BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Permasalahan Jaringan CORS IPGSN dan BPN Dalam perjalanan pembangunan, pengoperasian dan perawatan jaringan CORS di Indonesia agar tetap terjaga baik, teradapat beberapa masalah dan keterbatasan yang dihadapi. Permasalahan dan keterbatasan ini harus diatasi dengan baik agar dapat tercipta sebuah jaringan CORS yang dapat berfungsi optimal. Kualitas jaringan CORS sangat bergantung pada komunikasi data yang baik dan stabil antara stasiun – stasiun CORS dan pusat pengolahan data stasiun CORS tersebut. Sebagai contoh jaringan CORS IPGSN yang saat ini dikelola oleh BIG, stasiun-stasiunnya tersebar diseluruh wilayah Indonesia sementara pusat pengolahan datanya berada di kantor BIG di Cibinong, Jawa Barat.
Hal ini
mengakibatkan data-data koordinat yang tidak dapat diolah secara berkala, sehingga data-data tersebut hanya dapat digunakan dengan melakukan pengolahan secara manual. Pengolahan manual ini tentu saja akan memakan banyak waktu dan tenaga, karena dengan 117 stasiun yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia, tentu akan sangat banyak data yang masuk ke server data CORS IPGSN tiap waktunya. Oleh karena itu, tidak adanya suatu perangkat lunak yang dapat melakukan manajerial data merupakan permasalahan yang sangat krusial dan permasalahan ini tidak dapat segera terselesaikan karena BIG tidak memiliki anggaran yang cukup besar untuk melakukan pengadaan perangkat lunak ini. Harusnya pada awal pembangunan jaringan IPGSN, BIG lebih berkonsentrasi pada berjalannya sistem CORS IPGSN secara umum dan tidak hanya fokus memperbanyak stasiun-stasiun CORS IPGSN. Jumlah stasiun yang banyak memang penting, akan tetapi lebih baik jika BIG membangun terlebih dahulu sistem jaringan IPGSN yang baik baru kemudian memperluas jaringan IPGSN itu sendiri. Saat ini jaringan CORS IPGSN hanya dapat memiliki perangkat lunak untuk melakukan pengaturan dan pengolahan data untuk 20 stasiun pada saat bersamaan.
75
Sebagai salah satu pemecahan permasalahan sistem komunikasi data jaringan CORS, maka dengan mempertimbangkan luasnya wilayah Indonesia dan juga Indonesia sebagai negara kepulauan, maka penggunaan komunikasi menggunakan internet dan komunikasi berbasis satelit seperti sistem komunikasi VSAT dan BGAN menjadi alternatif pilihan yang baik. Walaupun begitu, jenis komunikasi tersebut membutuhkan biaya yang besar dan juga jaringan internet di Indonesia yang tidak selalu memberikan koneksi yang baik dan stabil, terutama untuk wilayah diluar Pulau Jawa. Selain permasalahan yang berkaitan dengan sistem komunikasi data pada jaringan CORS IPGSN, jaringan CORS BPN yang menggunakan listrik, padamnya aliran listrik juga menyebabkan stasiun CORS yang tidak dapat berfungsi karena UPS (Uninterruptible Power Suply) yang digunakan pada stasiun CORS BPN hanya dapat bertahan selama 2 jam. Selain itu, terkadang permasalahan berasal dari alat itu sendiri, dimana komponen-komponen hardware pada alat harus dilakukan pengecekan secara berkala dan dilakukan pergantian jika terjadi kerusakan. Untuk dapat membentuk jaringan CORS yang baik, dapat beroperasi penuh, dan juga tahan dalam segala keadaan maka semua stasiun CORS, terutama yang berada didaerah terpencil membutuhkan perawatan dan pemeliharaan yang baik dan berkesinambungan. Maka dari itu, tiap stasiun membutuhkan sumber power supply, hardware dan software, dan sumber daya manusia untuk melakukan pengecekan dan perawatan dari komponen – komponen yang ada di tiap stasiun – stasiun CORS dan kontrol pada stasiun akan semakin sulit jika letak stasiun CORS berada di luar Pulau Jawa. Pada saat ini, dari 117 stasiun CORS IPGSN, sekitar 26 stasiun tidak berfungsi atau mati sementara dari 93 stasiun CORS BPN, sekitar 20 stasiun tidak berfungsi atau mati. Hal ini tentu menjadi catatan untuk BIG dan BPN, dimana stasiun-stasiun tersebut harus segera diperhatikan atau jika jumlah uang ratusan juta yang dikeluarkan untuk membangun satu stasiun tersebut akan terbuang percuma. Berkaitan dengan putusnya data yang masuk ke pusat data, maka perhitungan dari koordinat – koordinat stasiun CORS IPGSN maupun BPN akan mengalami kesulitan karena data time series yang masuk akan banyak terputus. Hal ini akan
76
menyebabkan perhitungan koordinat stasiun-stasiun CORS tersebut menjadi terhambat. Disamping itu, perhitungan pada sistem referensi koordinat ITRF 2008 belum secara resmi disahkan, dimana hal ini dapat menimbulkan kebingungan mengenai sistem referensi koordinat yang digunakan, jika data koordinat tersebut akan digunakan oleh user.
