BAB 2 TINJUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN MASALAH
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Merek
a.
Pengertian Merek Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu produk
strategi.Suatu merek yang sudah dikenal bisa menyebabkan harga menjadi tinggi. Namun dalam rangka menciptakan suatu produk atau jasa yang bermerek memerlukan proses dan investasi jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion), dan pengemasan (packaging). Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf - huruf, angka - angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa(Tjiptono, 2005:2). Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2004:418). Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono, 2008: 104). Merek dapat dikatakan sebagai sebuah nama, logo, dan simbol yang
membedakan sebuah produk atau layanan dari para pesaingnya berdasarkan kriteria tertentu (Susanto dan Wijanarko, 2004:79). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa merek (brand) merupakan sebuah nama, tanda, simbol, dan desain yang dapat memberikan identitas terhadap suatu produk atau jasa, serta membedakan produk atau jasa tersebut dari produk atau jasa pesaingnya. Menurut Kotler (2005:82), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian, yaitu : 1) Atribut : Merek mengingatkan atribut-artibut. 2) Manfaat :Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3) Nilai :Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. 4) Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5) Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6) Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand merek yang berbentuk simbol, desain berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut (Rangkuti, 2004:37): 1) Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
2) Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat. 3) Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik. 4) Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat. a.
Makna Merek Menurut Kotler (2002:460) dalam bukunya tersebut menyatakan ada enam
makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu: 1) Atribut (attributes) Merek mengingatkan pada atribut - atribut tertentu. Misalnya, Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi , nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih atribut - atribut ini untuk mengiklankan produknya. Selama bertahun - tahun Mercedes mengiklankan, dirancang tidak seperti mobil manapun juga di dunia,
berfungsi
sebagai
dasar
untuk
meletakkan
posisi
untuk
memproyeksikan atribut lainnya. 2) Manfaat (benefits)Merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut manfaat, mereka membeli Atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, atribut ”tahan lama” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, ”Saya akan tetap aman seandainya terjadi kecelakaan” 3) Nilai (values) Merek juga menyatakan nilai produsen. Mercedes menyatakan kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain - lain. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana yang mencari nilai - nilai ini.
4) Budaya (culture) Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman : terorganisir, efisien dan mutu tinggi. 5) Kepribadian (personality) Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya. 6) Pemakai (user) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umunya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manager puncak dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya adalah anak – anak. Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002:416) tingkat perilaku konsumen terhadap merek dibedakan atas 5 tingkat, yaitu : 1) Konsumen akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan harga tidak memiliki loyalitas merek. 2) Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek. 3) Konsumen yang puas akan suatu merek akan merasa rugi bila menganti atau mencoba merek lain. 4) Konsumen memberikan nilai yang tinggi bagi suatu merek, menghargainya dan menganggap merek menjadi bagian dari dirinya atau seperti teman. 5) Konsumen yang setia terhadap merek. b.
Manfaat Merek Kotler (2002:464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan beberapa
manfaat bagi penjual yaitu :
1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah. 2) Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum atau ciri-ciri produk yang unik. 3) Merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanaan program pemasarannya. 4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. 5) Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor dan pelanggan. Tjiptono
(2005:21)
mengemukakan
manfaat-manfaat
merek
bagi
Konsumen yaitu: 1) Kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk. 2) Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas. 3) Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda. 4) Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi. 5) Kepuasan terkait dengan daya tarik merek logo dan komunikasinya.
c. Tujuan Digunakannya Merek. Menurut Tjiptono, et al (2008:104), merek digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu : 1) Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang. 2) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk. 3) Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen. 4) Untuk mengendalikan pasar. d. Syarat Merek Menurut Tjiptono, et al (2008:106), agar suatu merek dapat mencerminkan makna-makna yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu : 1) Merek harus khas atau unik. 2) Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk dan pemakaiannya. 3) Merek harus menggambarkan kualitas produk. 4) Merek harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat. 5) Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk di negara dan dalam bahasa lain. 6) Merek harus dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru
yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk. 2.1.2
Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Durianto, et al (2004:54) mendefinisikan kesadaran merek adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Rangkuti (2004:243) mendefinisikan kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci. Strategi yang sukses dari brand awareness harus dapat menjelaskan keunikan dari merek itu sendiri dan menjadikannya berbeda dari kompetitor yang ada.Contoh : jika konsumen tidak mengetahui apa pun tentang suatu perusahaan, mereka tidak akan membeli sesuatu dari perusahaan tersebut. Untuk itulah satu dari tujuan utama setiap bisnis seharusnya ialah untuk membangun brand awareness karena keinginan membeli konsumen sangat dipengaruhi dari rekomendasi dari pengalaman langsung. Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu : ( Durianto, et al, 2004:8-9 ) 1) Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit
melekat pada merek tersebut. 2) Familier atau rasa jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan. 3) Substansi atau komitmen Kesadaran merek dapat menandakan keberasaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a) diiklankan secara luas, b) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, c) jangkauan distribusi yang luas, dan d) merek tersebut dikelola dengan baik. 4) Mempertimbangkan merek langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merekmerek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akandibeli. Merek dengan Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merekmerek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.
