BAB 4 ANALISIS PENCADANGAN BIAYA PESANGON DI PT. PGN (Persero) Tbk. 4.1.
Perhitungan Kewajiban Pencadangan Biaya Pesangon
4.1.1. Perhitungan Kewajiban Pencadangan Pesangon Menurut Aktuaris Perhitungan imbalan kerja oleh aktuaris dilakukan berdasarkan ketentuan dalam PSAK 24 (revisi 2004) tentang Imbalan Kerja. Aktuaris yang melakukan perhitungan imbalan kerja PT . Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Adalah PT Sienco Aktuarindo Utama. Valuasi aktuaria dilakukan dengan menggunakan data karyawan aktif per 31 Desember 2008, data karyawan yang berhenti bekerja selama periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2008, serta menggunakan berbagai asumsi dan prinsip aktuaria yang wajar dan layak digunakan di Indonesia dan telah disepakati oleh kedua belah pihak. Imbalan kerja yang ada di perusahaan yang menjadi dasar valuasi oleh aktuaris adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Imbalan Pasca Kerja menurut Peraturan Perusahaan No. 1 Pensiun
Sebab PHK
2 Pekerja meninggal dunia 3 Cacat atau sakit yang menyebabkan tidak dapat bekerja 4 Mengundurkan diri atas permintaan sendiri
Imbalan Pasca Kerja Faktor Penghargaan x Masa Kerja x Upah Dasar 2,5 x Masa Kerja x Upah Dasar 2,5 x Masa Kerja x Upah Dasar 0,35 x Masa Kerja x Upah Dasar
Sumber : Peraturan Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Data yang diproses berdasarkan data karyawan aktif sebanyak 1.386 orang dan karyawan berhenti bekerja selama tahun 2008 sebanyak 43 orang. Pergerakan data karyawan per 31 desember 2008 dibandingkan dengan data per 31 Desember 2007 adalah sebagai berikut : Data per 31 Desember 2007
1.387 Orang
+ Karyawan Baru
42 Orang
- Karyawan Keluar
(43) Orang
= Data per 31 Desember 2008
1.386 Orang
38 Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
39
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan aktuaris adalah : 1. Asumsi Ekonomis yang terdiri dari : a. Tingkat Diskonto Tingkat diskonto yang digunakan adalah 12% per tahun. Asumsi tersebut ditetapkan berdasarkan tingkat bunga (yield) obligasi pemerintah dengan jatuh tempo sesuai perkiraan sisa masa kerja rata-rata pekerja yang diperoleh dari Tabel Indonesia Goverment Securities Yield Curve (IGSYC) tanggal 31 Desember 2008 yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia. b. Tingkat Kenaikan Upah Rata-rata kenikan upah PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., selama 2 tahun terakhir adalah sebesar 25,29% per tahun. Asumsi kenaikan upah 10% per tahun merupakan hasil diskusi dengan manajemen PT. Perusahaan Gas negara (Persero) Tbk., tentang proyeksi kenaikan upah rata-rata selama sisa masa kerja rata-rata pekerja yang diharapkan 2. Asumsi Demografis, yang terdiri dari : a. Tingkat kematian : Mengacu kepada Tabel mortalita dari The Commissioners 1980 Standard Ordinary Mortality (CSO 80) dimana tabel tersebut memiliki angka pengharapan hidup (Life Expectancy) untuk usia 0 tahun adalah 69,50 tahun, sehingga tabel tersebut masih sesuai dengan kondisi demografi di Indonesia. b. Tingkat cacat Tingkat cacat ditentukan sebesar 1% dari tingkat kematian dari usia 20 tahun hingga usia 54 tahun c. Tingkat pengunduran diri atas permintaan sendiri Asumsi tingkat pengunduran diri selama 2 tahun terakhir rata-rata adalah sebesar 1,81% dari umlah pekerja aktif. Tingkat pengunduran diri cenderung menurun seiring bertambahnya usia pekerja Berdasarkan PSAK 24 (revisi 2004) beban imbalan kerja berdasarkan undangundangan ketenagakerjaan ditentukan dengan metode penilaian aktuaris projected unit credit yang menganggap setiap periode jasa akan menghasilkan satu unit
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
40
tambahan imbalan. Perhitungan dilakukan dengan membagi secara prorata imbalan yang diakru sesuai tahun jasa. Ilustrasi perhitungan dengan metode projected unit credit adalah sebagai berikut : Contoh Pensiun Usia 2008 Usia Masuk Kerja Masa Kerja s.d 2008 Total masa kerja Masa Kerja yad
56.00 35.00 31.00 4.00 25.00 21.00
Asumsi : Salary increase Discount rate Disability rate Gaji saat Pensiun
tahun tahun tahun tahun tahun tahun
10.00% 12.00% 1.00% = Gaji Tahun 2008
x
(1+10%)
= = =
x x
(1.1) 7.40
2,698,500 2,698,500 19,969,574.47
(56-35) 21
TAMB
= Upah Dasar x Masa Kerja x Faktor Penghargaan = 19,969,574.47 x 25 x 2,5 = 1,248,098,404.66
Satuan Unit Manfaat (SUM)
= TAMB = 1,248,098,404.66 49,923,936.19
Biaya Jasa Kini
= SUM x Present Value x Probability 49,923,936.19 x 0.08264 3,361,569.55
Saldo Awal Kewajiban
/ /
Masa Kerja 25
x
0.81476
= Biaya Jasa Kini x (34-31) = 3,361,569.55 x 3 = 10,084,708.65
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
41
Biaya Bunga
= 12% x (3.361.569,55+10.084.708,65) = 1,613,553.38
Perhitungan aktuaris dengan metode Projected Unit Credit dan penggunaan asumsi-asumsi tersebut diatas menimbulkan kewajiban imbalan pasca kerja yang harus diakui dalam laba rugi perusahaan. Perhitungan imbalan kerja untuk periode 2007-2008 PT. Perusahaan Gas Negara (persero) Tbk. adalah seperti terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel.4.2 Biaya Imbalan Kerja Menurut Aktuaris Keterangan
31 Desember 2008 31 Desember 2007 Biaya Jasa Kini 20,966,691,515.00 16,249,389,018.00 Biaya Bunga 23,334,531,251.00 18,342,408,870.00 Hasil yang diharapkan dari Aktiva Program Amortisasi Biaya Jasa Lalu Vested 5,771,781,907.00 Amortisasi Biaya Jasa Lalu Non Vested 23,899,409,778.00 18,898,522,741.00 Keuntungan/(Kerugian) Aktuaria yang diakui 1,484,028,961.00 Efek Kurtailment dan Penyelesaian Program Beban Imbalan Kerja dalam laporan Laba Rugi 75,456,443,412.00 53,490,320,629.00 Sumber :Laporan Aktuaris No. 013/LA-IK/SAU/01-2009 Valuasi Imbalan Kerja PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. per 31 Desember 2008
