87 BAB 3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Landasan Teori 3.1.1. Teori yang diperlukan untuk menjawab karakteristik kearifan lokal dan kendalakendala dalam implementasinya (pethik laut, nyabis, andun, pangambak, onjhem, telasan, system kontrak kerja) di Selat Madura A. Definisi, Fungsi dan manfaat Kearifan Lokal
Secara definitive kearifan lokal atau tradisional sesungguhnya merupakan bagian dari etika dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya dibidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Bahasan ini sangat membantu kita dalam hal mengembangkan perilaku, baik secara individu maupun secara kelompok dalam kaitan dengan lingkungan dan upaya pengelolaan sumberdaya alam.Selain itu membantu kita untuk mengembangkan system sosial politik yang ramah terhadap lingkungan serta mengambil keputusan dan kebijakan yang berdampak terhadap lingkungan atau sumberdaya alam termasuk sumberdaya alam pesisir dan laut. Etika yang berarti “adat istiadat” atau“ kebiasaan”, dalam arti kebiasaan hidup yang baik,tatacara hidup yang baik,baik pada diri seseorang atau pada kelompok masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi kegenerasi yang lain(Keraf,2002).Kebiasaan hidup yang baik ini kemudian dibakukan dalam bentuk kaidah, aturan, norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami dan diajarkan dalam masyarakat, oleh karena itu etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia dan juga etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baikburuknya perilaku manusiaya itu perintah yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari.
88 Definisi kearifan lokal (tradisional) merupakan semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman / wawasan dan adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan didalam komunitas ekologis. Disebutkan pula bahwa kearifan lokal/tradisional bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia serta bagaimana relasi yang baik diantara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam juga bagaimana relasi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun (Keraf, 2002). Pengertian diatas memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan dialam semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang biosentrisme dan ekosentrisme. Manfaat kearifan lokal menurut riset yang mengkaji kondisi sosial budaya pada peran kearifan lokal masyarakat kelautan, baik dipesisir atau laut, maupun perairan pedalaman, telah menghasilkan indikator awal kondisi sosial budaya dalam kerangka pemberdayaan masyarakat nelayan (Nasution et al, 2004).Indikator awal dari kondisi sosial budaya yang dimaksud dapat memperlihatkan kecenderungan bahwa perbedaan tipologi masyarakat menunjukkan pengaruh berupa adanya perbedaan peranan dimensi kearifan lokal sosial budaya masyarakat nelayan. Pada masyarakat nelayan di wilayah pesisir atau laut, dari dimensi yang dijadikan ukuran kondisi sosial budaya masyarakat, yaitu dimensi pengetahuan lokal akan lebih berperan.
89 3.1.2. Teori yang diperlukan untuk menjawab bagaimana Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura, A. Teori Ekonomi Rumahtangga ( Household Economic) Berdasarkan konsep inti teori Chayanov dalam menganalisis ekonomi keluarga adalah keseimbangan antara konsumen dan buruh dalam keluarga, yaitu ditunjukkan rasio antara jumlah yang mengkonsumsi(C) dan
yang bekerja mendapat gaji ( W ) dalam
keluarga tersebut ( C/ W ). Jika jumlah tanggungan meningkat, maka rasio C/W akan meningkat pula. Untuk menurunkan rasio tersebut, berarti harus menambah jumlah jam atau hari kerja keluarga yang bekerja, selain itu juga dapat menambah jumlah anggota keluarga yang ikut bekerja. Dalam penelitian ini mengajukan perempuan tani dalam keluarga tani tersebut ikut bekerja, supaya rasio C / W menurun. Berarti akan meningkatkan pendapatan dalam rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka. Teori Chayanov tentang perilaku rumah tangga petani, dapat digambarkan dalam ilustrasi berikut seperti terlihat pada gambar berikut : Gambar 8. Perilaku Rumah Tangga Petani analogi dari Rumahtangga Nelayan
Y (output/Pendapatan) I1 Ye
I2
Keterangan : TVP
A
Y = pendapatan kotor( uang ) X = waktu(jam kerja buruh) 0 L = jumlah jam kerja L 0 = waktu kegiatan lain
Ymin 0
Le
Lmax L (Buruh) TVP = Total Variabel Produksi
TVP dapat dikatakan sebagai pendapatan keluarga, yang menggambarkan fungsi produksi , yaitu :
Y = Py. F ( L ) . Sedangkan fungsi konsumsi digambarkan dalam bentuk kurva
indiffernce ( I1 dan I2 ) dengan fungsi utility , yaitu : U=f(Y,H), berarti terjadi pilihan antara bekerja(Y) dan bersenang-senang(H). Sehingga rumah tangga petani harus pada posisi Ymin, artinya tingkat pendapatan untuk bertahan hidup. Kemudian untuk mencapai Y max ,
90 petani akan mencurahkan waktu bekerja maximum (Lmax), berarti akan mengorbankan waktu bersenang-senang. Untuk dapat mencapai posisi keseimbangan pada Ye dan Le di titik A, berarti selain waktunya digunakan untuk bekerja juga untuk bersenang-senang. Dengan demikian titik A menunjukkan MVPL ( Marginal Product of Labor) merupakan persamaan (dY/dH), selanjutnya dapat dibuat kesimpulan bahwa : MUH MUY = dY/dH = MVPL , Teori mikroekonomi perilaku rumah tangga petani dalam model Chayanov adalah memaximumkan utility dengan tiga constraints yaitu meliputi: fungsi produksi, tingkat pendapatan minimum dan jumlah hari kerja maksimum yang tersedia. Pendekatan Sistem : Model Ekonomi Rumahtangga
menurut Becker (1965)
mengembangkan teori untuk mempelajari model ekonomi rumahtangga petani (Agricultural Household Models), dimana kegiatan produksi dan konsumsi tidak terpisah dan penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan. Teori ini memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi, serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga bukan hanya ditentukan oleh barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar, tetapi juga dari berbagai komoditi yang dihasilkan dalam rumahtangga. Selain itu ada beberapa asumsi yang dipakai dalam Agricultural Household Models, yaitu : (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan; (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai faktor produksi dalam fungsi produksi rumahtangga; dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan sebagai konsumen. Fungsi kepuasan rumahtangga diasumsikan mengkombinasikan barang yang dibeli di pasar dengan waktu untuk memproduksi, sehingga dihasilkan barang yang siap dikonsumsi (Z). Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga yang dikemukakan Becker adalah :
U = U(Z1, Z2, ….. Zm)
……………............................
dimana : Zi = barang yang dikonsumsi ( i = 1, 2, …., m).
(1)
91 Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditi (Zi) tersebut dihasilkan menurut fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut : Zi = Z (xi, ti ) ……………i = 1 ........ m..........................
(2)
m
Σ pi xi = I = W. Tw + V
.......................................
(3)
................................
(4)
i=1
m
Σ ti = T c = T - T w i=1
dimana : xi
= barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar
ti
= waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i
pi.
= harga barang dan jasa X ke i yang dibeli di pasar
Tw
= waktu yang digunakan untuk bekerja
W
= upah per unit Tw
Tc
= jumlah waktu konsumtif
T
= jumlah waktu yang tersedia
V
= pendapatan selain upah, seperti warisan dan lain-lain
I
= pendapatan rumahtangga.
Pendekatan ekonomi rumahtangga tersebut sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920 oleh Chayanov di Rusia, kemudian Becker (1965) menyusunnya dalam bentuk “new home economics”. Dalam ekonomi rumahtangga, alokasi waktu dan konsumsi barang dapat dibeli di pasar, atau dapat juga dihasilkan oleh rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen, adalah bahwa pada perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976).
92 Menurut Evenson (1976), formula yang disusun oleh Becker (1965)
secara
mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat, yaitu: (1) tingkat pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga
menghadapi fungsi produksi
rumahtangga, dimana waktu dan modal yang tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan (2) tingkat kedua, menjelaskan proses keputusan pilihan konsumsi, anggota rumahtangga berperilaku sebagaimana
perilaku individu konsumen, dimana aksioma
perilaku konsumen
konvensional dapat diaplikasikan. Dengan demikian,
rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya, dibatasi
oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi (persyaratan adding up). Barnum dan Squire (1978) menyatakan bahwa model ekonomi rumahtangga adalah
menjembatani
ekonomi perusahaan pertanian yang
seluruhnya mempekerjakan tenaga yang diupah dan menjual hasilnya ke pasar, dengan pertanian subsisten yang menggunakan hanya tenaga kerja keluarga dan tidak menghasilkan “marketed surplus”. Perilaku rumahtangga nelayan menurut Reniati (1998) dalam Muhammad, Sahri (2002) kita dapat memasukkan peubah tingkat perkembangan perekonomian desa, yaitu dipilih desa miskin dan tidak miskin yang mana dapat menganalisis perilaku rumahtangga nelayan (juragan atau pandega) untuk kondisi ekonomi yang berbeda dan ini dapat menggambarkan kondisi secara riilnya.Menurut Muhammad, Sahri (2002) dalam model ekonomi rumahtangga nelayan, seperti halnya pada model ekonomi rumahtangga petani, terdapat empat (4) komponen peubah yang menjadi unsur utama yang membentuk keterkaitan perilaku rumah tangga nelayan, yaitu: kegiatan produksi, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga.
1. Produksi Ikan Dilihat dari fenomena ekonomi penangkapan ikan, terdapat beberapa peubah endogen maupun eksogen, yang menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan model
93 ekonomi rumah tangga pertanian, yaitu: (1) kepemilikan aset (2) daerah penangkapan ikan yang berubah (3) sistem bagi hasil dalam pengaturan upah (4) peubah kebijakan (Muhammad, Sahri, 2002). Produksi hasil tangkapan ikan bergantung pada daerah penangkapan, aset kapal, frekuensi melaut dan produktivitas (Muhammad, Sahri, 2002).
2. Curahan Kerja Menurut Muhammad, Sahri (2002) bahwa curahan kerja nelayan sejak dari persiapan untuk kebutuhan BBM, menyiapkan perbekalan, konsumsi melaut, berangkat operasi dilaut, kembali kepangkalan, menjual ikan di tempat pelelangan ikan serta perawatan alat dan kapal penangkapan di darat. Dengan demikian, yang dimaksud dengan curahan kerja melaut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu meliputi: (1) Curahan kerja yang dilakukan di laut dan (b) Curahan kerja yang dilakukan di darat. Dari hasil penelitian Reniati (1998) menunjukkan bahwa peluang suami maupun istri untuk bekerja diluar sektor perikanan ditentukan oleh berbagai hal, antara lain faktor tingkat pendapatan diluar sektor, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kondisi ekonomi lokal, umur, angkatan kerja keluarga, dan jumlah pemilikan aset. Menurut Muhammad, Sahri (2002), curahan kerja dalam rumah tangga Juragan untuk kegiatan agroindustri dan non perikanan merupakan peubah eksogen. Curahan kerja dalam rumah tangga juragan merupakan penjumlahan curahan kerja melaut dari dalam rumah tangga juragan. Sedangkan curahan kerja melaut dari dalam rumah tangga juragan berhubungan dengan alokasi waktu yang tersedia dalam rumah tangga juragan untuk berbagai kegiatan produktif seperti
pada
agroindustri
dan
non
perikanan.
Ketika
skala
usaha
meningkat,
keberlangsungan usaha penangkapan melaut makin ditentukan oleh curahan kerja luar rumah tangga, baik jumlah maupun mutunya. .
94 3. Pendapatan dan pengeluaran konsumsi Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan dalam ekonomi rumahtangga. Dengan dasar skema waktu pengamatan yang berbeda antara satuan waktu per bulan dan per tahun, diperoleh kesimpulan yang sama antar Aryani (1994) dan Reniati (1998) dalam Muhammad, Sahri (2002) yaitu berkaitan dengan: (1) penerimaan nelayan juragan lebih tinggi dari penerimaan nelayan pandega, (2) anggota rumah tangga, yaitu istri dan anak, disamping suami selaku kepala rumah tangga, memegang peranan penting dalam berkontribusi untuk penerimaan rumah tangga nelayan, (3) dilihat dari curahan jam kerja, peranan istri cukup tinggi, dan (4) penerimaan non melaut memegang peranan menentukan dalam alokasi curahan kerja anggota keluarga dan kontribusinya terhadap penerimaan rumah tangga nelayan. Perilaku rumah tangga yang demikian, menurut Roch, Luong dan Clignet (1998) dalam Muhammad, Sahri (2002) merupakan strategi rumahtangga nelayan dalam pemanfaatan ekonomi rumah tangga menghadapi berbagai resiko, yang selanjutnya disebut sebagai “pluriactivity strategy”.Menurut Muhammad, Sahri (2002), pengeluaran seluruh anggota rumah tangga nelayan dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: (1) Pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok, dan (2) Pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan non pokok. Sedangkan untuk pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu; (1) Pengeluaran untuk konsumsi pokok pangan dan (2) Pengeluaran untuk konsumsi pokok non pangan, seperti pakaian, perumahan dan pendidikan. Menurut Muhammad, Sahri (2002), pengeluaran konsumsi pangan dirumuskan sebagai fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah anggota keluarga rumah tangga dan tingkat pendidikan serta pengalaman juragan. Sedangkan konsumsi pokok non pangan seperti untuk pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga berhubungan dengan jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah anggota rumah tangga dan konsumsi non pokok rumahtangga juragan. Konsumsi non pokok antara lain berupa berbagai pengeluaran untuk acara pernikahan, wisata dan pengeluaran barang mewah. Sehingga pada dasarnya Konsumsi kebutuhan pokok merupakan penjumlahan
95 pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga dan konsumsi pokok non pangan. Sedangkan konsumsi non pokok rumahtangga juragan berhubungan dengan pendapatan yang dapat dibelanjakan, lama pendidikan dan pengalaman kerja juragan, investasi dan tabungan rumahtangga juragan.
