BAB 3 ANALISIS ATAS PENGELOLAAN PERSEDIAAN SUKU CADANG KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. PUTRATUNGGAL ANEKA
3.1
Sejarah Singkat Perusahaan PT. PUTRATUNGGAL ANEKA didirikan di Jakarta berdasarkan akta
notaris nomor 70 tanggal 26 September 1988 yang dibuat oleh E. Sianipar S.H, dan Surat Keputusan Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.534/-1.811.32 sebagai salah satu perusahaan pengelola kendaraan umum Bus Kecil (Mikrolet) yang berlokasi di Jl.Raya Bogor Km.25, 70 RT.008/01 Kel.Ciracas, Jakarta. Salah satu kegiatan bisnis yang dijalankan oleh PT. PUTRATUNGGAL ANEKA adalah menyediakan suku cadang kendaraan bermotor (spare part) bagi kendaraan angkutan umum yang mengalami kerusakan atau membutuhkan penggantian spare part. PT. PUTRATUNGGAL ANEKA memperoleh spare part dari berbagai pemasok, sesuai dengan ketersediaan dan harga spare part yang ditawarkan oleh masing-masing pemasok. Pada awal pembentukannya, jumlah kendaraan angkutan umum yang dikelola oleh PT. PUTRATUNGGAL ANEKA berjumlah 200 unit dengan merek yang bervariasi. Namun, saat ini hanya 144 unit kendaraan angkutan umum yang aktif beroperasi. Banyak faktor yang mengakibatkan penurunan bisnis perusahaan, salah satunya adalah kesulitan dalam hal pengelolaan persediaan spare part.
48 3.2
Visi dan Misi Perusahaan Berikut adalah pernyataan visi dan misi PT. PUTRATUNGGAL ANEKA: 1. Visi : Menjadi perusahaan pengelola kendaraan angkutan umum yang profesional, sehingga dapat dijadikan panutan dalam pengembangan dan penerapan jasa angkutan umum di wilayah Jakarta dan sekitarnya. 2. Misi : Memberikan pelayanan jasa angkutan umum yang aman, nyaman, serta tertib sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.3
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi PT. PUTRATUNGGAL ANEKA disajikan dalam
Gambar 3.1.
Komisaris
Direktur
Manajer Operasional
Kepala Bengkel
Montir
Staff Keuangan
Staff Akuntansi
Staff Angkutan Umum
Gambar 3.1 Struktur organisasi PT. PUTRATUNGGAL ANEKA Sumber: Direktur PT. PUTRATUNGGAL ANEKA. 49
50 3.4
Pembagian Tugas, Tanggung Jawab, dan Wewenang Berikut adalah pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang dari
masing-masing elemen organisasi sebagaimana tercantum dalam gambar struktur organisasi diatas : 1. Komisaris 1) Menetapkan tujuan perusahaan atau target operasi yang harus dicapai dalam jangka panjang dan jangka pendek. 2) Menetapkan perencanaan, program kerja, kebijaksanaan, dan rancangan Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART) perusahaan. 3) Meminta dan menilai pertanggung jawaban direktur atas jalannya perusahaan secara keseluruhan. 2. Direktur 1) Memimpin perusahaan sesuai dengan tujuan perusahaan. 2) Menyusun perencanaan, program kerja, kebijaksanaan, dan rancangan AD / ART perusahaan secara umum. 3) Meninjau kembali secara berkesinambungan perencanaan, program kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan AD / ART perusahaan agar tetap relevan dengan perkembangan perusahaan dan perkembangan jaman. 4) Menetapkan perencanaan kegiatan operasi harian, organisasi informasi, dan koordinasi didalam perusahaan. 5) Bertanggung jawab kepada komisaris atas jalannya perusahaan secara keseluruhan berdasarkan wewenang yang dimiliki.