Gambar 2.1 Nilai – Nilai Kesadaran Merek Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain
Familier / rasa suka Kesadaran Merek Substansi / komitmen
Mempertimbangkan merek
Tingkatan Dalam Kesadaran Merek (Brand Awareness) menurut David Aaker yang dikutip oleh Durianto.et al (2004:57-59), peran brand awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh manatingkatan Awareness yang dicapai oleh suatu merek. Adapun tingkatan dalam Brand Awareness adalah sebagai berikut: 1)
Puncak pikiran (Top of Mind) Yang dimaksud dengan Top of Mind adalah merek yang pertama kali
diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu produk tertentu.Top of mind menggunakan single respond question yang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini. 2)
Pengingatan kembali merek (Brand Recall) Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingat kembali merek
yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh responden setelah responden menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond questions yang artinya memberikan jawanan tanpa dibantu. 3)
Pengenalan merek (Brand recognition) Yang dimaksud dengan Brand recognition adalah pengenalan merek yaitu
tingkat kesadaran responden terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan seperti ciri-ciri suatu produk. 4)
Tidak menyadari merek (Unware of brand) Merupakan tingkat yang paling rendah dari piramida Brand Awareness
dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. Gambar 2.2 Piramida Kesadaran Merek
Puncak Pikiran Pengingatan kembali merek Pengenalan merek
Tidak menyadari merek
Sumber : Aaker, (1997:92)
Menurut Simamora (2001:84) pengukuran kesadaran merek dimaksudkan untuk mengetahui apakah merek dikenal atau tidak.Kalau dikenal bagaimana
tingkat pengenalan konsumen terhadap merek tersebut.Untuk mengelompokkan respoden berdasarkan tingkat pengenalan mereka, perlu diketahui lebih dulu tingkat hubungan antar kategori seperti gambar di bawah ini. Gambar 2.3 Hubungan Antar Kategori Kesadaran Merek
Merek
Tidak diingat (Brand Unaware)
Diingat (Brand aware)
Dengan alat bantu (Brand Recognition)
Tanpa alat bantu (Brand Recall)
Diingat pertama kali (top of mind)
Diingat bukan pertama (Familiar brand)
Sumber : simamora (2001:85) Pencapaian kesadaran merek (Brand awareness) dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut (Durianto et al 2001:57) : 1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya. 2) Melakukan pengulangan untuk mengingat pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan. 3) Perluas nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan. 4) Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik. 5) Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton.
2.1.3
Persepsi kualitas (Perceived Quality) Menurut Aaker (2004:15) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Perceived quality (Persepsi Kualitas produk) adalah salah satu kunci dimensi Brand Equity (ekuitas merek).Bila berbicara masalah kualitas, maka terdapat kualitas objektif dan kualitas menurut persepsi konsumen. Kotler (Simamora, 2002:22) mengatakan bahwa, “Quality is the totality of feature and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs” .Artinya bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan. Jadi ditarik kesimpulan, persepsi kualitas adalah
persepsi pelanggan
terhadap kualitas suatu produk yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang terhadap suatu produk. Bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk tersebut bersifat positif, maka akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut. Akan tetapi bila persepsi pelanggan untuk membeli produk tersebut bersifat negative, maka tidak akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut, yang akhirnya akan berdampak buruk bagi suatu produk yaitu produk tersebut tidak akan bertahan lama di pasar.
