BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran pada suatu saat. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dengan maloklusi ringan dan berat serta hubungannya dengan karies pada siswa-siswi SMA Swasta Eria.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta Eria, Jalan Sisingamangaraja XII No. 198 Medan. Waktu penelitian dilaksanakan bulan September 2016 – Mei 2017.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Eria yang berjumlah 870 orang.
3.3.2 Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Swasta Eria yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Jumlah sampel didapatkan berdasarkan perhitungan besar sampel.
*
√
(
)
√
(
)+2
n= (Pα-Po)2
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:27 n
: Besar sampel minimum
Zα
: Deviat baku normal untuk α = 5% Zα = 1,96
Zβ
: Deviat baku normal untuk β = 10% Zβ = 1,282
Po
: Proporsi pada penelitian sebelumnya2 = 36% atau 0,36
Pα-Po : Selisih proporsi 20% Pα
: Proporsi variabel yang diharapkan = 16% atau 0,16
Maka n = {1,96√
(
) + 1,28 √
(
(
)}2
)2
= 47,5
Dengan demikian besar sampel minimum yang dibutuhkan adalah 50 orang sampel dengan maloklusi ringan dan 50 orang sampel dengan maloklusi berat yang terdapat pada SMA Swasta Eria.
Kriteria Inklusi Kriteria inklusi untuk sampel penelitian ini terdiri dari: 1. Siswa-siswi SMA Swasta Eria 2. Semua gigi permanen telah erupsi (kecuali M3) 3. Kesehatan umum baik 4. Menyetujui informed consent 5. Terdapat maloklusi ringan (skor HMAR 5 ‒ 14) 6. Terdapat maloklusi berat (skor HMAR ≥ 15) 7. Belum pernah dan tidak sedang dalam perawatan ortodonti Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi untuk sampel penelitian ini terdiri dari: 1. Siswa-siswi SMA Swasta Eria yang masih terdapat gigi desidui 2. Telah selesai perawatan ortodonti
Universitas Sumatera Utara
2.4
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Kaca mulut b. Sonde c. Pinset d. Masker e. Sarung tangan f. Alat tulis g. Kaliper h. Penggaris besi i. Sendok cetak ukuran M dan L j. Rubber bowl k. Gips Spatula l. Rubber base m. Glass lab n. Nierbeken
Gambar 6. Alat yang digunakan pada penelitian
Universitas Sumatera Utara
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Air b. Alginate c. Dental stone d. Gips putih e. Alkohol 70%
Gambar 7. Bahan yang digunakan pada penelitian
2.5
Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
Berdasarkan variabel penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa defenisi operasional penelitian sebagai berikut: Variabel bebas 1. Siswa SMA Swasta Eria adalah siswa yang tercatat aktif bersekolah di SMA Swasta Eria Medan selama waktu penelitian berlangsung. 2. Laki-laki adalah siswa yang tercatat di kartu pelajar sebagai laki-laki. 3. Perempuan adalah siswa yang tercatat di kartu pelajar sebagai perempuan. 4. Maloklusi ringan adalah maloklusi yang dinilai dengan indeks HMAR yang mempunyai skor 5 ‒ 14. 5. Maloklusi berat adalah maloklusi yang dinilai dengan indeks HMAR yang mempunyai skor ≥ 15. 6. Variabel-variabel yang dinilai sesuai indeks HMAR adalah:
Universitas Sumatera Utara
A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation) i)
Segmen Anterior Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi anterior rahang bawah diberi skor 1.
a.
Gigi absen (missing) adalah gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar gigi (radiks). Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
b.
Gigi berjejal (crowded) adalah keadaan gigi berjejal yang dilihat secara visual dengan adanya gigi yang tidak pada susunan yang seharusnya ataupun adanya gigi yang tumpang tindih dengan gigi lain. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
c.
Gigi rotasi (rotation) adalah perpindahan atau pergeseran posisi gigi dari sumbu gigi yang sebenarnya (normal). Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
d.
Diastema (spacing) adalah keadaan gigi bercelah yang dilihat secara visual adanya celah antara satu gigi dengan gigi lain. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
ii) Segmen posterior Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. Cara penilaian seperti segmen anterior. B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch deviation i)
Segmen Anterior Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a.
Jarak gigit (overjet) adalah adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibular dalam arah horizontal diukur menggunakan kaliper dengan skala nominal.
Universitas Sumatera Utara
b.
Tumpang gigit (overbite) adalah jarak antara gigi insisivus atas dengan mahkota klinis insisivus bawah dalam arah vertikal diukur menggunakan kaliper dalam skala nominal.
c.
Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam hubungannya dengan geligi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
d.
Gigitan terbuka (openbite) adalah keadaan oklusi dimana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka) diukur dari insisal insisivus sentralis rahang atas ke insisal insisivus rahang bawah pada model gigi dengan menggunakan skala nominal.
ii) Segmen posterior Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1. a.
Kelainan anteroposterior yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
b.
Gigitan silang (crossbite) adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal baik dalam arah bukal, lingual, atau labial dalam hubungannya dengan geligi antagonisnya. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
c.
Gigitan terbuka (openbite) adalah pada waktu keadaan oklusi terdapat celah antara gigi posterior atas dan bawah. Pemeriksaan dilakukan pada model gigi dengan skala nominal.
C. Kelainan dentofasial i.
Celah bibir adalah kelainan kongenital pada bibir atas yang membentuk celah yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dengan prosesus medial nasal saat masa embrio. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8.
Universitas Sumatera Utara
ii. Palatal bite adalah keadaan bibir bawah terletak di palatal gigi insisivus atas. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. iii. Gangguan oklusi adalah gangguan dalam keharmonisan oklusi gigi yaitu hambatan relasi sentrik ke oklusi sentrik. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. iv. Keterbatasan
fungsi
rahang
adalah
gangguan
pada
sendi
temporomandibula yang dapat mempengaruhi sendi temporomandibula atau otot-otot pengunyahan. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. v.
Asimetri wajah adalah ketidakseimbangan yang terjadi pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan sisi kanan. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8.
vi. Gangguan bicara dapat berupa gangguan artikulasi (penghilangan, penambahan atau distorsi suara sehingga bicara menjadi kurang jelas), kelancaran atau kualitas bicara (stuttering atau gagap ditandai dengan kecepatan, dan pengulangan suara, kata, kalimat). Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan diberi skor 8. Variabel terikat 1.
Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi ditandai dengan adanya lubang pada gigi (kavitas) dan apabila dilakukan sondasi, maka sondasi akan tersangkut. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dan dikategorikan sesuai indeks Decay Missing FillingTooth (DMF-T). Decay Missing Filling-Tooth (DMF-T) sebagai indikator status kesehatan gigi yang merupakan penjumlahan dari indeks Decaytooth (D-T), Missing-tooth (M-T), dan Filling-tooth (F-T) yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang baik berupa:
Universitas Sumatera Utara
a.
Decay/D adalah gigi yang mengalami karies atau gigi berlubang, gigi dengan tumpatan sementara. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
b.
Missing/M adalah gigi yang hilang atau telah dicabut. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
c.
Filling/F adalah gigi yang ditambal dengan tumpatan permanen. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
Variabel terkendali 1.
Usia adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
2.
Jenis kelamin berdasarkan kartu tanda penduduk atau kartu tanda pelajar. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
3.
Keterampilan operator adalah keterampilan operator dalam melakukan penelitian. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
Variabel tidak terkendali 1.
Sosioekonomi adalah tingkat sosioekonomi seseorang dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan dalam suatu masyarakat yang membedakannya dengan orang lain. Pemeriksaan dilakukan secara langsung pada sampel penelitian dengan skala nominal.
2.
Kebiasaan buruk adalah tindakan yang terjadi berulang-ulang secara otomatis yang melibatkan kontraksi otot yang dapat mengganggu otot yang terkait dengan pertumbuhan gigi sehingga dapat menimbulkan anomali letak gigi dan hubungan rahang.
Universitas Sumatera Utara
2.6
Prosedur Penelitian
1. Peneliti meminta izin kepada kepala sekolah agar dapat melakukan penelitian di SMA Swasta Eria. 2. Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan kepada siswa-siswi. 3. Peneliti melakukan pemeriksaan pada siswa-siswi untuk menentukan sampel penelitian. 4. Pemberian inform concern pada siswa-siswi yang menjadi sampel untuk diisi sebagai lembar persetujuan sebelum penelitian dilakukan. 5. Melakukan pencetakan gigi pada sampel dengan jumlah pencetakan per hari 10 siswa. 6. Setelah melakukan pencetakan gigi kemudian diisi dengan dental stone untuk mendapatkan model gigi. 7. Melakukan pemeriksaan intra oral pada sampel untuk menentukan karies gigi dengan indeks DMF-T. 8. Melakukan pemeriksaan dan pengukuran model gigi berdasarkan indeks HMAR. 9. Peneliti mengelompokkan model gigi berdasarkan maloklusi ringan dan maloklusi berat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Prosedur penelitian 1) Menjelaskan penelitian, 2) Pencetakan gigi rahang bawah, 3) Pencetakan gigi rahang atas, 4) Pemeriksaan DMFT
2.7
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi.
