BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Perusahaan Pembahasan mengenai gambaran umum perusahaan meliputi sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi perusahaan, tugas dan tanggung jawab yang akan dijelaskan pada sub-bab berikut.
3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT Nutrifood Indonesia didirikan pada bulan Februari 1979. Perusahaan ini adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak diindustri produk olahan pangan. Sampai saat ini perusahaan masih berfokus pada produk makanan dan minuman dimulai dari proses produksi sampai dengan pengiriman produk tersebut ke distributor. PT Nutrifood Indonesia menempati dua lokasi, yaitu sebagai berikut. a. Lokasi I : Jl. Rawabali II/No. 3, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang diperuntukkan untuk kegiatan perkantoran dari PT Nutrifood Indonesia. b. Lokasi II : Jl. Raya Ciawi No. 280 A Ciawi – Bogor. Lokasi ini merupakan lokasi pabrik dan Gudang Logistik dari PT Nutrifood Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu kelompok minuman berbentuk serbuk, kelompok ready to drink dan kelompok makanan dan minuman untuk kesegaran, kesehatan, dan appearance. Pengembangan produk baru akan tetap diarahkan pada produk-produk makanan dan minuman.
61 Pada bulan Januari tahun 2004 dilakukan perubahan organisasi dengan membentuk SBU (Strategic Business Unit) dan SSU (Strategic Services Unit) yang secara legal adalah bagian yang tak terpisahkan dari PT Nutrifood Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan koordinasi dan konsolidasi fungsi antar SBU dan SSU agar menjadi lebih mudah dengan tetap mempertahankan fleksibilitas sistem. Namun demikian secara operasional masing-masing SBU dan SSU masih berjalan sebagai unit yang cukup mandiri. Dengan perubahan tersebut, maka pembagian SBU dan SSU menjadi sebagai berikut. 1. PT Nutrifood Indonesia sebagai induk perusahaan. 2. SBU Nutri Sari Indonesia (NSI) sebagai produsen minuman kesegaran yang bernutrisi. 3. SBU Tropicana Slim Indonesia (TSI) sebagai produsen makanan & minuman diet dan makanan minuman kesehatan 4. SBU Hore sebagai produsen makanan dan minuman khusus untuk segmen bawah. 5. SSU National Sales sebagai penyedia jasa distribusi produk-produk PT Nutrifood Indonesia secara nasional. 6. SBU Global Business sebagai penyedia jasa untuk pemasaran dan distribusi produk-produk PT Nutrifood Indonesia secara global (ekspor). 7. SSU BMS sebagai penyedia jasa marketing services. 8. SSU Operation sebagai penyedia jasa umum untuk keseluruhan SBU dan SSU. 9. SSU Human Resource(HR) sebagai HR Coordinator untuk seluruh SBU dan SSU.
62 10. SSU Information System sebagai penyedia jasa Information Techonology untuk seluruh SBU dan SSU. 11. SSU Finance sebagai pengendali keuangan untuk seluruh SBU dan SSU. 12. SSU Office of Strategy Management untuk membuat dan mengarahkan PT Nutrifood Indonesia untuk menjadi strategy-focused organization. 13. SSU Procurement merupakan pemegang tanggung jawab dalam pembelian seluruh bahan baku dan bahan kemas major untuk SBU NSI, TSI dan Hore. 14. SSU System yang memegang peranan penting dalam menyelaraskan sistem dan proses di PT Nutrifood Indonesia
3.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan PT Nutrifood Indonesia dipimpin oleh seorang President Director dan dibantu oleh seorang Vice President. President Director dan Vice President membawahi Managing Director SBU dan Director SSU. Dalam hal sistem keorganisasian, menerapkan sistem organisasi mendatar, yaitu President Director dan Vice President langsung membawahi para Managing Director SBU dan Director SSU. Sedangkan Managing Director SBU dan Director SSU langsung membawahi manajer-manajer Departemen yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang penuh dalam merencanakan dan melaksanakan program kerja departemen masing-masing. Manajemen menerapkan prinsip kerjasama tim (team work) dalam pengambilan keputusan. Kemajuan perusahaan ditopang oleh proses inovasi dan perbaikan terus menerus yang dicapai melalui konsep Total Quality Management (TQM). Dalam hal pengelolaan Sistem Manajemen Mutu, perusahaan menganut sistem manajemen mutu yang sesuai dengan ISO 9000. Pelaksanaan sistem manajemen mutu
63 dikoordinir oleh Departemen QA (Quality Assurance). Sistem ini selalu ditinjau dan diperbaiki oleh Tim QA. Peninjauan dan penilaian di tiap SBU dan SSU dilakukan oleh SSU System dengan berkoordinasi dengan QA masing-masing SBU/SSU. Penentuan Visi, Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis menjadi tanggung jawab President Director. President Director membentuk suatu tim untuk me-review dan memperbaharui Visi Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis perusahaan. Menyadari selalu terjadi peningkatan tuntutan kepuasan pelanggan, PT Nutrifood Indonesia bertekad untuk selalu memenuhinya. Untuk itu, peningkatan kemampuan karyawan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama manajemen puncak.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Perusahaan (sumber: PT Nutrifood Indonesia) 64