51 3. Manajer Operasional 1) Menyusun perencanaan kegiatan operasi harian, organisasi informasi, dan koordinasi didalam perusahaan. 2) Meninjau kembali secara berkesinambungan perencanaan kegiatan operasi harian, organisasi informasi, dan koordinasi didalam perusahaan agar tetap relevan dengan perkembangan perusahaan dan jaman. 3) Mengawasi pelaksanaan kegiatan operasi harian perusahaan berdasarkan laporan yang diterima maupun pengawasan langsung di lapangan. 4) Menangani hal yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan. 5) Memajukan perusahaan melalui pengembangan dan pemantapan kegiatan operasi harian perusahaan. 6) Bertanggung jawab kepada direktur atas kegiatan operasi harian perusahaan yang meliputi: perbengkelan, angkutan umum, keuangan, dan akuntansi berdasarkan wewenang yang dimiliki. 4. Kepala Bengkel 1) Mengatur
dan
mengawasi
kegiatan
perbengkelan
perusahaan
(pemeliharaan dan perbaikan kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan). 2) Bertanggung jawab atas terpeliharanya peralatan yang berhubungan dengan kegiatan perbengkelan perusahaan. 3) Menentukan jenis, jumlah, dan waktu pemesanan spare part untuk persediaan. 4) Bertanggung jawab atas pembelian, penerimaan, penyimpanan, dan pemakaian spare part kendaraan angkutan umum.
52 5) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 6) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan kegiatan perbengkelan dan pengelolaan persediaan spare part perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki. 5. Montir 1) Melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan. 2) Menjaga dan merawat peralatan yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan. 3) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 4) Bertanggung jawab kepada kepala bengkel atas segala hal yang berhubungan dengan kegiatan pemelirahaan dan perbaikan kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan. 6. Staff Keuangan 1) Menangani masalah penerimaan dan pengeluaran kas yang berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan. 2) Mengelola kas yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien. 3) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
53 4) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki. 7. Staff Akuntansi 1) Melaksanakan kegiatan administrasi dan pembukuan perusahaan. 2) Memonitor saldo pembukuan setiap akhir bulan. 3) Menghasilkan dan melaporkan laporan keuangan perusahaan kepada manajer operasional. 4) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 5) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan akuntansi perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki. 8. Staff Angkutan Umum 1) Mengatur dan mengawasi kegiatan operasional kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan di lapangan. 2) Mengatur dan melaksanakan pengadministrasian (pengurusan dan perpanjangan) surat (STNK, KIR, Trayek, SIPA) kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan. 3) Bertanggung jawab atas penerimaan dan pemberdayaan supir kendaraan angkutan umum. 4) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan.
54 5) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan supir dan surat kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki.
3.5
Gambaran Pengelolaan Persediaan Suku Cadang Kendaraan Bermotor pada PT. PUTRATUNGGAL ANEKA Rich picture dari sistem pengelolaan persediaan suku cadang kendaraan
bermotor (spare part) PT. PUTRATUNGGAL ANEKA saat ini disajikan dalam Gambar 3.2.
$
$
$
Faktur & Surat Jalan (dari pemasok)
Melaporkan Ketidak-tersediaan Spare Part
Kepala Bengkel
Montir
Sp Menggunakan Spare Part (jika tersedia)
Me
Gudang Penyimpanan Spare Part
Dana Pembelian Spare Part & Bukti Kas Keluar
r me
ik s
a ad
n
n Me
y im
pa
ar
e
Pa
rt
Membeli / Memesan Spare Part
$
$
Staff Keuangan
Menyerahkan Dana Pembelian Spare Part & Bukti Kas Keluar
n Spare Part, Faktur, & Surat Jalan (dari pemasok)
Pemasok
Faktur & Surat Jalan (dari pemasok)
Staff Akuntansi
Gambar 3.2 Rich picture sistem pengelolaan persediaan spare part PT. PUTRATUNGGAL ANEKA 55