B. Teori Ekonomi Sumberdaya Manusia Menurut Habibie (2004) bahwa keberhasilan suatu bangsa sangat erat kaitannya dengan keunggulan sumberdaya manusia (SDM) yang dapat diperbaharui (renewable). Menurut pengalaman di negara maju termasuk kawasan Asia menunjukkan bhwa mutu atau kualitas sumberdaya manusia yang ada memungkinkan negara tersebut mampu secara efisien mengaplikasikan dan mengendalikan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dengan produktivitas tinggi. Ahli strategi Michael Porter menyatakan bahwa MSDM (manajemen sumberdaya
manusia)
merupakan
syarat
untuk
mencapai
keunggulan
kompetitif,
sumberdaya manusia yang bermutu tinggi mendorong organisasi berkompetisi atas dasar kepekaan terhadap pasar (market), inovasi teknologi, mutu produk dan service (pelayanan), serta diferensiasi produk. Tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam mengadopsi strategi manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berketerlibatan tinggi , seperti seleksi yang ketat, partisipasi yang tinggi, pelatihan yang diperluas, kompensasi dan luasnya desain pekerjaan berpengaruh positif terhadap kinerjanya. Sedangkan strategi manajemen Sumberdaya Manusia (SDM) yang masih tradisional ditandai dengan rendahnya partisipasi pekerja, pelatihan terbatas dan pekerjaan yang sangat terspesialisasi (Bae dan Lawler, 2000). C. Teori Ekonomi Sumberdaya Alam Pearce dan Turner, 1994, menyatakan bahwa pembangunan ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya alam (SDA) harus memperhatikan batasan-batasan sebagai berikut : (1) selalu menggunakan SDA yang dapat pulih kembali ( renewable resources) sedemikian rupa sehingga tingkat pemanfaatannya tidak lebih besar dari tingkat regenerasinya, dan (2) selalu menjaga agar limbah yang dihasilkan dan dialirkan ke
96 lingkungan pada tingkat yang sama atau dibawah dari kapasitas asimilatif lingkungan. Khusus untuk SDA yang tidak dapat pulih (exhaustable resources), perlu ditambahkan bahwa : (1) pengurangan stok atau ketersediaan sumberdaya alam karena deplesi harus dikompensasi dengan meningkatnya sumberdaya yang dapat pulih kembali, dan (2) pengurangan
stok
sumberdaya
alam
(SDA)
harus
dapat
menjamin
peningkatan
kesejahteraan dan standard hidup masyarakat. Bila tidak akan terjadi sebaliknya, yaitu : ketika stok SDA dideplesi dengan memaksimalkan nilai kini bersih ( net present value), maka fungsi SDA dan lingkungan sebagai jasa pendukung kehidupan akan hilang. Prinsip sustainable (kebelanjutan) adalah dasar pengelolaan sumberdaya alam (SDA). Banyak literatur yang menanyakan peran analisa ekonomi dan lingkungan, karena tidak yakin bahwa ilmu ekonmi sampai pada terminologi kondisi ekologi untuk keberlanjutan. Definisi tentang keselarasan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable), maka perlu dikemukakan pendapat dari WECD ( World Commision on Environment and Development), yaitu : bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengobankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Menurut Glover dan Jessup, (1999), bahwa setiap pembangunan ekonomi yang mengabaikan dampak lingkungan dapat dipastikan tidak akan berkelanjutan. Kerusakan lingkungan akan menyebabkan berbagai gangguan terhadap kesehatan manusia dan menurunnya tingkat produktivitas tenaga kerja serta kerugian lain seperti menurunnya produksi, rusaknya keanekaragaman hayati, dan sebagainya. Sebagai contoh dengan adanya kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia (Sumatera dan Kalimantan) pada tahun 1997 telah menyebabkan kerugian berupa gangguan kesehatan dan produktivitas kerja di Indeonesia, Malaysia dan Singapura sebesar 924 juta US dolar, produksi langsung ekosistem hutan sebesar 705 juta US dolar, kayu sebesar 494 juta US dolar, pertanian sebesar 470 US dolar, emisi karbon 272 juta US dolar, pariwisata sebesar 59 juta US dolar dan penerbangan sebesar 7,5 juta US dolar. Menurut
Irham
(2001),
bahwa
jika
dinilai
secara
tepat,
investasi
tanpa
memperhatikan peran SDA dan lingkungan seringkali diperoleh hasil dengan tingkat
97 pengembalian ekonomi (Economic Rate of Return) yang tidak sebanding dengan yang diperoleh dari investasi modal konvensional. Sebagai contoh Revolusi Hijau, dimana meskipun telah berhasil meningkatkan produktivitas dan produksi pertanian secara nyata dan spektakuler, tetapi biaya yang harus dibayar negara atas program ini juga sangat besar, baik langsung maupun tidak langsung, seperti : musnahnya keanekaragaman sumberdaya hayati, hilangnya institusi lokal, menurunnya kualitas tanah, pindahnya sumberdaya genetik ke luar negeri, menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan, kesejahteraan petani yang tidak membaik, serta hilangnya kemandirian petani dan negara. Hal ini dapat dilihat dari ketergantungan Indonesia terhadap industri pertanian dunia, mulai dari pengadaan benih, pupuk, pestisida, sampai kepada mesin-mesin pertanian bahkan komoditas yang bisa kita produksi sendiripun harus menimport dari negara lain. Untuk itu dalam upaya mempertahankan stok SDA sepanjang waktu merupakan suatau keniscayaan. Menurut Markandya et al (2002), dalam rangka mempertahankan Sumberdaya Alam (SDA) tersebut perlu ditekankan betapa pentingnya mengoptimalkan efisiensi penggunaan Sumberdaya Alam (SDA) tidak dapat pulih (unrenewable) dengan memperhatikan substitusinya, yaitu SDA dapat pulih. Terkait dengan hal tersebut ada suatu Model Hartwick Rule yang menekankan bahwa jika tujuan pemanfaatan SDA adalah untuk mencapai konsumsi perkapita yang tetap tinggi maka masyarakat harus melakukan investasi pada modal buatan (Man-Made capital/MMC) sejumlah sama dengan rent yang diperoleh dari deplesi SDA (Investing Resource Rents for Sustainability/IRRS). Dalam persamaan sebagai berikut : Man-Made Capital (MMC) = Investing Resource Rents for Sustainability (IRRS) Terdapat berbagai jenis sumberdaya atau modal yang memberikan kontribusi bagi kesejahteraan manusia, seperti : modal buatan (man-made capital/MMC), modal manusia (human capital). Modal sosial (social capital) dan modal alam (natural capita). Atas dasar hubungan substitusi antar jenis sumberdaya tersebut, Rennings dan Wiggering (1977) membagi sustainabilitas menjadi 2 kategori, yaitu sustainabilitas kuat dan lemah. Sustainabilitas lemah (Weak Sustainability) adalah sebagai upaya menjaga nilai stok modal agregat pada jumlah yang sama mengingat keempat jenis stok modal tersebut dapat saling
98 mensubstitusi. Sehingga deplesi to SDA dapat dikompensasi oleh investasi jenis modal yang lain, (misalnya modal buatan ) dengan nilai yang sama atau lebih besar.
3.1.3.Teori yang diperlukan untuk menjawab apa saja kearifan lokal yang dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga nelayan payang agar dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan diSelat Madura. A. Teori Perilaku Produsen Pada “Konsep Teori Ekonomi Produksi” menurut Budiono (1982) adalah bahwa produsen harus memutuskan dua hal, yaitu : (1) berapa output yang harus diproduksi, dan (2) berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor produksi dipergunakan. Semuanya diputuskan dengan menganggap bahwa produsen selalu berusaha mencapai keuntungan maksimal. Asumsi dasar lainnya adalah bahwa produsen beroperasi dalam pasar persaingan sempurna, dalam pasar persaingan tidak sempurna dan pasar monopoli, ada satu keputusan lagi yang harus diambil produsen, yaitu menentukan harga outputnya. Dalam pasar persaingan sempurna harga output (dan input) ditentukan oleh pasar. Produsen tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi pasar. Pada setiap proses produksi mempunyai landasan tekhnis yang dalam teori ekonomi produksi dikatakan sebagai “Fungsi Produksi”, dimana merupakan suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan antara tingkat produksi/output dan tingkat penggunaan faktor produksi/input serta kombinasi input-input yang ada. Produsen dalam teori ini dianggap memiliki suatu fungsi produksi sebagaimana persamaan berikut : Q = f (X1 , X2 , X3 ............................, Xn ) Dimana, - Q
: tingkat output (produksi)
- X1 , X2 , X3 ..........Xn : beberapa faktor produksi (input) yang dipakai Perilaku produsen atau rumahtangga nelayan berbeda dengan komoditi lainnya karena sumberdaya ikan yang bersifat akses terbuka (open acces) dan milik bersama (common property). Sebagai sumberdaya yang open acces maka setiap orang akan dengan bebas masuk kedalam usaha perikanan sejauh mana usaha perikanan tersebut masih
99 menyediakan keuntungan supernormal yang dapat diupayakan. Sebagai sumberdaya yang common property maka batas-batas tanggung jawab setiap orang yang ada dalam usaha perikanan tersebut untuk melakukan pengawasan atau kontrol dalam pengelolaan sumberdaya menjadi kabur. Hal ini disebabkan setiap individu cenderung menunggu dan mengutamakan aksi bersama atau kolektif ( Supanto, S.2001). Dengan adanya sifat sumberdaya tersebut dan juga harus mempertimbangkan keseimbangan bionomik, maka pola fungsi produksi pada kegiatan perikanan mengikuti konsep Sustained Yield Curve. Secara grafik penurunan fungsi produksi untuk perikanan laut sebagaimana gambar dibawah ini. Dalam gambar tersebut terdiri atas 5 hal, yaitu : (1) Menunjukkan kurve pertumbuhan ikan, (2) menunjukkan kurve keseimbangan populasi ikan (3) Kurve pembantu, (4) menunjukkan kurve Sustained Yield, dan (5) menunjukkan kurve kondisi keseimbangan pada kondisi open access resources. Oleh karena sumberdaya perikanan laut adalah bebas masuk semua orang, dimana pengguna boleh masuk secara tidak terbatas untuk bersaing yang dapat mengantarkan pada kondisi lebih tangkap (over fishing) atau over exploited dan penggunaan sumberdaya yang tidak efisien (Subade dan Nik, 1993). Sehingga nelayan tidak mampu memaksimalkan keuntungannya sesuai dengan usaha penangkapan ikan yang dioperasionalkan nelayan (Panayotou, 1982). Menurut Anderson (1986), hal ini disebabkan nelayan dalam sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka (open acces) akan tetap bertahan selama biaya rata-ratanya sama dengan pendapatan rata-rata. Secara industri hal ini berarti bahwa keseimbangan akses terbuka dicapai dimana biaya total sama dengan penerimaan total. Perilaku industri seperti ini tidak berarti bahwa nelayan secara individu tidak ada yang mengalami keuntungan.
100
TR TC
TC P= TR TR
P= (5)
E E1 Growth
Q (Catch)
Growth Curve
Ex
Sustained Yield Curve (4)
(1)
E
E
E
E
(3) (2) Population Equilibrium Curve
Population
Gambar 9. Penurunan Kurva Hasil Tangkapan Lestari (Anderson, 1977).
101 Secara
individu,
setiap
nelayan
yang
terlibat
dalam
industri
berusaha
memaksimalkan keuntungan. Namun karena adanya kompetisi yang ketat akibat berlakunya open acces, maka ada sebagian nelayan yang tidak meraih keuntungan super-normal. Hal ini berakibat seolah-olah nelayan tidak memaksimalkan pendapatan. Perilaku nelayan dalam industri, atau sebagai kolektif seolah-olah bertentangan dengan perilaku memaksimalkan keuntungan dari produsen yang umumnya dijelaskan oleh teori ekonomi mikro, bahwa produsen berusaha untuk menyamakan marginal revenue dan marginal cost.
Sehingga
pendugaan produksi perikanan yang diintroduksikan adalah dalam bentuk jangka panjang dengan mengikuti
Bioeconomic Schaefer Model. Modelnya mengasumsikan bahwa
pertumbuhan ikan adalah fungsi dari populasinya dengan pertumbuhan logistik. Dengan mengikuti model Cark (1985), model penurunan Fungsi Produksi Perikanan adalah sebagai berikut : Pertumbuhan Alami Ikan : PAIxt = LPI Xt (1-Xt/k) Dimana : PAIxt
= Pertumbuhan Alami Ikan
LPI
= Laju Pertumbuhan Ikan Hidup
Xt
= Populasi Biomass Ikan
k
= Kapasitas Pembawaan Lingkungan (Enviromental Carrying Capacity).
Pengaruh usaha penangkapan adalah sebagai berikut : Produksi Agregat Ikan : PIt = q.Ut. Xt Dimana : PIt
= Produksi Agregat Ikan dari Usaha Penangkapan
q
= Koefisien Teknologi Usaha Penangkapan
Ut
= Usaha Penangkapan
Dalam keseimbangan bionomik, maka laju pertumbuhan adalah sama dengan laju penangkapan, dan hasilnya adalah sebagai berikut : Xt = k – (qk/r) Ut Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, diperoleh : PIt = (qk) Ut – (q2 k/r) Ut2
102 Jika (qk) = lamda 1 dan (q2 k/r) = lambda 2, maka PIt = lambda1 Et – lambda 2 Et2 Atau
PIt = f (Ut)
Untuk menjaga keseimbangan biologis ikan, maka usaha penangkapan ikan adalah menangkap surplus pertumbuhan ikan bukan menangkap populasi ikan. Dengan demikian tujuan penagkapan ikan adalah memaksimalkan pendapatan jangka panjang dengan tetap mempertahankan hasil maksimum lestari (MSY : Maximum Sustainable Yield) dari sumberdaya perikanan ( Schaefer 1954 ; O’Rourke, 1971).
B. Teori Sumberdaya Ikan Menurut Fauzi, A (2001) bahwa sumber daya ikan (SDI) merupakan salah satu komoditi yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Pada beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Peru, Filipina dan Malaysia, produksi perikanan selain untuk konsumsi pemenuhan protein hewani, juga sebagai sumber pendapatan negara atau devisa berupa eksport produk perikanan. Pada banyak negara maju seperti Norwegia, Kanada, Islandia dan Jepang, perikanan merupakan salah satu andalan, dimana perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan kotor negara atau “Gross Domestic Product”. Disamping itu juga sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, sumber pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, sumberdaya ikan juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai seremonial yang tinggi, seperti ikan bandeng yang cukup besar konsumsinya pada saat “hari raya”, sedangkan di negara Kanada ikan salmon digunakan untuk upacara khusus mereka. Perikanan sebagaimana sektor ekonomi lainnya, merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable), pengelolaan sumberdaya ini memerlukan pendekatan yang bersifat komprehensif. Pada saat pertama, pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan pada faktor “biologis” saja, yang biasa disebut
sebagai “Maximum Sustainable Yield” (MSY) atau
penangkapan ikan maksimum lestari. Pendekatan ini pada intinya adalah bahwa setiap
103 spesies ikan mempunyai kemampuan untuk berproduksi melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga bila surplus tersebut ditangkap, maka sumberdaya ikan akan mampu bertahan
secara
berkelanjutan
(sustainable).