65 3.2 Gambaran Umum Logistik yang Sedang Berjalan PT Nutrifood Indonesia memiliki pelanggan yang terdiri dari 933 outlet dan distributor di seluruh Indonesia. Selain melakukan pengiriman lokal Indonesia, perusahaan ini juga melakukan pengiriman produk untuk beberapa negara lainnya. Pendistribusian produk diatur oleh bagian logistik sebagai berikut. 1. Ekspor Ekspor produk ditangani oleh bagian shipping department, sedangkan bagian logistik hanya menangani serah terima produk. 2. Lokal Indonesia Pendistribusian produk untuk lokal Indonesia langsung ditangani oleh bagian logistik. Pengiriman ini ditujukan untuk propinsi-propinsi seperti DKI Jakarta, Bandung, Banten, Surabaya, Medan, Manado, Makassar, Balikpapan, dan lainlain. Adapun pasar yang dituju adalah sebagai berikut. a. Pasar tradisional Yang termasuk pasar trandisional adalah saluran distribusi yang daya belinya di bawah grosir. b. Pasar modern Yang termasuk pasar modern adalah supermarket regional yang tidak memiliki chain stock. Pasar modern pun dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut. - Outlet Merupakan saluran distribusi yang memasok berbagai macam produk dari berbagai produsen. Biasanya memiliki tempat
66 penyimpanan produk yang tidak terlalu besar dan memiliki jalur administrasi yang cukup kompleks. - Distributor Saluran distribusi yang hanya memasok produk-produk PT Nutrifood Indonesia. Biasanya memiliki tempat penyimpanan produk yang lebih besar dan mempunyai jalur administrasi yang relatif sederhana. Bagian logistik PT Nutrifood Indonesia mempunyai masalah transportasi produk untuk outlet-outlet di Jakarta. PT Nutrifood Indonesia mempunyai sebuah pabrik di Bogor, dan mempunyai banyak kendaraan dengan kapasitas yang berbeda-beda, untuk mengantarkan produk ke outlet atau pelanggannya. Adapun pengiriman ke Bandung, Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (JaBoTaBek) dan Banten langsung dilakukan dari pabrik di Ciawi. Beberapa outlet besar di wilayah JaBoTaBek yang menjadi sasaran pengiriman produk PT Nutrifood Indonesia, antara lain: Carefour, Hypermart, Matahari, Ramayana, Lion, Makro, Tip Top, dan lain-lain. Masalah transportasi produk ini terjadi karena adanya perubahan permintaan setiap hari, sehingga mempengaruhi biaya operasional pengangkutan dan service level. Service level adalah tingkat kepuasan outlet terhadap produsen. Selain produk, pengiriman merupakan faktor penentu utama service level ini. Rata-rata service level yang ditetapkan agen adalah minimal 85%. Jika service level produsen di bawah standar, maka produsen akan terkena biaya penalti yang cukup besar, yang sekaligus membuka peluang bagi kompetitor untuk masuk dan mengambil posisi produsen tersebut. Karena itu, ketepatan waktu, ketepatan produk yang dikirim dan terjaganya kualitas produk saat pengiriman sangatlah penting.
67 Untuk mengatasi hal tersebut, selama ini PT Nutrifood Indonesia membagi pihak pengiriman menjadi dua, yaitu kendaraan internal dan penyewaan transporter. Alasan penggunaan transporter adalah kapasitasnya yang besar dan pengantisipasian pembayaran uang lembur apabila kendaraan harus menginap di outlet atau distributor besar. Adapun jenis-jenis mobil yang biasa digunakan untuk melakukan pengiriman produk adalah sebagai berikut.
Gambar 3.2 Jenis-jenis kendaraan pengangkut yang digunakan PT Nutrifood Indonesia (sumber: PT Nutrifood Indonesia)
PT Nutrifood Indonesia mempunyai 17 buah kendaraan internal bertipe standar engkel (kapasitas max. 6,5 ton/19 m3), dan biasanya ada kurang lebih sebelas transporter bertipe engkel yang siap pakai di gudang logistik.
68 Secara umum, ada 3 shift proses penyimpanan dan pengiriman produk, yaitu sebagai berikut. -
shift 1 : 07.00 – 16.00, dilakukan pengiriman produk internal dan proses penyimpanan produk dari produksi ke gudang.
-
shift 2 : 15.00 – 00.00, dilakukan pemuatan produk ke dalam transporter yang akan ke luar kota dan yang akan menangani outlet yang mempunyai latest arrival time, seperti Carefour.
-
shift 3 : 20.00 – 05.00, dilakukan pemuatan produk ke dalam kendaraan internal untuk kendaraan pengangkut yang akan berangkat pagi
Sistem manual pengiriman produk yang selama ini dilakukan PT Nutrifood Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Penerimaan Sales Order Sales order baru terkumpul cukup lengkap sekitar pukul 19.00 setiap harinya. Rata-rata ada sekitar 80 hingga 120 purchase/sales order 2. Routing secara manual Routing biasanya dilakukan secara manual ketika semua sales order sudah diterima sekitar pukul 19.00. Adapun Routing yang selama ini dilakukan adalah sebagai berikut. a. Memisah-misahkan pesanan per zona: Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. b. Membagi kendaraan pengangkut sesuai zona dengan melihat jumlah pesanan dan kapasitas kendaraan pengangkut secara sekilas
69 c. Melakukan penyesuaian rute atau zona, terutama ketika ada kendaraan pengangkut yang terlalu penuh dan ada yang kosong, tetapi memiliki rute yang searah. Diusahakan kendaraan pengangkut terisi minimal setengah, bahkan diharapkan minimal terisi tiga per empatnya, sehingga nilai biaya angkut per produk rendah. d. Melakukan pengecekan sekali lagi, agar outlet yang dikunjungi tidak terlalu banyak. Target waktu pengiriman adalah satu hari kerja. Masalah yang sering terjadi adalah rumitnya serah-terima pada beberapa outlet yang mengakibatkan lamanya waktu serah terima produk. Karena dilakukan
secara manual,
proses routing
ini
biasanya
menghabiskan waktu hingga 1 jam lebih. 3. Picking dan loading Proses ini dilakukan setelah proses Routing selesai (sekitar pukul 20.00). Adapun proses loading untuk Bandung, Banten dan ekspedisi luar kota lainnya didahulukan mengingat banyaknya administrasi yang harus diurus, seperti surat jalan dan faktur. Loading untuk outlet-outlet di JaBoTaBek dilakukan setelahnya (sekitar pukul 22.00) Proses loading yang selama ini dilakukan adalah memasukkan produk berdasarkan outlet mana yang lebih dahulu diantar. Jika outlet A lebih dahulu daripada B, maka produk-produk pesanan A diletakkan lebih dekat ke pintu, agar lebih mudah diambil. Loading produk yang akan dikirimkan ke distributor lebih sulit karena ada penyesuaian kubikitas.