Untuk mencatat kewajiban tersebut, Beban tahun berjalan tersebut akan dikurangi dengan pembayaran manfaat dan ditambahkan dengan kewajiban lainnya sehingga nilai yang harus muncul dalam neraca menurut hitungan aktuaris adalah seperti terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel.4.3 Total Kewajiban Imbalan Kerja Menurut Aktuaris Keterangan Kewajiban yang diakui awal periode + Biaya (Perndapatan) periode berjalan - Pembayaran Manfaat Kewajiban yang diakui akhir periode Kewajiban lainnya akhir periode Total Kewajiban yang diakui akhir periode
31 Desember 2008 111,001,566,548.00 75,456,443,412.00 (20,175,366,481.00) 166,282,643,479.00 15,584,068,550.00 181,866,712,029.00
31 Desember 2007 71,450,289,255.00 53,490,320,629.00 (13,939,043,335.00) 111,001,566,549.00 10,524,464,611.00 121,526,031,160.00
Sumber :Laporan Aktuaris No. 013/LA-IK/SAU/01-2009 Valuasi Imbalan Kerja PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. per 31 Desember 2008
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
42
4.1.2. Perhitungan Kewajiban Pencadangan Pesangon Menurut Akuntansi Imbalan pasca kerja yang tidak didanai melalui Dana Pensiun ataupun asuransi, dibukukan oleh perusahaan dengan membebankan beban imbalan kerja (employee benefit) dan mengakui kewajiban imbalan kerja (employee benefit obligations). Pencatatan akuntansi perusahaan atas imbalan pasca kerja tanpa pendanaan (Unfunded) dicatat dalam akun Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB). Menurut Pedoman Akuntansi perusahaan Tunjangan akhir masa bakti (TAMB) merupakan pengeluaran perusahaan berupa pemberian uang kepada pekerja yang pensiun yang besarannya berdasarkan masa kerja yang bersangkutan. Selain itu perusahaan mengenal pula istilah pesangon yang merupakan pengeluaran perusahaan berupa pemberian uang kepada pekerja yang berstatus PKWTT dan PKWT, yang diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan yang besarannya berdasarkan masa kerja yang bersangkutan. Perusahaan membedakan pencatatan pesangon untuk pekerja yang berstatus pekerja tetap dengan yang tidak tetap (PKWTT dan PKWT). PKWTT adalah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu sedangkan PKWT adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Menurut peraturan ketenagakerjaan, jenis perjanjian kerja terdiri dari dua jenis yaitu PKWT dan PKWTT. Pekerja Tetap sebenarnya termasuk ke dalam kelompok PKWTT mengingat masa kerja tidak ditentukan dan hanya akan berakhir pada saat pekerja tersebut memasuki masa pensiun atau sebab-sebab lainnya sedangkan PKWT masa perjanjian kerja ditentukan dalam kontrak kerja untuk jangka waktu yang telah ditetapkan misalnya setahun. Pada saat penyusunan pedoman akuntansi istilah tenaga kerja yang dipergunakan masih menganggap pekerja tetap ke dalam kelompok tersendiri yang terpisah dari PKWTT sehingga pengertian Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) menggunakan istilah pekerja karena diperuntukkan bagi pekerja tetap sedangkan Pesangon menggunakan istilah PKWTT dan PKWT karena diperuntukkan bagi pekerja tidak tetap. Sekarang ini perusahaan mulai mengubah persepsi untuk penggunaan istilah tersebut karena menurut Undang-undang ketenagakerjaan hanya dikenal istilah PKWTT dan PKWT dimana pekerja tetap termasuk ke dalam
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
43
kelompok PKWTT karena jangka waktu perjanjian kerja tidak ditentukan. Pengertian pesangon dalam perusahaan berbeda dengan pengertian Pesangon menurut UU No. 13 tentang ketenagakerjaan. Untuk pembahasan selanjutnya istilah pesangon yang dimaksud adalah pesangon menurut UU tenaga kerja yang diistilahkan oleh perusahaan sebagai Penghargaan Purna Bakti (PPB) dan dicatat dalam laporan keuangan sebagai Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB). Perhitungan kewajiban imbalan kerja sesuai pedoman akuntansi yang berlaku di perusahaan, ditentukan bahwa Biaya jasa kini diakui sebagai beban pada periode berjalan. Biaya jasa lalu dan dampak perubahan asumsi bagi peserta pensiun yang masih aktif diamortisasi selama estimasi sisa masa kerja rata-rata pekerja sebagaimana ditentukan oleh aktuaris. Menurut PSAK 24, beban jasa masa lalu yang berkaitan dengan manfaat pensiun bagi para pensiunan harus langsung dibebankan ke biaya pada saat terjadinya. Pembebanan imbalan pasca kerja sesuai PSAK 24 (revisi 2004) dilakukan setiap tahun dengan jurnal sebagai berikut : Biaya Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) Biaya Yang Masih Harus Dibayar
XXX XXX
Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) tersebut merupakan salah satu elemen beban pekerja dengan kode elemen biaya 116 yang akan muncul dalam laporan laba rugi perusahaan sedangkan Akun Biaya yang Masih Harus Dibayar memiliki kode akun 40401 yang akan termasuk ke dalam neraca di kelompok hutang. Penambahan biaya dalam akun biaya TAMB tentunya akan mengurangi laba atau menambah rugi dalam laporan keuangan komersial. Adapun elemen-elemen Biaya Pekerja di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
44
Tabel. 4.4 Beban Pekerja dalam Laporan Keuangan Perusahaan KODE AKUN
URAIAN AKUN
100
BEBAN PEKERJA
101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123
Upah Pokok Upah Lembur PPh pasal 21 Beban Perusahaan Jamsostek Bonus Tunjangan Jabatan Tunjangan Umum Tunjangan Cuti Tunjangan Keagamaan Bantuan Transport Dana Pensiun Lembaga Keuangan Tunjangan Insentif Prestasi Perawatan Kesehatan Tunjangan Kesetiaan Kerja Tunjangan Akhir Masa Bakti Ganti Rugi (Vergoeding) Rumah Dinas/Jabatan Gaji Direksi dan Komisaris Honorarium Komite Audit Pesangon Santunan Purna Jabatan Direksi Tunjangan Purna Jabatan Komisaris Tunjangan Kesukaran
Sumber : Pedoman Akuntansi PT. Perusahaan Gas Negara Persero Tbk.
Dalam tabel di atas terlihat bahwa Beban Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) Pekerja menjadi salah satu komponen dalam biaya pekerja yang akan mempengaruhi besarnya biaya operasi. Pada akhirnya beban operasi akan mempengaruhi laba rugi perusahaan pada tahun berjalan. Biaya TAMB pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 69.920.408.657 yang sudah mencakup pencadangan biaya menurut perhitungan aktuaris maupun realisasi biaya yang terjadi pada tahun berjalan.