4.2 Analisis Perbandingan Jaringan CORS IPGSN dengan Jaringan CORS di Beberapa Negara Lainnya di Dunia. Jaringan CORS IPGSN merupakan jaringan yang secara resmi dimiliki Indonesia dan saat ini dikelola oleh BIG. Jaringan ini memiliki 117 stasiun, dimana kebanyakan dari stasiun-stasiun tersebut berada di Pulau Jawa. Jaringan CORS IPGSN sendiri jika dibandingkan dengan beberapa jaringan CORS yang ada di dunia maka masih terdapat banyak kekurangan pada berbagai macam aspek-aspek teknis maupun non-teknis. Pada aspek infrastruktur jaringan, secara umum jaringan CORS IPGSN tidak memiliki standar khusus dalam pembangunan dan penempatan stasiun- stasiunnya. Stasiun-stasiun IPGSN tersebut secara umum hanya mengikuti kaidah pembangunan stasiun IGS, walaupun begitu terkadang ditemukan stasiun-stasiun yang tidak aktif. Jika dilakukan perbandingan dengan jaringan lain, maka seharusnya dilakukan suatu metode penempatan stasiun tertentu agar stasiun tersebut dapat berfungsi optimal. Persebaran stasiun-stasiun IPGSN sendiri saat ini memiliki jarak antar stasiun sekitar 150 km untuk wilayah diluar Pulau Jawa dan 50 km untuk stasiun-stasiun di Pulau Jawa. BIG sebagai badan yang memiliki otoritas jaringan CORS IPGSN, harus melakukan banyak perbaikan pada berbagai macam aspek-aspek di jaringan CORS IPGSN. Jika dibandingkan dengan beberapa jaringan lainnya yang tersebar didunia yaitu IGS, EPN, SWEPOS, TUSAGA-Aktif, GEONET, CORSnet-NSW dan MyRTKnet, maka jaringan IPGSN benar-benar membutuhkan perhatian yang lebih agar dapat berfungsi optimal. Perbandingan antara jaringan-jaringan CORS tersebut dapat terlihat pada Tabel 4.1, Jaringan-jaringan non-profit berskala global seperti IGS dan EPN, dengan melakukan pembangunan sistem yang baik,
77
dapat memaksimalkan fungsinya karena memiliki sistem yang baik dan juga dengan mendapatkan bantuan pendanaan dari tiap-tiap anggotannya. Jika melihat pada jaringan pada skala yang lebih kecil, seperti SWEPOS, TUSAGA-Aktif, GEONET, dan CORSnet-NSW, maka jaringan-jaringan tersebut bisa menjadi contoh pada pengembangan jaringan CORS IPGSN, dimana jaringan tersebut dapat membiayai kebutuhannya sendiri dengan menjual layanan penentuan posisi yang ditawarkan dengan kemasan yang baik. BIG sebagai badan yang memiliki otoritas tertinggi seharusnya dapat mengetahui bahwa jaringan CORS memiliki potensi yang sangat besar, yang mana jaringan tersebut bahkan dapat menghasilkan keuntungan jika memiliki sistem yang baik untuk menjalankannya. Sebagai contoh lain, Malaysia membangun jaringan CORS bernama MyRTKnet secara bertahap dengan membangun sebuah sistem yang baik terlebih dahulu agar dapat berfungsi optimal, untuk kemudian memperluas cakupan jaringan tersebut sehingga saat ini dapat beroperasi dengan optimal meskipun belum mencakup seluruh wilayah Malaysia.
78
Jaringan CORS
IGS (International GNSS Service)
EPN (EUREF Permanent Network)
Tahun Berdiri
1994
1995
Sistem Referensi Koordinat
ITRF 2008
ETRS 89
Badan Pengelola
IAG (International Association of Geodesy)
EUREF
Sumber Pendanaan
Berasal dari anggota anggotanya secara sukarela
Berasal dari anggota anggotanya secara sukarela
Skala Jaringan
Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan
Global
368 stasiun tersebar diseluruh dunia.