Selanjutnya
pendekatan
pengelolaan
sumberdaya ikan dengan konsep “Maximum Sustainable Yield” (MSY) banyak mengalami kritikan dari berbagai pihak karena terlalu sederhana dan tidak memadai. Kritik yang mendasar antara lain adalah konsep pendekatan MSY tidak mempertimbangkan aspek “sosial ekonomi” dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut Conrad dan Clark (1987), berpendapat bahwa beberapa kelemahan konsep MSY sebagai berikut : (a) tidak bersifat stabil, karena perkiraan “stok ikan” yang meleset sedikit saja bisa mengarah kepada pengurasan stok ikan (stock depletion). (b) didasarkan pada “konsep keseimbangan” (steady state) semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi non steady state. (c) tidak memperhitungkan “nilai ekonomis” apabila stok ikan tidak dipanen atau imputed value. (d) mengabaikan “aspek interdependensi” dari sumberdaya dan (e) sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri berbagai ragam jenis atau “multispecies”. 1. Aspek Biologi Kegiatan perikanan terdiri dari sejumlah aktifitas dan ciri berbeda berkaitan dengan jenis ikan dan alat tangkap yang
berbeda. Disana banyak jenis ikan yang dipanen dengan
banyak jenis armada dan alat tangkap. Untuk memudahkan analisis, maka kita perlu membuat asumsi penyederhanaan, bahwa jenis ikan yang ada dianggap satu jenis dan ditangkap dengan satu alat yang sama.. Para ahli biologi ikan menggolong-golongkan jenis ikan menjadi dua kelompok, yaitu : (a) jenis ikan demersal, yaitu ikan-ikan yang tinggal di dasar perairan dengan ruaya terbatas di lokasi tertentu. (b) Jenis ikan pelagis yang ruayanya sangat luas, berpindahpindah dari satu wilayah perikanan tertentu ke wilayah perikanan yang lain. Adanya perbedaan kelompok ikan demersal dan pelagis bukan saja
penting
dipersoalkan karena ada kaitannya dengan alat tangkap yang dapat digunakan, tapi juga berkaitan dengan pertimbangan pemilikan sumberdaya. Untuk menangkap ikan demersal (dasar) dengan ruaya yang sangat terbatas sehingga pengembangan konsep pemilikan
104 perorangan sangat tepat. Hal itu berbeda dengan penangkapan ikan pelagis yang terkadang bergerak dan beruaya jauh, seperti ikan tuna. Disamping itu, ikan adalah sumberdaya yang dapat diperbaharui. Dalam hal ini ada dua konsep penting yang memerlukan perhatian kita, yaitu : (a) Jumlah “Stok atau Populasi Ikan”, baik dalam satuan jumlah ikan atau biomassa secara agregat pada waktu tertentu. (b) “Flow” yaitu perubahan dalam stok pada periode waktu tertentu yang terjadi karena faktor biologis, seperti ikan baru masuk menjadi anggota populasi (recruitment), pertumbuhan anggota populasi, kematian secara alami, dan faktor ekonomi seperti penangkapan/panen ikan. Populasi bertambah karena ada penambahan jumlah ikan baru disamping itu karena adanya pertumbuhan ikan. Namun populasi ikan akan menurun karena kematian alami dan karena proses penangkapan ikan/dipanen. Model ekonomi perikanan pada situasi dan kondisi ini akan menggambarkan empat konsep dasar, yaitu : (1) Dinamika biologi sumberdaya perikanan secara sederhana; (2) Bagaimana dampak panen ikan terhadap populasi sumberdaya; (3) Bagaimana kondisi open access berdampak terhadap panen dan kondisi populasi ikan; dan (4) Bagaimana dengan
panen yang optimal secara sosial-ekonomi sumberdaya dalam
kondisi open access. Kegiatan produksi untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan laut memiliki tiga komponen saling berkaitan, yaitu
: (a) komponen “biologis”, (2) adanya “Kebijakan
Pemanfaatan Sumberdaya”, dan (3) “Sosial-Ekonomi” perikanan. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Komponen biologis menjelaskan dinamika stok
ikan,
komponen pemanfaatan sumberdaya menyajikan dinamika kebijakan melalui pengaturan armada
penangkapan ikan (fishing effort), dan komponen sosial ekonomi menyajikan
dinamika biaya dan keuntungan Juragan pemilik aset dan pendapatan pendega/ABK dalam operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu, satu hal yang harus diperhatikan bahwa ikan bisa punah karena dilakukan penangkapan ikan melampaui batas stok ikan yang tersedia.
105 Komponen biologi menjelaskan aspek dinamika populasi
dan ketersediaan ikan
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan akan menentukan jumlah ikan yang dapat dipanen. Sejauh ini untuk mengevaluasi keberlanjutan dalam eksploitasi perikanan sebagai signal early warning ( Fauzi dan Anna, 2002) didasarkan pada status ketersediaan ikan relatif bagi terlampauinya tingkat eksploitasi dari yang seharusnya. Indikator yang digunakan adalah
hasil pendugaan Maximum Sustainable Yield
(Smith, 1981;
Panayotou, 1982;
Hilborn and Walters, 1992). Adapun komponen sosial ekonomi menggambarkan tingkat keuntungan dan biaya usaha perikanan. Dalam hal ini, harga ikan memegang peranan penting dalam menentukan keuntungan Juragan maupun
pendapatan Anak Buah Kapal (ABK). Sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar , peubah sosial ekonomi, yaitu : keuntungan, surplus konsumen, pendapatan ABK dan
lapangan kerja perikanan berkaitan dengan aspek pengelolaan
sumberdaya perikanan. Disamping itu, komponen pengelolaan menggambarkan hubungan aspek biologi dengan kebijakan jumlah armada dan fishing effort yang dapat diijinkan, sehingga berpengaruh secara langsung terhadap lapangan kerja perikanan dan stok ikan. Mengingat terbatasnya data, dalam perumusan model menggunakan pendekatan Biomass Dynamic Model (BDM) dari Schaefer. Schaefer (1954) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu populasi organisme hidup dalam kondisi lingkungan konstan, dimana persediaan makanan terbatas, dapat digunakan untuk menjelaskan pertumbuhan stok ikan. Ia menggunakan persamaan logistik Pearl (3.1) sebagai berikut : dP/dt
= ki .P. (L – P)
....................... (3.1)
dimana : P
= stok dalam pertumbuhan
L
= populasi maksimum sesuai dengan daya dukung lingkungan
ki
= konstante
Verhulst-
106 Persamaan logistik
(3.1)
menghasilkan kurva
kenaikan populasi secara alami
dalam bentuk parabolik dengan kecepatan tumbuh sebesar nol pada tingkat populasi maksimum sebesar L/2 (titik A) yang
ditunjukkan Gambar berikut. Pada Gambar dibawah
ini, garis horisontal menunjukkan ukuran populasi, sedangkan garis vertikal menunjukkan pertumbuhan stok ikan periode tertentu. Secara alami pertumbuhan stok ikan cenderung mengarah ke L. Adapun pertumbuhan stok ikan (ΔX) adalah sama dengan pertumbuhan alami (I), tambahan baru (recruitment, R) dikurangi kematian ikan (M), ditunjukkan persamaan (3.2) .
ΔX
= I + R - M
dP/dt (berat)
..............................................(3.2) !A ! ! ! ! ! ! ! ! ! L/2
Kurva pertumbuhan populasi
L P (populasi)
Gambar 10. Kurva Pertumbuhan Ikan dalam Keseimbangan untuk Lingkungan Konstan (Anderson, 1986)
2. Density-Dependent Process Pada kondisi alami pertumbuhan stok atau biomassa ikan cenderung ke tingkat nol, dimana kenaikan biomassa akibat tambahan individu baru (R) dan pertumbuhan ikan (I) adalah sama dengan jumlah ikan yang mati (M). Oleh karena itu, stok ikan di suatu wilayah akan terkendali secara alami melalui interaksi antara faktor lingkungan dan
karateristik
pertumbuhan ikan itu sendiri. Stok ikan cenderung stabil. Pada kondisi lingkungan tertentu, untuk setiap tingkat ukuran stok ikan tertentu akan tumbuh tertentu sesuai ukuran besarnya stok yang ada. Kecenderungan tersebut kemudian dikenal sebagai fenomena : “density – dependent process”.
107 Sementara itu, perubahan kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap daya dukung (carrying capacity) sumberdaya dan stok ikan. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap berbagai parameter biologis, seperti
tambahan individu baru (recruitment),
pertumbuhan individu ikan dan mortalitasnya. Dalam hal ini, kecepatan tumbuh, mortalitas alami dan tambahan individu baru dianggap konstan. Kombinasi
pertambahan “biomassa” sebagai akibat tambahan individu baru dan
pertumbuhan individu ikan merupakan output karena faktor input lingkungan. Oleh karenanya
kombinasi tersebut dapat dinyatakan
dalam satu istilah, yaitu
“produksi”.
Dengan dasar persamaan (3.1) jika produksi lebih besar dari “mortalitas”, maka stok ikan akan tumbuh, namun jika lebih kecil dari “mortalitasnya”, maka stok ikan akan menurun.
3. Surplus Produksi dan Fishing Effort Pada kondisi tanpa penangkapan ikan, perbedaan antara produksi dan mortalitas tersebut dinyatakan dalam istilah yang disebut :
“surplus produksi”. Pada tingkat
ketersediaan ikan maksimum, dimana tambahan biomassa sebagai akibat dari tambahan individu baru dan pertumbuhan individu ikan hanya cukup untuk mengganti pengurangan biomassa ikan karena kematian ikan (mortalitas), maka “surplus produksi” sebesar nol. Pertumbuhan biomassa ikan pada periode waktu tertentu F(X) juga dapat dilihat sebagai fungsi produksi perikanan secara biologis. Dengan dasar ukuran stok ikan tertentu, X, kenaikan biomassa per satuan waktu ditentukan oleh besarnya stok. Oleh karena itu persamaan (2.2) dapat juga dinyatakan sebagai fungsi produksi perikanan yang dapat ditulis sebagaimana persamaan (3.3).
dX/dt = F(X) = I + R - M
........................
(3.3)
Menurut Graham (1935) hubungan antara tingkat pertumbuhan stok (biomassa) ikan pada periode waktu tertentu, perbedaan antara ukuran stok (dalam berat) dan carrying
108 capacity
adalah berbentuk parabol (Hilborn and Walters, 1992) yang dinyatakan
sebagaimana persamaan (3.4).
dX/dt = F(X) = r X (1 – X/K)
..........................
(3.4)
dimana : K = carrying capacity, r = tingkat pertumbuhan intrinsik individu ikan. Dengan dasar persamaan logistik (3.1), Schaefer
mengasumsikan bahwa
pertumbuhan stok ikan mengikuti persamaan (3.5).
K X(t)
= -------------
...............................................
(3.5)
(1 + C e –rt )
dimana : C = (K - Xo)/Xo, Xo adalah ketersediaan ikan pada tahun ke to (awal tahun) dan X(t) = ketersediaan ikan pada tahun ke t. Hubungan antara disajikan
pertumbuhan dan
pada Gambar dibawah ini .
ketersediaan
ikan
Mortalilitas ikan juga
untuk periode waktu
terjadi
karena kegiatan
penangkapan. Mortalitas akibat penangkapan ikan bersifat relatif terhadap besarnya stok ikan dan fishing effort. Oleh karena itu, pada ukuran besarnya stok tertentu, fishing effort yang semakin tinggi, maka hasil tangkapan juga akan semakin besar. Semakin besar populasi ikan, maka semakin besar hasil tangkapan. Pengertian fishing effort secara sederhana mewakili berbagai peubah biologis, yaitu pertumbuhan, mortalitas dan tambahan individu ikan baru ke dalam satu istilah, yaitu : “hasil tangkap”. Dengan demikian fishing effort
merupakan gambaran tentang jumlah armada
penangkapan ikan mencakup daya tangkap alat, lama operasi melaut, dan keterampilan Anak Buah Kapal (ABK) (Anderson, 1986). Secara ekonomi, fishing effort
mewakili
keterampilan ABK dan modal (kapal dan alat tangkap) yang digunakan. Menurut Anderson
109 (1986) pengertian
fishing effort
merupakan konsep yang kompleks tergantung pada
karakteristik biologi ikan dan cakupan ekonomi. Kenaikan fishing effort dapat berarti peningkatan jumlah jam atau hari kerja melaut atau daya tangkap karena perbaikan teknologi alat yang digunakan. Oleh karena itu, fungsi penangkapan ikan dinyatakan menurut persamaan (3.6).
(dX/dt) Pertumbuhan dX/dt = rX. (1 – X/K)
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Ketersediaan Ikan
(X) ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Waktu (t)
! Xt = K/ (1 – C e –rt) ! dimana : C = (K – Xo)/Xo
Gambar 11. Hubungan Biologis antara Pertumbuhan, Ketersediaan Ikan dan Waktu (Anderson, 1986) Y = y(E,X) = q. X. E
......................
dimana : Y
= hasil tangkapan dalam satuan biomassa
E
= fishing effort
X
= ketersediaan ikan
q
= daya tangkap (catchability coefficient)
(3.6)
110
Hubungan fungsional (3.6) mengasumsikan bahwa daya tangkap (q) dan kondisi biologis (X) adalah konstan. Dengan dasar persamaan (3.6), maka catch per unit effort (CPUE, Y/E) adalah proporsional terhadap kepadatan stok ikan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (3.7).
Y/E
= q.X
.........................................................
(3.7)
Dengan demikian, pertumbuhan stok ikan dengan memasukkan mortalitas karena penangkapan ikan, menurut Schaefer (1954) (Hilborn and Walters, 1992), akan diperoleh persamaan (3.8). dX/dt = F(X) – y(E,X)
....................................
(3.8)
C. Teori Kelestarian Ikan 1. Hasil Penangkapan Berkelanjutan (Maximum Sustainable Yield, MSY) Dengan dasar persamaan (3.8) dapat diperoleh gambaran bahwa jika tingkat eksploitasi penangkapan ikan, y(E,X), lebih kecil dari tingkat kenaikan stok secara alami, F(X), maka stok ikan masih akan meningkat. Keseimbangan dapat dicapai, jika
tingkat
eksploitasi penagkapan ikan tepat sama dengan tingkat pertumbuhan stok ikan secara alami. Keadaan stok dalam keseimbangan disebut “hasil penangkapan berkelanjutan ”, yaitu memenuhi persamaan (3.9).
dX/dt = F(X) - y(E,X) = 0 ........................................
(3.9)
Atau mengacu persamaan (3.4) diperoleh persamaan (3.10).
r.X (1 – X/K) - q.E.X
= 0 ........................................
(3.10)
Nilai X diperoleh sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (3.11).
X
= K.(1 - q.X/r)
.......................................
(3.11)
111
Jika persamaan (3.11) disubstitusikan
ke dalam persamaan
(3.6), maka akan
diperoleh persamaan (3.12). Y
= q.E.K (1 – q.E/r)
Y
= (qK)E – (q2.K/r) E2
.....................................
(3.12)
Secara lebih sederhana, persamaan (3.12) dapat ditulis pada persamaan (3.13).
Y
= a.E - b.E2
................................................