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
45
Menurut Manager akuntansi perusahaan, pembebanan dilakukan untuk setiap tahun dengan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh aktuaris. Bagian akuntansi sendiri tidak mengetahui secara pasti mengenai tata cara perhitungan yang dilakukan aktuaris akan tetapi mereka menganggap jumlah tersebut benar dan dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan mengingat aktuaris adalah lembaga yang independent dan profesional dalam melakukan penilaian (Wawancara, tanggal 30 Mei 2009). Nilai yang dicatat adalah sebesar selisih antara angka beban imbalan kerja tahun berjalan dengan pembayaran manfaat menurut perhitungan aktuaris. “...jumlah yang menjadi beban tahun berjalan sesuai hitungan aktuaris diselisihkan dengan jumlah pembayaran manfaat dan dicatat dalam elemen biaya Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB). Jurnalnya TAMB pada Biaya yang masih harus dibayar” (Wawancara dengan Staf Akuntansi, tanggal 11 Mei 2009) Perhitungan jumlah biaya yang dilakukan aktuaris akan mempengaruhi jumlah laba atau rugi perusahaan karena perbedaan asumsi-asumsi yang dipakai oleh aktuaris akan mempengaruhi perhitungan. Perhatian yang kurang terhadap asumsi yang digunakan maupun hasil perhitungan aktuaris akan mempengaruhi kondisi laba rugi perusahaan. Bagian akuntansi perusahaan menggunakan data perhitungan aktuaris tersebut untuk melakukan penjurnalan. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut : Biaya Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB)
Rp. 60.340.680.870,00
Biaya yang Masih Harus Dibayar
Rp. 60.340.680.870,00
Nilai tersebut diperoleh dari beban imbalan kerja periode berjalan sebesar Rp.75.456.443.412,00 ditambahkan dengan penambahan kewajiban lainnnya pada akhir
periode
sebesar
Rp.5.059.603.939,00
(RP
.15.584.068.550,00
–
Rp.10.524.464.611,00) dikurangi dengan pembayaran manfaat dalam tahun berjalan sebesar Rp. 20.175.366.481,00. Penambahan imbalan kerja bersih yang terjadi pada tahun 2008 sesuai dengan perhitungan aktuaris yaitu Rp. 181.866.712.029,00 dikurangi dengan kewajiban tahun lalu sebesar Rp. 121.526.031.160,00. Dengan kata lain nilai yang dicatat oleh bagian akuntansi adalah jumlah net imbalan kerja.
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
46
Pencatatan yang dilakukan oleh bagian akuntansi tersebut masih bersifat pencadangan dan belum terjadi realisasi. Hal tersebut sesuai dengan prinsip konservatisme yang dianut oleh ketentuan standar akuntansi keuangan sehingga biaya atau hutang yang timbul harus diakui dan dicatat dalam laporan keuangan karena informasi tentang kemungkinan terjadinya dan besarnya kerugian dapat diketahui. Secara umum langkah-langkah yang dilakukan oleh staf akuntansi dalam membuat penjurnalan adalah sebagai berikut : 1. Meminta nilai perhitungan Imbalan Kerja sesuai dengan PSAK 24 (revisi 2004) yang telah dihitung oleh aktuaris 2. Mengidentifikasi total Biaya Jasa Kini, Biaya Bunga, Amortisasi Biaya Jasa Lalu dan Amortisasi (Keuntungan)/Kerugian Aktuarial yang akan dikurangi dengan Pembayaran Manfaat menurut perhitungan Aktuaria untuk kemudian dijurnal dalam akun Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) sebagai accrued kewajiban perusahaan yang telah muncul 3. Pada saat pembayaran imbalan kerja terealisasi bagian Sumber Daya Manusia perusahaan akan menghitungan besaran TAMB yang akan dibayarkan sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku dan akan dijurnal dalam akun TAMB atau pesangon.
4.1.3. Perhitungan kewajiban Pencadangan Pesangon Menurut Pajak Pada saat pencadangan imbalan kerja, bagian akuntansi perusahaan akan mencatat sesuai dengan nilai yang telah dihitung oleh aktuaris yang ditunjuk perusahaan. Menurut ketentuan perpajakan, pencadangan biaya tidak diperkenankan karena baru merupakan perkiraan. Menurut Prianto hal tersebut dianggap wajar karena adanya perbedaan tujuan dan fungsi yang berbeda : “ Ketentuan pajak dan akuntansi memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda sehingga wajar jika ada perbedaan perlakuan. Ketentuan pajak tidak mengakui adanya accrued biaya sebelum ada pembayaran sehingga harus dilakukan koreksi dalam perhitungan PPh badan perusahaan.”(Wawancara dengan Prianto Budi, tanggal 3 Juni 2009)
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
47
Selain itu Adang Hendrawan lebih menekankan kepada perbedaan prinsip yang dianut dimana pajak lebih menekankan pada fungsi budgeter sementara akuntansi menganut prinsip konservatisme dan menyepadankan antara pendapatan dan biaya. “ Hal tersebut wajar terjadi mengingat akuntansi dan pajak memiliki prinsip yang berbeda. Ketentuan akuntansi menghendaki laba dalam laporan keuangan diukur dengan kesepadanan antara revenue dengan biaya atau matching cost against revenue. Pajak memiliki tujuan budgeter yaitu bagaimana supaya laba kena pajak bisa terlindungi. Oleh karena itu ketentuan mengenai biaya yang boleh maupun yang tidak boleh diatur oleh UU. .......prinsip akuntansi yang menganut konservatisme menyebabkan suatu biaya akan disegerakan meskipun belum terjadi sedangkan pajak menganut prinsip realisasi sehingga yang menjadi biaya adalah sesuai dengan seberapa besar biaya yang dikeluarkan”. (Wawancara dengan Adang Hendrawan, 12 Juni 2009) Terkait dengan pencadangan, terdapat perusahaan-perusahaan tertentu yang diperbolehkan untuk membiayakan pencadangan tersebut meskipun belum terealisasi. Hal tersebut menurut wahyu dari KPP BUMN dikarenakan karakteristik perusahaan yang berbeda. ”Pencadangan memang hanya boleh sebagai deductible expense untuk perusahaan tertentu seperti Perbankan. Hal ini sepertinya terdengar diskriminatif. Mengapa ada perlakuan yang berbeda. Mungkin filosofinya begini, Perusahaan Perbankan itu mengelola dana masyarakat dengan menginvestasikannya ke Instrumen2 Investasi yang semuanya memiliki risiko sehingga Pemerintah mungkin merasa memberikan perlakuan agak sedikit berbeda dengan membolehkan pencadangan yang dilakukan oleh Perbankan sebagai deductible expense. Selain itu besarnya cadangan juga diatur, tidak semuanya diperbolehkan” (Wawancara dengan Wahyu, tanggal 12 Juni 2009)