70 4. Pengiriman Meskipun routing telah dibuat, tetapi pengiriman tidak semata-mata mengikuti routing tersebut, karena ada beberapa persyaratan lain yang diminta oleh outlet, misal: Carefour selalu meminta semua kendaraan pengangkut PT Nutrifood Indonesia wajib masuk pukul 05.00 setiap hari, karena jika terlambat maka akan ada antrian yang panjang. Hal ini tentunya mengganggu pengiriman produk yang lain dan tentunya akan menurunkan angka service level. Solusi yang selama ini digunakan adalah dengan menyewa transporter. Adapun pengiriman produk untuk wilayah Jakarta dan Tangerang biasanya melewati jalan tol JaGoRaWi (sepanjang kurang lebih 55 kilometer), dilanjutkan dengan tol dalam kota (kurang lebih 5 kilometer untuk wilayah Jakarta dan 25 kilometer untuk wilayah Tangerang). Kecepatan rata-rata kendaraan pengangkut di tol JaGoRaWi adalah 90 km/jam, di tol dalam kota Jakarta adalah 70 km/jam dan di tol Tangerang adalah 90 km/jam. Untuk pengiriman ke Bogor, dilakukan langsung tanpa melalui tol. Adapun kecepatan rata-rata kendaraan pengangkut pada jalan biasa adalah 40 km/jam pada kondisi normal dan 20 km/jam dalam kondisi macet. Untuk setiap kendaraan internal, maka setiap kendaraan yang berangkat akan dibekali bensin 20 liter untuk pulang dan pergi. Pengiriman produk di PT Nutrifood Indonesia sampai saat ini belum dipengaruhi oleh time constraint atau time window, karena hanya Carefour yang baru menetapkan masalah waktu pengantaran. Jam kerja supir dan kernet internal adalah 8 jam waktu kerja efektif dan 1 jam waktu instirahat. Jadi, jam kerja supir dan kernet dimulai pukul 7 dan berakhir pukul 5 sore. Karena keterbatasan
71 waktu, dalam skripsi ini masalah waktu tidak dimasukkan sebagai kendala. Pada software yang dihasilkan nanti, akan ada waktu-waktu pengiriman yang digunakan perusahaan sebagai informasi tambahan untuk pengecekan. Adapun rata-rata waktu untuk proses serah terima produk adalah sebagai berikut. a. Grosir
: 30 menit
b. Modern market
: 2-3 jam (normal), 1-2 hari (peak season)
5. Pengembalian produk atau return order Produk-produk yang dikirim ke outlet-outlet yang bersifat modern market bersifat returnable atau dapat dikembalikan, jika cacat ataupun tidak laku. Namun, hal ini tidak berlaku untuk distributor. Untuk distributor, biasanya diberikan diskon berlebih sebagai komisi. Adapun proses waktu retur adalah 30 menit. Return Order terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai berikut. a. Per periode sewa Ada beberapa outlet yang bersifat undirect delivery, dalam arti pengiriman produk tidak langsung ke outlet, tetapi melalui sebuah distribution centre. Karena itu, return order dilakukan di tiap akhir periode sewa. b. Langsung kembali Banyak outlet kecil yang langsung mengembalikan produk jika cacat ataupun ternyata tidak laku. Karena jika produk tidak langsung diambil, maka pihak outlet tidak mau bertanggung jawab (kebanyakan pernyataan ini ditulis dalam nota kredit). Yang terjadi adalah kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil produk retur tersebut karena muatan yang penuh. Karena itu,
72 pengambilan sering dilakukan saat pengiriman telah selesai ataupun keesokan harinya. Melalui penelitian ini diharapkan perusahaan dapat menerapkan metode matematis
dalam
mendistribusikan
produk-produk
hasil
produksi
secara
terkomputerisasi di masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh biaya pengiriman yang minimal. Adapun faktor biaya dipengaruhi oleh panjang rute dan jumlah kendaraan pengangkut.
3.3 Identifikasi Masalah Masalah logistik PT Nutrifood Indonesia sangat kompleks, karena itu masalah yang akan dibahas akan disedehanakan sebagai berikut. 1. Tujuan dari Vehicle Routing adalah untuk memperoleh biaya pengangkutan minimal dari jarak rute yang minimal. Permintaan bersifat pengantaran dari pabrik ke outlet dan pengambilan retur dari outlet ke pabrik 2. Outlet-outlet yang akan dikunjungi berada di kawasan JaBoTaBek. 3. Dalam hal ini, asumsikan tidak ada outlet yang masuk sebagai prioritas pengiriman (tidak ada latest arrival time). 4. Kendaraan pengangkut terdiri dari dua macam, yaitu: internal (memiliki jumlah maksimum kendaraan). Adapun kedua kendaraan ini berangkat dari pabrik. 5. Biaya yang dihitung adalah biaya solar untuk kendaraan internal dan biaya sewa serta biaya multidrop untuk transporter. 6. Kendaraan hanya mengunjungi outlet satu kali baik untuk pengiriman produk maupun untuk retur.
73 7. Jenis transporter memiliki kubikasi dan tonase yang sama dengan kendaraan internal, dan dianggap berasal dari satu tempat penyewaan, sehingga biaya jasa dan multidrop sama. Jumlah transporter tidak terbatas. 8. Kendaraan internal dapat melayani outlet berikutnya apabila memenuhi beberapa constraint sebagai berikut. a. Waktu untuk melayani outlet berikutnya mulai dari pukul 07.00 hingga kurang dari pukul 17.00 (jam tutup outlet). Adapun waktu istirahat supir dan kernet harus diperhatikan. b. Solar yang digunakan masih cukup untuk melayani outlet berikutnya dan untuk kembali ke pabrik. c. Kapasitas kendaraan yang terbagi menjadi kapasitas volume dan berat. 9. Kecepatan rata-rata kendaraan internal adalah 30 km/jam. Tol dianggap tidak ada, sehingga kecepatan ini sama untuk setiap perjalanan. 10. Sedangkan, transporter dapat melayani outlet berikutnya apabila memenuhi beberapa constraint sebagai berikut. a. Waktu untuk melayani outlet berikutnya mulai dari pukul 07.00 hingga kurang dari pukul 17.00 (jam tutup outlet). Adapun waktu istirahat supir dan kernet harus diperhatikan. b. Kapasitas transporter yang terbagi menjadi kapasitas volume dan berat. 11. Pengaturan posisi peletakkan barang pada kendaraan tidak dianggap sebagai constraint. 12. Asumsikan bahwa permintaan satu outlet tidak ada yang lebih besar daripada kapasitas kendaraan, juga jarak maksimum satu outlet dapat dilayani dengan solar yang tersedia dan dapat dilayani pada saat jam kerja.
74 13. Loading produk saat pukul 19.00 ke transporter diabaikan. Jadi, routing akan dilakukan pada sisa permintaan yang belum dilayani oleh transporter. 14. Retur diasumsikan telah diketahui pada hari yang sama dengan masuknya purchase order.