(3.13)
dimana : a
= q.K
b
= q2.K/r
Oleh karena itu,
fungsi penangkapan ikan
memiliki bentuk yang serupa dengan
secara berkelanjutan (sustainable)
kurva pertumbuhan-stok ikan, yaitu berbentuk
parabolik. Persamaan (3.13) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan CPUE(Catch Per Unit Effort,Y/E) (3.14).
Y/E
= a – b.E
...................................................
(3.14)
Fox (1970) memodifikasi model dengan asumsi hubungan stok ikan dan produksi mengikuti “Gompertz growth”, model Schaefer dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (3.15).
dX/dt = r.X - r/K. X2 - q.X.E
.....................
(3.15)
Dengan dasar “Gompertz growth”, modifikasi model Schaefer yang bersifat linier, selanjutnya dipersoleh persamaan fungsi logaritmik (3.16).
ln (Y/E)
= a - b.E
...........................
(3.16)
112
Mengingat
hasil tangkap bervariasi tergantung pada
jumlah
fishing effort,
sehingga akan diperoleh tingkat keseimbangan besarnya populasi ikan pada setiap tingkat fishing effort. Dengan dasar persamaan hasil tangkapan dan CPUE ( 3.13 dan 3.14) dari data hasil tangkapan (catch) pada periode waktu tertentu (time series), hasil tangkapan maksimum dapat diperoleh, dimana keseimbangan penangkapan ikan tertinggi dapat diraih tanpa mengurangi besarnya ketersediaan (stok)
ikan
yang ada. Tingkat pemanfaatan
maksimum tersebut selanjutnya dikenal sebagai titik Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 12. Dengan dasar fungsi produksi tersebut, maka eksploitasi penangkapan ikan di suatu perairan tertentu menurut Panayotou (1982) dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu : 1. Tingkat eksploitasi sebelum puncak produksi, yang selanjutnya disebut : “under-exploited”, dan 2. Tingkat eksploitasi sesudah puncak produksi, yang selanjutnya disebut : “over-exploited”. Dalam keadaan “under-exploited” , pembangunan perikanan dapat ditempuh melalui strategi penambahan fishing effort , namun ketika keadaan berada pada katagori “over-exploited” perlu ditempuh strategi perbaikan pemanfaatan usaha penangkapan ikan untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan. Pengertian maksimum
tergantung pada tujuan yang akan dicapai. Jika tujuannya untuk mencapai
tingkat panen ikan secara maksimum, maka tingkat eksploitasi tersebut merupakan hasil penangkapan ikan (panen) maksimum berkelanjutan menurut kriteria ekologis (Panayotou, 1982). 2. Estimasi Panen dan Effort Maksimum Dengan memasukkan peubah lingkungan, menurut O`Rourke (1971) fungsi panen ikan dapat dinyatakan pula pada persamaan (3.17).
Y/E dimana :
= b0 + b1E + b2 F + b3 T
……………………
(3.17)
113
T
Y
= jumlah ikan yang didaratkan
E
= jumlah fishing effort
F
= suhu lingkungan
= peubah trend
Y Produksi (Ton)
!MSY ! ! ! “under exploited”! “over exploited” ! ! ! ! ! ! E Fishing Effort
Gambar 12. Hubungan Produksi (Y) dan Pertambahan Fishing Effort (E) Dengan asumsi pada periode tertentu suhu konstan, maka fungsi panen ikan (3.15) dapat ditulis sebagaimana yang dinyatakan oleh Schaefer (1954) pada persamaan (3.18), yaitu : Y/E
= a - b1 E
................................
(3.18)
dimana : a
= b0
+ b2 F + b3 T
Atas dasar persamaan (3.12) dapat diestimasi jumlah fishing effort optimum untuk menghasilkan panen ikan maksimum dengan cara membuat turunan pertamanya, sehingga diperoleh :
E maksimum
= a/2b
Y maksimum = MSY = a2/ 4b
……………………
(3.19)
114 Dengan dasar persamaan (3.13 dan 3.14) jumlah armada atau fishing effort (E) yang dibutuhkan untuk berbagai tingkat produksi
secara matematis dapat diestimasi dengan
dasar persamaan (3.20) berikut (O`Rourke, 1971). Y
= a.E - b. E2
E2 – a/b (E)
= -Y/b
(E - a/2b)2
= ( - a/ 2b)2 - Y / b
(E - a/2b)
= [(a2 - 4 b.Y)/ 4 b2] ½
E
= [ a + ( a2 - 4 b.Y) ½ ] / 2b …………...
(3.20)
Dengan menggunakan “Model Schaefer”, dapat diestimasi tingkat MSY dan Effort Maximum yang boleh diijinkan. Dalam perikanan multi alat tangkap terdapat “heterogenitas” tipe alat tangkap yang digunakan. Ukuran kapal, kekuatan mesin kapal, peralatan lain, seperti alat bantu untuk mengumpulkan ikan juga menunjukkan adanya “heterogenitas”. Kombinasi faktor ukuran kapal tersebut dalam kegiatan penangkapan ikan akan berdampak beda pada ketersediaan dan hasil penangkapan. Oleh karena itu diperlukan pembakuan upaya
penangkapan (fishing effort) yang mengkaitkan efektifitas penangkapan relatif
(relative fishing power). Dalam suatu penelitan untuk perumusan kebijakan dapat digunakan salah satu jenis alat tangkap baku. Untuk merumuskan kebijakan pengelolaan perikanan pelagis “multi spesies” dan multi alat tangkap, dapat digunakan rata-rata Catch Per Unit Effort (CPUE) purse seine sebagai ukuran baku untuk mengukur efektifitas penangkapan relatif (relative fishing power). Transformasi effort menggunakan dasar perhitungan data total effort alat tangkap purse seine (pu),
dan alat tangkap lain seperti pancing (pc), gill net (gn) dan
payang (pa). Unit effort dalam “day fishing” atau frekuensi melaut (FQM) dari satu unit armada penangkapan dengan alat tangkap tertentu dalam setahun, kemudian dijadikan dalam satuan “boat-days”, yaitu dengan cara mengalikan jumlah armada penangkapan tertentu dengan “fishing days” selama setahun.
115 Untuk membuat satuan unit effort yang uniform dan standard (baku), maka semua armada penangkapan dengan
alat tangkap tertentu masing-masing ditransformasi ke
dalam satuan baku “one boat day” dari purse seine, karena pertimbangan : (1) respon ketersediaan terhadap
purse seine akan menentukan
status sumberdaya,
yang akan
berdampak terhadap status perikanan payang atau gill net maupun pancing, apakah terjadi over fishing atau belum, (2) hasil tangkap purse seine mendominasi total effort dan total hasil tangkap ikan di suatu wilayah perairan, dan (3) daerah penangkapan purse seine meliputi
atau berhubungan dengan
daerah penangkapan alat tangkap payang, gill-net
maupun pancing. Langkah awal adalah armada dengan alat tangkap payang, gill net dan pancing ditransfer ke purse seine. Jika koeffisien transformasi telah didapat, selanjutnya dilakukan estimasi dan analisis
persamaan Catch Per Unit Effort baku purse seine.
Konstante
transformasi untuk alat angkap payang (γ), gill net (δ) dan pancing (ε) ke alat tangkap purse seine menggunakan pendekatan model Schaefer (1954) pada persamaan (3.21). Q/E
= α - β E atau
Q
= α E - β E2
…………………………………
(3.21)
dimana : E
= fishing effort
Q
= total hasil tangkap ikan yang didaratkan di suatu wilayah perikanan
Mengingat kondisi perikanan tangkap di Indonesia adalah banyak jenis, maka dengan dasar model Schaefer tersebut, estimasi
indeks transformasi multi alat tangkap untuk
masing-masing armada penangkapan ikan tertentu
ke dalam alat tangkap standard,
misalnya purse seine yang dilakukan dengan dasar persamaan (3.22). Cpgc =
α - β [ Epu +Epa/γ+Egn/δ+Epa/ε]
[ Epu + Epa/γ + Egn/δ + Epc/ε] …………
(3.22)
116 dimana : Cpgc
= total hasil tangkap dari purse seine dan payang/gillnet/pancing dalam ton/tahun = total effort dari purse seine (boat days) = total effort dari payang (boat days) = total effort dari gill-net (boat days) = total effort dari pancing dan lainnya (boat days) = koefisien tranfer dari payang ke purse seine = koefisien tranfer dari gill-net ke purse seine = koefisien transfer dari pancing dan alat lainnya ke purse seine α dan β = konstante dari model
Epu Epa Egn Epc γ δ ε
Persamaan (3.22) dihitung menggunakan regresi linier ganda.
Koefisien (indeks
konversi) transfer dari alat tangkap tertentu seperti payang, gill-net dan pancing masingmasing ke purse seine, berturut-turut diestimasi menggunakan rumus sebagai berikut : γ
= α/ β1, β1 adalah slope regresi dengan alat tangkap payang
δ
= α/β2, β2 adalah slope regresi dengan alat tangkap gill net
ε
= α/β3, β3 adalah slope regresi dengan alat tangkap pancing
α
= intercept masing-masing persamaan regresi yang dihasilkan alat tangkap payang, gill-net dan pancing/alat lainnya
Jika
data parameter populasi ikan kurang mencukupi, maka dinamika populasi
ketersediaan ikan disajikan melalui model surplus produksi. Hubungan fungsional
untuk
menyajikan dinamika ketersediaan ikan dalam merespon dinamika effort, dengan asumsi “equilibrium
state” digunakan model
penangkapan ikan, mengacu
Schaefer (1957). Secara umum fungsi produksi
kerangka pemikiran O`Rourke (1971) pada persamaan
berikut.
Y/E = β0 + β1E +β2 F + β3T + e dimana : Y
= total hasil tangkap ikan yang didaratkan per tahun (ton)
E
= jumlah effort baku
Y/E
= Catch Per Unit Effort (CPUE)
F
= suhu perairan
117 T
= peubah trend
e
= error term
β0
= intercept, β1, β2 dan β3 = koefisien regresi.
Peubah trend menampung berbagai perubahan ketenaga kerjaan dan kapasitas kapal (kapital) . Jika diasumsikan dalam periode estimasi cadangan ikan ini, faktor suhu dan trend adalah tetap, maka fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagaimana model Schaefer (1954) berikut : Y/E
=
α – β1E atau persamaan kuadratik Y = α E - β1 E2
=
β0 + β2F + β3T
dimana : α
Tingkat produksi (Y) maksimum yang dapat dihasilkan adalah berupa titik Maximum Sustainable Yield (MSY). Sedangkan koefisien β1 bertanda negatif sebagai konsekuensi dari hukum pertumbuhan populasi
dari organisme hidup yang memiliki
keterbatasan, yaitu
tergantung pada besarnya cadangan makanan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan. Ketika eksploitasi penangkapan ikan dilakukan, maka
kematian
mempengaruhi besarnya cadangan ikan, disamping berlangsung ditentukan olah
yang akan
secara alami, juga
jumlah armada penangkapan ikan yang dioperasikan. Semakin banyak
armada yang dioperasikan yang berarti semakin tinggi fishing effort (E), maka Y/E (CPUE) akan semakin menurun. Untuk menduga catch
maksimum (MSY) pada kondisi ketersediaan dalam
keseimbangan (equilibrium state) diperoleh dengan membuat turunan pertama , yaitu Q / E = 0, yaitu :
Emax
= ½ (α/β1)
Hasil tangkap maksimum (MSY) dapat diduga dengan Ye, yaitu : Ymax
= ¼ (α2/β1)
118 D. Aspek Ekonomi Pendapatan nelayan berkaitan dengan
besarnya penerimaan dan biaya-biaya.
“Model Ekonomi Perikanan” yang sederhana pertama kali diperkenalkan oleh Gordon, dimana biaya total (TC) dan penerimaan total (TR) perikanan dinyatakan sebagai fungsi dari fishing effort . Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap termasuk seluruh biaya yang diperlukan sebelum biaya langsung yang dikeluarkan untuk tambahan fishing effort. Sedangkan biaya tidak tetap
diperlukan secara langsung untuk operasi
penangkapan ikan melaut, seperti bahan bakar minyak (BBM), umpan, makanan dan ABK. Menurut pendekatan tersebut, jumlah fishing effort tidak mempengaruhi harga-harga faktor produksi. Dengan dasar asumsi tersebut, maka
biaya per
fishing effort
dianggap
tetap/constant (C). Oleh karena itu hubungan antara biaya total (TC) dan fishing effort adalah “linier” (Anderson, 1986). Atas dasar pendekatan fishing effort, secara matematis
besarnya
biaya
keseluruhan usaha penangkapan (TC), biaya marjinal (MC) dan biaya rata-rata (AC) dapat ditulis sebagai persamaan (3.23) – (2.24) berikut : TC
= c.E = c. [ a + ( a2 - 4 bY) ½ ] / 2b
MC
= ∂TC/∂E = c
AC
= TC/E
= c
AC
= MC
= c
……......………
(3.23)
……………........………
(3.24)
Untuk menghindari kerancuan, formulasi TC dan AC dengan pendekatan fishing effort sebagaimana model yang digunakan oleh Gordon-Schaefer perlu dikonversi ke dalam pendekatan biaya yang lazim, yaitu atas dasar hasil tangkap. Pendekatan hasil tangkap untuk pertama kali digunakan oleh Copes (1970). Model Copes
tersebut, selanjutnya
dekenal sebagai “backward bending supply model” (Anderson, 1986). Harga ikan dapat dinyatakan tetap atau berubah. Namun karena faktor cuaca dan lingkungan yang tidak bisa dikendalikan, maka harga ikan diasumsikan sebagai peubah
119 eksogen dengan nilai tertentu dan tetap. Dengan dasar asumsi tersebut, maka setiap bentuk pengaturan perikanan hanya akan berpengaruh terhadap produksi. Dengan asumsi kondisi sumberdaya perikanan dalam keadaan mantap (steady state), maka secara ekonomi, kurva hasil tangkapan berkelanjutan dianggap sebagai fungsi produksi jangka panjang. Ini berarti untuk setiap tingkatan
fishing effort tertentu, produksi ikan dianggap
berbasis pada penangkapan ikan berkelanjutan (sustainable) (Anderson, 1986). Dengan dasar asumsi harga ikan tertentu, maka fungsi penerimaan total (TR), penerimaan marjinal (MR) dan penerimaan rata-rata (AR) dinyatakan dalam persamaan (3.25) - (3.27). TR
= p.Y = p. (aE - bE2)
MR
= p.(a - 2b E)
……………………
AR
= p.(a - b E)
…………………………………..
…………………………..
Atas dasar persamaan (3.23), maka
(3.25) (3.26) (3.27)
biaya rata-rata (AC) dan biaya marjinal (MC)
atas dasar pendekatan hasil tangkapan ikan adalah sebagaimana persamaan
(3.28) –
(3.29).