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
48
Perbedaan perlakuan antara ketentuan akuntansi dan pajak tersebut menyebabkan staf pajak harus melakukan penyesuaian terhadap biaya pesangon pegawai tetap yang dicatat dalam akun Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) pada saat membuat perhitungan pajak penghasilan (PPh) badan perusahaan. Biaya imbalan kerja yang dicatat oleh bagian akuntansi masih merupakan pencadangan sehingga harus dikoreksi positif karena memenuhi ketentuan pasal 9 UU Pajak Penghasilan yang menyebutkan bahwa pencadangan bukan merupakan biaya yang diperbolehkan. Biaya yang telah teralisasi karena pegawai telah pensiun bisa dikurangkan sebagai biaya pada saat perhitungan PPh Badan akan tetapi jumlah tersebut harus direkonsiliasi dengan penghasilan yang diterima oleh pegawai yang akan dipotong PPh Pasal 21. Bagian Pajak perusahaan membuat koreksi fiskal dengan cara sebagai berikut : ”Semua angka didapat dari perhitungan aktuaris. Dalam perhitungan itu ada biaya jasa kini yang diaccrued oleh bagian akuntansi. Karena angka itu belum teralisasi maka secara pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Angka yang diaccrued tersebut yang kita koreksi positif. Aktuaris juga menghitung berapa besarnya realisasi pembayaran pesangon pada tahun berjalan. Angka itu yang kita jadikan dasar sebagai koreksi negatif”. (Wawancara dengan staf Pajak PT PGN (Persero) Tbk., 5 Mei 2009) Dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh staf pajak dalam melakukan koreksi fiskal adalah sebagai berikut : 1. Meminta nilai perhitungan Imbalan Kerja sesuai dengan PSAK 24 (revisi 2004) yang telah dihitung oleh aktuaris 2. Mengidentifikasi total Biaya Jasa Kini, Biaya Bunga, Amortisasi Biaya Jasa Lalu dan Amortisasi (Keuntungan)/Kerugian Aktuarial yang telah di-accrued oleh bagian akuntansi dan harus dikoreksi positif dalam perhitungan PPh Badan 3. Mengidentifikasi perhitungan
Pembayaran
Manfaat menurut perhitungan
Aktuaria yang akan menjadi koreksi negatif dalam perhitungan PPh Badan Jumlah Total koreksi positif dan negatif atas biaya TAMB pada tahun 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
49
Tabel 4.5 Koreksi Positif dan Negatif atas Imbalan Kerja Koreksi Positif Negatif
2007 55,484,780,791 13,939,043,335
2008 166,161,681,227.00 121,526,031,160.00
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. diolah oleh penulis
Pada tahun 2007 koreksi positif berasal dari perhitungan aktuaris sebesar Rp. 53.490.320.629 (Lihat tabel 4.2) dan koreksi negatif berasal dari perhitungan pembayaran manfaat. Selisih sebesar Rp. 1,994,460,162 pada koreksi positif dibandingkan dengan perhitungan aktuaris sebesar Rp. 53.490.320.629 adalah nilai
accrued pesangon direksi yang akan dibayarkan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 terdapat perbedaan cara perhitungan koreksi dimana pada tahun tersebut total koreksi positif dan negatif tidak sama dengan hasil perhitungan aktuaris yaitu sebesar Rp.75.456.443.412,00 ditambahkan dengan penambahan kewajiban
lainnnya
pada
akhir
periode
sebesar
Rp.5.059.603.939,00
(RP
.15.584.068.550,00 – Rp.10.524.464.611,00) yang seharusnya menjadi koreksi positif dan pembayaran manfaat dalam tahun berjalan sebesar Rp. 20.175.366.481,00 yang menjadi koreksi negatif. Akan tetapi menurut bagian pajak hal tersebut tidak menjadi masalah karena total koreksi yang mempengaruhi perhitungan PPh Badan adalah total koreksi positif dikurangi dengan koreksi negatif. Dengan cara perhitungan seperti itu total koreksi yang mempengaruhi PPh badan seharusnya adalah sebesar
Rp.
60.340.680.870,00 sama seperti nilai yang dicatat oleh bagian akuntansi (Lihat jurnal pencatatan di atas). Akan tetapi total koreksi yang mempengaruhi perhitungan PPh badan tahun 2008 hanya sebesar Rp. 44.635.650.068 (Rp. 166.161.681.227-Rp. 121.526.031.160), berbeda dengan nilai yang dijurnal. Perbedaan tersebut muncul dikarenakan beberapa sebab sebagai berikut : 1. Accrued yang dilakukan oleh bagian akuntansi terdiri dari dua bagian yaitu
accrued
biaya
sebesar
Rp.
44.635.650.068
dan
pajak
sebesar
Rp.
13.710.570.638,00. Bagian Pajak belum memperhitungan faktor pajak dalam perhitungan aktuaris tersebut sehingga terdapat kekurangan koreksi positif
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
50
sebesar jumlah pajak tersebut. Seharusnya nilai pajak tersebut juga menjadi koreksi positif dikarenakan biaya pajak tersebut belum terealisasi. 2. Sebesar Rp.1.994.460.165,00 adalah pembayaran imbalan kerja direksi yang telah dimasukkan ke dalam koreksi positif tahun 2007 sehingga tidak perlu dimasukkan kembali ke dalam kelompok koreksi positif tahun 2008. Atas
perbedaan
tersebut
kekurangan
koreksi
positif
sebesar
Rp.
13.710.570.638,00. Hal tersebut akan berimplikasi terhadap kekurangan beban PPh Badan perusahaan sebesar 30% dari Rp. 13.710.570.638,00 atau sebesar Rp. 4,113.171.191,00. Akan tetapi hal tersebut tidak akan menimbulkan sanksi atas kurang bayar pajak dikarenakan PPh badan perusahaan pada tahun 2008 menunjukkan SPT Lebih bayar dan akan direstitusikan. Kekurangan koreksi positif tersebut hanya akan mengurangi jumlah restitusi pajak yang akan diterima. Untuk simplifikasi proses perhitungan koreksi fiskal, bagian Pajak seharusnya tidak perlu membagi perhitungan aktuaris ke dalam koreksi positif atau negatif. Bagian pajak hanya perlu melakukan koreksi positif atas jumlah cadangan yang telah di accrue oleh bagian akuntansi yang merupakan nilai net dari imbalan jasa kini dikurangi dengan pembayaran manfaat menurut perhitungan aktuaris. Untuk itu, pada saat membuat koreksi bagian pajak harus melakukan pengecekan ke dalam akun TAMB sehingga nilai koreksi positif sama dengan nilai yang telah dicadangkan oleh bagian Akuntansi. Dengan demikian sanksi perpajakan akan bisa diminimalisir.
4.2.