I.Leonard A.Morgan dengan tegas menyatakan kualitas merek sebagai persepsi. Seperti yang dikutip (simamora, 2002:22) dalam Aura Merek, ia mengatakan :“Quality must be perceived by customer. Quality work must begin with the customer’s need end with the customer’s perception. Quality improvement are only meaningful when they are perceived by the customers”. Perceived quality mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti (Durianto,et al, 2004:15) : 1) Kualitas actual dan objektif Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik. 2) Kualitas isi produk Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian atau pelayanan yang disertakan. 3) Kualitas proses manufacturing Kesesuaian dengan spesifikasi akhir yang “tanpa cacat” (zero defect) Gambar 2.4 Nilai – Nilai Persepsi Kualitas Alasan Untuk Membeli Diferensiasi Atau Posisi Persepsi Kualitas
Harga Optimum Minat Saluran Distribusi Perluasan Merek Sumber : Durianto, et al (2004:16)
Gambar diatas menunjukkan nilai-nilai persepsi kualitas dalam bentuk :
1) Alasan untuk membeli. Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesangupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. 2) Diferensiasi atau posisi. Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum bernilai atau ekonomis. Juga, berkenaan dengan perceived quality (persepsi kualitas) apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain. 3) Harga
optimum.
Keuntungan
perceived
quality
(persepsi
kualitas)
memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum. Harga optimim bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimim juga dapat menguatkan perceived quality, yaitu ”Anda mendapatkan yang anda bayar”. 4) Minat Saluran distribusi.Perceived quality juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
5) Perluasan Merek. Sebuah merek yang kuat dalam hal perceived quality dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru. Beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil : a. Merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit diperluas b. Merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension. Merek yang sudah teralalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebinggungan di benak mereka. c. Keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak. d. Cara yang paling mudah untuk mengukur efektifitas perluasan merek adalah
mengukur
efek
dari
perluasan
merek
tersebut
dari
kepercayaan,kesukaan dan kejelasan. Jika jadi setelah merek tersebut semakin jelas di benak konsumen, maka perluasan tersebut berhasil.
2.1.4
Konsep Perilaku Konsumen Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh
perushaaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin.Banyak pengertian
perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli.Berikut ini beberapa pendapat para ahli.Menurut Prasetjo dan Ihalauw (2005:9) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units), baik individu, kelompok,ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:6), studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan suber daya mereka yang tersedia (waktu,uang,usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam memcari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Adiputra, Hendarso dan Atriza (2004:126), perilaku kosumen sebagai tindakan yang dilakukan individu dalam mendapatkan dan memakai barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut. Menurut Mowen dan Minor (2002:6), perilaku konsumen adalah segala tindakan yang berhubungan dengan proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa oleh individu atau kelompok, termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2007:214), faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen: a. Budaya, sub-budaya dan kelas sosial sangat penting bagi prilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. b. Sosial, selain faktor budaya, prilaku konsumen dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran danstatus sosial. c. Pribadi, keputusan pembelian juga dipengaruhi karakteristik pribadi. Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup: pekerjaan, keadaan ekonomi. d. Psikologis, satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan konsumen.
2.1.5
Tipe Perilaku Pembelian Konsumen Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan
tingkat perbedaan di antara berbagai merek adalah sebagai berikut (Kotler dan Keller 2007: 219-222): a) Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behaviour) Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan perilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain.Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, berisiko jarang dibeli,
dan sangat menonjolkan ekspresi diri.Konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut. b) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing buying behaviour) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibataan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek-merek yang ada.Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada. c) Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku pembeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibataan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada.Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek apapun. d) Perilaku membeli yang mencari variasi Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar.Dalam kasus ini, konsumen sering kali mengganti merek.Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan, memilih merek kue tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek tersebut ketika di mekan atau di konsumsi. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda.
2.1.6
Proses Pengambilan Keputusan Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam pembelian mereka. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian dari sebuah masalah. Menurut Kotler et al (2004: 224-229) ada lima tahap proses pengambilan keputusan, sebagai berikut: 1.