Regional benua Eropa
243, beberapa stasiun merupakan bagian dari IGS. Jarak antar stasiun sangat bervariasi dari 50 km sampai lebih dari 500 km
Layanan Positioning Tipe Stasiun
Real time
Postprocessing
Memiliki standar tipe stasiun sendiri yang digunakan sebagai acuan
tidak semua stasiun melayani positionin g real time
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload
Mengacu pada standar stasiun milik IGS dan EPN membagi menjadi stasiun tipe A dan B berdasarkan epok pengamatan
Sekitar 50% dari keseluruha n stasiun EPN melayani aplikasi real time
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload
Aplikasi Penggunaan
Jasa Layanan
meningkatkan dan menjaga kerangka dasar ITRF, pemantauan deformasi bumi dan ketinggian muka air laut, melakukan pengamatan troposfer dan ionosfer global meningkatkan dan menjaga kerangka dasar ITRF dan ETRF, pemantauan deformasi bumi dan ketinggian muka air laut, melakukan pengamatan cuaca
Tidak dikenakan biaya
Tabel 4.1Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia
79
Tidak dikenakan biaya
Jaringan CORS
SWEPOS
TUSAGA-Aktif
Tahun Berdiri
1994
2006
Sistem Referensi Koordinat
SWEREF 99
ITRF 2008
Badan Pengelola
Badan Survey Pertanahan Swedia
Direktorat Jendral Administrasi Tanah dan Kadaster Turki
Sumber Pendanaan
Pemerintah Negara Swedia
Turkish Scientifik and Technical Research Agency(TUBI TAK)
Skala Jaringan
Regional Negara Swedia
Regional Negara Turki
Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan
249,diantara nya 5 stasiun IGS dan 7 stasiun EPN. Jarak antar stasiun kurang dari 35 km.
147 stasiun dengan jarak antar stasiun antara 70100 km
Layanan Positioning Tipe Stasiun
Aplikasi Penggunaan
Jasa Layanan
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload setelah user melakukan registrasi berbayar
Sebagai jaring kontrol geodetik nasional di Swedia, untuk melakukan pendefinisian dan pemeliharan datum SWEREF99, penentuan posisi menggunakan NRTK dan DGPS
layanan komersil yang sudah berjalan penuh
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung didownload setelah user melakukan registrasi berbayar
Menentukan kecepatan dari titik kontrol geodetik nasional, pemantauan lempeng tektonik Anatolia Utara dan Selatan, penetuan posisi real time menggunakan NRTK dan DGPS
Layanan komersil yang sudah berjalan penuh
Real time
Post-processing
Terbagi menjadi stasiun tipe A dan B berdasark an lokasi monumen tasi stasiun
seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning diseluruh wilayah negara Swedia
Terbagi menjadi 3 jenis stasiun berdasark an lokasi monumen tasi
seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning diseluruh wilayah negara Turki
Tabel 4.1 Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia
80
Jaringan CORS
GEONET
CORSnetNSW
Tahun Berdiri
1993
2009
Sistem Referensi Koordinat
ITRF 2008
GDA94
Badan Pengelola
GSI (Geographical Survey Institute)
LPI (Land and Property Information)
Sumber Pendanaan
Pemerintah Jepang
LPI (Land and Property Information)
Skala Jaringan
Regional Negara Jepang
Wilayah New South Wales, Australia
Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan
1200 stasiun dengan jarak antar stasiun sekitar 20 km
100 stasiun dengan jarak antar stasiun 50 km.
Layanan Positioning Tipe Stasiun
Real time
Postprocessing
Tidak ada pengklasifik asian stasiun secara khusus
seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning di seluruh wilayah jepang
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung digunakan.
Pembangun an stasiun mengikuti suatu panduan yang diperbarui tiap tahun.
seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning di seluruh wilayah NSW.
Data tersedia dalam format RINEX dan dapat langsung digunakan
Aplikasi Penggunaan
Jasa Layanan
Aplikasi utama untuk pemantauan deformasi di wilayah jepang. Selain itu sebagai jaring kontrol geodetik dan untuk aplikasi penentuan posisi lainnya seperti surveydan pemetaan. Digunakan untuk aplikasi GNSS seperti seperti pembangunan infrastruktur negara, manajemen aset, manajemen sumber daya alam, sistem transportasi, sektor pertanian dan kegiatan penelitian.
Layanan tidak dikenakan biaya untuk aplikasi pemantaua n deformasi. Sementara untuk survey dan pemetaan ada biaya tersendiri.