AC
= TC/Y = c [ a + ( a2 - 4 bY) ½ ] / 2bY
MC
= dTC/dY = + c / ( a2 - 4 bY) ½
……
…………
(3.28)
(3.29)
Selanjutnya keuntungan naksimum dapat diestimasi, yaitu ketika nilai MR (marginal revenus) = MC.(marginal cost) Atas dasar rumus 3.26 dan 3.29. Dengan dasar persamaan (3.23), (3.25) dan (3.28) - (3.29), maka kurva biaya total (TC), penerimaan total (TR) atas dasar harga ikan (p) tetap, biaya rata-rata (AC) dan biaya marjinal (MC) disajikan pada Gambar 13 dan Gambar 14. Pada Gambar 14. ditunjukkan
120 bahwa : (a) slope
biaya marjinal (MC) adalah melengkung ke atas mendekati
MSY,
sedangkan kurva biaya rata-rata (AC) melengkung ke belakang (backward bending). Pada saat eksploitasi penangkapan ikan di bawah meningkat sejalan dengan kenaikan
fishing effort yang searah dengan kenaikan hasil
tangkapan total. Pada tahap selanjutnya, jika meningkat, sementara
MSY, biaya rata-rata (AC)
produksi ikan menurun
fishing effort meningkat, biaya rata-rata di bawah MSY, sehingga kurva AC
melengkung ke belakang (backward bending). Kurva suplai ikan adalah serupa dengan
kurva biaya rata-rata, yaitu berbentuk
melengkung ke belakang (backward bending). Kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan perlu memperhatikan karakteristik kurva penerimaan total (TR), biaya total (TC), biaya rata-rata (AC), biaya marjinal (MC) dan kurva suplai ikan
dari hasil tangkapan
sumberdaya milik umum tersebut (Smith, 1987).
Rp TR = p.Y TR = p.(aE – bE2) TC = c. E
E
Fishing Effort
Gambar 13. Kurva Penerimaan (TR) dan Biaya (TC) pada Perikanan Open Access Disamping itu, suplai ikan memiliki dua nilai untuk dua tingkat fishing effort yang berbeda (O`Rourke, 1971 dan Anderson, 1986).
121
AC
MC
Biaya (Rp)
Y
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
MSY
Produksi
Gambar 14. Kurva Biaya Rata-Rata (AC) dan Biaya Marjinal (MC) pada Perikanan Open Access
Sebagaimana telah dijelaskan ada dua strategi pembangunan memanfaatkan sumberdaya
perikanan dalam
perikanan secara maksimum berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan pendapatan nelayan, yaitu : (1) Strategi “ekspansi” , yaitu menambah jumlah
ijin armada penangkapan ikan untuk
memanfaatkan sumberdaya perikanan kategori “under-exploited” dan (2) Strategi “pengelolaan atau pengendalian” armada penangkapan ikan untuk katagori sumberdaya perikanan “over-exploted”. Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan dianggap “open-access” dan telah diusahakan secara berlebihan dalam arti biologis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 17. Pada Gambar 17, E3 mewakili tingkat fishing effort pada keseimbangan “open access” dimana jumlah penerimaan menyamai jumlah biaya. Artinya nelayan berada pada tingkatan pendapatan nol atau miskin. E2 mewakili tingkat fishing effort yang memberikan hasil panen maksimum (Maximum Sustainable Yield, MSY). Sedangkan E1 mewakili tingkat fishing effort yang menghasilkan keuntungan maksimum, ketika MC = MR (Maximum Economic Yield, MEY).
122 Pada tingkat keseimbangan “open access” unit penangkapan milik perorangan (rumahtangga nelayan)
hanya cukup menutup biaya-biayanya. Biaya itu meliputi upah
bayangan untuk pendega/ABK. Upah nelayan didasarkan sistem bagi hasil, sehingga besarnya tidak diketahui dengan jelas. Seringkali biaya ini dianggap sama dengan upah yang mungkin diterima (upah opportunitas) nelayan dalam kegiatan curahan kerja terbaik lainnya. Apabila nelayan tidak mempunyai alternatif lain, sebagaimana yang sering terjadi, maka biaya atau upah opportunitas adalah sama dengan “nol”. Dengan dasar pendekatan “Bio-Ekonomi” akan dapat mengestimasi : (1) Tingkat produksi dan effort maksimum pada tingkat MSY. (2) Tingkat keuntungan ekonomi maksimum (MEY) dan effort pada tingkat keuntungan maksimum. Dengan mempertimbangkan
kedua tingkat eksploitasi tersebut,
selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat
produksi yang boleh ditangkap
(Total Allowble Catch) yang nilainya secara praktis ditetapkan sebesar 80% dari tingkat MSY. (3) Tingkat lapangan kerja maksimum, atau sering disebut sebagai “Maximum Social Yield” (MSocY) yaitu pada tingkat keuntungan nol. E. Panen Ikan Pada Kondisi Open Access Sebagaimana telah dijelaskan dari uraian tersebut diatas, kita dapat meringkaskan dampak panen terhadap stok sepanjang waktu pemanfaatan sumberdaya ikan sebagaimana dinyatakan pada persamaan (3.30).
dX/dt = F(X) – H(t) ……………………………….. (3.30) dimana : F(X)
= pertumbuhan stok ikan
H(t)
= panen ikan pada waktu ke t.
dX/dt
= perubahan stok ikan antar waktu (t).
123 Dengan dasar persamaan (3.30), kita bisa menduga keseimbangan dimana stok ikan tidak berubah, jika tingkat pertumbuhan stok adalah sama dengan tingkat panen ikan. Kondisi demikian disebut steady state bionomic equilibrium, yaitu pada tingkat MSY. Dalam kondisi industri perikanan bersaing sempurna, kurva permintaan ikan yang dihadapi masing-masing perusahaan penagkapan ikan bersifat elastis sempurna, kurva suplai faktor input juga bersifat elastis sempurna, maka fungsi panen industri penagkapan ikan secara agregat dinyatakan pada persamaan (3.31). Diasumsikan juga, fungsi panen H(t) hanya ditentukan oleh dua peubah, yaitu fishing effort E(t) dan stok ikan X(t).
H(t)
= G[ E(t). X(t)].....................................(3.31)
Dengan dasar persamaan (3.31) selanjutnya dapat kita lihat behwa interaksi antara E dan X secara grafis dapat kita susun menurut dua cara, yaitu : (1) Pertama, kita dapat menjelaskan bagaimana panen berubah akibat perubahan fishing effort, stok ikan tetap; (2) Kedua, kita dapat menjelaskan bagaimana panen berubah akibat perubahan stok ikan, fishing effort tetap. Hubungan-hubungan tersebut mengikuti prinsip hukum ekonomi yang lazim, yaiotu law of the deminishing marginal product dari peubah faktor produksi, dimana faktor lain dibuat tetap. Stok ikan pada keadaan tetap dapat diinterpretasikan bahwa populasi ikan dalam kondisi mantap (steady state). Hukum the deminishing marginal product mengindikasikan bahwa marginal product dari fishing effort memiliki slope yang menunjukkan semakin menurun. Artinya penambahan satu unit fishing effort menghasilkan kenaikan satu unit panen yang semakin menurun. Setelah mencapai pada puncak produksi (panen agregat), maka peningkatan fishing effort tidak diikuti oleh peningkatan produksi. Pada titik puncak ini selanjutnya kita sebut tingkat MSY.
124 Jika dapat dimisalkan harga ikan tetap pada Rp. 1,- per Kg, maka kurva penerimaan persis sama dengan kurva produksi (panen) ikan. Ini berarti, jika dietapkan kurva panen (Q) maksimum, maka pada titik yang sama merupakan tingkat penerimaan maksimum (TR maksimum). Pada perikanan open access nelayan akan berlomba memanfaatakan sumberdaya sepanjang masih diperoleh keuntungan positif. Sampai pada tingkat keseimbangan ketika keuntungan sama dengan nol. Untuk menggambarkan hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 15. Pada gambar 15 (a) , tingkat fishing effort pada E’ maka dapat dilihat tingkat keuntungan peusahaan penengkapan ikan sangat berlebih, sehingga dalam kondisi open access akan mendorong terjadinya kenaikan jumlah effort secara berlanjut sampai pada tingkatan keseimbangan bio-ekonomi, yaitu pada tingkat penerimaan total (TR) = biaya total (TC), atau pada tingkat keuntungan nol. Dinamika keuntungan perusahaan penagkapan ikan juga dapat dilihat dengan menggunakan Gambar 15 (b). Pada gambar ini ditunjukkan penerimaan rata-rata (AR) dan mrginal revenue (MR) industri penangkapan ikan dinyatakan sebagai fungsi effort dari penerimaan total ( AR = TR/E; MR = dTR/dE). Dengan dasar hukum kenikan produksi yang semakin menurun, dimana AR dan MR memiliki slope negatif, AR berada diatas MR. Pada perikanan open access akan mencapai keseimbangan pada saat AR = MC. Dengan asumsi biaya per unit usaha konstan = c, maka MC = c (perhatikan persamaan 3.23 dan 3.24). Ini berarti bahwa pada kondisi pemanfaatan sumberdaya open access, maka akan didapatkan selalu MR < MC. Common property equilibrium (CPE)(tingkat keuntungan nol)
dapat juga kita lihat
dalam hubungannya dengan biaya panen rata-rata (AC = H/E) dan biaya panen marginal (MR = dTR/dE). Pada tingkat keseimbangan open access, maka TR = TC, dimana TR = pH ( p = harga ikan; H = panen ikan), sedangkan TC = c E. Jika dibagi dengan H, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
125 p
= c.E/H (c = biaya per unit effort)
Dengan dasar uraian tersebut diatas, maka keseimbangan sumberdaya perikanan open access pada kondisi CPE menunjukkan dua ciri, yaitu : (1) CPE berlangsung pada tingkat TR = TC, dengan implikasi AR = AC dari effort, sehingga MR lebih kecil dari MC dari effort. (2) Keseimbangan CPE secara ekonomi maupun bio-ekonomi adalah tidak efisien. Secara ekonomi disebut tidak efisien, karena efisiensi ekonomi diperoleh jika MR = MC, sedangkan pada kondisi CPE diperoleh MR < MC. Secara bio-ekonomi juga dikatakan tidak efisien karena panen diperoleh setelah MSY, sehingga untuk tingkat produksi yang sama memerlukan jumlah fishing effort yang lebih besar (Gambar 15 c). Dengan demikian “Common Property Equilibrium” (CPE) dalam kondisi open access menunjukkan kondisi tidak efisien, baik secara ekonomi maupun bioekonomi, karena industri penagkapan ikan beroperasi setelah MSY dilampaui, dimana untuk memanen ikan pada jumlah yang sama digunakan jumlah fishing effort yang lebih besar. Dalam hal ini terjadi pemborosan kapital dan penggunaan SDM.
F. Common Property Equilibrium (CPE) Versus Private Property Equilibrium (PPE) Pemanfaatan sumberdaya dengan pendekatan CPE dalam kondisi open access sebagaimana telah diuraikan menunjukkan pemanfaatan yang tidak efisien, baik secara ekonomi maupun bio-ekonomi. Para ahli ekonomi sumberdaya perikanan mempersoalkan bagimana
jika sumberdaya dikelola pada tingkat keuntungan maksimum pada tingkat
private property equilibrium (PPE) .
126
Total penerimaan Dan biaya
TC = c.E B A TR0………………………………………. H
H
TR = p. H.(E)
E0 Effort (E)
E’ (a) Rp Per unit effort
c’ = MC’ = AC’
c = MC = AC AR MR E0 Effort (E)
E’ (b)
Pertumbuhan stok F(X) H0 = G(E0,X) H0 = G(E0,X) 0 H ....................................................................... F(X) 0
X
XMSY
K X0 Biomassa X
(c)
Gambar 15. Keseimbangan “Common Property” Pada kondisi “Open Access”
127 Secara analisa perusahaan perikanan, “keuntungan maksimum” dapat diperoleh jika “penerimaan marginal” atau Marginal Revenue (MR) sama dengan “biaya marginal” atau Marginal Cost (MC), yaitu pada saat selisih antara “penerimaan total” atau Total Revenue (TR) dan “biaya total” atau Total Cost (TC) masing-masing perusahaan perikanan pada kondisi maksimum sebagaimana ditunjukkan pada gambar 15. Perbandingan antara CPE dan PPE pada kondisi “Open Access” sebagaimana dapat dilihat pada gambar 16 adalah sebagai berikut : (1) CPE menunjukkan TR = TC, dimana ARE = ACE; yang berarti untuk tingkat produksi H0 yang sama, pada CPE memerlukan jumlah effort yang lebih banyak dari kondisi PPE; dengan demikian secara “biologi” tidak efisien. Pada kondisi CPE pemanfaatan sumberdaya yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan, stok ikan dilihat sebagai peubah ekternal, sehingga para pengusaha perikanan tangkap (nelayan) dihadapkan pada kondisi “eksternalitas negatif”. (2) PPE menunjukkan TR – TC maksimum, dimana MR = MC untuk tingkat produksi H0 dan dengan jumlah effort yang lebih sedikit, dengan demikian secara “biologi” dan “ekonomi” adalah efisien. Para pengusaha perikanan tangkap (nelayan) dalam pemanfaatan sumberdaya tidak menghadapi “ekternalitas”, sehingga bisa bekerja lebih efisien. Dengan demikian dibawah kondisi pemilikan privat, nilai marginal product (MP) dari effort ditetapkan = marginal cost (MC) dari fishng effort. Dengan perbedaan kurva TC, maka pemanfaatan sumberdaya pada kondisi PPE akan dapat memanen ikan pada jumlah lebih besar atau lebih rendah dari kondisi CPE. Secara matematik
pemanfataan sumberdaya perikanan pada kondisi keuntungan
maksimum telah disajikan pada persamaan (3.26) dan (3.29).
128
Total penerimaan Dan biaya TC = c.E B A TR0………………………………………. H = rent max H TR = p. H.(E) E0 Effort (E)
E* (a) Rp Per unit effort
c = MC ARE MRE E* (b) Pertumbuhan stok F(X)
E0 Effort (E)
H0 = G(E0,X) H* = G(E0,X) H ....................................................................... PPE CPE F(X)
X0
XMSY
K X* Biomassa X
(c) Gambar 16. Keseimbangan “Private Property” Pada kondisi “Open Access”
129 G. Konsep Pembangunan Perikanan Berkelanjutan (sustainable) 1. Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Lebih Tangkap Yang
menjadi
persoalan,
bagaimana
pemanfaatan sumberdaya open access
bentuk
implimentasi
telah berada
kebijakan,
jika
pada kondisi pemanfaatan
sumberdaya pada tingkat over exploited pada tingkat CPE .Perikanan yang dipersoalkan dalam pengertian pemanfaatan sumberdaya secara maksimum berkelanjutan seharusnya diusahakan pada tingkat fishing effort E2 (tingkat MSY), sementara keseimbangan “open access” adalah pada E3.