3.3.1 Uraian Masalah Proses routing selama ini dilakukan memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Apabila proses routing dapat dilakukan lebih cepat, maka proses picking dan loading akan semakin cepat. Penyelesaian masalah VRP dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyelesaian secara eksak dan heuristik. Penyelesaian secara eksak terdiri dari Integer Programming dan Branch and Bound. Sedangkan penyelesaian secara heuristik dibentuk dengan tahap konstruksi dan pengembangan. VRP
termasuk
dalam
NP-complete.
Untuk
menyelesaikan
masalah
nondeterministik dilakukan dengan mengubahnya menjadi masalah deterministik. Salah satunya dengan menggunakan probabilitas yang dihasilkan oleh random number generator. Salah satu random number generator dihasilkan dengan pendekatan heuristik. Pendekatan ini dilakukan karena banyaknya kendala pada VRP. Penyelesaian secara eksak hanya dapat melibatkan beberapa constraint, misal jarak dan biaya pengangkutan, jarak dan waktu, dan constraint lainnya yang tidak terlalu kompleks. Penyelesaian dengan heuristik bersifat pendekatan. Hasil yang didapat optimal, dan cukup dapat diterima. Penyelesaian ini juga dapat melibatkan berbagai constraint, sehingga dapat menyelesaikan berbagai permasalahan optimisasi pada dunia nyata. Begitu juga dengan penyelesaian metaheuristik, yang merupakan pengembangan dari penyelesaian heuristik. Penyelesaian ini dilakukan dengan sistem pembelajaran
75 (learning), sehingga hasil-hasil yang terbaik yang akan digunakan sebagai knowledge base untuk iterasi berikutnya. Penggunaan metode metaheuristik yang tepat akan mempercepat perolehan biaya yang minimal, namun merancang fitness function yang baik juga harus diperhatikan. Agar dapat dihasilkan jarak rute dan biaya perjalanan yang minimal, maka dilakukan konstruksi dan pengembangan. Konstruksi di sini berarti membangun feasible route dengan tujuan meminimalkan jarak, yang kemudian dikembangkan dengan membangun improved route dengan tujuan meminimalkan biaya. Agar routing benar-benar dapat menghasilkan biaya seminimal mungkin, maka selain hasil routing untuk setiap kendaraan pengangkut, optimisasi pemilihan kombinasi antara kendaraan internal dan transporter harus dilakukan. Jika sebuah kendaraan pengangkut meninggalkan pabrik dalam keadaan penuh dan pengiriman barang dilakukan dengan VRPPDMV, maka ada kemungkinan supir mengalami masalah di tengah perjalanan. Pertama, cepat atau lambat supir akan mengalami keadaan di mana barang yang akan diambilnya dari pelanggan lebih besar dari kapasitas kendaraan pengangkut. Kedua, mungkin supir harus menata ulang susunan barang-barang di kendaraan pengangkut agar barang-barang itu dapat dimasukkan ke kendaraan pengangkut. Tetapi tentunya hal ini menghabiskan waktu. Karena itu, dikembangkan suatu cara agar pengambilan barang di pelanggan pertama lebih sedikit daripada pengantarannya. Tetapi hal ini biasanya menyebabkan semakin jauhnya rute yang harus ditempuh dan tentunya menghabiskan waktu yang tidak sedikit. Ada juga cara lain, di mana kendaraan pengangkut tidak diisi muatan penuh. Tetapi masalah yang terjadi adalah efisiensi penggunaan kendaraan pengangkut .
76 Solusi yang mungkin dalam pengangkutan dengan pelayanan pengiriman saja hanya bergantung pada jumlah barang yang akan dikirim kepada sejumlah pelanggan dalam suatu rute. Misal, sebuah kendaraan pengangkut berangkat dari pabrik (i=1) dan berjalan sepanjang rute 1 - i1 - i2 - ... - ii - ... hingga mencapai outlet ik. Dengan pengiriman kumulatif Cd (ik) pada outlet, maka jumlah barang yang dikirimkan ke semua pelanggan sepanjang rute hingga outlet ik adalah: i kl
C d (i k ) d i i 1
(3.1) Besaran P(1, ik) menyatakan outlet-outlet sepanjang rute. Rute ini kemudian menjadi tidak mungkin apabila kendaraan pengangkut sudah tidak dapat mengatarkan barang ke pelanggan selanjutnya, ik+1 , karena total pengiriman kumulatif melebihi kapasitas kendaraan pengangkut Kv sebagai berikut. Cd(ik) ≤ Kv dan Cd(ik+1) > Kv
(3.2)
Apabila outlet ik mungkin membentuk satu rute, maka hubungkan outlet ik dengan pabrik. Fungsi kumulatif pengiriman bertambah secara monoton sepanjang rute, dimulai dari nol (mulai dari pabrik) dan mencapai nilai maksimal pada saat kunjungan ke pelanggan ik dari sebuah rute. Nilai ini disebut sebagai nilai maksimal kumulatif pengiriman dari rute. Karena itu, untuk pengangkutan yang bersifat pengiriman, solusi diperoleh apabila maksimal kumulatif pengiriman tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini disebut delivery feasibillity. Misal L(ik) merupakan muatan kendaraan pengangkut
sesaat setelah
meninggalkan pelanggan ik. Asumsikan bahwa kendaraan pengangkut meninggalkan pabrik dengan muatan inisialisasi L(1), yang kurang atau sama dengan kapasitas
77 kendaraan pengangkut. Maka, muatan kendaraan pengangkut pada outlet ik dari rute adalah selisih dari muatan inisialisasi dengan kumulatif pengiriman pada outlet ini, yaitu L(ik) = L(1) - Cd (ik). Nilai dari muatan inisialisasi pada kenyataannya sama dengan maksimal kumulatif pengiriman dari sebuah rute.