Tabel 4.1 Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia 81
Layanan komersil yang sudah berjalan penuh
Jaringan CORS
MyRTKnet
IPGSN milik BIG (Indonesia Permanent GPS Static Network)
BPN
Tahun Berdiri
2003
1996
2009
Sistem Referensi Koordinat
ITRF 200 Epok 200
DGN 95 Epok 2012
DGN 95 Epok 2012
Badan Pengelola
Badan Survey dan Pemetaan Malaysia (JUPEM)
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Sumber Pendanaan
Pemerintah Malaysia
Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia
Skala Jaringan
Regional Negara Malaysia
Jumlah Stasiun dan Densitas Jaringan
78 stasiun dengan jarak antar stasiun 30 – 150 km.
Regional Negara Indonesia
117 stasiun termasuk 18 stasiun GITEWS dengan jarak antar stasiun 30-50 km untuk wilayah Pulau Jawa
Regional Indonesia ( Sebagian besar di Pulau Jawa)
93 stasiun, dengan 72 stasiun di Pulau Jawa dengan jarak antar stasiun 30 -50km di Pulau Jawa
Layanan Positioning Tipe Stasiun Tidak ada pengklasif ikasian stasiun secara khusus
Real time
Postprocessing
Aplikasi Penggunaan
Jasa Layanan
Data tersedia dalam format RINEX setelah user melakukan registrasi berbayar
survey topografi,pem etaan dan kegiatan navigasi, titik kontrol fotogrametri, survei konstruksi
Layanan komersil yang sedang dalam tahap pengemba ngan
Terbagi menjadi 3 jenis stasiun berdasark an lokasi stasiun
seluruh stasiun pada jaringan dapat digunakan untuk layanan real time positioning tetapi layanan tidak mencakup seluruh wilayah Malaysia hanya memiliki lisensi untuk melakukan layanan real time di 4 stasiun pada saaat yang bersamaan
Data tersedia dalam format RINEX tetapi karena permasalahan infrastruktur tidak semua stasiun menyediakan data koordinat tersebut
Belum ada manajeme n layanan yang jelas karena kendala teknis dan non-teknis.
Terbagi menjadi stasiun A dan stasiun B berdasark an lokasi penempet an stasiun.
Seluruh stasiun diproyeksikan untuk dapat digunakan dalam aplikasi real time meskipun masih tidak seluruhnya berjalan dengan baik.
Data RINEX tersedia tetapi tidak untuk seluruh stasiun dan layanan untuk masyarakat luas sedang dikembangkan.
Jaring kontrol geodetik nasional, studi karakteristi bencana alam dan pemantauan deformasi, pemodelan ionosfer dan troposfer di wilayah Indonesia, sebagai bagian dari InaTEWS Jaring kontrol kadaster nasional, untuk pengukuran persil tanah, rekonstruksi persil tanah.
Tabel 4.1 Perbandingan Jaringan CORS di Indonesia dengan beberapa Jaringan CORS di negara lain di dunia 82
Hanya digunakan untuk kepentinga n BPN dan layanan untuk masyarakat masih buruk
4.3
Analisis Jaringan CORS IPGSN dan BPN di Pulau Jawa
Jaringan CORS IPGSN dan BPN lebih banyak tersebar di Pulau Jawa, sehingga perbandingan kualitas antara dua jaringan tersebut dilakukan untuk wilayah Pulau Jawa. Pembangunan stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN yang terpusat di Pulau Jawa karena pertimbangan sistem komunikasi yang baik tentu membutuhkan ketersediaan layanan untuk melakukan komunikasi data tersebut dan juga biaya operasional untuk melakukan pemeliharaan pada tiap-tiap stasiun tersebut akan lebih murah di Pulau Jawa. Serta Pulau Jawa sebagai kawasan perkembangan ekonomi yang sangat pesat dan juga tempat tinggal kurang lebih 60 juta penduduk Indonesia merupakan pertimbangan lainnya. Jarak antar stasiun CORS IPGSN untuk wilayah Pulau Jawa berjumlah sekitar 80 stasiun dengan jarak antar stasiun 30-50 km. Sementara jaringan CORS BPN sampai pada bulan April 2012, terdiri dari 70 stasiun CORS yang berada di Pulau Jawa.