Alternatif kebijakan apa saja yang diperlukan dengan harapan
dapat memberi peningkatan hasil tangkapan secara berkelanjutan dan pendapatan yang lebih tinggi bagi nelayan. Untuk mengurangi kemiskinan nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan, mengacu beberapa skenario kebijakan nelayan
pembangunan
pendapat Smith (1987),
akan dibahas
perikanan dan peningkatan pendapatan
dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan
sebagai berikut : 1. Perbaikan mutu kapal dan alat penangkapan. 2. Subsidi BBM 3. Perbaikan pemasaran, koperasi dan teknologi pascapanen. 4. Pengembangan sumber pendapatan alternatif.
Y Produksi atau Nilai Y2 .............................!MSY Y1 ..............MEY ! Y3 ......................!......!...........................!.. ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! O E1 E2 E3 E
Biaya (TC) (Keuntungan nol) Penerimaan (TR)
Fishing effort (Jumlah Nelayan) Gambar 17. Model Ekonomi Perikanan Open Access Statis
130
Asumsi yang digunakan pada Gambar 17 adalah : 1. Unit penangkapan dalam perikanan ini diasumsikan mempunyai biaya operasi yang seragam dan tanpa biaya tetap. 2. Perubahan dalam produksi ikan tidak berpengaruh terhadap harga. 3. Unit penangkapan bebas untuk masuk dan keluar (open access) dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Tiga skenario pertama masing-masing kebijakan dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau lebih sasaran sebagai berikut : 1. Meningkatkan produktivitas nelayan. 2. Meningkatkan harga ikan yang diterima nelayan. 3. Menekan biaya yang harus ditanggung nelayan. Sedangkan
pengembangan
alternatif
pendapatan
tambahan
berusaha
meningkatkan biaya penangkapan melalui peningkatan upah opportunitas bagi pekerjaan menangkap ikan di laut.
a. Kebijakan Perbaikan Teknologi Akibat perubahan teknologi armada pernangkapan kita anggap dapat menghemat tenaga kerja atau peningkatan produktivitas pada tingkat tertentu dan dianggap bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C) (Gambar 18). Untuk memberikan gambaran secara lebih sederhana, jumlah nelayan disajikan dan dianggap sebagai proksi dari fishing effort (E). Semakin besar jumlah fishing effort , jumlah nelayan dianggap semakin besar. Pengenalan teknologi baru pertama-tama akan meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya, yang berarti fishing effort dan jumlah nelayan ikut meningkat, sehingga jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan nelayan
pengguna teknologi baru akan
131 meningkat. Namun, para produsen kecil akan tergeser keluar dari industri perikanan, dari A ke B. Dalam jangka pendek, pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai (titik D). Oleh karena itu teknologi baru yang menghemat tenaga kerja
nelayan, disamping
berakibat jumlah nelayan pada keseimbangan yang baru akan berkurang,
pada
keseimbangan baru tercapai, pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol ke titik D.
Y
Penerimaan dan hasil tangkapan baru
Produksi atau Nilai
MSY
Biaya (TC)
E ..........................................................!.C F ...........................................................!... ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! O
B
Penerimaan awal (TR)
A
Fishing Effort (Jumlah Nelayan) Gambar 18. Pengaruh Perbaikan Teknologi pada Panen dan Pendapatan Nelayan b. Kebijakan Subsidi Harga BBM Akibat subsidi harga BBM, kita anggap dapat menghemat biaya bahan bakar atau biaya rancang bangun kapal yang lebih murah, tetapi dengan kapasitas penangkapan ikan yang sama. Dan dianggap bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C) (Gambar 19). Pengenaan subsidi harga BBM pertama-tama akan meningkatkan
tingkat
pemanfaatan sumberdaya sehingga jumlah penerimaan melebih biaya-biaya. Pendapatan nelayan pengguna dan penerima subsidiharga BBM akan meningkat. Namun, menurut model ini, para produsen atau nelayan kecil akan bertambah dari A ke B , sehingga eksploitasi sumberdaya
perikanan akan semakin meningkat dan pada periode tertentu
keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu subsidi harga BBM yang menghemat biaya, disamping
berakibat jumlah nelayan dan armada penangkapan ikan
132 pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin meningkat sehingga tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali.
Y Produksi atau Nilai
MSY
Biaya awal (TC)
E .................................................................C F . ...............................................................!............D Biaya baru ! ! Penerimaan (TR) ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! O A B Fishing Effort (Jumlah Nelayan) Gambar 19. Pengaruh Pengurangan Biaya pada Panen dan Pendapatan Nelayan Namun, menurut model ini, para produsen atau nelayan kecil akan bertambah dari A ke B , sehingga eksploitasi sumberdaya perikanan akan semakin meningkat dan pada periode tertentu keseimbangan baru akan tercapai , yaitu titik D. Oleh karena itu subsidi harga BBM yang menghemat biaya, disamping
berakibat jumlah nelayan dan armada
penangkapan ikan pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin meningkat sehingga tekanan terhadap keberlanjutan sumberdaya semakin tinggi, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka dalam jangka pendek tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali. c. Kebijakan Perbaikan Pemasaran / Koperasi untuk Memperbaiki Harga Ikan Akibat
perbaikan organisasi pemasaran melalui koperasi kita anggap dapat
meningkatkan harga ikan, karena kemampuan tawar nelayan akan semakin kuat atau perbaikan teknologi pascapanen akan meningkatkan permintaan ikan (Gambar 20). Gambar 20, menggunakan anggapan bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan harga ikan
pertama-tama akan
133 meningkatkan tingkat pemanfaatan sumberdaya karena jumlah penerimaan melebih biayabiaya. Pendapatan nelayan penerima harga ikan lebih tinggi akan meningkat. Namun, menurut model ini, hasil penangkapan lestari tidak berubah. Sekalipun jumlah nelayan yang dapat ditampung meningkat dari A ke B, namun menurun, karena
produktivitas nelayan akan semakin
hasil penangkapan lestari tidak berubah, dan pada periode tertentu
keseimbangan baru a tercapai (titik D). Oleh karena itu disamping
penguatan koperasi yang dapat meningkatkan harga ikan,
berakibat jumlah nelayan yang dapat ditampung pada keseimbangan “open
access” yang baru akan semakin meningkat, tapi karena
hasil tangkapan lestari tidak
meningkat, maka dalam jangka pendek produktivitas nelayan menurun, dan ketika keseimbangan baru tercapai, maka tingkat pendapatan nelayan yang bertahan akan turun mencapai nol kembali.
Y
Penerimaan baru Penerimaan awal (TR) Biaya (TC) F.....................................................................!...D E ........................................................C! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! O A B Fishing Effort (Jumlah nelayan) Gambar 20. Pengaruh Kenaikan Harga Ikan pada Panen dan Pendapatan Nelayan
Nilai Produksi
d. Kebijakan Tambahan Pendapatan Alternatif Akibat bertambahnya pembiayaan kita anggap dapat meningkatkan hasil tangkapan dan pendapatan nelayan. Dengan naiknya kurva jumlah pembiayaan yang mungkin disebabkan adanya sumber pendapatan dengan tingkat penghasilan yang lebih tinggi di pedesaan pantai, maka nelayan akan meningggalkan industri penangkapan ikan, karena
134 memperoleh kesempatan kerja di pedesaan pantai. Jumlah pendapatan naik, dan jumlah nelayan berkurang (Gambar 21). Gambar 21
menunjukkan
bahwa keseimbangan telah tercapai dengan jumlah
penerimaan menyamai biaya (titik C). Kenaikan biaya
pertama-tama akan menggeser
nelayan meninggalkan kegiatan eksploitasi penangkapan ikan dari dan akan menurunkan tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya karena jumlah armada penangkapan dan nelayan berkurang dari A ke B. Nelayan yang tetap
melakukan penangkapan ikan akan bekerja lebih efisien,
sehingga pendapatannya akan meningkat. Menurut model ini, hasil penangkapan lestari akan bergeser dari C ke D, yaitu menuju tingkat maksimum (MSY). Jumlah nelayan yang dapat ditampung menurun
dari A ke B. Akibatnya,
produktivitas nelayan yang tetap
melakukan usaha penangkapan ikan akan semakin meningkat, karena hasil penangkapan lestari bergeser kearah tingkat pemanfaatan MSY., keseimbangan baru akan tercapai pada periode jangka panjang. Oleh karena itu peningkatan alternatif pekerjaan bagi nelayan dapat meningkatkan pendapatan nelayan yang meninggalkan kegiatan penangkapan ikan maupun yang masih tetap bertahan dalam kegiatan penangkapan ikan tersebut. Jumlah nelayan yang dapat ditampung pada keseimbangan “open access” yang baru akan semakin menurun dari A ke B, dengan tingkat pendapatan yang meningkat, disamping pemanfatan sumberdaya bergeser dari C ke D, yaitu kearah MSY. Adapun nelayan yang mendapatkan alternatif pendapatan baru juga akan mendapatkan kenaikan pendapatannya. Dalam jangka panjang, keseimbangan baru tercapai, dimana tingkat pendapatan nelayan yang bertahan tahapan berikutnya juga akan turun kembali.
pada
135
Produksi atau Nilai
Y
Jumlah biaya baru
MSY F ................................................!...D E ................................................!.........!..C ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Biaya awal (TC)
O
B
Penerimaan (TR)
A Fishing Effort (Jumlah Nelayan)
Gambar 21. Pengaruh Sumber Pendapatan Alternatif pada Panen dan Pendapatan Nelayan Dari berbagai skenario kebijakan tersebut menurut Smith (1987) pilihan kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara maksimum berkelanjutan pada tingkat MSY untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Kebijakan jangka pendek, yaitu : perbaikan teknologi, subsidi faktor produksi atau peningkatan harga ikan. 2. Kebijakan jangka panjang, yaitu : meningkatkan sumber pendapatan alternatif bagi rumahtangga nelayan, sehingga tekanan penangkapan ikan dikurangi dengan cara mengurangi jumlah nelayan atau armada penangkapan ikan.
H. Keterkaitan Aspek SEL (Sosial Ekonomi dan Lingkungan) Menurut Purwanto (2003) bahwa ketersediaan (stok) sumberdaya ikan pada beberapa daerah penangkapan (fishing ground) di Indonesia ternyata telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga kelestariannya terancam.Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit didapatkan bahkan nyaris hilang dari perairan Indonesia.
136 3.2. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan kerangka dasar teoritik yang melandasi proses berfikir dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori yang ditelaah secara mendalam, sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan analisis secara interdisipliner. Proses ini merupakan studi teoritis yang memberikan inspirasi bagi peneliti untuk berfikir secara deduktif, dimana merupakan proses berfikir dengan melakukan penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menjadi kesimpulan yang bersifat khusus. Adapun proses berfikir yang menghasilkan kesimpulan melalui proses generalisasi dari fakta yang ada disebut sebagai proses berfikir induktif. Proses berfikir ilmiah pada hakekatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Oleh karena itu, proses berfikir dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara penalaran deduktif dan induktif, yaitu lebih merupakan interaksi antara keduanya, sehingga dari interaksi tersebut dapat disusun hipotesis penelitian yang berdasarkan pada penalaran deduktif sekaligus induktif. (Suriasumantri, 2001). Dari proses tahapan tersebut, maka dihasilkan kerangka konsep penelitian disertasi secara interdisipliner, didasar pemikiran bahwa : pengelolaan selat Madura yang berlebihan telah mengakibatkan over fishing atau lebih tangkap selama ini dengan model Bio-Ekonomi belum bisa menyelesaikan permasalahan quota alat tangkap yang direkomendasikan untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan di Selat Madura. Disamping itu kelemahan metode tersebut adalah untuk satu spesies dan satu alat tangkap sedangkan fakta yang ada adalah multi spesies dan multi alat tangkap, maka diperlukan satu telaah terkait antara Ekonomi-Ekologi-Sosial yang akan
mempunyai dampak Multiplier Effect, yaitu manfaat
secara ekonomi bagi stake holder, yaitu masyarakat pesisir dan manfaat ekologi bagi policy maker dan investor. Agar terjaga kelestarian sumber daya perikanan laut di Selat Madura. Sehingga Ekosistem yang ada akan tetap berfungsi dalam satu kesatuan system secara interdisipliner. Menurut Suhendang, 1996. Bahwa dalam pembahasan ekonomi, ekologi dan pengelolaan sumberdaya , dijelaskan bahwa gabungan dari dua pendekatan ini (ekonomi-
137 ekologi) secara parsial akan selalu berhadapan dengan pertanyaan : mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dari kedua hal tersebut ? Oleh karena itu, paradigma baru yang dianut dalam pendekatan ecological-economics sebagaimana diuraikan tersebut dimungkinkan merupakan jalan tengah yang dapat dianggap sebagai hasil kompromi antara konsep ekologi dengan konsep ekonomi klasik. Dalam pendekatan baru ini, setiap benda dan makhluk dimuka bumi ini diyakini mempunyai nilai-nilai ekonomis dan ekologis pada waktu yang sama, tidak ada yang lebih penting dan harus didahulukan, akan tetapi harus dipandang secara serempak atau dengan kata lain hanya ada nilai ecological-economics dari setiap benda dan makhluk tersebut. Dari uraian diatas, maka kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya perikanan over fishing di Selat Madura harus secara interdisipliner dengan memperhatikan hubungan Sosial Ekologi sekaligus Ekonomi. Oleh karena itu diperlukan satu penelitian bagaimana kearifan lokal pada perikanan payang dengan pendekatan ekonomi rumahtangga di Selat Madura agar sumber daya yang ada dapat lestari dalam pengelolaannya dengan mengarah pada perspektif social-ecological-economics. Maka dapat dirumuskan kerangka konseptual penelitian sebagaimana diagram berikut ini, dengan penjelasan bahwa Model yang akan dibangun diselaraskan dengan tujuan penelitian, supaya mampu mengestimasi kinerja ekonomi rumahtangga nelayan payang di Selat madura, sehingga kebijakan yang tepat sasaran dapat dirumuskan. Didalam membangun Model dimulai dengan mengkaji tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan atas dasar effort baku payang dan kondisi umum pada suatu wilayah, selanjutnya mengkaji fenomena perilaku ekonomi rumahtangga nelayan payang (juragan dan Pandega) di Selat Madura atas dasar data yang ada maupun beberapa hasil riset/penelitian sebelumnya. Serta dengan dukungan teori yang terkait dan relevan, kemudian merumuskan model ekonomi rumahtangga nelayan payang di Selat madura kedalam bentuk sistem persamaan simultan dengan mengacu pada karakteristik perilaku ekonomi sumberdaya perikanan yang bersifat common property atau milik bersama. Estmasi ketersediaan sumberdaya ikan dan status pemanfaatan sumberdaya perikanan secara biologis dan teknis didasarkan pada data sekunder (time series), adapun untuk model
138 ekonomi rumahtangga nelayan payang di Selat madura berdasarkan pada data primer (cross-section). Ada beberapa tahapan dalam hal mengintegrasikan peubah ketersediaan ikan dengan status sumberdaya perikanan yang ada kedalam Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat
Madura, sebagaimana tahapan berikut ini : (1) Melakukan
penilaian kondisi umum tentang keadaan sosial ekonomi dan ketersediaan ikan di Selat madura. Selanjutnya dari hasil penilaian tersebut akan diperoleh gambaran antara lain tentang keadaan umum perekonomian desa, apakah termasuk desa miskin atau kaya, kemudian apakah status pemanfaatan sumberdaya perikanan sudah melampaui tingkat pemanfaatan dari Maksimum Sustainable Yield (MSY), juga Teknologi atas dasar indeks transformasi effort baku alat tangkap yang ada. (2). Melakukan integrasi hasil penilaian status pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tahap pertama kedalam data cross-section untuk kepentingan penyusunan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di selat Madura. (3). Melakukan estimasi atau peramalan dan evaluasi model sesuai tahapan tersebut. Proses Selanjutnya adalah menyusun hipothesis penelitian sebagaimana pada diagram hipothesis, dimana dapat dijelaskan sebagai berikut : Model awal disusun dengan asumsi bahwa perilaku ekonomi rumahtangga juragan payang terpisah dengan perilaku ekonomi rumahtangga pandega atau ABK. Dengan melakukan spesifikasi model secara berulang, kemudian dibuat model ekonomi rumahtangga nelayan payang di selat madura dengan mengintegrasikan perilaku ekonomi rumahtangga juragan dan pandega nelayan Payang berdasarkan pertimbangan berikut : (1) pendapatan nelayan juragan dan pandega ditentukan oleh peubah produksi dalam satu unit kapal penangkapan ikan yang dioperasikan bersama, (2) Perilaku nelayan pandega dalam pengaturan pembagian lawuhan ikan dari melaut saling mempengaruhi pendapatan nelayan payang (juragan ataupun pandega), (3) Pembagian pendapatan antara nelayan payang (juragan dan pandega) berdasarkan pada sistem bagi hasil yang berlaku pada masyarakat nelayan di Selat Madura.