56 Disaat montir membutuhkan suatu suku cadang kendaraan bermotor (spare part) guna melakukan kegiatan pemeliharaan atau perbaikan kendaraan angkutan umum, maka montir akan mengecek spare part tersebut didalam gudang. Apabila spare part tersebut tersedia, maka montir akan mengambil dan menggunakan spare part tersebut untuk melakukan kegiatan pemeliharaan atau perbaikan kendaraan angkutan umum. Jika spare part tersebut tidak tersedia, maka montir akan melapor kepada kepala bengkel bahwa spare part yang ia butuhkan tidak tersedia. Setelah menerima laporan dari montir, maka kepala bengkel akan memesan spare part yang dibutuhkan oleh montir dan spare part yang dimaksudkan sebagai persediaan di masa datang kepada pemasok yang jumlah dan jenis spare part tersebut ditentukan oleh kepala bengkel berdasarkan frekuensi pemakaian spare part tersebut di masa lalu. Setelah memperoleh spare part yang dibutuhkan beserta faktur dan surat jalan dari pemasok, maka kepala bengkel akan memeriksa kembali apakah spare part tersebut sesuai dengan jenis dan jumlah spare part yang telah ditentukan sebelumnya. Jika sesuai, maka kepala bengkel akan menyimpan spare part tersebut ke dalam gudang dan menyerahkan faktur dari pemasok kepada staff keuangan. Setelah menerima faktur dan surat jalan dari pemasok yang diserahkan oleh kepala bengkel, maka staff keuangan akan memeriksa faktur dan surat jalan tersebut apakah sesuai dengan pemesanan yang dilakukan atau tidak. Jika sesuai, maka staff keuangan akan menyerahkan faktur dan surat jalan tersebut kepada
57 staff akuntansi untuk dibukukan, dan segera mempersiapkan serta menyerahkan bukti kas keluar dan dana pembelian spare part kepada kepala bengkel. Setelah menerima bukti kas keluar dan dana pembelian spare part dari staff keuangan, maka kepala bengkel akan menyerahkan bukti kas keluar dan dana pembelian spare part tersebut kepada pemasok. Selama ini, pemesanan atau pembelian spare part dilakukan oleh kepala bengkel kepada pemasok sesuai dengan ketersediaan dan harga spare part (paling murah) yang ditawarkan oleh masing-masing pemasok. Pemesanan atau pembelian spare part biasanya dilakukan satu bulan sekali dalam jumlah besar dengan memperhatikan kondisi keuangan perusahaan saat itu. Pemesanan atau pembelian spare part dapat terjadi sebanyak dua kali, tiga kali, atau lima kali dalam satu bulan. Perusahaan sering mengalami kelebihan atau kekurangan spare part tertentu. Kondisi kelebihan spare part mengakibatkan kerusakan dan turunnya kualitas spare part, dan kondisi kekurangan spare part mengakibatkan terhambatnya
kegiatan
operasional
kendaraan
angkutan
umum
yang
membutuhkan spare part tersebut, sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan setoran yang optimal.
58 3.6
Permasalahan yang Dihadapi dalam Pengelolaan Persediaan Suku Cadang Kendaraan Bermotor pada PT. PUTRATUNGGAL ANEKA 1. Kuantitas pemesanan spare part tidak ekonomis. Pemesanan spare part biasanya dilakukan dalam jumlah yang tidak pasti dan dengan berbagai jenis, tanpa memperhatikan jumlah dan jenis spare part aktual yang sesuai dengan kebutuhan. Seharusnya pemesanan spare part dilakukan dalam jumlah dan jenis spare part aktual yang sesuai dengan kebutuhan. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan tidak dapat mengetahui secara pasti jumlah dan jenis spare part yang akan dipesan secara aktual sesuai dengan kebutuhan. Akibat dari kondisi diatas, jumlah dan jenis spare part yang akan dipesan tidak dapat dipastikan secara akurat (sesuai dengan yang benarbenar dibutuhkan), sehingga sering terjadi kekurangan atau kelebihan persediaan spare part tertentu didalam gudang. Untuk itu, sebaiknya dikembangkan suatu sistem yang dapat mengidentifikasikan secara akurat jumlah dan jenis spare part yang sesuai dengan kebutuhan guna menghindari kekurangan persediaan spare part atau kelebihan investasi persediaan spare part tertentu didalam gudang yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 2. Kuantitas persediaan spare part minimum tidak ditentukan. Persediaan spare part pada jumlah terendah (minimum) sebagai persediaan cadangan atau penyelamat tidak ditentukan.