Lokasi
stasiun-stasiun
CORS
BPN
mengutamakan
pendekatan
pertumbuhan ekonomi sehingga stasiun CORS BPN diprioritaskan untuk dibangun di daerah sentra ekonomi pada tiap daerah di tiap propinsi yang umumnya ada di jalur pesisir pantai ataupun di ibukota propinsi [Adiyanto, 2012].. Selain itu, dengan fungsi dari jaringan CORS milik BPN yang digunakan untuk kepentingan administrasi tanah dengan menggunakan metode RTK, stasiun-stasiun CORS tersebut harus memiliki komunikasi data yang stabil supaya tidak terjadi gangguan dari rover ke stasiun referensi sehingga untuk saat ini persebaran jaringan CORS BPN masih difokuskan di wilayah Pulau Jawa. Perbedaan utama dalam pengelolaan dan penggunaan jaringan CORS IPGSN dan jaringan CORS BPN adalah sumber daya manusia yang tersedia dan sumber dana yang ada untuk menjalankan kegiatan operasional jaringan CORS tersebut. BIG dengan jaringan CORS IPGSN milik mereka, menggunakan jaringan tersebut untuk kegiatan-kegiatan penelitian, yang mana di Indonesia kegiatan penelitianpenelitian ilmiah cukup sulit untuk mendapatkan bantuan finansial dari pemerintah. Sementara jaringan CORS BPN dengan aplikasi utamanya untuk kepentingan administrasi pertanahan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas di Indonesia dan juga BPN sendiri memiliki sumber dana yang
83
cukup untuk menjalankan operasional jaringan CORS BPN maka kebutuhankebutuhan teknis seperti pengadaan perangkat lunak untuk kepentingan jaringan CORS BPN dapat teratasi. Selain itu, dengan BPN menempatkan stasiun-stasiun CORS pada kantor pertanahan, hal ini menjadikan kebutuhan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasional jaringan CORS teratasi secara tidak langsung. BIG dan BPN terus melakukan koordinasi perihal sinkronisasi jaringan CORS IPGSN dan BPN. Walaupun begitu, kondisi saat ini dari stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN yang berada di Pulau Jawa, dapat berada pada jarak yang berdekatan, yaitu dibawah 10 km sehingga nantinya jaringan CORS tersebut akan terlalu rapat di Pulau Jawa. Persebaran stasiun-stasiun CORS IPGSN dan BPN di Pulau Jawa ditunjukan pada Gambar 4.1. Stasiun-stasiun CORS IPGSN yang saling tumpah tindih dengan stasiun CORS BPN terutama yang berada di Pulau Jawa, diakibatkan pada awal pembangunan jaringan CORS, BPN tidak melakukan koordinasi dengan BIG yang telah lebih dahulu membangun jaringan CORS. Walaupun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab jaringan CORS BPN, Bapak Farid Adiyanto, stasiun-stasiun CORS milik BPN tersebut tidak akan direlokasi karena dapat berfungsi sebagai cadangan jika terjadi permasalahan pada salah satu stasiun CORS. Sementara menurut penanggung jawab CORS IPGSN, Bapak Joni Efendi, seharusnya stasiun-stasiun yang tumpang tindih tersebut dapat direlokasi ke lokasi lain di Indonesia yang belum terdapat stasiun CORS. Perbedaan kebijakan tersebut tentu akan menghambat proses sinkronisasi jaringan CORS IPGSN dan BPN. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan dari masing-masing badan tersebut beserta berbagai macam permasalah teknis jaringan CORS IPGSN dan BPN, menjadi suatu permasalahan yang perlu dicari jalan keluarnya agar dapat tercipta jaringan CORS yang terintegrasi, efisien, dan dapat berfungsi optimal. Permasalahan stasiun-stasiun CORS yang saling tumpang tindih tersebut dapat diatasi dengan melakukan pemindahan stasiun-stasiun CORS yang berdekatan ke lokasi baru terutama di luar Pulau Jawa, yang di lokasi tersebut belum terdapat stasiun-stasiun CORS. Hal ini bisa menjadi solusi yang baik asalkan dapat
84
dikoordinasikan dengan baik antara BIG dan BPN. Jika sinkronisasi jaringan CORS ini dapat terlaksana, pengembangan jaringan CORS di Indonesia nantinya dapat lebih cepat dan juga pemanfaatan dari jaringan tersebut akan lebih optimal. Selain itu dengan sinkronisasi kedua jaringan tersebut, nantinya permasalahan keuangan pada sistem CORS IPGSN secara tidak langsung akan lebih teratasi dan juga jaringan IPGSN yang sebelumnya belum dapat dimanfaatkan dengan optimal, akan secara bertahap berkembang menjadi sistem yang lebih baik.
85
Gambar 4.1 Peta Persebaran jaringan CORS IPGSN dan BPN di Pulau Jawa
86