139 Hipothesis Perilaku Produksi ,Curahan Kerja, Penerimaan dan Pengeluaran RT Nelayan
Kredit
Pendapatan Juragan Teknologi Alat
Teknologi
Pelabuhan
Harga BBM
Daerah Penangkapan Aset kapal
Produktifitas Melaut
Pendidikan
Produksi Melaut
Frekuensi Melaut
Sumberdaya
Curahan Kerja Jurag. Lainnya
Curahan Kerja Jurag. Agro
Pelabuhan Harga Ikan
Harga Ikan
Pend. Pendega Curahan Kerja Pend. Lainnya
PENERIMAAN
Total (Juragan)
JURAGAN
Juragan Nelaya Biaya BBM
Pendega
Curahan Kerja Total
Dalam Biaya Trip
Total (Pendega)
Melaut
Luar.
Agroind
Lelang
Melaut Jumlah ABK
Non-Perik
Curahan Kerja Nelayan Lawuhan
Melaut lain
Juragan Melaut
Kerja Jurg
Pendega Melaut
Pengeluaran RT. Nelayan Juragan Pokok Non-Pokok
Kekayaan Pendega
Angkatan
Bagi Hasil
Penerimaan Nelayan Melaut Pendapatan Nelayan Penerimaan Kekayaan Juragan
Curahan Kerja Pend. Agro
Agro
Agro
Lain
Lain
Total
Total
Investasi Tabungan
Pendega Pokok Non-Pokok Tabungan
Keterangan : =
=
Peubah endogen
= Peubah eksogen
Gambar 22. Hipothesis Perilaku Produksi ,Curahan Kerja, Penerimaan dan Pengeluaran RT Nelayan
140 Pengembangan Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Juragan-Pendega Payang dengan Pemberdayaan Kearifan Lokal (Gambar 23). Nyabis
Onjhem Pendapatan Juragan
Pelabuhan
Kredit
Teknologi Alat
Harga BBM
Harga Ikan
Daerah Penangkapan
Aset Kapal
Pendidikan
Teknologi Produkti
Petik laut
Produksi Melaut
Frekuensi Melaut Pend. Pandega
fitas
Sumberdaya
Telasan Pandega
Curahan Kerja Juragan
Curahan Kerja Jurg. Agro
Pelabuhan
Curahan Kerja Pend. Lainnya
Telasan Juragan
PENERIMAAN
Harg Ikan
JURAGAN
Total (Juragan)
Total (Pende)
Cura
Melaut Andun Biaya BBM
Curahan Kerja Total
Dalam
Biaya Trip Luar.
Agroind
Biaya Lelang
Melaut Jumlah ABK
Non-Perik
Penerimaan nelayan melaut
Pendapatan Nelayan Juragan Melaut
Bagi Hasil
Agro
Kerja Jurg
Sistem kontrak kerja
Pengeluaran RT. Nelayan Pendega
Juragan Pokok
Pangambak
Non-Pok
Pokok
Agro Invest
Lain
Lain Tabung
Total
Pandega
Melaut
Kekayaan Juragan
Kekayaan Pendega
Angkatan
Curahan Kerja Nelayan
Lawuhan
Penerimaan Melaut lain
Curahan Kerja Pend. Agro
Pendega
Juragan
Total
Non-Pok Tabung
141 3.3. Model Operasional Ekonomi Rumahtangga Payang Di Selat Madura Model operasional ekonomi rumahtangga nelayan dibagi menjadi empat blok, yaitu : (1) produksi ikan, (2) curahan kerja, (3) pendapatan, dan (4) pengeluaran rumahtangga nelayan
yang disajikan pada Tabel 2. Sedangkan untuk kerangka umum model dapat
dilihat pada gambar 23 , dimana dalam model ekonomi rumahtangga tersebut terdapat beberapa peubah kebijakan maupun non kebijakan Dalam penelitian ini model tersebut terdapat berbagai peubah kebijakan maupun non-kebijakan. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura berjumlah 45 komponen yang sekaligus merupakan peubah endogen dalam model. Jumlah komponen model dapat diperluas lagi. Dalam pemanfaatan
penerapan
model
sumberdaya
ekonomi
perikanan
dan
rumahtangga dampak
nelayan,
terhadap
aspek
keragaan
kebijakan ekonomi
rumahtangga nelayan sangat ditonjolkan, sehingga penelusuran dan analisis peningkatan kesejahteraan nelayan yang berbasis pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan dapat dijadikan tolok ukur. Akibat terjadi perubahan produksi ikan dan curahan kerja nelayan mengakibatkan terjadi pengeluaran
perubahan pembiayaan dan keuntungan, pendapatan dan
nelayan Juragan dan Pendega dengan alat tangkap payang.
Perubahan-
perubahan tadi akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung dan saling mempengaruhi diantara peubah dalam blok produksi, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan serta pengeluaran pada rumahtangga nelayan. Adapun dampak kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara sustainable (berkelanjutan) dimulai dengan terjadinya ukuran kapal (asset), daerah penangkapan, produktivitas dan frekuensi melaut, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan pada produksi, biaya, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga nelayan.
142 Tabel 2. Model Persamaan Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura (45 buah) No 1
2
3
4
Bentuk Persamaan ASKJ = a0 + a1KRKJ + a2ITMJ + a3YJSPK + a4DESA + U1 ……....(4.26) ASKJ (Aset Kapal Juragan) KRKJ (Kredit Rumahtangga Juragan) ITMJ (Investasi Tangkap Milik Juragan) YJSPK (Jumlah Pendapatan RT. Juragan yang dapat Dibelanjakan) DESA (Prasarana Desa : Pelabuhan) DPI = b0 + b1ASKJ + b2PBM + b3PDPP + b4PDPJ + b5NY+b6ONJ+U2 .........(4.27) DPI (Daerah Penangkapan Ikan) ASKJ (Aset Kapal Juragan) PBM ((Harga Bakar Minyak/Solar) PDPP (Pendidikan dan Pengalaman Pendega) PDPJ (Pendidikan dan Pengalaman Juragan) NY (Nyabis : Kearifan Lokal) ONJ (Onjhem : Kerifan Lokal)
PRM = c0 + c1TEK + c2DESA + c3SSDA +c4PL + U3....................... (4.28) PRM (Produktivitas Melaut) TEK (Teknologi yang digunakan) DESA (Prasarana Desa : Pelabuhan) SSDA (Status Sumberdaya Alam : MSY) PL (Petik Laut : Kearifan Lokal) FQM = d0 + d1SSDA + d2DPI + d3CDJL + d4YJA + U4 .................. (4.29) FQM (Frekuensi Melaut) SSDA (Status Sumberdaya Alam : MSY) DPI (Daerah Penangkapan Ikan) CDL (Curahan Kerja non-perik. RT. Juragan) YJA (Penerimaan RT Juragan dari Agroindustri)
Variabel
Penyelesaian Regesi Linier Berganda
Dependent Independent Independent Independent Independent Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent Independent Independent
Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent
5
QNM = PRM*FQM ..................... (4.30) QNM (Produksi Ikan)
Perkalian biasa
6
CDJT = CDJM + CDJA + CDJL .....(4.31) CDJT (Curahan Kerja dalam RT Juragan)
Penjumlahan biasa
7
CDJM = e0 + e1CDJA + e2CDJL + e3FQM + e4TEL +U5..................(4.32) CDJM (Curahan Kerja Melaut RT Juragan) CDJA (Curaha Kerja Agroindustri RT Juragan) CDJL (Curahan Kerja non-perik. RT Juragan) FQM (Frekuensi Melaut) TEL (Telasan : Kearifan Lokal)
Regesi Linier Dependent Berganda Independent Independent Independent Independent
143 8
CLJM = f0 + f1JABK + f2ASKJ + f3AKJL + U6 ................................ (4.33) CLJM (Curahan Kerja Melaut dr luar RT Jurgn) JABK (Jumlah ABK : Anak Buah Kapal) ASKJ (Aset Kapal Juragan) AKJL (Angkatan Kerja Laki-laki RT Juragan)
Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent
9
CTJM = CDJM + CLJM ............ (4.34) CTJM (Curahan Kerja Melaut Total RT Jrgn)
Penjumlahan biasa
10.