59 Seharusnya persediaan spare part minimum sebagai persediaan cadangan atau penyelamat ditentukan. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan tidak dapat mengetahui secara akurat jumlah dan jenis spare part minimum yang harus tersedia didalam gudang. Akibat dari kondisi diatas, terdapat kemungkinan pada suatu waktu perusahaan mengalami kekurangan persediaan spare part (stock out) sehingga tidak dapat memenuhi permintaan kebutuhan atas suatu spare part yang dapat menyebabkan pendapatan perusahaan atas kendaraan
angkutan
umum
yang
mengalami
kerusakan
atau
membutuhkan penggantian spare part menjadi tidak optimal. Untuk itu, sebaiknya dikembangkan suatu sistem yang dapat menentukan secara akurat jumlah dan jenis spare part minimum yang harus dimiliki didalam gudang agar tidak terjadi kekurangan atau kehabisan spare part sehingga kegiatan operasional perusahaan menjadi lancar. 3. Pemesanan spare part kembali tidak dilakukan pada waktu atau saat yang tepat. Pemesanan spare part tidak dilakukan pada suatu titik atau batas dari jumlah dan jenis spare part yang ada, yang mengharuskan diadakannya pemesanan kembali. Seharusnya pemesanan spare part dilakukan pada suatu titik atau batas dari jumlah dan jenis spare part yang ada, yang mengharuskan
60 diadakannya pemesanan kembali agar dapat menggantikan spare part yang telah terpakai. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan tidak dapat mengetahui jumlah dan jenis spare part minimum yang harus dimiliki, sehingga menyulitkan dalam penentuan saat harus diadakannya pemesanan spare part kembali. Akibat dari kondisi diatas, terdapat kemungkinan perusahaan mengalami kekurangan atau kelebihan spare part pada suatu waktu yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Untuk itu, sebaiknya dikembangkan suatu sistem yang dapat menentukan titik atau batas dari jumlah dan jenis spare part yang ada, dimana titik tersebut mengisyaratkan diadakannya pemesanan kembali agar persediaan spare part yang telah terpakai dapat tergantikan, sehingga perusahaan tidak mengalami kekurangan atau kelebihan spare part pada suatu waktu yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 4. Terdapat perangkapan tugas kepala bengkel dalam kegiatan perbengkelan dan pembelian spare part. Kepala bengkel bertugas menentukan jenis, jumlah, dan waktu pemesanan spare part untuk persediaan, serta bertanggung jawab dalam hal pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pemakaian spare part seorang diri. Seharusnya perusahaan memiliki unit atau bagian yang bertugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan persediaan spare part yang
61 terpisah dari unit atau bagian yang bertugas dan bertanggung jawab atas pemesanan spare part. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan kurang menyadari pentingnya pemisahan tugas dan tanggung jawab dalam hal pemesanan dan pengelolaan (beserta pengendalian) spare part. Akibat dari kondisi diatas, tidak ada fungsi saling kendali (controlling) dalam hal pemesanan persediaan spare part yang dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud) dalam hal pengelolaan persediaan spare part yang dapat merugikan perusahaan. Misal: Kepala bengkel dapat dengan leluasa melakukan pemesanan spare part yang sebenarnya tidak perlu dilakukan atau memang tidak dilakukan (fiktif). Untuk itu, sebaiknya dibentuk bagian logistik (gudang) dibawah manajer operasional yang memiliki tugas, tanggung jawab, dan wewenang dalam : 1) Menentukan jenis dan jumlah spare part yang harus dibeli atau dipesan untuk persediaan. 2) Menentukan saat pemesanan kembali akan dilakukan. 3) Meminta kepada kepala bengkel untuk membeli atau memesan spare part yang sudah ditentukan untuk persediaan. 4) Menerima dan memeriksa apakah spare part yang diterima dari pemasok sesuai dengan jumlah dan spesifikasi spare part yang dipesan, dan jika sesuai lalu menyimpan dan memelihara spare part tersebut sebagai persediaan didalam gudang.
62 5) Mengadakan pengecekan spare part mana yang cepat habis dan spare part mana yang lambat habis. 6) Mengadakan pencatatan secara administratif mengenai jenis, jumlah dan nilai persediaan spare part. 7) Mengadakan pemeriksaan secara langsung atas keadaan fisik spare part (stock opname) yang terdapat didalam gudang setiap akhir bulan. 8) Menganalisa keadaan persediaan spare part untuk dapat menentukan jumlah persediaan spare part yang optimum dengan memperhatikan jumlah persediaan spare part yang minimum, jumlah pesanan yang ekonomis, dan titik pemesanan kembali. 9) Bertanggung jawab atas pengeluaran persediaan spare part dari dalam gudang. 10) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 11) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan persediaan spare part perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki. Dengan demikian, maka tugas, tanggung jawab, dan wewenang kepala bengkel berubah, menjadi : 1) Mengatur
dan
mengawasi
kegiatan
perbengkelan
perusahaan
(pemeliharaan dan perbaikan kendaraan angkutan umum yang dimiliki perusahaan). 2) Bertanggung jawab atas terpeliharanya peralatan yang berhubungan dengan kegiatan perbengkelan perusahaan.