Pengenalan Kebutuhan
Proses membeli dimulai ketika konsumen mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Konsumen merasakan perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkan.Suatu kebutuhan muncul karena adanya rangsangan internal maupun eksternal.Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, strategi pemasaran, dan kelompok referensi sedangkan aktor internal Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Jika kebutuhan tersebut diketahui maka konsumen akan segera memahami adanya kebutuhan yang belum dipenuhi atau masih bisa ditunda pemenuhannya, serta beberapa kebutuhan yang samasama harus segera dipenuhi. Jadi, dari tahap inilah proses pembelian akan dimulai. 2.
Pencarian Informasi Tahap ini sangat berkaitan dengan pencarian informasi tentang sumbersumber dan menilainya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang dirasakan. Seberapa jauh konsumen mencari informasi akan bergantung pada kekuatan dorongan, jumlah informasi awal, kemudahan memperoleh informasi lebih jauh, nilai dari informasi tambahan, dan kepuasan memperoleh informasi dari sumber-sumber yang tersedia. Diantaranya ada sumber pribadi yang berupa iklan, wiraniaga, kemasan, pameran, serta sumber publik yang berupa organisasi pemeringkat konsumen.
3.
Evaluasi Alternatif
Tahap ini terdiri dari dua tahap yaitu menentukan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Tujuan pembelian bagi masing-masing konsumen tidak selalu sama, bergantung pada jenis produk dan kebutuhannya. Ada konsumen yang memiliki tujuan pembelian untuk meningkatkan prestige, misalnya dengan membeli mobil mewah.Adapula untuk sekedar ingin memenuhi kebutuhan
jangka
pendek
dengan
membeli
makanan,
serta
ingin
meningkatkan pengetahuan dengan membeli buku. Atas dasar tujuan pembelian, alternatif-alternatif pembelian yang telah diidentifikasikan, dinilai, dan diseleksi menjadi alternatif pembelian yang dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan kebutuhan serta keinginannya. 4.
Keputusan Pembelian Keputusan untuk membeli merupakan suatu proses dalam pembelian yang nyata. Jadi setelah tahap-tahap 1-3 dilakukan, maka konsumen harus mengambil keputusan apakah membeli atau tidak. Bila konsumen memutuskan untuk membeli, konsumen akan menjumpai serangkaian keputusan yang harus diambil menyangkut jenis produk, penjual, harga, waktu pembelian, dan cara pembayarannya.
5.
Perilaku Setelah Pembelian Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah pembelian dan menggunakan produk tersebut kembali atau tidak.
Gambar 2.5 Proses Pembelian Model Lima Tahap Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Sumber: Kotler dan Keller (2007:235) Dari proses pembelian lima tahap tersebut, bahwa proses pembelian dimulai dari saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Selanjutnya, konsumen yang tergugah kebutuhannya akan mencari informasi. Menurut Simamora (2003:15) suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengtahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat 5 peran yang terjadi dalam keputusan untuk membeli: a. pemrakarsa (initiator) orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu. b. pemberi pengaruh (influenzer) orang yang pandangannya atau nasehatnya diperhitungkan dalam pengambilan nasehat akhir. c. pengambil keputusan (dicider) seorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli. d. pembeli (buyer) orang yang melakukan pembelian nyata. e. pemakai (user) orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa.
Perilaku setelah Pembelian
2.1.7
Tingkatan Pengambilan Keputusan Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau
membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Menurut Engel (dalamTjiptono, 2005:20) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu: 1. Pengambilan Keputusan Luas (Extended Decision Making) Pengambilan keputusan ini bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. 2. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Decision Making) Proses pengambilan keputusan ini terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa mencari informasi baru. 3. Pengambilan Keputusan Kebiasaan (Habitual Decision Making) Yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung memutuskan untuk membeli (tanpa evaluasi alternatif). Untuk lebih jelasnya tipe-tipe proses pengambilan keputusan konsumen dapat dilihat seperti pada gambar berikut: Gambar2.6 Tipe-Tipe Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Keterlibatan
Keterlibatan
Rendah
Tinggi
Pengambilan Keputusan Kebiasaan
Pengambilan Keputusan Terbatas
Pengambilan Keputusan Yang Luas
Pengenalan Masalah - Selektif
Pengenalan Masalah - Generik
Pengenalan Masalah - Generik
Pencarian Informasi - Internal (terbatas)
Pencarian Informasi - Internal - Eksternal (terbatas)
Pencarian Informasi - Internal - Eksternal
Pembelian
Evaluasi Altrnatif - Sedikit atribut - Aturan keputusan sederhana - Sedikit alternatif
Evaluasi Altrnatif -Banyak atribut - Aturan keputusan kompleks - Sedikit alternatif
Purnabeli - Tidak ada ketidakcocokan - Evaluasi sangat terbatas
Pembelian
Pembelian
Purnabeli - Tidak ada ketidakcocokan - Evaluasi terbatas
Purnabeli - Ketidakcocokan - Evaluasi kompleks
Sumber :Tjiptono (2005:23) 2.1.8
Hubungan Antar Variabel
a. Kesadaran Merek dengan Persepsi Kualitas Menurut Durianto, et al (2004:54) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Strategi yang sukses dari brand awareness harus dapat menjelaskan keunikan dari merek itu sendiri dan menjadikannya berbeda dari kompetitor yang ada. Contoh: jika konsumen tidak mengetahui apapun tentang suatu perusahaan, mereka tidak akan membeli sesuatu dari perusahaan tersebut. Untuk itulah satu dari tujuan utama setiap bisnis seharusnya ialah untuk membangun brand awareness karena keinginan membeli konsumen sangat dipengaruhi dari rekomendasi dari pengalaman langsung.
Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai.Setelah konsumen mengenal dan merek Toyota Avanza tertanam dibenak konsumen maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, kesadaran merek yang tertanam di benak konsumen dapat menciptakan persepsi kualitas konsumen terhadap produk. b. Persepsi Kualitas dengan Proses Pengambilan Keputusan Menurut Aaker (2004:15) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Menurut Simamora(2002:22) mengatakan bahwa, “Quality is the totality of feature and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs”.Artinya bahwa kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik yang membuat produk mampu memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan. Dapat ditarik kesimpulan, persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk yang dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian seseorang terhadap suatu produk. Bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk tersebut bersifat positif, maka akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut. Akan tetapi bila persepsi pelanggan untuk membeli produk tersebut bersifat negative, maka tidak akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut, yang akhirnya akan berdampak buruk bagi suatu produk yaitu produk tersebut tidak akan bertahan lama di pasar.
c. Kesadaran Merek dengan Proses Pengambilan Keputusan Rangkuti (2004:243) mendefinisikan kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci.Tingkatan Dalam Kesadaran Merek (Brand Awareness) Menurut Aaker yang dikutip oleh Durianto.et al (2004:57-59), peran brand awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Adapun tingkatan dalam brand awareness adalah sebagai berikut: 1) Puncak pikiran (Top of Mind). 2) Pengingatan kembali merek (Brand Recall). 3) Pengenalan merek (Brand recognition). 4) Tidak menyadari merek (Unware of brand). Apabila suatu kesadaran merek telah berada ditingkatan tertinggi maka dikatakan merek tersebut telah tertanam dipikiran konsumen secara langsung dan akan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut. Perilaku konsumen yang rumit terhadap barang-barang mewah salah satunya yaitu mobil akan menciptakan pengambilan keputusan yang luas dimana konsumen sebelum membeli melakukan perbandingan-bandingan dari merek satu ke merek lainnya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kesadaran merek yang tinggi dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian.
2.1.9
Penelitian Terdahulu
1.