CDPM = g0 + g1CDPA + g2CDPL + g3PDPP + g4TEL +U7 ..........(4.35) CDPM (Curahan Kerja Melaut RT Pendega) CDPA (Curaha Kerja Agroindustri RT Pendega) CDPL (Curahan Kerja non-perik. RT Pendega) PDPP (Pendidikan dan Pengalaman Pendega) TEL (Telasan : Kearifan Lokal) CDPT = CDPM + CDPA + CDPL…. (4.36) CDPT (Curahan Kerja Total RT Pendega)
Regesi Linier Berganda
11
Dependent Independent Independent Independent Independent Penjumlahan biasa
12
RJM = h0 + h1QNM + h2PIK + h3SSDA + Regesi Linier h4AND+ U8 ............... (4.37) Berganda RJM (Penerimaan Kotor Juragan Melaut) Dependent QNM (Produksi Ikan) Independent PIK (Harga Ikan) Independent SSDA (Status Sumberdaya Alam :MSY) Independent AND (Andun : Kearifan Lokal) Independent
13
BBM = i0 + i1TEK + i2DESA + i3FQM + i4PDPJ + U9 ................... (4.38) BBM ( Jumlah Bahan Bakar Minyak) TEK (Teknologi yang Digunakan) DESA (Prasarana Desa : Pelabuhan) FQM (Frekuensi Melaut) PDPJ (Pendidikan dan Pengalaman Juragan)
Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent
14
PBBM = PBM*BBM ................... (4.39) PBBM (Jumlah biaya BBM)
Perkalian biasa
15
BTM = j0 + j1FQM + j2JABK + j3CTJM + U10 ................................ (4.40) BTM (Biaya Trip Melaut) FQM (Frekuensi Melaut) JABK (Jumlah ABK : Anak Buah Kapal) CTJM (Curahan Kerja Melaut Total RT Juragan)
Regesi Linier Berganda
16
Dependent Independent Independent Independent
BRPI = k0 + k1QNM + k2PIK + k3ASKJ + Regesi Linier k4DESA + k5PDPJ + U11 ….....(4.41) Berganda BRPI (Biaya Retribusi Penangkapan Ikan) Dependent QNM (Produksi Ikan) Independent PIK (Harga Ikan) Independent ASKJ (Aset Kapal Juragan) Independent DESA (Prasarana Desa : Pelabuhan) Independent PDPJ (Pendidikan dan Pengalaman Juragan) Independent
144 17
LABK = l0 + l1QNM + l2PIK + l3SSDA + U12 .................................. (4.42) LABK (Lawuhan Hasil Penangkapan ABK) QNM (Produksi Ikan) PIK ( Harga Ikan) SSDA (Status Sumberdaya Alam : MSY)
Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent
18
BOM = PBBM + BTM + BRPI + LABK .................................. (4.43) BOM ( Biaya Opersional Melaut)
Penjumlahan biasa
19
PNM = RJM - BOM ............. (4.44) PNM (Penerimaan Nelayan Melaut)
Pengurangan biasa
20
PJMK = BGJ*PNM ...................(4.45) PJMK (Penerimaan Bagen Juragan)
Perkalian biasa
21
PJM = PJMK - BIPI .....................(4.46) PJM ( Penerimaan Juragan Melaut)
Pengurangan biasa
22
PJML = m0+m1JKJ+m2CDJM+m3PDPJ+ m4YJA + m5YJL + U13 ...................... (4.47) PJML (Penerimaan Juragan Melaut Lainnya) JKJ (Jumlah Kapal Juragan) CDJM (Curahan Kerja Melaut RT Juragan) PDPJ (Pendidikan dan pengalaman Juragan) YJA (Penerimaan RT Juragan dr Agroindustri) YJL (Penerimaan RT Juragan dr non-perik)
Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent Independent
23
YJM = PJM + PJML ................ (4.48) YJM ( Pendapatan RT Juragan Melaut)
Penjumlahan biasa
24
YJT = YJM + YJA + YJL ........... (4.49) YJT (Pendapatan Total RT Juragan)
Penjumlahan biasa
25
YJSPK = YJT - BPKJ ……… (4.50) YJSPK (Pendapatan RT Juragan yang dapat dibelanjakan)
Pengurangan biasa
26
BABK = PNM - PJMK …………(4.51) BABK (Bagen Seluruh ABK : Anak Buah Kapal)
Pengurangan biasa
27
USPM = n0 + n1BABK + n2PIK + n3JABK + U14 ……..…………. (4.52) USPM (Penerimaan Bagen Pendega Melaut) BABK (Bagen Seluruh ABK : Anak Buah Kapal) PIK (Harga Ikan) JABK (Jumlah ABK : Anak Buah Kapal)
Regesi Linier Berganda
28
Dependent Independent Independent Independent
PPLM = o0 + o1BTM + o2FQM + o3ASKJ + Regresi Linier o4SK + U15 …………. (4.53) Berganda PPLM (Penerimaan Pendega Lainnya Melaut) Dependent BTM (Biaya Perbekalan Trip Melaut) Independent FQM (Frekuensi Melaut) Independent
145
29 30
ASKJ (Aset Kapal Juragan) SK (Sistem Kontrak Kerja : Kearifan Lokal) PPM = LPABK + USPM + PPLM ..(4.54) PPM (Penerimaan Pendega Melaut) PPML = p0 + p1SSDA + p2USPM + p3PDPP + p4YPA + p5YPL + U16 …………. (4.55) PPML (Penerimaan RT Pendega Melaut Lain) SSDA (Status Sumberdaya Alam : MSY) USPM (Penerimaan Bagen Pendega Melaut) PDPP (Pendidikan dan pengalaman Pendega) YPA (Penerimaan RT Pendega dr Agroindustri) YPL (Penerimaan RT Pendega dr non-perik)
Independent Independent Penjumlahan biasa Regesi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent Independent
31
YPM = PPM + PPML ………. (4.56) YPM (Pendapatan RT Pendega Melaut)
Penjumlahan biasa
32
YPT = YPM + YPA + YPL ...… (4.57) YPT (Pendapatan Total RT Pendega)
Penjumlahan biasa
33
YPSPK = YPT - BPKP ….....…(4.58) YPSPK (Pendapatan RT Pendega yang dapat Dibelanjakan)
Pengurangan biasa
34
KKPPJ = q0 + q1YJSPK + q2AKRJ + q3PDPJ + U17 ……………… (4.59) KKPPJ (Konsumsi Kbthn Pangan RT Juragan) YJSPK (Pendapatan RT Juragan yang dapat Dibelanjakan) AKRJ (Anggota Keluarga RT Juragan) PDPJ (Pendidikan dan Pengalaman Juragan) KKPNJ = r0 + r1YJSPK + r2AKRJ + r3KKNPJ + r4PNG + U18 …… (4.60) KKPNJ (Konsumsi Kebutuhan pokok nonpangan RT Juragan) YJSPK (Pendapatan RT Juragan yang dapat Dibelanjakan) AKRJ (Anggota Keluarga RT Juragan) KKNPJ (Konsumsi Kebutuhan non-pokok RT Juragan) PNG (Pangambak : Kearifan Lokal)
Regresi Linier Berganda
35
Dependent Independent Independent Independent Regresi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Independent
36
KKPJ = KKPPJ + KKPNJ …… (4.61) KKPJ(Konsumsi Kebutuhan Pokok RT Juragan)
Penjumlahan biasa
37
KKPNJ = s0 + s1YJSPK + s2PDPJ + s3INVJ + Regresi Linier s4TABJ + U19 ………(4.62) Berganda KKPNJ (Konsumsi Kebutuhan pokok nonDependent pangan RT Juragan) Independent YJSPK (Pendapatan RT Juragan yang dapat Independent Dibelanjakan) Independent PDPJ (Pendidikan dan Pengalaman Juragan) Independent INVJ (Investasi RT Juragan) Independent TABJ (Tabungan RT Juragan) Independent
146 38
39
40
INVJ = t0 + t1YJSPK + t2KKPNJ + t3HKJ + U20 …………………. (4.63) INVJ (Investasi RT Juragan) YJSPK (Pendapatan RT Juragan yang dapat Dibelanjakan) KKPNJ (Konsumsi Kebutuhan pokok nonpangan RT Juragan) HKJ (Kekayaan RT Juragan) TABJ = YJSPK – KKPJ – KKNPJ – INVJ ……………………….. (4.64) TABJ (Tabungan RT Juragan) KKPPP = u0 + u1YPSPK + u2AKRP + u3PDPP + U21 …………. (4.65) KKPPP (Konsumsi Kebutuhan pokok pangan RT Pendega) YPSPK (Pendapatan RT Pendega yang dapat Dibelanjakan) AKRP (Anggota Keluarga RT Pendega) PDPP (Pendidikan dan Pengalaman Pendega)
Regresi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent Pengurangan biasa
Regresi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent
41
KKPNP = v0 + v1YPSPK + v2AKRP + Regresi Linier v3TTABP + v4 PNG +U22 ……………(4.66) Berganda KKPNP (Konsumsi Kebutuhan pokok nonDependent pangan RT Pendega) YPSPK (Pendapatan RT Pendega yang dapat Independent Dibelanjakan) AKRP (Anggota Keluarga RT Pendega) Independent TTABP (Total Tabungan RT Pendega) Independent PNG (Pangambak : Kearifan Lokal) Independent
42
KKPP = KKPPP + KKPNP ……. (4.67) KKPP (Konsumsi Kebutuhan Pokok RT Pndg)
Penjumlahan biasa
43
KKNPP = w0 + w1YPSPK + w2AKPP + w3TTABP + U23 ………… (4.68) KKNPP (Konsumsi Kebutuhan Pokok RT Pndg) YPSPK (Pendapatan RT Pendega yang dapat Dibelanjakan) AKPP (Angkatan Kerja Perempuan RT Pndg) TTABP (Total Tabungan RT Pendega)
Regresi Linier Berganda Dependent Independent Independent Independent
44
TKKP = KKPP + KKNPP ……. (4.69) TKKP (Total Konsumsi RT Pendega)
Penjumlahan biasa
45
TTABP = YPSPK - KKPP - KKNPP .. (4.70) TTABP (Total Tabungan RT Pendega)
Pengurangan biasa
147 3.4. Kerangka Analisis
Potensi Perikanan Selat Madura
Sustainable Ramah Lingkungan Kearifan Lokal
Kearifan Lokal di Selat Madura Petik Laut, Onjhem, Nyabis, Andun, Pangambak, Sistem Kontrak Kerja, danTelasan
Daerah Terpilih MIXED METHODS (Sequential Mixed Methods) Analisis Kualitatif Pada Kearifan Lokal Analisis Kuantitatif Pada Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang dengan pendekatan system
Produksi
Curahan Kerja
Penerimaan
Pengeluaran
Kearifan Lokal yang mempengaruhi perilaku Rumahtangga Nelayan Payang Model Pemberdayaan nelayan untuk mengoptimalkan kearifan lokal yang mempengaruhi perilaku rumahtangga Nelayan untuk kelestarian sumberdaya perikanan Gambar 24. Kerangka Analisis
148 3.5. Kerangka Operasional Penelitian Menentukan Tema dan Judul Penelitian
Menentukan Lokasi Penelitian
Menentukan Waktu Penelitian
Merumuskan : Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Kegunaan Penelitian Hipothesis Penelitian Pengumpulan Data
Survey Data Primer
Observasi
Survey Data Sekunder
Wawancara dan Kuesioner
Dokumentasi Visual
Data Penelitian
Data dari Key Informan dan Instansi Terkait Kab. Probolinggo
Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis In-Depth Kearifan Lokal
Analisis Data Penelitian
Analisis Ekonomi Rumahtangga (Household Economics) Desain Model Pemberdayaan Nelayan berbasis Kearifan Lokal (PNBKL) Hasil dan Pembahasan Desain Model PNBKL
Gambar 25. Kerangka Operasional Penelitian
149 3.6. Kebaruan Penelitian (Perilaku RT Nelayan beserta Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan) Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Juragan-Pendega Payang serta Kearifan Lokal Nyabis
Onjhem Pendapatan Juragan
Pelabuhan
Kredit
Teknologi Alat
Harga BBM
Harga Ikan
Daerah Penangkapan
Aset Kapal
Pendidikan
Teknologi Produkti
Petik laut
Produksi Melaut
Frekuensi Melaut Pend. Pandega
fitas
Sumberdaya
Curahan
Curahan Kerja
Pelabuhan
Telasan Pandega
Jurg. Agro
Curahan Kerja Pend. Lainnya
Telasan Juragan
PENERIMAAN
Harga Ikan
JURAGAN
Total (Juragan)
Total (Pende)
Cura Melaut
Andun Biaya BBM
Curahan Kerja Total
Dalam
Biaya Trip Luar.
Agroind
Biaya Lelang
Melaut Jumlah ABK
Non-Perik
Penerimaan nelayan melaut
Pendapatan Nelayan Juragan Melaut
Bagi Hasil
Agro
Kerja Jurg
Sistem kontrak kerja
Pengeluaran RT. Nelayan Pendega
Juragan Pokok
Pangambak
Non-Pok
Pokok
Agro Invest
Lain
Lain Tabung
Total
Pandega
Melaut
Kekayaan Juragan
Kekayaan Pendega
Angkatan
Curahan Kerja Nelayan
Lawuhan
Penerimaan Melaut lain
Curahan Kerja Pend. Agro
Pendega
Juragan
Total
Non-Pok Tabung
150 Keterangan : =
= Peubah
endogen
= Peubah eksogen
Penelitian yang sudah pernah dilakukan adalah sebatas analisa Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan antara juragan dan pendega, namun belum terkait dengan pemberdayaan kearifan lokal yang ada dan berlaku pada masyarakat nelayan Selat Madura dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, sekaligus dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkesinambungan (sustainable). Sehingga penelitian yang dilakukan adalah suatu pengembangan model ekonomi rumahtangga nelayan payang dengan pemberdayaan kearifan lokal di selat madura dan ini kebaruannya. Kebaruan Penelitian ditandai dengan
peubah eksogen yang diblok hitam, yaitu
penelitian tentang peranan 7 Kearifan lokal ( Petik Laut, Onjhem, Nyabis, Andun, Telasan, Sistem Kontrak Kerja dan Pangambak) pada pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dengan pendekatan system melalui analisis Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang. Adapun bentuk novelty (kebaruan) ada 8 hal yang dapat disajikan dalam bentuk fungsi atau persamaan matematik sebagai berikut : 1. Fungsi daerah penangkapan ikan sebagaimana persamaan (4.27). DPI = b0 + b1ASKJ + b2PBM + b3PDPP + b4PDPJ + b5NY+ b6ONJ + U2 ...........................................................................(4.27) 2. Fungsi produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.28). PRM = c0 + c1TEK + c2DESA + c3SSDA +c4PL + U3....................... (4.28) 3. Fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Juragan melaut dinyatakan dalam persamaan (4.32). CDJM = e0 + e1CDJA + e2CDJL + e3FQM + e4TEL +U5..................(4.32) 4. Fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Pendega melaut dinyatakan dalam persamaan CDPM = g0 + g1CDPA + g2CDPL + g3PDPP + g4TEL +U7 ..........(4.35) 5. Persamaan
perilaku penerimaan kotor
persamaan (4.37).
Juragan melaut (RJM)
disusun dalam
151 RJM = h0 + h1QNM + h2PIK + h3SSDA + h4AND+ U8 ...............
(4.37)
6. Penerimaan Pendega lainnya ketika melaut (PPLM). Kesempatan tersebut berhubungan dengan biaya trip melaut, frekuensi melaut dan aset kapal. Hubungan tersebut selanjutnya dapat disusun dalam bentuk persamaan (4.53). PPLM = o0 + o1BTM + o2FQM + o3ASKJ + o4SK + U15 ………….(4.53) dimana : PPLM = jumlah penerimaan Pendega lainnya melaut (Rp/tahun) BTM
= jumlah biaya perbekalan trip melaut (Rp/tahun)
FQM = frekuensi melaut (hari/tahun) ASKJ = aset kapal (GT, ton) SK
= Kearifan Lokal Sistem Kontrak Kerja
Hipotesis parameter estimasi : o1, o2, o3 0. 7. Konsumsi kebutuhan pokok nonpangan (KKPNJ) seperti untuk pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga berhubungan dengan jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah angggota rumahtangga rumahtangga Juragan. Konsumsi kebutuhan
dan konsumsi non-pokok
non-pokok antara lain
berupa
berbagai
pengeluaran untuk acara pernikahan, wisata dan pengeluaran barang mewah, dinyatakan dalam persamaan (4.60). KKPNJ = r0 + r1YJSPK + r2AKRJ + r3KKNPJ + r4PNG + U18
…… (4.60)
8. Pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok non-pangan rumahtangga Pendega Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.66). KKPNP = v0 + v1YPSPK + v2AKRP + v3TTABP + v4 PNG + U22 ……………………………………………………………(4.66) 3.7. Strategi Publikasi Hasil Penelitian Artikel Jurnal nasional dan jurnal internasional hasil penelitian yang akan dan sedang dipublikasikan adalah : 1. Artikel Jurnal Internasional dengan judul : ” Fisheries Resources Managementby Empowering the Local Wisdomin Madura Straits “, dengan status telah diterima dan
152 dipublikasikan pada jurnal internasional : Research on Humanities and Social Sciences. IISTE. ISSN 2222-1719 (Paper) ISSN 2222-2863 (Online). Vol.3,No.6, 2013. 2. Artikel Jurnal Internasional dengan judul : “ Economics of Household Analysis and Influence on Poverty of Payang Fisherman at Madura Straits”, dengan status telah diterima dan dipublikasikan pada jurnal internasional:Innovative Social Sciences and Humanities Research SEAHIPUBLICATIONS. Vol.1, June Issue, 2013. 3. Artikel Jurnal Internasional dengan judul : “ A Study of Household Economics on Small Scale Fisheries at Madura Strait “, dengan status telah diterima dan dipublikasikan pada Jurnal Internasional European Journal of Economics and Development Bell Press ISSN (online) 2668-3466. Vol.10, 2013. p : 95-101. 4. Artikel Jurnal Nasional dengan judul : “ Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Nelayan Payang Jurung di Selat Madura “, dengan status telah diterima dan dipublikasikan pada Jurnal Nasional WACANA ISSN (online)2338-1884 Vol.16, No. 1 (2013). p : 15-23 5. Artikel Jurnal Internasional dengan judul : “ Study on Entrepreneurship Spirit and Production Factors Affecting Sail Income Of Madura Strait Fishermen ”, dengan status telah diterima dan dipublikasikan pada Jurnal International Journal of Civil & Enviromental Engineering IJCEE-IJENS ISSN (online) 2077-1258 Vol.14 No: 01 (2014) p : 1-7. 6. Artikel Jurnal Internasional dengan judul : “ Fisheries Resource Management through Local Institution in Empowering Community Based on Local Wisdom in Coastal Madura Strait ”, dengan status telah diterima dan dipublikasikan pada jurnal Internasional IRSS (International Review of Social Sciences) ISSN (online) : 2309-0081. Vol. 2, Issue : 5 (2014), p : 136-147