BAB 3 METODOLOGI
3.1
Pendekatan Penelitian Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Persiapan Alat dan Bahan
Pengujian Aspal
Pengujian Agregat
Syarat Bahan
Pengujian filler
Tidak
Dasar Memenuhi
Uji Marshall dengan benda uji variasi : - Kadar aspal rencana - Filler : 100% PC, 60%PC + 40%FA, 50%PC + 50%FA, 40%PC + 60%FA, 100%FA
A
32
33 A
Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)
Uji Marshall standar dengan benda uji variasi : - Kadar aspal optimum - Filler : 100% PC, 60%PC + 40%FA, 50%PC + 50%FA, 40%PC + 60%FA, 100%FA
Data
Analisa Hasil Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
34 Pada Gambar 3.1 dapat dilihat tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan, berikut adalah penjelasan untuk masing-masing tahapan tersebut : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi masalah yang terkait dengan topik pembahasan penelitian. Adapun masalah tersebut adalah terjadinya kerusakan pada lapis perkerasan jalan akibat pengaruh cuaca dan repetisi beban lalu lintas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki stabilitas campuran beraspal. 2. Setelah mengidentifikasi masalah, tahap selanjutnya adalah tinjauan pustaka atau studi literatur, yang didapatkan dari jurnal-jurnal penelitian yang berhubungan dengan penelitian kali ini. 3. Tahap berikutnya adalah persiapan alat dan bahan, pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji. Pada tahap ini pembuatan benda uji dilakukan sebanyak 2 sampel untuk masing-masing kadar aspal dan kadar filler yang telah ditentukan. Proses ini diawali dengan penimbangan agregat sesuai berat yang dikehendaki. Kemudian agregat tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 170°C bersamaan dengan aspal yang dipanaskan diatas kompor sampai suhu 150°C. setelah itu barulah agregat dan aspal dicampur didalam satu wajan sampai suhu 135°C. Pada proses ini mold yang telah disusun pada alat compact kemudian diisi dengan campuran beraspal panas dari kompor. Kemudian diratakan untuk segera dicompact.
35 Proses ini adalah proses compaction yaitu menumbuk campuran aspal panas yang telah dicampur dengan 2x75 tumbukan pada kedua sisinya. Setelah selesai proses compact kemudian mold berisi campuran aspal didinginkan sebelum diextrude. Proses ini adalah mengeluarkan sampel aspal yang telah jadi dari mold pencetak. 4. Setelah sampel dibuat kemudian dites menggunakan metode Marshall untuk mengetahui stabilitas dan kepadatan dari masing-masing benda uji. Kemudian menganalisa perbandingan hasil tes Marshall tersebut antara benda uji yang dibuat. Proses ini dilakukan dengan 3 tahap penimbangan. Yang pertama benda uji ditimbang dalam keadaan kering, kemudian benda uji ditimbang didalam air seperti terlihat pada gambar diatas benda uji dimasukkan kedalam ember berisi air, tahap terakhir penimbangan benda uji dalam keadaan basah setelah direndam atau dalam keadaan (SSD). Setelah benda uji ditimbang dilakukan proses perendaman, proses perendaman ini dilakukan selama 30 – 40 menit pada suhu 60°C. Tahap ini adalah tahap Marshall test yaitu tahap pembacaan stabilitas dan kelelehan. Pengujian ini dilakukan dengan kecepatan deformasi konstan 51 mm per menit sampai terjadi runtuh. 5. Dari hasil analisa diatas kemudian ditarik kesimpulan.
36 3.2
Teknik Pengumpulan Data Untuk
menentukan
kadar
aspal
optimum,
diperkirakan
dengan
menggunakan rumus empiris sesuai dengan persamaan 2.2. Nilai Pb hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Setelah itu ditentukan dua kadar diatas dan dua kadar dibawah kadar aspal yang sudah diperhitungkan. Kemudian dilakukan penyiapan benda uji untuk tes Marshall sesuai tahapan berikut ini : a.
Tahap I Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum, dibuat benda uji dengan jenis aspal Pertamina pen 60/70 disertai variasi komposisi filler dengan dibuat masing-masing dua benda uji. Untuk variasi komposisi kadar filler adalah 100% PC, 60% PC + 40% FA, 50% PC + 50% FA, 40% PC + 60% FA, dan 100% FA. Kemudian dilakukan pengujian standar dengan 2x75 tumbukan sehingga didapatkan nilai VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, flow, dan Marshall quotient. Dari hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dapat ditentukan kadar aspal optimum.
b.
Tahap II Setelah didapatkan kadar aspal optimum, maka dilakukan pembuatan benda uji dengan variasi komposisi filler yaitu 100% PC, 60% PC + 40% FA, 50% PC + 50% FA, 40% PC + 60% FA, dan 100% FA. Kemudian dilakukan uji Marshall standar (2x75 tumbukan) sehingga didapatkan nilai VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, flow, dan Marshall quotient. Seluruh kriteria hasil Marshall yang didapatkan mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
37
3.3
Prosedur Pengujian Material Pengujian material yang dilaksanakan pada penilitian ini, meliputi pemeriksaan terhadap agregat kasar, agregat halus, dan aspal dengan mengacu pada standar spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.