2.8
Analisis Data
Data perbedaan skor pengalaman karies antar maloklusi ringan dan berat pada siswa SMA Swasta Eria dianalisis menggunakan uji T independen untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan skor karies antara maloklusi ringan dan berat.
2.9
Etika Penelitian
1. Lembar persetujuan (informed consent) 2. Ethical clearance dari komisi etik
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran responden siswa-siswi di SMA Swasta Eria Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan (58%) lebih banyak daripada laki-laki (42%). Persentase siswa-siswi SMA Swasta Eria yang mengalami maloklusi ringan (50%) dan yang mengalami maloklusi berat (50%) (Tabel 1). Tabel 1. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin dan kategori maloklusi pada siswa-siswi di SMA Swasta Eria (n=100) Karakte ristik Responden N % Jenis Kelamin Laki-laki 42 42 Perempuan 58 58 Kategori Maloklusi Maloklusi Ringan 50 50 Maloklusi Berat 50 50
4.1.1 Rerata distribusi penyimpangan gigi dengan menggunakan Indeks Maloklusi HMAR pada siswa-siswi SMA Swasta Eria Hasil penelitian distribusi penyimpangan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dinilai dengan model studi rahang atas dan rahang bawah menunjukkan rerata gigi hilang (0,23 dan diastema (0,25
0,42), gigi berjejal (0,96
0,19), gigi rotasi (0,28
0,45)
0,43) (Tabel 2).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Distribusi penyimpangan gigi pada rahang atas dan rahang bawah Penyimpangan gigi Ada Tidak Ada Rerata penyimpangan gigi ( SD) n % n % Gigi hilang 77 77 23 23 0,23 0,42 Gigi berjejal 96 96 4 4 0,96 0,19 Gigi rotasi 28 28 72 72 0,28 0,45 Diastema 25 25 75 75 0,25 0,43 Pada Tabel 3 terlihat distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi di regio anterior menunjukkan rerata jarak gigit berlebih (0,19
0,39), tumpang gigit berlebih (0,06
gigitan terbuka (0,02
0,30) dan
0,14), sedangkan pada regio posterior menunjukkan rerata
kelainan anteroposterior (0,65 terbuka (0,32
0,23), gigitan silang (0,10
0,47), gigitan silang (0,51
0,50) dan gigitan
0,46) (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi Regio Kelainan Ada Tidak Ada Rerata hubungan gigi kelainan kedua rahang hubungan dalam keadaan gigi kedua oklusi rahang dalam keadaan oklusi ( SD) n % N % Anterior Jarak gigit 81 81 19 19 0,19 0,39 berlebih Tumpang gigit 6 6 94 94 0,06 0,23 berlebih Gigitan silang 10 10 90 90 0,10 0,30 Gigitan terbuka 2 2 98 98 0,02 0,14 Posterior Kelainan 65 65 35 35 0,65 0,47 anteroposterior Gigitan silang 51 51 49 49 0,51 0,50 Gigitan terbuka 32 32 68 68 0,32 0,46
Universitas Sumatera Utara
4.2 Perbedaan pengalaman karies dengan menggunakan Indeks DMFT pada maloklusi ringan dan maloklusi berat Tabel 4 menunjukkan DMFT secara umum 3,07 maloklusi ringan mempunyai DMFT 2,62 mempunyai DMFT 3,52
2,51 dengan kategori
2,08, sedangkan kategori maloklusi berat
2,82. Kategori maloklusi ringan mempunyai DMFT yang
lebih rendah dibandingkan dengan kategori maloklusi berat. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua kategori maloklusi dengan indeks DMFT (p=0,073).