Perhitungan Realisasi Pembayaran Pesangon Pada saat pegawai tetap telah memasuki akhir masa kerjanya dan perusahaan
membayarkan pesangonnya, bagian Sumber Daya Manusia (SDM) akan melakukan perhitungan besarnya TAMB yang akan dibayarkan sesuai dengan peraturan perusahaan. Hasil perhitungan tersebut akan diserahkan kepada bagian Akuntansi dan akan dicatat dengan jurnal sebagai berikut : Tunjangan Akhir Masa Bakti (TAMB) Bank
XXX XXX
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
51
Sedangkan untuk PKWTT dan PKWT akan dicatat sebagai berikut : Pesangon
XXX
Bank
XXX
Perhitungan besarnya pesangon yang dicatat dalam akun Tunjangan Akhir Masa Bakti menurut peraturan perusahaan yang dituangkan dalam Keputusan Direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Nomor : 007600.K/76/UM 2008 tanggal 18 April 2008 Pasal 82 tentang Besaran Penghargaan Purna Bakti adalah sebagai berikut : 1. Pembayaran Purna Bakti sebesar faktor penghargaan x masa kerja x Upah Dasar diberikan kepada Pekerja yang mengalami pengakhiran Hubungan Kerja karena memasuki usia pensiun. Besarnya faktor penghargaan adalah : -
1,0 untuk masa kerja kumulatif kurang dari 10 tahun
-
1,5 untuk masa kerja 10 tahun sampai dengan kurang dari 15 tahun
-
2,0 untuk masa kerja 15 tahun sampai dengan kurang dari 20 tahun
-
2,5 untuk masa kerja lebih dari 20 tahun.
2. Pembayaran Purna Bakti sebesar 2,5 x masa kerja x Upah Dasar diberikan kepada ahli waris dari Pekerja yang mengalami pengakhiran Hubungan Kerja karena meninggal dunia 3. Pembayaran Purna Bakti sebesar 2,5 x masa kerja x Upah Dasar diberikan kepada Pekerja
yang
mengalami
pengakhiran
Hubungan
Kerja
karena
faktor
kesehatan/uzur 4. Pembayaran Purna Bakti sebesar faktor penghargaan x masa kerja x Upah Dasar diberikan kepada Pekerja yang mengalami pengakhiran Hubungan Kerja karena hal-hal tertentu Menurut bagian SDM, perusahaan tidak pernah mencadangkan jumlah uang tertentu untuk pembayaran pesangon pekerja. Biaya telah dianggarkan dalam RKAP dan telah dicadangkan dalam laporan keuangan komersial, akan tetapi tidak ada uang yang dikeluarkan perusahaan. Perusahaan baru mengeluarkan uang pada saat pekerja telah benar-benar memasuki masa pensiun atau apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Menurut Bagian SDM hal tersebut sampai saat ini tidak mempengaruhi
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
52
keuangan perusahaan. Meskipun tidak ada uang yang disisihkan tetapi perusahaan tetap bisa membayarkan kewajibannya. Nilai pembayaran manfaat menurut perhitungan aktuaris dan perhitungan pada saat realisasi yang dihitung oleh bagian SDM berbeda karena aktuaris memperhitungkan berbagai asumsi-asumsi seperti tersebut di atas. Perhitungan yang dilakukan oleh Divisi SDM dilakukan sesuai dengan Peraturan Perusahaan. Apabila pembayaran tersebut lebih kecil daripada perhitungan normatif sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, maka selisihnya dibayar oleh perusahaan. Dengan demikian, pembayaran pesangon tetap mengikuti ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ilustrasi atas perhitungan pesangon pekerja yang telah memasuki masa pensiun adalah sebagai berikut : Tunjangan Akhir Masa Bakti Tunjangan Akhir Masa Bakti = Faktor Penghargaan x Masa Kerja x Upah Dasar Faktor Penghargaan sesuai ketentuan perusahaan adalah 2 x Masa Kerja 15 Tahun Upah Dasar pada saat pensiun = Rp. 7.000.000,Tunjangan Akhir Masa Bakti Tunjangan Akhir Masa Bakti
= 2 x 15 x Rp. 7.000.000 = Rp 210,000,000.00
Imbalan Pasca Kerja sesuai ketentuan UU Tenaga Kerja Pesangon = 9 x Upah Penghargaan Masa Kerja (PMK) = 7 x Upah Uang Penggantian Hak = 15% (Pesangon + PMK)
= Rp = Rp = Rp
63,000,000.00 42,000,000.00 15,750,000.00
Imbalan Pasca Kerja (IPK) Sesuai UU
= Rp
120,750,000.00
Ilustrasi perhitungan diatas dilakukan untuk pekerja yang telah memasuki masa pensiun normal yaitu 56 tahun. Masa Kerja adalah selama 15 Tahun sehingga sesuai UU tenaga kerja besaran pengali untuk pesangon adalah 9 dan untuk Penghargaan Masa Kerja adalah 6. Dalam hal ini TAMB yang dibayarkan lebih besar
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
53
dari pada ketentuan UU tenaga kerja sehingga perusahaan tidak perlu membayarkan selisih kekurangannya.
4.3.