Nilai ini juga berkurang seiring
dengan perjalanan kendaraan pengangkut dari pabrik ke pelanggan terakhir. Dengan cara yang sama, dapat didefinisikan kumulatif pengambilan Cp (ik) pada outlet ik. Dari situ dapat dimengerti total barang yang diambil dari pelanggan sepanjang rute, termasuk outlet ik, adalah: ik
C p (i k ) p i
(3.3)
i 1
Rute ini akan menjadi tidak mungkin apabila kendaraan pengangkut
tidak dapat
melayani pengambilan barang di pelanggan setelahnya pada rute tersebut. Cp(ik) ≤ Kv dan Cp(ik+1) > Kv
(3.4)
Apabila outlet ik mungkin membentuk satu rute, maka hubungkan outlet ik dengan pabrik. Muatan kendaraan pengangkut pada setiap outlet ik mempunyai nilai yang sama dengan kumulatif pengambilan: L(ik) = Cp (ik). Fungsi ini bertambah secara monoton sepanjang rute, dimulai dari nol (mulai dari pabrik) dan mencapai nilai maksimal pada saat kunjungan ke pelanggan terakhir dari sebuah rute. Nilai ini disebut sebagai nilai maksimal kumulatif pengambilan dari rute. Karena itu, untuk pengangkutan yang bersifat pengambilan, solusi diperoleh apabila maksimal kumulatif pengambilan tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini disebut dengan pick-up feasibillity. Pada versi kendaraan pengangkut tunggal untuk VRP murni, asumsikan bahwa total pengiriman (atau pengambilan) tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut.
78 i kl
i kl
d i ≤ Kv atau i 1
p
i
≤ Kv
(3.5)
i 1
Dengan demikian, solusi ini memenuhi siklus Hamilton. Pengiriman atau pengambilan barang pada kondisi (3.5) adalah penting dan cukup untuk menjadi solusi perencanaan pemilihan rute pada VRP murni. Dapat dilihat bahwa pengiriman atau pengambilan barang hanya tergantung pada himpunan pelanggan. Dalam VRPPDMV situasi menjadi lebih kompleks. Dalam kasus ini, kapasitas kendaraan pengangkut dapat terganggu pada outlet mana pun dalam sebuah rute, tergantung dengan bagaimana urut-urutan pelanggan dalam satu rute. Akibatnya, kondisi (3.5) tetap menjadi penting, tetapi tidak cukup. Muatan kendaraan pengangkut
pada setiap outlet dalam VRPPDMV adalah
fungsi dari kumulatif pengiriman, kumulatif pengambilan, dan nilai muatan inisiasi sebagai berikut. L(ik) = Cp(ik) + L(1) – Cd(ik)
(3.6)
Karena itu, meskipun setiap kumulatif permintaan (3.1) dan (3.3) pada outlet ik manapun dari rute tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut, muatan kendaraan pengangkut (3.6) tetap dapat melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini berarti rute tersebut menjadi tidak mungkin karena kendaraan pengangkut
tidak dapat
melakukan pelayanan untuk pelanggan setelahnya ik+1 dari rute. L(ik) ≤ Kv dan L(ik+1) > Kv
(3.7)
Dengan demikian, pada VRPPDMV ada faktor lain yang mempengaruhi solusi perencanaan rute, yaitu urut-urutan dari pelanggan. Faktor ini disebut load feasibility. Jadi, dalam VRPPDMV ada tiga situasi yang harus dipenuhi agar solusi dapat diperoleh, yaitu delivery feasible, pick-up feasible, dan load feasible.
79 3.3.2 Problem Formulation (Mathematical Formulation) Tujuan: meminimalkan biaya pengangkutan untuk kendaraan internal dan transporter. n
n
2
mk
c
Minimalkan
ijkl
xijkl
(3.8)
i 0 j 0 k 1 l 1
di mana: cijkl = biaya pengangkutan kendaraan ke-l bertipe k dari outlet i ke j (i ≠ j), di mana k = 1 merupakan kendaraan internal dan k = 2 merupakan transporter.
1, jika kendaraan ke - l bertipe k berjalan langsung dari outlet i ke j (i j) xijkl 0, untuk situasi lainnya
Adapun kendala-kendala yang ada sebagai berikut. 1. Kendaraan pengangkut hanya dapat mengunjungi outlet satu kali. 2
mk
x
ikl
1 , i = 1, 2, ... , n
(3.9)
k 1 l 1
2. Jumlah maksimal kendaraan internal adalah 17. 1
mk
x
kl
17
(3.10)
k 1 l 1
3. Waktu perjalanan kendaraan ditambah waktu proses dropping (30 menit) dan retur (30 menit), juga dengan waktu istirahat (60 menit) kurang dari 600 menit (pukul 07.00 hingga pukul 17.00 adalah 600 menit). Perhitungan berikut berlaku baik untuk k=1 (kendaraan internal) maupun k=2 (transporter).
80 n
n
2
t
ijl
x ijl 30 * x ijl 30 * x ijl 60 * x ijl 600 * l
i 0 j 0 k 1
di mana l = 1,2,..., mk dan tijl = dij / kecepatan rata-rata
(3.11)
4. Solar yang disediakan per kendaraan internal adalah 20 liter. n
n
s
ijl
x ijl 20 * l , di mana l = 1,2,..., mk untuk k = 1
i 0 j 0
dan sijl = dij / 5
(3.12)
5. Muatan kendaraan pengangkut pada outlet ke-i adalah: L(ikl) = L(0) - Cd(ikl) + Cp(ikl)
(3.13)
di mana: Lv(0) L(0) Lw(0)
(3.14)
ikl H vh qih i kl i 1 h 1 Cd (i kl ) d i i H kl i 1 wq i 1 h 1 h ih
(3.15)
ikl H v h qih i kl i 1 h1 C p (i kl ) p i i H kl i 1 wh qih i 1 h 1
(3.16)
adapun k = 1, 2.
6. Kendala untuk memastikan bahwa volume produk yang akan dikirimkan dari pabrik memenuhi kapasitas volume kendaraan pengangkut.