63 3) Melakukan pemesanan spare part untuk persediaan sebagaimana yang telah ditentukan oleh staff gudang. 4) Melakukan kerjasama dan koordinasi yang baik dengan bagian lainnya guna mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 5) Bertanggung jawab kepada manajer operasional atas segala hal yang berhubungan dengan kegiatan perbengkelan dan pemesanan spare part perusahaan berdasarkan wewenang yang dimiliki. Apabila dibentuk unit atau bagian logistik (gudang), maka struktur
organisasi
PT.
PUTRATUNGGAL
sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.3.
ANEKA
berubah,
Komisaris
Direktur
Manajer Operasional
Kepala Bengkel
Montir
Staff Gudang
Staff Keuangan
Staff Akuntansi
Staff Angkutan Umum
Gambar 3.3 Rancangan struktur organisasi PT. PUTRATUNGGAL ANEKA 64
65 5. Tidak ada catatan atau dokumen pengawasan persediaan spare part yang digunakan dalam sistem pengelolaan persediaan spare part berjalan. Sistem pengelolaan persediaan spare part yang berjalan selama ini tidak menggunakan catatan atau dokumen pengawasan persediaan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai penerimaan, persediaan didalam gudang, dan pengeluaran barang dari gudang. Seharusnya
sistem
pengelolaan
persediaan
spare
part
menggunakan catatan atau dokumen pengawasan persediaan spare part guna agar persediaan spare part didalam gudang digunakan secara efektif dan efisien. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan kurang memperhatikan atau menyadari pentingnya pengelolaan dan pengendalian persediaan spare part secara baik dan benar. Akibat dari kondisi diatas, perusahaan tidak dapat mengikuti perkembangan persediaan spare partnya dengan baik. Untuk itu, sebaiknya sistem pengelolaan persediaan spare part saat ini dikembangkan dengan menggunakan catatan atau dokumen pengawasan persediaan spare part agar persediaan spare part didalam gudang digunakan secara efektif dan efisien, dan agar perusahaan dapat mengikuti perkembangan persediaan spare part serta mengetahui perkembangan keadaan usaha atau bisnisnya. Catatan atau dokumen yang sebaiknya digunakan oleh perusahaan dalam hal pengelolaan dan pengendalian persediaan adalah :
66 1) Surat Permintaan Kebutuhan Barang (SPKB) 2) Form Pengeluaran Barang Gudang (FPBG) 3) Surat Permintaan Beli (SPB) 4) Surat Perintah Pembelian (SPP) 5) Surat Penawaran Harga (SPH) 6) Daftar Penawaran Harga (DPH) 7) Surat Penetapan Pesanan (SPPs) 8) Surat Order Pembelian (SOP) 9) Surat Kontrak (SK) 10) Bukti Barang Masuk (BBM) 11) Berita Acara (BA) Apabila catatan atau dokumen pengawasan persediaan spare part diatas digunakan, dan dengan asumsi unit atau bagian logistik (gudang) dibentuk, maka sistem pengelolaan persediaan spare part PT. PUTRATUNGGAL ANEKA dapat diilustrasikan melalui Gambar 3.4.
