pada suatu saat semua cabang melakukan pertukaran data secara bersamaan dalam kecepatan akses maksimal (64 Kbps). Berikut adalah estimasi biaya akses Internet menggunakan Frame Relay:
67
Paket Layanan CIR Biaya instalasi Biaya bulanan 128 Kbps 64 Kbps Rp4,500,000 Rp8,220,000 Sub Total Rp4,500,000 Rp8,220,000 Pajak 10% Rp450,000 Rp822,000 Total Rp4,950,000 Rp9,042,000 Sumber: Lintasarta
Tabel 4.2 Estimasi biaya akses Internet menggunakan Frame Relay
Pemilihan paket layanan 128 Kbps dengan CIR 64 Kbps ini didasarkan pada transaksi yang ada di pusat perusahaan Jakarta dan cabang-cabang perusahaan yang ada di Medan, Surabaya, Bandung, Semarang. Dimana akses Internet ini digunakan untuk keperluan browsing hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, download driver serta update teknologi, e-mail, dan e-commerce. Akses Internet ini dipasang di pusat perusahaan Jakarta, jadi semua cabang perusahaan yang akan menggunakan akses Internet harus melalui pusat perusahaan Jakarta. Yang mendapatkan hak akses Internet menggunakan Frame Relay ini adalah seluruh workstation dan server yang ada di pusat perusahaan Jakarta, dua orang manajer dan semua server di tiap-tiap cabang perusahaan. Pemberian hak akses yang terbatas pada setiap cabang perusahaan ini karena penggunaan akses Internet untuk download driver, update teknologi, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan dilakukan di pusat perusahaan Jakarta. Jadi, tidak semua karyawan membutuhkan hak akses Internet karena file-file yang dibutuhkan dapat diambil melalui komunikasi data Frame Relay ke pusat perusahaan Jakarta tanpa harus men-download ulang. Selain itu, pemberian hak akses yang berlebihan hanya akan membuat kemacetan pada link. Total Biaya Pembangunan Jaringan adalah Rp 126.090.000. Selanjutnya biaya operasional perusahaan akan bertambah sebesar Rp 38.835.500 per bulannya, yaitu
68 untuk biaya bulanan akses Frame Relay dan CIR-nya serta akses Internet menggunakan Frame Relay.
4.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan dari usulan perancangan jaringan di atas adalah sebagai berikut: 1. Mudah dalam implementasi jaringannya (waktu yang dibutuhkan untuk implementasinya relatif cepat). Contoh : jika dibandingkan dengan koneksi point-to-point berjumlah tiga cabang perusahaan (A, B, dan C) dimana A terhubung dengan B dan A terhubung dengan C, Frame Relay membutuhkan konfigurasi masing-masing sekali di tiap cabang yaitu di A, B, dan C. Sedangkan point-to-point membutuhkan konfigurasi empat kali yaitu di A (untuk hubungan dengan B), di B, di A (untuk hubungan dengan C), dan di C. 2. Pemilihan jalur untuk routing bisa bervariasi (yaitu dengan mekanisme FECN dan BECN), jika suatu jalur terkena kemacetan bisa memilih jalur yang lain. Hal ini disebabkan Frame Relay memiliki banyak Virtual Circuit (VC) dalam Frame Relay switch. 3. Bandwidth yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan dial up. 4. Linknya lebih stabil dibandingkan dengan dial up karena adanya parameter Commited Information Rate (CIR). 5. Mendukung pengembangan jaringan. Bila ada penambahan cabang perusahaan di masa yang akan datang, akan mudah dihubungkan dengan pusat perusahaan dengan topologi hub and spoke ini.
69 6. Biaya untuk komunikasi data dan akses Internet menggunakan Frame Relay lebih murah dibandingkan menggunakan dial up, rincian biayanya dapat dilihat pada sub bab 4.2.1. 7. Efektif biaya, karena jalur yang ada digunakan secara bersama-sama. Pusat perusahaan memperoleh jalur pribadi ke node dalam jaringan Frame Relay dan cabang-cabang perusahaan juga memperoleh jalur pribadi ke node Frame Relay terdekat. Kekurangan dari jaringan di atas adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun jaringan tersebut relatif besar. Namun untuk bulan-bulan selanjutnya bisa dirasakan manfaatnya, yaitu bandwidth yang lebih besar dan biaya bulanan yang lebih murah.