81 ikl
n n 2 mk d i 1 x ijkl Vk i 1 i 0 j 0 k 1 l 1
sehingga: ikl
n n 2 mk v h q ih 1 xijkl Vk i 1 h1 i0 j 0 k 1 l 1 H
(3.17)
Karena itu, volume muatan awal dapat didefinisikan sebagai berikut. n n 2 mk Lv (0) 1 x ijkl Vk i 0 j 0 k 1 l 1
(3.18)
7. Kendala untuk memastikan bahwa berat produk yang akan dikirim dari pabrik memenuhi kapasitas berat kendaraan pengangkut. ikl
n n 2 mk d 1 i x ijkl Wk i 1 i 0 j 0 k 1 l 1
sehingga: ikl
n n 2 mk w q 1 h ih xijkl Wk i 1 h1 i0 j 0 k 1 l 1 H
(3.19)
Karena itu, berat muatan awal dapat didefinisikan sebagai berikut. n n 2 mk Lw (0) 1 x ijkl Wk i 0 j 0 k 1 l 1
(3.20)
8. Kendala untuk memastikan bahwa volume produk yang akan diambil dari pelanggan ikl memenuhi kapasitas volume kendaraan pengangkut. ikl
n n 2 mk pi 1 x ijkl Vk i 1 i 0 j 0 k 1 l 1
82 sehingga: ikl
n n 2 mk v h rih 1 xijkl Vk i 1 h1 i0 j 0 k 1 l 1 H
(3.21)
9. Kendala untuk memastikan bahwa berat produk yang akan diambil dari pelanggan i memenuhi kapasitas berat kendaraan pengangkut. ikl
n n 2 mk Wk p 1 x i ijkl i 1 i 0 j 0 k 1 l 1
sehingga: ikl
n n 2 mk Wk w r 1 x h ih ijkl i 1 h1 i 0 j 0 k 1 l 1 H
(3.22)
10. Kendala untuk memastikan bahwa muatan kendaraan pengangkut setelah produk dikirimkan kepada pelanggan ikl dan setelah ada pengembalian, masih memenuhi syarat volume. 2 mk 2 mk Lv (ikl ) 1 x ijkl Vk dan Lw (i kl ) 1 x ijkl Wk k 1 l 1 k 1 l 1
i = 0,..., ikl; j = 1,..., n; k = 1, 2 Karena itu, ikl
n n 2 mk a. Lv 0 vh rih vh qih 1 xijkl Vk i 1 h1 i 1 h 1 i0 j 0 k 1 l 1
ikl
H
ikl
n n 2 mk b. Lw 0 wh rih wh qih 1 xijkl Wk i 1 h 1 i 1 h 1 i0 j 0 k 1 l 1 H
ikl
H
(3.23)
H
(3.24)
83 11. Namun, meskipun kumulatif permintaan pengiriman (3.15) dan pengambilan (3.16) pada setiap pelanggan ikl memenuhi kapasitas kendaraan pengangkut, muatan L(ikl) yang dijabarkan pada persamaan (3.23) dan (3.24) dapat tidak memenuhi kapasitas kendaraan pengangkut. Karena itu, kendaraan pengangkut dianggap load infeasible apabila memenuhi kendala berikut. 2 mk 2 mk a. Lv (ikl ) 1 x ijkl Vk dan Lv (ikl 1 ) 1 x ijkl Vk k 1 l 1 k 1 l 1
(3.25)
2 mk 2 mk b. Lw (i kl ) 1 x ijkl Wk dan Lw (i kl 1 ) 1 x ijkl Wk k 1 l 1 k 1 l 1
(3.26)
Notasi Matematika Himpunan: I
= himpunan outlet atau pelanggan (i = 0, 1, ..., n) di mana i = 0 merupakan pabrik
k
= himpunan tipe kendaraan (k = 1, 2, ..., K)
H
= himpunan tipe produk (h = 1, 2, ..., H)
R
= himpunan rute (r = 1, 2, ..., R)
Parameter: n
= jumlah outlet atau pelanggan; n = | I - 1|
mk
= jumlah kendaraan pengangkut bertipe k, di mana k bernilai 1 untuk kendaraan internal dan bernilai 0 untuk kendaraan transporter
cijk
= biaya perjalanan kendaraan pengangkut ke-l bertipe k dari outlet i ke outlet j
Vk
= kapasitas volume pada kendaraan pengangkut bertipe k
84 Wk
= kapasitas berat pada kendaraan pengangkut bertipe k
sijl
= solar yang digunakan pada kendaraan internal ke-l dari outlet i ke outlet j
tijkl
= waktu solar yang diperlukan kendaraan pengangkut ke-l bertipe k dari outlet i ke outlet j
qih
= permintaan pelanggan i atas produk bertipe h
rih
= pengambilan produk bertipe h dari pelanggan i
vh
= unit volume dari produk bertipe h
wh
= unit berat dari produk bertipe h
cij
= jarak antaroutlet atau antarpelanggan simetris cij = cji,, i ≠ j
di
= jumlah pengiriman (delivery) ke pelanggan, i I dari pabrik
Cd(ikl) = jumlah kumulatif pengiriman pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k pi
= jumlah pengambilan (pick up) dari pelanggan, i I
Cp(ikl) = jumlah kumulatif pengambilan pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k
Variabel keputusan: L(0)
= muatan awal kendaraan pengangkut
L(ikl)
= muatan kendaraan pengangkut pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k, yang kemudian dipecah menjadi dua komponen muatan berdasarkan volume dan berat, yaitu: Lv(ikl) dan Lw(ikl)
1, jika kendaraan ke - l bertipe k berjalan langsung dari outlet i ke j (i j) xijkl 0, untuk situasi lainnya
85 3.4 Alternatif Pemecahan Masalah Berbagai metode untuk menyelesaikan masalah Vehicle Routing telah digunakan dan telah dibahas pada bab dua. Maka untuk memecahkan masalah logistik pada PT Nutrifood Indonesia, akan dilakukan pembandingan beberapa metode sebagai berikut. 1. Savings Method 2. Dual Genetic Algorithm Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Berdasarkan teori yang telah ada, penyelesaian VRPPDMV dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengkonstruksian feasible route dilanjutkan dengan tahap pengkonstruksian improved route. Pada pengkonstruksian feasible route, Savings Method dapat memecahkan masalah routing dalam waktu yang cukup baik. Untuk membagi outlet, dengan jumlah di bawah 200, ke dalam rute-rute pengiriman, Savings Method dapat menghasilkan rute yang optimal dalam waktu yang jauh lebih cepat daripada Dual Genetic Algortihm. Savings Method menghasilkan satu solusi routing yang selalu konstan untuk constraint yang ada. Namun, Savings Method tidak dapat menyelesaikan masalah pemilihan kendaraan yang optimal. Selain pembagian kendaraan dan pemilihan rute yang optimal, pencarian solusi pada VRPPDMV juga memerlukan pemilihan kombinasi kendaraan yang optimal antara penggunaan kendaraan internal dan transporter. Karena itu, penyelesaian masalah ini dilakukan dengan Dual Genetic Algorithm dengan memasukkan nomor urut kendaraan pengangkut sebagai random key. Masalah routing pada PT Nutrifood Indonesia memerlukan hasil yang optimal dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari satu jam). Karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat memenuhi kriteria pencarian solusi tersebut, dengan menggabungkan kelebihan dari dua metode yang telah ada sebelumnya. Metode gabungan ini diberi nama
86 Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm. Metode ini menggunakan Savings Method untuk menghasilkan feasible route yang optimal dan Dual Genetic Algorithm untuk menghasilkan kombinasi pemilihan kendaraan pengangkut yang optimal.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survey ke pabrik dan meminta data langsung ke bagian logistik. Adapun data yang diberikan adalah sebagai berikut. 1. Data spesifikasi produk, berisi jenis-jenis produk dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi, ukuran massa dan satuan. 2. Form Purchase Order, yang berisi informasi tentang outlet dan produkproduk yang dipesannya (diminta). 3. Data jenis kendaraan internal dan transporter, dengan ukuran kubikasi dan tonase kapasitas. 4. Daftar outlet, yang berisi nama outlet dan alamatnya. 5. Data hasil routing yang dilakukan dari tanggal 11 Desember 2007, baik menggunakan
kendaraan
internal
maupun
menggunakan
kendaraan
transporter.