FPBG rangkap-4 SPB rangkap-2 BBM rangkap-2
SPKB rangkap-2
BA rangkap-2
SPP rangkap-2
SPKB rangkap-1
an ark elu ng Me
Montir
SK rangkap-1 (bermaterai) $
rt Pa are Sp
$
BA rangkap-3 Staff Gudang
Staff Keuangan
SPB rangkap-1
Staff Akuntansi
BBM rangkap-3
n/ pa im FPBG rangkap-1 + Spare Part ny Me
FPBG rangkap-3 1 pka ng ra
Gudang Penyimpanan Spare Part
SK rangkap-1 (bermaterai)
1 PB piS ka as ng ult a s r n PB Ko iS as irm f n Ko
SPH rangkap-3 + DPH rangkap-5 SPP SPB rangkap-1 rangkap-3 SOP rangkap-2 BA rangkap-4 SOP rangkap-3 SPPs rangkap-2
SPPs rangkap-1 & 3 Spare Part + Faktur + SJ (dari pemasok)
SPPs rangkap-3 DPH (beserta harga spare part) rangkap-1 SPH rangkap-2 + DPH rangkap-4
BBM rangkap-1 Manajer Operasional
SPH rangkap-4 + DPH rangkap-6 SK rangkap-3 DPH (beserta harga spare part) rangkap-3 SOP rangkap-1 DPH (beserta harga spare part) rangkap-2 $
BBM rangkap-4 SPB rangkap-3 FPBG rangkap-2
$
$
SPH rangkap-1 + DPH 3 rangkap SK rangkap-2 (bermaterai) BA rangkap-1 Pemasok
Keterangan : SPKB = Surat FPBG = Form SPB = Surat SJ = Surat
Permintaan Kebutuhan Barang Pengeluaran Barang Gudang Permintaan Beli Jalan (dari Pemasok)
SPP SPH DPH SPPs
= = = =
Surat Perintah Pembelian Surat Penawaran Harga Daftar Penawaran Harga Surat Penetapan Pesanan
SOP SK BBM BA
= = = =
Surat Order Pembelian Surat Kontrak Bukti Barang Masuk Berita Acara
SK rangkap-4 Kepala Bengkel
SOP rangkap-4 SPPs rangkap-3
Gambar 3.4 Rich picture perancangan sistem pengelolaan persediaan spare part PT. PUTRATUNGGAL ANEKA 67
68 Disaat montir membutuhkan suatu suku cadang kendaraan bermotor (spare part) guna melakukan kegiatan pemeliharaan atau perbaikan kendaraan angkutan umum, maka montir akan meminta spare part yang diperlukan kepada staff gudang dengan sebelumnya mengisi Surat Permintaan Kebutuhan Barang (SPKB) sebanyak dua rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama akan diberikan kepada staff gudang, dan 2. Rangkap kedua akan disimpan oleh montir yang bersangkutan sebagai tanda bukti permintaan barang. Setelah staff gudang menerima SPKB rangkap pertama dari montir, maka staff gudang akan membuat Form Pengeluaran Barang Gudang (FPBG) sebanyak empat rangkap (copy) , dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Copy pertama akan diberikan kepada montir yang bersangkutan beserta spare part yang dibutuhkan, 2. Copy kedua akan diberikan kepada kepala bengkel, 3. Copy ketiga akan diberikan kepada staff akuntansi, dan 4. Copy keempat akan disimpan oleh staff gudang. Apabila terdapat suatu jenis spare part yang mengalami kondisi minimum stock yang mengharuskan diadakannya pemesanan kembali, maka staff gudang akan membuat Surat Permintaan Beli (SPB) sebanyak tiga rangkap (copy), dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Copy pertama diberikan kepada staff keuangan, 2. Copy kedua disimpan oleh staff gudang, dan 3. Copy ketiga diberikan kepada kepala bengkel (yang melakukan proses pemesanan spare part).
69 Setelah staff keuangan menerima SPB rangkap pertama dari staff gudang, maka staff keuangan akan mengkonsultasikan SPB tersebut dengan manajer operasional. Setelah manajer operasional menyetujui SPB tersebut, maka staff keuangan akan membuat Surat Perintah Pembelian (SPP) sebanyak dua rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama diberikan kepada kepala bengkel, dan 2. Rangkap kedua diberikan kepada staff akuntansi. Setelah kepala bengkel menerima SPP dari staff keuangan, maka kepala bengkel akan membuat Surat Penawaran Harga (SPH) sebanyak empat rangkap beserta Daftar Penawaran Harga (DPH) sebanyak enam rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. SPH rangkap pertama beserta DPH sebanyak tiga rangkap diberikan kepada pemasok, 2. SPH rangkap kedua beserta DPH rangkap keempat diberikan kepada staff keuangan, 3. SPH rangkap ketiga beserta DPH rangkap kelima diberikan kepada staff akuntansi, dan 4. SPH rangkap keempat beserta DPH rangkap keenam diberikan kepada staff gudang. Setelah pemasok menerima SPH rangkap pertama beserta DPH sebanyak tiga rangkap dari kepala bengkel, maka pemasok akan mengisi harga masingmasing spare part yang tertera pada tiga rangkap DPH tersebut. Setelah mengisi harga masing-masing spare part, pemasok akan mengembalikan DPH, dengan pendistribusian sebagai berikut :