4.2 Evaluasi 4.2.1 Perbandingan Frame Relay dengan Dial Up Berikut ini adalah tabel estimasi biaya yang dikeluarkan untuk akses Internet menggunakan dial up : Jenis Koneksi Internet Dial up
Biaya Registrasi Biaya / Bulan Rp150,000 Rp500,000 Sumber : CBN
Tabel 4.3 Rincian biaya akses Internet menggunakan dial up CBN
Biaya untuk koneksi Internet menggunakan provider CBN dengan paket penggunaan 200 jam per bulan adalah Rp 500.000. Jika diaktifkan selama 8 jam per hari selama hari kerja (Senin-Jumat) seperti sistem yang sedang berjalan sekarang ini, maka
70 biaya untuk telepon lokal yang harus dibayarkan oleh pusat perusahaan per bulannya kurang lebih sekitar Rp 1.452.000. Rincian biayanya dapat dilihat pada tabel 4.4.
Biaya / Menit Biaya / Jam Biaya / Hari Biaya / Bulan Rp137.5 Rp8,250 Rp66,000 Rp1,452,000 Sumber: Telkom
Tabel 4.4 Rincian biaya telepon lokal untuk akses Internet
Pada tabel 4.5 akan dijelaskan mengenai estimasi biaya yang dibutuhkan untuk akses server dan koneksi Internet jarak jauh menggunakan modem pool dial up. Zone Biaya / Menit Biaya / Jam Jakarta-Bandung 1 Rp1,419 Rp85,140 Bandung-Jakarta Jakarta-Semarang 2 Rp1,997 Rp119,790 Semarang-Jakarta Jakarta-Surabaya 3 Rp2,497 Rp149,820 Surabaya-Jakarta Jakarta-Medan 3 Rp2,497 Rp149,820 Medan-Jakarta
Biaya / Hari Biaya / Hari Rp340,560 Rp7,492,320 Rp479,160
Rp10,541,520
Rp599,280
Rp13,184,160
Rp599,280
Rp13,184,160
Sumber : Telkom
Tabel 4.5 Rincian biaya untuk akses server dan koneksi Internet jarak jauh
Server-server yang ada di tiap-tiap cabang perusahaan saling bertukar data dengan server-server di pusat perusahaan menggunakan modem pool dial up. Lamanya pengaksesan server dan koneksi Internet kurang lebih sekitar 4 jam per hari selama hari kerja (Senin-Jumat). Biaya yang harus dibayarkan untuk akses server dan koneksi Internet jarak jauh adalah biaya SLJJ berdasarkan jarak / zone yang telah ditentukan oleh Telkom.
71 Jarak antara Jakarta dan Bandung adalah sekitar 125 km, jadi termasuk di zone 1 (30-200 km) dengan tarif Rp 1.419 per menit. Jarak antara Jakarta dan Semarang adalah sekitar 400 km, jadi termasuk dalam zone 2 (200-500 km) dengan tarif Rp 1.997 per menit. Jarak antara Jakarta dan Surabaya adalah sekitar 650 km, jadi termasuk dalam zone 3 (>500 km) dengan tarif Rp 2.497 per menit. Sedangkan jarak antara Jakarta dan Medan adalah sekitar 1430 km, jadi termasuk dalam zone 3 (>500 km) dengan tarif Rp 2.497 per menit. Biaya yang harus dibayarkan per bulannya untuk akses server dan koneksi Internet jarak jauh oleh lima cabang perusahaan adalah Rp 44.402.160.
Kecepatan Akses CIR Biaya bulanan : Komunikasi data Akses Internet
Biaya registrasi Biaya pasang Lamanya online
Dial Up s/d 56 Kbps tidak ada
Frame Relay 64 Kbps - 2Mbps ada
Rp44,402,160 Rp29,793,500 Rp1,452,000 Rp9,042,000 + + Rp45,854,160 Rp38,835,500 Rp500,000 Rp24,750,000 8 jam / hari kerja 24 jam setiap hari
Tabel 4.6 Perbandingan Frame Relay dan Dial Up
Berdasarkan tabel 4.6 biaya yang harus dibayarkan jika menggunakan Frame Relay untuk komunikasi data antara tiap-tiap cabang perusahaan dan untuk akses Internet adalah Rp 38.835.500 per bulannya. Sedangkan, biaya yang harus dibayarkan untuk koneksi Internet dan akses server jarak jauh menggunakan modem pool dial up adalah Rp 45.854.160. Jadi, biaya yang harus dibayarkan perbulannya dengan menggunakan Frame Relay jauh lebih murah Rp 7.018.660 dibandingkan dengan
72 menggunakan dial up. Keuntungan lain yang didapat adalah: bandwidth yang didapat dengan menggunakan Frame Relay (128Kbps) untuk koneksi Internet lebih besar dibandingkan dengan menggunakan dial up (sampai dengan 56 Kbps), adanya jaminan throughput dengan menggunakan Frame Relay (CIR 64 Kbps) sehingga link yang digunakan lebih stabil, serta waktu online yang lebih lama.