3.6 Proses Pemecahan Masalah Masalah routing pada PT Nutrifood Indonesia memerlukan hasil yang optimal dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari satu jam). Karena itu, digunakan metode gabungan yang diberi nama Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm. Metode ini menggunakan Savings Method untuk menghasilkan feasible route yang optimal dan
87 Dual Genetic Algorithm untuk menghasilkan kombinasi pemilihan kendaraan pengangkut yang optimal. Agar dapat memecahkan masalah yang ada, maka pertama dilakukan proses pada data sebagai berikut. 1. Mengubah data permintaan pada Form Purchase Order dari satuan yang ada menjadi satuan terkecil, misal dari box menjadi dus, lalu hitung kubikasi dan tonasenya. Adapun sistem perhitungannya sebagai berikut. Nama Outlet
: Makro Puri Indah
Pesanan
:
Kode Produk
: 2101200162
Nama Produk
: TS NFDM Fiber Plain 285 gr (12dus)
Panjang Dus
: 140 mm
Lebar Dus
: 40 mm
Tinggi Dus
: 200 mm
Berat Dus
: 285 gr
Jumlah Pesanan
: 2 box
Maka, kubikasi dan tonase pesanan outlet tersebut, yaitu: Kubikasi per dus = 140 mm x 40 mm x 200 mm = 1.120.000 mm3 = 0,00112 m3 Kubikasi pesanan = 2 box x 12 dus x 0,00112 m3 = 0,02688 m3 Tonase pesanan
= 2 box x 12 dus x 285 gr = 6.840 gr = 6,84 kg
2. Buat sistem perhitungan biaya pengiriman, dalam hal ini biaya pada kendaraan internal adalah biaya harian supir dan kenek, biaya tol pulang pergi, biaya solar, dan
88 biaya perawatan harian. Sedangkan biaya pada transporter adalah biaya sewa dan biaya multidrop. 3. Cari feasible route menggunakan Savings Method. Adapun objective function yang digunakan adalah untuk meminimalkan biaya pengangkutan barang. Objective function ini disusun dengan pembatasan constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase. 4. Dalam sistem ini, kendaraan yang didahulukan untuk digunakan adalah kendaraan internal. Apabila kendaraan internal yang tersedia telah terpakai semuanya, maka outlet-outlet yang belum dilayani akan dilayani dengan transporter. Ternyata, hal ini belum tentu membuat biaya yang dikeluarkan semakin rendah. 5. Karena itu, dilakukan optimisasi terakhir untuk membentuk improved route dengan mengganti kombinasi kendaraan terhadap outlet yang dilayani. Hal ini dapat dilakukan karena kendaraan internal dan transporter tidak memiliki perbedaan kubikasi dan tonase, hanya ada perbedaan solar. Pengaturan kombinasi ini dilakukan dengan menggunakan Dual Genetic Algorithm. Setiap kendaraan yang digunakan diberi indeks urutan, yang selanjutnya indeks tersebut digunakan sebagai key pada random key method pada Dual Genetic Algorihm. 6. Improved route telah terbentuk dan diasumsikan sudah optimal. Agar dapat lebih dioptimalkan, maka dilakukan dua tahap optimisasi lanjutan, yaitu: a. Penggabungan transporter, untuk mengoptimalkan muatan yang ada pada masing-masing transporter, sehingga tidak sia-sia dalam pengeluaran untuk biaya sewa. Semakin banyak transporter, maka akan semakin banyak biaya sewa yang dikeluarkan. Karena itu, penggunaan transporter yang ada harus sesedikit mungkin, sehingga hanya biaya multidrop saja yang bertambah.
89 b. Optimisasi subrute pada setiap kendaraan dengan Savings Method. Pada tahap akhir ini, setiap kendaraan telah diberi tugas untuk melayani outlet-outlet pada suatu subrute. Agar lebih optimal, maka pengoptimalan subrute dilakukan untuk terakhir kalinya.
3.7 Algoritma Pemecahan Masalah Adapun sistem kerja pada Hybrid Savings-Dual genetic Algorithm adalah sebagai berikut. 1. Inisialisasi outlet-outlet mana saja yang mempunyai permintaan baik pengiriman maupun retur, kemudian hitung kubikasi dan tonase dari tiap permintaan dan retur. 2. Modelkan objctive function untuk menghitung biaya pengangkutan sebagai berikut. i. Set satu kendaraan internal untuk melayani sebuah rute (digambarkan dengan baris pada populasi). ii. Cek constraint untuk kendaraan internal: waktu, solar, volume, dan berat untuk kendaraan tersebut. iii. Jika kendaraan internal tersebut tidak dapat memenuhi salah satu constraint, maka kendaraan harus kembali ke pabrik. iv. Jika kendaraan internal di pabrik sudah habis, maka outlet-outlet yang belum dilayani akan dilayani dengan transporter. Set populasi baru untuk perhitungan solusi Routing dengan menggunakan transporter. v. Cek constraint untuk transporter: waktu, volume, dan berat untuk kendaraan tersebut.