Implikasi Perbedaan Perlakuan Akuntansi dan Perpajakan Terhadap Laporan Keuangan
4.3.1 Implikasi Terhadap Laporan Keuangan Perbedaan antara ketentuan akuntansi dan pajak tersebut menyebabkan munculnya koreksi-koreksi fiskal yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan antara laba menurut akuntansi dan laba yang digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan Pasal 29. Ketentuan perpajakan tidak mengatur lebih lanjut mengenai implikasi perbedaan tersebut, akan tetapi ketentuan akuntansi mengatur. Perbedaan yang muncul terebut dipisahkan antara perbedaan yang bersifat tetap (permanent different) dan perbedaan yang bersifat sementara (temporary different). Langkahlangkah yang dilakukan oleh bagian pajak maupun akuntansi PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Terlihat pada bagan berikut :
Gambar 4.1. Proses Pencatatan Biaya Pesangon bagian Akuntansi dan pajak Aktuaris
Bagian Akuntansi
Beban Pencadangan Pesangon
Bagian Pajak
Pajak Tangguhan
Koreksi Fiskal PPh Badan
Laporan Keuangan
SPT PPh Badan
Sumber : Hasil Wawancara
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
54
PT. PGN (Persero) Tbk. memperlakukan perbedaan dalam biaya TAMB tersebut sebagai temporary different karena biaya pesangon sebenarnya dapat dikelompokkan sebagai biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak hanya saja terdapat perbedaan pengakuan waktu pembebanan antara ketentuan akuntansi dan pajak. Akuntansi sudah mengakui pada saat timbul kewajiban sedangkan pajak menunggu saat terjadinya realisasi. Temporary Different menyebabkan munculnya efek pajak yang harus dialokasikan ke dalam periode pelaporan yang berbeda. Oleh karena itu, perusahaan membuat pajak tangguhan atas imbalan kerja yang telah dihitung oleh aktuaris. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Auditor yang mengaudit PGN yang menyebutkan bahwa “Termasuk ke dalam temporary different karena pada saat realisasi pembayaran nantinya pajak mengakui sedangkan pada saat pengakuan pada tahun berjalan pajak tidak mengakui”(Wawancara dengan KAP, 28 Mei 2009) Prianto Budhi dari Kantor Konsultan Pajak Partama Consultindo juga menganggap bahwa koreksi atas accrued imbalan kerja memang dikelompokkan ke dalam temporary different karena sebenarnya UU pajak dan standar akuntansi samasama mengakui biaya tersebut hanya saja terjadi perbedaan waktu dalam mengakui biaya. Akuntansi dicatat pada saat timbul kewajiban sesuai dengan PSAK 24 (revisi 2004) sedangkan pajak mengakui biaya pada saat realisasi benar-benar terjadi (Wawancara dengan Prianto, tanggal 3 Juni 2009). Hal senada diungkapkan oleh John Hutagaol bahwa perbedaan perlakuan antara akuntansi dan pajak termasuk ke dalam perbedaan temporer karena ketentuan pajak memperbolehkan pencadangan tersebut selama telah terjadi realisasi pembayaran. “Termasuk beda waktu karena pada akhirnya nanti pajak memperbolehkan biaya tersebut pada saat pembayaran terjadi. Jadi keduanya sama-sama mengakui hanya masalah waktunya saja yang berbeda. Oleh karena itu perlu dialokasikan tiap tahun sehingga muncul pajak tangguhan”. (Wawancara dengan John Hutagaol, 10 Juni 2009) Pada tahun 2008, perhitungan pajak tangguhan atas imbalan kerja perusahaan adalah seperti terlihat pada tabel berikut :
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
55
Tabel 4.6 Perhitungan Pajak Tangguhan Imbalan Kerja Tahun 2008 Keterangan Saldo akhir Tahun 2007 Penambahan Beban Tahun 2008 Saldo akhir tahun 2008
Nilai 123,520,491,323.00 44,635,650,068.00 168,156,141,391.00
Tarif 30% 30%
Pajak Tangguhan 37,056,147,396.90 13,390,695,020.40 50,446,842,417.30
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Dalam tabel di atas dapat terlihat bahwa saldo pajak tangguhan untuk imbalan kerja adalah sebesar Rp. 50.446.842.417,30 dengan menggunakan tarif pajak dengan tarif maksimal sebesar 30%. Penambahan beban hanya sebesar Rp. 44.635.650.068 tanpa memperhitungkan acrued biaya pajak sebesar Rp. 13.710.570.638,00. Hal tersebut menurut auditor Ernst & Young dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dimana kebijakan PPh Pasal 21 atas pesangon atau perusahaan menyebutnya sebagai Penghargaan Purna Bakti adalah PPh 21 ditanggung oleh perusahaan sehingga untuk pajak penghasilan tidak perlu dimasukkan ke dalam perhitungan pajak tangguhan karena pajak penghasilan merupakan beda tetap (permanent different). ”Aktuaris menghitung tanpa memperhatikan faktor pajak. Kebijakan perusahaan untuk PPh 21 pembayaran pesangon adalah PPh 21 ditanggung perusahaan sehingga secara pajak tidak akan diakui. Oleh karena itu, nilai pajak dikeluarkan dalam perhitungan pajak tangguhan karena dianggap bukan sebagai beda temporer”. (Wawancara dengan Lanny T dari KAP Ernst & Young, 28 Mei 2009) Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruh h yang menyebutkan bahwa untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan Pajak Penghasilan. Sementara untuk imbalan kerja tetap dikelompokkan sebaga perbedaan temporer karena pada saat realisasi boleh dibebankan sebagai biaya. Pada Tahun 2008 telah dikeluarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam undang-undang tersebut tarif pajak PPh Badan yang mulai berlaku per 1 Januari 2009 diubah menjadi tarif tunggal sebesar 28%. Tarif tersebut
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
56
masih akan mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi sebesar 25%. Dengan adanya perubahan tarif tersebut maka perusahaan harus menyesuaikan saldo pajak tangguhan imbalan kerja pada akhir tahun 2008. Sesuai arahan dari KAP Ernst & Young, penyesuaian perhitungan pajak tangguhan tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.7 Implikasi Penurunan Tarif terhadap Perhitungan Pajak Tangguhan Imbalan Kerja Keterangan Pembayaran Pensiun Tahun 2009 Saldo akhir tahun 2009
Total Seharusnya Saldo Akhir tahun 2008 Tax Reduction
Nilai 9,180,249,938.00 158,975,891,453.00
Tarif 28% 25%
Pajak Tangguhan 2,570,469,982.64 39,743,972,863.25
168,156,141,391.00 168,156,141,391.00 -
30%
42,314,442,845.89 50,446,842,417.30 8,132,399,571.41
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
Dari tabel tersebut terlihat bahwa saldo akhir kewajiban imbalan kerja menurut
perhitungan
aktuaris
pada
akhir
tahun
2008
yaitu
sebesar