3.3.1
Pengujian Material Agregat Dalam pemilihan bahan agregat, harus dipertimbangkan tingkat
penyerapan air yang paling rendah. Hal itu merupakan antisipasi atas hilangnya material aspal yang terserap oleh agregat. A. Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk penelitian ini adalah agregat kasar yang tertahan diatas saringan no. 8 (2,36 mm). Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah, Sedangkan ketentuan-ketentuan untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Ketentuan Agregat Kasar No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Pengujian Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent Penyerapan air Abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal Indeks kepipihan Indeks kelonjongan Material lolos saringan no. 200
Metoda Pengujian SNI 03-1969-2008 SNI 03-1969-2008 SNI 03-1970-2008 SNI 03-1969-2008
Persyaratan maks. 3%
SNI 03-2417-1991
maks. 40%
SNI 03-2439-1991 RSNI T-01-2005 RSNI T-01-2005 SNI 03-4142-1996
min. 95% maks. 25% maks. 10% maks. 1%
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum - Direktorat Jenderal Bina Marga (2008)
38 B. Agregat Halus Agregat halus dari masing-masing sumber harus terdiri dari pasir alam atau batuan pecah. Agregat halus harus dalam keadaan bersih, bebas dari lempung atau material organik yang tidak dikehendaki lainnya. Ketentuan tentang agregat halus terdapat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Ketentuan Agregat Halus No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Pengujian Berat jenis bulk Berat jenis SSD Berat jenis apparent Penyerapan air Nilai setara pasir Material lolos saringan no. 200
Metoda Pengujian SNI 03-1969-2008 SNI 03-1969-2008 SNI 03-1970-2008 SNI 03-1969-2008 SNI 03-4428-1997 SNI 03-4142-1996
Persyaratan maks. 3% min. 50% maks. 8%
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum - Direktorat Jenderal Bina Marga (2008)
Gambar 3.2 Sieve Shaker
39 3.3.2
Pengujian Material Aspal Penggunaan asal pen 60/70 disesuaikan dengan kondisi suhu udara rata-
rata 25°C. Metode pengujian sesuai spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (2008) dengan ketentuan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Ketentuan Aspal No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Pengujian Penetrasi; 25°C; 100gr; 5 detik; 0,1 mm Titik lembek; °C Titik nyala; °C Daktilitas; 25°C; cm Berat jenis; gr/cc Kelarutan dalam Tricilor Ethylen; %berat Penurunan berat (dg. TFOT); %berat Penetrasi setelah penurunan berat; %asli Daktilitas setelah penurunan berat; %asli
Metoda Pengujian SNI 06-2456-1991 SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2432-1991 SNI 06-2441-1991 SNI 06-2438-1991 SNI 06-2440-1991 SNI 06-2456-1991 SNI 06-2432-1991
Persyaratan 60 - 70 48 - 58 min. 200 min. 100 min. 1,0 min. 99 maks. 0,8 min. 54 min. 100
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum -Direktorat Jenderal Bina Marga (2008)
3.4
Pengujian Marshall 1.
Dilakukan penimbangan agregat sesuai dengan persentase pada target gradasi yang diinginkan untuk masing-masing fraksi dengan berat campuran kira-kira 1200 gram dan diameter 4 in., kemudian dilakukan pengeringan campuran agregat sampai memiliki berat yang tetap pada suhu 105±5°C
2.
Dilakukan pemanasan aspal untuk pencampuran pada viskositas kinematik 100±10 centistokes. Agar temperatur campuran agregat dan aspal tetap, maka pencampuran dilakukan diatas pemanas dan diaduk hingga rata.
3.
Selanjutnya campuran agregat dengan aspal dicampur pada suhu ±160°C, sedangkan suhu pemadatan ditetapkan pada suhu 140°C.
40
Gambar 3.3 Proses Pencampuran Aspal dengan Agregat dan Filler 4.
Setelah temperatur pemadatan tercapai, yaitu pada viskositas kinematik 100±10 centistokes, maka campuran tersebut dimasukkan kedalam cetakan yang telah dipanasi pada temperatur 100 - 170°C dan diolesi vaselin terlebih dahulu. Bagian bawah cetakan diberi sepotong kertas filter.
5.
Pemadatan standar dilakukan dengan pemadat manual dengan jumlah tumbukan 2x75 dibagian sisi atas, kemudian benda uji dibalik dan sisi bagian bawah juga ditumbuk sebanyak 2x75.
Gambar 3.4 Proses Pemadatan Standar
41 6.
Setelah proses pemadatan selesai, benda uji dikeluarkan dengan extruder dan diberi kode.
7.
Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm dan ditimbang berat di udara.
8.
Benda uji direndam dalam air selama 10-24 jam hingga jenuh.
9.
Setelah jenuh, benda uji ditimbang didalam air.
10. Benda uji dikeluarkan dari bak rendam, dan dikeringkan dengan kain pada permukaan agar kondisi kering permukaan jenuh (saturated surface dry), kemudian ditimbang. 11. Benda uji direndam didalam water bath pada suhu 60±1°C selama 30 hingga 40 menit.
Gambar 3.5 Water Bath 12. Benda uji dikeluarkan dari water bath, lalu diletakkan tepat ditengah pada bagian proving ring. Setelah pemasangan, proving ring diletakkan tepat di tengah alat pembebanan. Kemudian dial kelelehan (flow) dipasang pada dudukan diatas salah satu proving ring.
42 13. Kepala penekan dinaikkan hingga menyentuh atas cincin penguji, kemudian dial stabilitas dan kelelehan diatur pada angka nol. 14. Pembebanan dilakukan dengan kecepatan tetap 51 mm/menit, hingga kegagalan benda uji terjadi, yaitu pada saat arloji pembebanan berhenti dan kembali berputar menurun. Titik pembacaan pada saat benda uji mengalami kegagalan merupakan nilai stabilitas Marshall.
Gambar 3.6 Alat Tes Marshall