90 vi. Jika transporter tersebut tidak dapat memenuhi salah satu constraint, maka transporter harus kembali ke pabrik. Adapun jumlah transporter tidak terbatas. vii. Objective function adalah hasil perhitungan biaya pengangkutan untuk kendaraan internal dan transporter. 3. Cari solusi objective function dengan menggunakan Savings Method untuk penyelesaian masalah Vehicle Routing Pick Up and Delivery (VRPPD). Solusi ini disebut sebagai feasible route. Adapun feasible route ini berupa subrutesubrute yang telah dibagi dalam kendaraan-kendaraan pengangkut. 4. Hasil dari feasible route akan digunakan sebagai inisialisasi populasi pada improved route untuk kombinasi penugasan kendaraan. 5. Beri nomor indeks pada setiap kendaraan yang digunakan dalam pengiriman ataupun pengambilan barang. 6. Set generasi dan populasi. Generasi melambangkan jumlah iterasi yang dilakukan. Dengan menambah generasi, diharapkan dapat hasil yang semakin minimal. Populasi digambarkan dengan matriks baris kali kolom. Setiap baris pada matriks berisi kemungkinan acak dari nomor indeks kendaraan. Jumlah baris harus merupakan kelipatan empat, karena dalam metode Dual Genetic Algorithm, akan ada proses pembagian baris dengan empat. Jumlah kolom sama dengan jumlah outlet yang ingin dilayani. 7. Modelkan fitness function untuk mengoptimalkan kombinasi penugasan kendaraan sebagai berikut. i. Ambil subrute pada feasible route secara acak berdasarkan random key.
91 ii. Jika memenuhi validasi constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase, maka kemudian hitung biaya perjalanan apabila subrute ini ditugaskan pada kendaraan internal. Catat biaya sebagai biaya_internal. iii. Jika memenuhi validasi constraint waktu, kubikasi, dan tonase, maka kemudian hitung biaya perjalanan apabila subrute ini ditugaskan pada transporter. Catat biaya sebagai biaya_transporter. iv. Bandingkan kedua biaya. Apabila biaya_internal lebih murah daripada biaya_transporter, maka tugaskan kendaraan internal untuk melayani subrute tersebut. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia. Apabila biaya_transporter lebih murah, maka lakukan sebaliknya. v. Cek subrute berikutnya. Lakukan langkah 4i dan 4ii. vi. Bandingkan kedua biaya:
Apabila biaya_internal lebih murah daripada biaya_transporter, cek apakah subrute sebelumnya dilayani dengan kendaraan internal. Jika ya, maka lakukan validasi constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase. Apabila memenuhi validasi, maka gabungkan subrute tersebut dengan subrute sebelumnya, dan subrute gabungan ini dilayani dengan kendaraan internal. Jika tidak memenuhi, maka buat subrute baru yang juga dilayani oleh kendaraan internal. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia. Apabila subrute sebelumnya dilayani dengan transporter, maka buat subrute baru yang dilayani oleh transporter.
92
Apabila biaya_transporter lebih murah daripada biaya_internal, maka cek apakah subrute sebelumnya dilayani dengan transporter. Jika ya, maka lakukan validasi constraint waktu, kubikasi, dan tonase. Apabila memenuhi validasi, maka gabungkan subrute tersebut dengan subrute sebelumnya, dan subrute gabungan ini dilayani dengan transporter. Jika tidak memenuhi, maka buat subrute baru yang juga dilayani oleh transporter. Apabila subrute sebelumnya dilayani dengan kendaraan internal, maka buat subrute baru yang dilayani oleh kendaraan internal. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia.
8. Cari improved route untuk mengatur kombinasi optimal penugasan kendaraan dengan metode Dual Genetic Algorithm. 9. Diperoleh hasil berupa daftar kendaraan yang bertugas, baik kendaraan internal maupun transporter. Karena keterbatasan solar, maka asumsikan subrute-subrute pada kendaraan internal sudah tidak dapat digabungkan. Kondisi yang berbeda terjadi pada transporter. Karena itu, dilakukan penggabungan subrute pada transporter. Untuk itu, digunakan Savings Method kembali dalam routing. 10. Setelah semua kendaraan siap bertugas, dilakukan pengoptimalan tahap akhir terhadap subrute yang ada dengan menggunakan Savings Method. 11. Solusi terbaik adalah rute yang memiliki biaya pengangkutan terkecil.
93 3.8 Flow Chart Pemecahan Masalah Untuk memperjelas algoritma pemecahan masalah, maka diberikan flow chart pemecahan masalah sebagai berikut. Pemecahan masalah dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut. 1. Konstruksi feasible route dengan Savings Method. 2. Konstruksi improved route untuk optimisasi kombinasi penugasan kendaraan dengan Dual Genetic Algorithm dengan konfigurasi yaitu indeks urutan penugasan kendaraan. 3. Pengoptimalan subrute dari setip subrute yang akan dikunjungi kendaraan. 4. Penggabungan muatan transporter apabila masih memungkinkan.
94
Gambar 3.3 Flow chart mesin utama Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm
95 Pengkonstruksian feasible route dengan Savings Method ditunjukkan pada gambar 3.4 dan 3.5
Gambar 3.4 Flow chart Savings Method
96
Gambar 3.5 Flow chart evaluasi objective function
97 Adapun pengkonstruksian improved route untuk kombinasi penugasan kendaraan dengan Dual Genetic Algorithm ditunjukkan pada gambar 3.6, 3.7, 3.8, dan 3.9.
Gambar 3.6 Flow chart Dual Genetic Algorithm
98
Gambar 3.7 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 1)
99
Gambar 3.8 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 2)
100
Gambar 3.9 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 3)
101 3.9 Perancangan Program Aplikasi Untuk mempermudah proses pembandingan ketiga metode yang ada, maka dibuat sebuah aplikasi untuk VRPPDMV. Aplikasi ini dapat mengambil data master dan transaksi dari database. Aplikasi ini akan menjalankan proses penghitungan metode dengan menekan tombol penghitungan metode tertentu dengan input parameter tertentu. Agar dihasilkan aplikasi yang menunjang, maka digunakan pemrograman berbasis objek atau object oriented programming dan untuk perancangannya digunakan Unified Modeling Language (UML).
102 3.9.1 Usecase Sistem Aplikasi yang Diusulkan Usecase pada aplikasi VRPPDMV ditunjukkan pada gambar 3.10.
Gambar 3.10 Usecase pada aplikasi VRPPDMV