4.2.2 Simulasi OPNET pertama kali dikenalkan pada tahun 1968 oleh seseorang lulusan MIT. OPNET memungkinkan penggunanya untuk mendesain dan mempelajari jaringan komunikasi,
peralatannya,
protokol,
serta
aplikasi
yang
digunakan.
OPNET
menggunakan pemodelan berorientasi objek dan Graphical User Interface (GUI) sehingga memungkinkan pengembangan model yang relatif mudah. Simulasi menggunakan software ini banyak digunakan di industri sekarang ini. Kebanyakan hardware dan protokol yang ada sudah dites sebelumnya menggunakan software ini. Sedangkan, kebanyakan jaringan berbasis nirkabel atau protokol yang mendukung jaringan nirkabel sedang dalam pengembangan. Keuntungan menggunakan program simulasi ini adalah lebih hemat waktu dalam bekerja menggunakan software / hardware, kemampuan untuk mencoba berbagai macam skenario dari hardware dan software, dan kemampuan untuk memprediksi masalah yang potensial dari software dan hardware yang digunakan sebelum penggunaan sebenarnya. OPNET memungkinkan pemodelan topologi jaringan dengan pendekatan nested sub-networking (terdapat sub-network di dalam suatu network). Dengan menggunakan OPNET, pengguna dapat memodifikasi parameter jaringan dan melihat secara langsung efek yang terjadi dari perubahan ini.
73 Simulasi adalah model dari realitas, tujuan dibuatnya simulasi ini adalah untuk mengetahui apakah jaringan yang dirancang dapat berjalan dengan baik. Berikut akan dijelaskan mengenai simulasi usulan perancangan jaringan Frame Relay dari PT. EP TEC Solutions Indonesia dengan menggunakan software OPNET versi 9.1. Gambaran umum usulan perancangan jaringan PT. EP TEC Solutions Indonesia dalam simulasi dengan menggunakan OPNET adalah sebagai berikut :
Gambar 4.6 Gambaran umum usulan perancangan jaringan dengan OPNET
Dari gambar 4.11 dapat dilihat bahwa tiap-tiap cabang perusahaan terhubung dengan Frame Relay Switch (cloud) dengan line T1. Kemudian setiap cabang perusahaan (Medan, Surabaya, Bandung, dan Semarang) terhubung dengan pusat perusahaan (Jakarta) melalui Permanent Virtual Circuit (PVC). Di kiri bawah terdapat 3 buah konfigurasi (konfigurasi aplikasi, konfigurasi profil, dan konfigurasi PVC) untuk
74 membuat simulasi traffic dalam Frame Relay sesuai dengan proses bisnis yang ada pada PT. EP TEC Solutions Indonesia. Berikut adalah gambaran topologi jaringan tiap-tiap cabang perusahaan dengan simulasi OPNET.
Gambar 4.7 Usulan rancangan jaringan di Jakarta dengan OPNET
75
Gambar 4.8 Usulan rancangan jaringan di Medan dengan OPNET
Gambar 4.9 Usulan rancangan jaringan di Bandung dengan OPNET
76
Gambar 4.10 Usulan rancangan jaringan di Semarang dengan OPNET
77
Gambar 4.11 Usulan rancangan jaringan di Surabaya dengan OPNET
78 Usulan rancangan jaringan di tiap-tiap cabang perusahaan dengan OPNET pada gambar 4.7, gambar 4.8, gambar 4.9, gambar 4.10, dan gambar 4.11 disesuaikan dengan rancangan topologi pada gambar 4.3, gambar 4.4, dan gambar 4.5. Konfigurasi aplikasi adalah konfigurasi yang berisi aplikasi yang digunakan dalam jaringan yang disimulasikan. Aplikasi ini dapat didefinisikan dalam bentuk tugastugas, fase, permintaan, dan respon. Dalam konfigurasi aplikasi dibuat beberapa jenis traffic yang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan oleh tiap-tiap workstation menggunakan jaringan. Beberapa jenis traffic tersebut antara lain: browsing (heavy dan low), akses database (heavy, medium, dan low), e-mail (heavy dan low), file transfer (medium). Konfigurasi profil adalah konfigurasi yang berisi profil-profil yang diterapkan pada tiap-tiap workstation, server, atau LAN. Setiap profil mendefinisikan pola aplikasi yang digunakan oleh sekumpulan user tertentu dalam suatu rentang waktu. Dalam konfigurasi profil dibuat beberapa macam profil yang sesuai dengan jabatan masingmasing
karyawan
yang
menggunakan
workstation.