Rp.168.156.141.391,00 akan dibayarkan manfaatnya pada tahun 2009 sebesar Rp. 9.180.249.938,00 yang akan terkena tarif sebesar 28% dan dibayarkan manfaatnya setelah tahun 2009 sebesar Rp. 158.975.891.453 yang akan terkena tarif sebesar 25%. Menurut KAP Ernst & Young hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kelebihan pengakuan pajak tangguhan imbalan kerja : ”......Tentu saja akan mempengaruhi, oleh karena itu nilai pajak tangguhan pada tahun 2008 harus disesuaikan, karena terjadi penurunan tarif menjadi 28% dan 25%”. (Wawancara dengan Lanny T dari KAP Ernst &Young, 28 Mei 2009) Pendapat yang berbeda dinyatakan oleh Wahyu dari KPP BUMN. Wahyu menyatakan bahwa : ”Beda tetap adalah biaya yang secara UU memang tidak boleh dikurangkan sebagai penghasilan bruto. Termasuk disini adalah pencadangan imbalan kerja. Sedangkan Beda Sementara adalah biaya yang secara UU PPh boleh dikurangkan namun ada alokasi yang harus dipenuhi (pada akhirnya boleh dibebankan)”. (Wawancara tanggal 12 Juni 2009)
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
57
Menurut Prianto perusahaan bisa saja menganggap sebagai permanent different apabila menganggap bahwa pencadangan biaya tidak akan pernah diakui oleh pajak. Perbedaan persepsi tersebut akan berimplikasi terhadap laporan keuangan perusahaan mengingat beban atau penghasilan pajak tangguhan akan muncul dalam laporan keuangan perusahaan dan mempengaruhi laba setelah pajak (earning after tax) (Wawancara tanggal 3 Juni 2009). Pendapat lain dikemukakan oleh Adang Hendrawan bahwa selain melihat ketentuan penentuan biaya menurut pajak dan fiskal, penentuan timing atau permanent different, perlu pula memperhatikan efek dari beban pajak tersebut pada laba atau rugi laporan keuangan dan laba kena pajak. Adang Hendrawan menyatakan bahwa sepanjang jumlah yang diakui sama tetapi alokasi waktunya berbeda maka termasuk ke dalam beda waktu, tetapi apabila basis pengenaannya berbeda maka akan menjadi beda tetap (Wawancara dengan Adang Hendrawan, 12 Juni 2009). Hal tersebut juga diungkapkan Agoes dan Trisnawati dalam bukunya bahwa perbedaan permanent mengakibatkan laba atau rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income) sedangkan pada beda temporer secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi dan perpajakan sebenarnya sama, tetapi beda alokasi setiap tahunnya (Agoes dan Trisnawati, 2008, 177). Adang hendrawan memberikan analogi seperti berikut : ”.....sepanjang nilai yang sekarang tidak diakui oleh pajak akan direcover pada periode berikutnya maka akan termasuk ke dalam beda temporer. Tetapi, kalau komponen dalam biaya tersebut berbeda maka termasuk ke dalam beda tetap. Contohnya pada pengakuan aktiva, apabila bedanya hanya terletak pada perbedaan masa penyusutan maka termasuk ke dalam beda temporer karena biaya yang disusutkan pada akhirnya akan sama. Tetapi apabila perbedaannya terletak pada harga perolehan maka akan menjadi beda tetap. Misalnya saja karena hubungan istimewa sehingga menurut akuntansi harga 100 akan tetapi karena pajak menganggap ada hubungan istimewa maka harganya menjadi dianggap 120. Kalau kasusnya demikian maka perbedaan yang terjadi tidak
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
58
akan terecover sehingga merupakan beda tetap”.(Wawancara tanggal 12 Juni 2009) Dengan demikian masih terdapat dua pendapat mengenai perlakuan atas pencadangan pesangon. Terdapat pihak yang mengganggap bahwa perbedaan tersebut masuk ke dalam kelompok perbedaan waktu (temporary different) mengingat ketentuan akuntansi komersial dan pajak mengakui biaya tersebut hanya terdapat perbedaan waktu pengakuan yaitu akuntansi pada saat telah muncul kewajiban sedangkan pajak apabila telah terjadi realisasi. Pihak yang lain menganggap bahwa untuk menentukan perlakuan sebagai beda waktu (temporary different) harus melihat dua hal sehingga apabila salah satu tidak dipenuhi maka harus diperlakukan sebagai beda tetap (permanent different). Ketentuan tersebut yaitu : -
Ketentuan perpajakan mengenai diperbolehkan atau tidaknya biaya tersebut sebagai pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak
-
efek biaya tersebut terhadap laba komersial dan fiskal. Apabila secara total tidak ada perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal maka bisa dianggap sebagai beda waktu sedangkan apabila terdapat perbedaan maka termasuk ke dalam beda tetap. Ketentuan pajak sendiri tidak mengatur lebih lanjut mengenai efek dari
koreksi fiskal yang telah dilakukan. Pihak DJP hanya berkepentingan dengan kebenaran dari perhitungan PPh Badan perusahaan. Selama telah dilakukan koreksi sebesar pencadangan biaya yang telah dibuat maka pihak pajak akan menganggap benar SPT yang telah dilaporkan. Hal tersebut diungkapkan wahyu dari KPP BUMN bahwa : ”......DJP hanya akan melakukan koreksi sesuai dengan pencadangan yang dinyatakan oleh Wajib Pajak di Laporan Keuangannya. Memang benar jika Penghitungan Imbalan Kerja makin besar maka koreksi positif juga akan makin besar” Perusahaan sendiri memperlakukan pencadangan pesangon sebagai beda temporer (Temporary Different) meskipun berdasarkan ketentuan perpajakan dan ketentuan akuntansi dapat diperlakukan sebagai beda tetap (Permanent Different).
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
59
Hal tersebut tidak mempengaruhi opini akuntan publik terhadap laporan keuangan perusahaan. Perhitungan imbalan kerja atas pesangon berdasarkan PSAK 24 (revisi 2004) pada saat pencadangan berbeda dengan pada saat realisasi. Seperti telah dibahas pada sub bab 4.1 dan 4.2, pada saat pencadangan aktuaris menghitung dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti tingkat suku bunga, kenaikan gaji, mortalitas dan lain-lain. Akan tetapi pada saat realisasi dihitung dengan menggunakan peraturan perusahaan yang telah disesuaikan dengan UU ketenagakerjaan yaitu dengan menggunakan komponen masa kerja, upah dasar dan faktor penghargaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan melihat kondisi pekerja pada saat memasuki akhir masa kerjanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya pada saat pencadangan berbeda dengan pada saat realisasi. Perbedaan perhitungan dalam pengakuan biaya tersebut menyebabkan laporan keuangan komersial akan berbeda dengan biaya yang diakui menurut ketentuan perpajakan. Jumlah biaya tersebut akan selamanya berbeda sehingga berpengaruh pula terhadap laba komersial yang berbeda secara tetap dengan laba menurut fiskal. Oleh karena itu, perbedaan tersebut seharusnya digolongkan ke dalam perbedaan permanent (permanent different). Perbedaan perlakuan atas koreksi fiskal pencadangan pesangon akan mempengaruhi laba setelah pajak dalam laporan keuangan perusahaan. Apabila digolongkan ke dalam beda tetap (permanent different) maka perusahaan tidak perlu membuat perhitungan pajak tangguhan dan tidak pengaruh dari koreksi fiskal atas pencadangan pesangon tidak akan muncul dalam laporan keuangan. Sebaliknya apabila perusahaan menggolongkan ke dalam beda waktu (temporary different) maka perusahaan harus menghitung besarnya pajak tangguhan untuk setiap periode laporan keuangan dan pengaruh dari koreksi fiskal akan mempengaruhi laba setela pajak (earning after tax) perusahaan. Perbandingan dari laporan keuangan dengan atau tanpa pajak tangguhan imbalan kerja pada tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