70 1. DPH rangkap pertama kepada staff gudang, 2. DPH rangkap kedua kepada staff keuangan, dan 3. DPH rangkap ketiga kepada staff akuntansi. Setelah ketiga rangkap DPH dikembalikan oleh pemasok, maka kepala bengkel akan membuat Surat Penetapan Pesanan (SPPs) sebanyak tiga rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama dan ketiga diberikan kepada manajer operasional, 2. Rangkap kedua diberikan kepada staff akuntansi, dan 3. Rangkap ketiga setelah disetujui oleh manajer operasional akan diberikan kepada kepala bengkel untuk disimpan. Setelah membuat SPPs, kepala bengkel akan membuat Surat Order Pembelian (SOP) sebanyak empat rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama diberikan kepada pemasok, 2. Rangkap kedua diberikan kepada staff akuntansi, 3. Rangkap ketiga diberikan kepada staff gudang, dan 4. Rangkap keempat disimpan oleh kepala bengkel. Setelah membuat SOP, kepala bengkel akan membuat Surat Kontrak (SK) sebanyak empat rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama diberikan kepada staff keuangan yang kemudian diteruskan kepada staff akuntansi sebagai lampiran bukti pembukuan, 2. Rangkap kedua-bermaterai-diberikan kepada pemasok,
71 3. Rangkap ketiga diberikan kepada staff gudang sebagai acuan mengenai syarat-syarat dan waktu penyerahan spare part yang akan dikirimkan oleh pemasok, dan 4. Rangkap keempat disimpan oleh kepala bengkel. Apabila spare part yang dipesan beserta Faktur dan Surat Jalan (SJ) dari pemasok telah diterima dan diperiksa oleh staff gudang, maka staff gudang akan membuat Bukti Barang Masuk (BBM) sebanyak empat rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama diberikan kepada pemasok, 2. Rangkap kedua disimpan oleh staff gudang, 3. Rangkap ketiga diberikan kepada staff akuntansi, dan 4. Rangkap keempat diberikan kepada kepala bengkel. Setelah kepala bengkel menerima BBM rangkap keempat dari staff gudang, maka kepala bengkel akan membuat Berita Acara (BA) sebanyak empat rangkap, dengan pendistribusian sebagai berikut : 1. Rangkap pertama diberikan kepada pemasok, 2. Rangkap kedua diberikan kepada staff gudang, 3. Rangkap ketiga diberikan kepada staff akuntansi, dan 4. Rangkap keempat diberikan kepada kepala bengkel.
72 6. Sistem pengelolaan persediaan spare part saat ini tidak mendukung pengelolaan dan pengendalian persediaan spare part secara efektif dan efisien. Penerapan sistem pengelolaan dan pengendalian persediaan spare part saat ini masih menggunakan cara tradisional. Misal: Dalam menentukan jumlah dan jenis spare part yang akan dipesan atau dibeli hanya mengandalkan prediksi frekuensi penggunaan spare part tersebut di masa lalu. Seharusnya jumlah dan jenis spare part yang akan dipesan atau dibeli berdasarkan perhitungan yang akurat, dan diketahui pula saat dimana pemesanan atau pembelian persediaan spare part akan dilakukan, dan jumlah minimal persediaan spare part yang harus terdapat didalam gudang, sehingga pengelolaan dan pengendalian persediaan spare part berjalan secara efektif dan efisien. Kondisi diatas terjadi karena perusahaan kurang memperhatikan atau menyadari pentingnya pengelolaan dan pengendalian persediaan spare part secara baik dan benar. Akibat dari kondisi diatas, perusahaan sering mengalami kekurangan dan atau kelebihan persediaan spare part, dimana kondisi kekurangan persediaan spare part mengakibatkan terhambatnya kegiatan operasional perusahaan, dan kondisi kelebihan spare part mengakibatkan investasi berlebih pada persediaan spare part didalam gudang.
73 Untuk itu, sebaiknya dikembangkan suatu sistem pengelolaan persediaan spare part secara terkomputerisasi yang dapat memperoleh, mengolah, dan menghasilkan informasi tentang persediaan spare part (Sistem Informasi Manajemen Persediaan), sehingga mendukung proses pengelolaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan persediaan spare part secara efektif dan efisien.