Tabel 4. Hasil analisis kategori maloklusi dengan rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria DMFT Kategori maloklusi N Rerata DMFT Hasil analisis ( SD) Maloklusi ringan Maloklusi berat Total
50 50 100
2,62 3,52 3,07
2,08 2,82 2,51
p = 0,073
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR) merupakan indeks penilaian maloklusi yang mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian maloklusi ini tidak memerlukan alat khusus, sehingga penilaian maloklusi dengan indeks HMAR lebih menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indeks DMFT.22 Penilaian maloklusi dilakukan dengan pemeriksaan secara langsung pada model studi yang memenuhi kriteria inklusi. Distribusi hasil penelitian ini terdiri dari penyimpangan gigi dalam satu rahang, kelainan hubungan kedua rahang dalam keadaan oklusi, kelainan anteroposterior, dan kelainan dentofasial.3 Tabel 1 menunjukkan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin dan kategori maloklusi pada siswa-siswi di SMA Swasta Eria. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMA Swasta Eria dengan jumlah responden penelitian 100 orang yang terdiri dari 42 orang laki-laki dan 58 orang perempuan. Penelitian ini diperoleh 50 sampel maloklusi ringan dan 50 sampel maloklusi berat. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Adhani dkk, yang melakukan penelitian di Ponpes Darul Hijrah Martapura dengan sampel 50 maloklusi ringan dan 50 maloklusi berat terdiri dari 58 orang laki-laki dan 42 orang perempuan.1 Hal ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan populasi antara kedua penelitian dan persentase responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki. Tabel 3 adalah tabel distribusi kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi, pada regio anterior diperoleh hasil penelitian jarak gigit berlebih paling banyak ditemukan. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Loblobly dkk pada siswa SMA Negeri 9 Manado tahun 2015 yang menunjukkan bahwa kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi pada regio anterior paling banyak ditemukan adalah jarak gigit yang berlebih. 16 Jarak gigit berlebih dapat disebabkan faktor kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk yang
Universitas Sumatera Utara
relevan dengan jarak gigit yang berlebih adalah kebiasaan menghisap ibu jari dan jari lain. Kebiasaan menghisap ibu jari pada insisivus atas dapat menyebabkan proklinasi insisivus atas dan retroklinasi insisivus bawah sehingga menyebabkan penambahan jarak gigit. Besarnya efek penambahan jarak gigit karena menghisap ibu jari tergantung pada frekuensi dan tekanan.16 Tabel 4 menunjukkan hasil analisis kategori maloklusi dengan rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara maloklusi ringan dan maloklusi berat dengan indeks DMFT. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Stahl tahun 2004 mengenai hubungan antara maloklusi dengan karies gigi, hasil penelitian menunjukkan hasil yang bertentangan atau tidak dapat membuktikan hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan karies gigi.4 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Adhani dkk, yang melakukan penelitian pada remaja di Ponpes Darul Hijrah Martapura, hasil penelitian yang diperoleh terdapat perbedaan indeks karies antara maloklusi ringan dan maloklusi berat.1 Hasil penelitian yang dilakukan Adhani dkk serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Bobile dkk tahun 2007, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara maloklusi dengan karies gigi.4 Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan dan informasi yang semakin berkembang yang berasal dari media, orang tua dan komunikasi antara teman sebaya dan kesadaran siswa-siswi tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut serta mencegah gigi berlubang sudah cukup baik sehingga mempengaruhi persepsi subjektif mereka akan karies gigi. Tetapi persepsi siswa-siswi terhadap kesehatan gigi dan mulut masih belum menjadi prioritas, walaupun pengetahuan dan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut sudah baik tapi tidak memicu untuk melakukan perawatan terhadap maloklusi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat keparahan maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi HMAR pada siswa-siswi SMA Swasta Eria, yaitu: a. 50 orang (50%) kategori maloklusi ringan, b. 50 orang (50%) kategori maloklusi berat. 2. Rerata DMFT keseluruhan siswa-siswi SMA Swasta Eria yang mengalami maloklusi adalah 3,07
2,51.
3. Rerata DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria berdasarkan kategori maloklusi, yaitu: a. Berdasarkan maloklusi ringan rerata DMFT 2,62 b. Berdasarkan maloklusi berat rerata DMFT 3,52
2,08, 2,82.
4. Berdasarkan hasil uji T independen diperoleh hasil p=0,073. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kategori maloklusi dengan indeks DMFT pada siswa-siswi SMA Swasta Eria.
6.2 Saran 1.
Kepada orang tua agar mengawasi dan mengontrol pemeliharaan kesehatan gigi anak, agar kesehatan gigi dan mulut anak lebih baik lagi.
2.
Kepada pihak sekolah perlu meningkatkan upaya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut melalui pemberian pendidikan cara menjaga kesehatan gigi dan mulut.
3.
Kepada siswa-siswi agar memperhatikan dan memelihara kesehatan gigi dan mulut yang efektif agar tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
4. Kepada tenaga kesehatan gigi dan mulut diperlukan adanya penyuluhan kepada siswa-siswi SMA Swasta Eria secara berkala dalam rangka mengoptimalkan pelayanan pencegahan maloklusi. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan sampel penelitian yang lebih besar dengan populasi dan teknik yang berbeda untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi. 6. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai perbedaan skor pengalaman karies antara maloklusi ringan dan berat dan hubungannya dengan keadaan sosioekonomi atau faktor lain.
Universitas Sumatera Utara