Konfigurasi
profil
ini
memperlihatkan aktivitas apa saja yang dilakukan oleh setiap karyawan yang menggunakan workstation. Beberapa macam profil tersebut antara lain: 1. Presdir : browsing (low), akses database (low), e-mail (heavy). 2. General Manajer : file transfer (medium), e-mail (heavy), browsing (low), akses database (low). 3. Manajer Cabang : browsing (low), akses database (low), e-mail (heavy), file transfer (medium). 4. Administrasi : browsing (heavy), akses database (medium), e-mail (heavy), file transfer (medium).
79 5. Sales : browsing (low), akses database (heavy), e-mail (heavy), file transfer (low). 6. Keuangan : browsing (heavy), akses database (medium), e-mail (low). 7. Gudang : akses database (medium). 8. AR / AP : browsing (low), akses database (low), e-mail (low). Simulasi dibuat dalam beberapa kondisi sebagai berikut : 1. Jakarta terhubung dengan tiap-tiap cabang perusahaan melalui PVC. 2. Tiap-tiap cabang perusahaan terhubung ke Jakarta dengan kecepatan akses 64 Kbps dan CIR 32 Kbps. 3. Tiap-tiap workstation dan server terhubung ke switch menggunakan kabel UTP 100 base T. 4. Tiap-tiap
cabang
perusahaan
terhubung
ke
Frame
Relay
Switch
menggunakan T1. 5. Aplikasi server menangani layanan akses database dan file transfer. Proxy server menangani layanan browsing. Exchange server menangani layanan penerimaan dan pengiriman e-mail. Setelah disimulasikan selama 1 jam waktu simulasi, hasil yang didapat ditinjau dari beberapa segi berikut : 1. Delay
80
Gambar 4.12 Delay Frame Relay dalam satuan detik
Berdasarkan gambar 4.12 dapat dilihat bahwa delay yang terjadi pada Frame Relay link cukup beragam, berkisar antara 0,04 detik sampai 0,11 detik. Hasil delay yang didapat dari simulasi ini cukup dapat diterima, karena rata-rata nilai standar delay Frame Relay (diukur selama satu bulan) yang masih dapat diterima atau dianggap layak adalah tidak lebih dari 0,1 detik (sumber : http://www.keycomm.state.pa.us/keycomm/lib/keycomm/Ex_E_AcceptanceTesti ngTable_1.pdf).
2. Throughput
81
Gambar 4.13 Frame Relay Throughput
Berdasarkan gambar 4.13 dapat dilihat bahwa throughput Frame Relay secara global berkisar di antara 65.960 bps sampai dengan 73.112 bps. Throughput tersebut menggambarkan rata-rata kecepatan informasi yang melewati node-node Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan dalam sistem jaringan Frame Relay. Nilai throughput yang didapat merupakan nilai rata-rata dari total throughput tiap PVC yang ada dengan mempertimbangkan kecepatan akses yang dimiliki tiap-tiap cabang perusahaan adalah 64 Kbps, sedangkan kecepatan akses yang dimiliki pusat perusahaan adalah 256 Kbps.
3. Bit Error Rate
82
Gambar 4.14 Bit error rate antara Bandung dan Frame Relay Switch
Gambar 4.15 Bit error rate antara Jakarta dan Frame Relay Switch
83
Gambar 4.16 Bit error rate antara Medan dan Frame Relay Switch
Gambar 4.17 Bit error rate antara Semarang dan Frame Relay Switch
84
Gambar 4.18 Bit error rate antara Surabaya dan Frame Relay Switch
Bit error rate (BER) menggambarkan perbandingan jumlah bits, elemen, karakter, atau blok yang tidak diterima dengan benar dari total jumlah bit, elemen, karakter, atau blok yang dikirim selama selang waktu tertentu. Dalam koneksi yang bagus BER sebaiknya bernilai di bawah 10-9 (http://www.wikipedia.org). Sementara dari hasil simulasi jaringan yang dirancang menunjukkan BER pada tiap-tiap cabang perusahaan ke Frame Relay Switch bernilai 0.