60
Tabel 4.8 Perbandingan Penggunaan Temporary Different dengan Permanent Different Terhadap Laba (Rugi) Perusahaan KETERANGAN LABA (RUGI) SEBELUM PAJAK MANFAAT (BEBAN) PAJAK Kini Tangguhan Jumlah manfaat (beban) pajak LABA RUGI SETELAH PAJAK
DENGAN TEMPORARY DIFFERENT
TANPA TEMPORARY DIFFERENT
1.063.442.498.961
1.063.442.498.961
(440.358.140.000) 10.775.324.752 (429.582.815.248)
(440.358.140.000) 5.517.029.303 (434.841.110.697)
633.859.683.713
628.601.388.264
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. diolah oleh penulis
Dari Tabel 4.8 di atas dapat terlihat bahwa laba setelah pajak mengalami perbedaan. Akan tetapi menurut Prianto hal tersebut tidak terlalu memberikan implikasi terhadap keputusan yang akan diambil manajemen, Prianto berpendapat bahawa ” pajak tangguhan tidak selalu mempengaruhi keputusan manajemen, misalnya saja untuk perhitungan capital adequancy ratio pada usaha perbankan, pajak tangguhan tidak diikutsertakan” (Wawancara, tanggal 3 Juni 2009). Hal senada juga diungkapkan oleh Adang Hendrawan bahwa selama tidak ada nilai yang material, maka hal tersebut tidak akan mempengaruhi opini auditor terhadap laporan keuangan perusahaan (Wawancara tanggal 12 Juni 2009). Pajak Tangguhan atas imbalan kerja yang muncul dalam laporan keuangan perusahaan akan mempengaruhi laba setelah pajak perusahaan. Pada tahun 2008 dampak yang muncul apabila imbalan pasca kerja dianggap sebagai temporary different adalah laba setelah pajak menjadi lebih besar. Hal tersebut akan memberikan implikasi terhadap deviden yang dibayarkan oleh perusahaan. Nilai Pajak tangguhan dalam Tabel 4.8 di atas merupakan pajak tangguhan atas Aktiva Tetap, Bonus dan Imbalan Kerja dengan perincian sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
61
Tabel 4.9 Perhitungan Pajak Tangguhan AKTIVA TETAP
IMBALAN KERJA
BONUS
DTL
DTA
DTA
KET ACC
DEC 31, 2007
P/L 2008 DEC 31, 2008
P/L 2009
DEC 31, 2009
REDUCTION
0.00
TAX
0.00
ACC
TAX
TOTAL
ACC
TAX
DTA
123,520,491,323.00
37,056,147,396.90
139,232,070,356.76
41,769,621,107.03
78,825,768,503.93
DTL
0.00
(1,338.00)
(401.40)
44,635,650,068.00
13,390,695,020.40
29,648,822,088.80
8,894,646,626.64
22,285,341,647.04
(401.40)
(1,338.00)
(401.40)
168,156,141,391.00
50,446,842,417.30
168,880,892,445.56
50,664,267,733.67
101,111,110,150.97
(401.40)
(2,570,469,982.64)
(168,880,892,395.00)
(47,286,649,870.60)
(49,857,119,853.24)
0.00
(1,338.00)
0.00
(334.50)
(9,180,249,938.00)
158,975,891,453.00
39,743,972,863.25
50.56
0.00
12.64
39,743,972,875.89
(334.50)
(334.50)
42,314,442,845.89
47,286,649,883.24
89,601,092,729.13
(334.50)
(66.90)
8,132,399,571.41
3,377,617,850.43
11,510,017,421.84
(66.90)
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. 11,510,017,421.84 Jurnal : Saldo Awal DTA, 31 Des 2007
78,825,767,643
Saldo Akhir DTA, 31 Des 2008
101,111,109,749.57
Aktiva Pajak Tangguhan
#########
Pendapatan Pajak Tangguhan
22,285,342,106.64
Reduction
11,510,017,354.94 10,775,324,751.70
Beban Pajak Tangguhan
##########
Aktiva Pajak Tangguhan
Dengan asumsi tidak terdapat pajak tangguhan atas imbalan kerja maka nilai pajak tangguhan menjadi sebagai berikut :
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
62
Tabel 4.10 Perhitungan Pajak Tangguhan Tanpa Imbalan Kerja AKTIVA TETAP
IMBALAN KERJA
BONUS
DTL
DTA
DTA
KET ACC
DEC 31, 2007
P/L 2008 DEC 31, 2008
P/L 2009
DEC 31, 2009
REDUCTION
0.00
TAX
0.00
ACC
TAX
ACC
0.00
0.00
TOTAL TAX
139,232,070,356.76
DTA
41,769,621,107.03
DTL
41,769,621,107.03
0.00
(1,338.00)
(401.40)
0.00
0.00
29,648,822,088.80
8,894,646,626.64
8,894,646,626.64
(401.40)
(1,338.00)
(401.40)
0.00
0.00
168,880,892,445.56
50,664,267,733.67
50,664,267,733.67
(401.40)
0.00
0.00
(168,880,892,395.00)
(47,286,649,870.60)
(47,286,649,870.60)
0.00
0.00
0.00
(1,338.00)
0.00
(334.50)
50.56
0.00
12.64
12.64
(334.50)
(334.50)
0.00
47,286,649,883.24
47,286,649,883.24
(334.50)
(66.90)
0.00
3,377,617,850.43
3,377,617,850.43
(66.90)
Sumber : Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (Diolah lebih lanjut)
3,377,617,850.43 Jurnal : Saldo Awal DTA, 31 Des 2007
41,769,620,247
Saldo Akhir DTA, 31 Des 2008
50,664,267,332.27
DTA
DTL
DTA
8,894,647,085.34
ACCOUNTING
TAX
ACCOUNTING
Reduction
3,377,617,783.53
PIUTANG USAHA GAS BUMI
PERSEDIAAN
TAX
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5,517,029,301.81
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009
Universitas Indonesia
63
4.3.2
Implikasi Terhadap Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Koreksi fiskal yang dilakukan perusahaan untuk setiap penyampaian SPT tidak
mempengaruhi pemenuhan kewajiban perusahaan seperti penyetoran dan pelaporan perpajakan. Hal tersebut terlihat dari status Wajib Pajak Patuh yang disandang PT PGN sejak tahun 2006-2008 dimana untuk memperoleh status tersebut Wajib Pajak harus memenuhi syarat tertentu antara lain dalam pemenuhan jangka waktu pelaporan pajak. Account Representatif PT. PGN sendiri menyebutkan bahwa secara umum PT PGN belum pernah mengalami keterlambatan dalam penyetoran pajak dikarenakan perusahaan kesulitan dalam melakukan koreksi fiskal yang berakibat pada kesulitan dalam perhitungan PPh badan. Dalam kurun waktu 2006-2008 perusahaan menyetorkan dan melaporkan PPh Badan secara tepat waktu. Pemenuhan kewajiban penyetoran dan pelaporan SPT PPh Badan terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.11 Penyetoran dan Pelaporan SPT PPh Badan Tahun 2006-2008 Tahun
Tanggal Setor
Tanggal
Keterangan
Lapor 2006
26 Maret 2007
2 April 2007
SPT Kurang Bayar
2007
25 Maret 2008
31 Maret 2008
SPT Kurang Bayar
2008
-
30 April 2009
SPT Lebih Bayar
Sumber : SPT PPh Badan PT. Perusahaan gas Negara (Persero) Tbk. diolah lebih lanjut
Universitas Indonesia
Analisis pencadangan biaya ..., Leli Mulyani, FISIP UI, 2009