Disusun Oleh Herma Yunitasari dan Ahyar Yuniawan: Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang (2006). Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Kesadaran Merek, Persepsi
Kualitas dan Loyalitas Merek terhadap Nilai Pelanggan Mobil Merek Toyota.” Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai sejumlah faktor yang mempengaruhi nilai pelanggan sebagai alat pertimbangan dalam memperkuat proses pengambilan keputusan oleh pembeli, serta bertujuan untuk mengevaluasi sejauhmana variabel-variabel kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh positif terhadap nilai pelanggan dalam kasus produk kendaraan beremerek Toyota. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 100 responden pemilik mobil Toyota yang berdomisili di Semarang, sedangkan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan purposive sampling yang merupakan tipe pemilihan sampel secara acak yang diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Uji yang digunakan untuk menguji instrument penelitian berupa uji validitas, uji realibitas dan uji asumsi klasik.Uji hipotesis menggunakan uji F dan uji t, sedangkan untuk menganalisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan analisis data dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen berbeda-beda sebagai berikut: 1. Variabel kesadaran merek menghasilkan nilai t
hitung
sebesar 3,597 dengan
nilai signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini berarti kesadaran merek berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap nilai pelanggan pada konsumen mobil merek Toyota. 2. Variabel persepsi kualitas menghasilkan nilai t
hitung
sebesar 4,187 dengan
nilai signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini berarti persepsi kualitas berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap nilai pelanggan pada konsumen mobil merek Toyota. 3. Variabel loyalitas merek menghasilkan nilai t
hitung
sebesar 4,136 dengan
nilai signifikansi kurang dari 0,05. Hal ini berarti loyalitas merek berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap nilai pelanggan pada konsumen mobil merek Toyota. 4. Variabel kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek menghasilkan nilai F
hitung
sebesar 34,794 dengan nilai signifikansi kurang
dari 0,05. Maka dapat disimpukan bahwa kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap nilai pelanggan pada konsumen mobil merek Toyota. Persamaan: • Penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini sama-sama menggunakan variabel bebas kesadaran merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek walaupun dalam penelitian saat ini hanya menggunakan variabel bebas yaitu kesadaran merek. • Jenis data yang digunakan sama-sama menggunakan data primer dan data sekunder.
• Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. • Pengambilan sampel penelitian terdahulu sama-sama menggunakan teknik purposive
sampling,walaupun
dalam
penelitian
inijuga
menggunakan
accidental sampling. Perbedaan: • Penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel terikat proses pengambilan keputusan pembelian dan variabel intervening persepsi kualitas melainkan nilai pelanggan. • Penelitian terdahulu menggunakan objek merek yang melekat pada perusahaan Toyota sedangkan saat ini lebih pada lini produk Toyota Avanza. • Metode penelitian terdahulu menggunakan analisis regresi linier berganda 2.
Disusun Oleh Arianis chan: Fakultas Ilmu
Sosial
dan
Ilmu
Politik,
Universitas Padjadjaran. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Kasus pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Bandung).” Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh elemen-elemen ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Bandung. Penyebaran kuisioner sebanyak 266 responden dengan menggunakan teknik sampling area. Persamaan : •
Penelitian
terdahulu
dengan
penelitian
saat
ini
sama-sama
menggunakanvariabel bebas kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek walaupun dalam penelitian saat ini hanya menggunakan variabel bebas yaitu kesadaran merek. • Penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini sama menggunakan variabel terikat proses keputusan pembelian konsumen. • Metode penelitian sama-sama menggunakanSEM (Structural Equation Model). • Jenis data yang digunakan sama-sama menggunakan data primer dan data sekunder. Perbedaan: • Penelitian terdahulu objek penelitian pada konsumen Bank Muamalat Indonesia sedangkan saat ini konsumen pengguna mobil Toyota Avanza. • Penelitian terdahulu menggunakan teknik sampling area sedangkan saat ini menggunakan teknik purpovise sampling dan accident sampling. • Penelitian terdahulu menggunakan sampel sebanyak 266 sedangkan penelitian saat ini sebanyak 100 responden. 3.
Disusun Oleh Ika Irwanti Penelitian ini berjudul “Pengaruh Brand Equity terhadap Proses Keputusan
Pembelian pada konsumen produk perawatan wajah merek Pond’s di Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh elemen-elemen ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian pada konsumen produk perawatan wajah merek Pond’s.
Penyebaran kuisioner sebanyak 100 responden dengan menggunakan teknik purpovise sampling dan accident sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Structural Equation Modeling (SEM) dimana penelitian ini menggunakan prosedur: Uji validitas, uji reabilitas, uji kecocokan model dan uji hipotesis. 4.
Disusun oleh Eda Atilgan, Safak Aksoy and Serkan Akinci: Departement of Business Administration, Akdeniz University, Antalya, Turkey (2005). Purpose this research study aims to examine the practicality and
application of a customer-based brand equity model, based on Aaker's wellknown conceptual framework of brand equity. Methodology: The study employed structural equation modelling to investigate the causal relationships between the dimensions of brand equity and brand equity itself. It specifically measured the way in which consumers' perceptions of the dimensions of brand equity affected the overall brand equity evaluations. Data were collected from a sample of university students in Turkey. Findings-The study concludes that brand loyalty is the most influential dimension of brand equity. Weak support is found for the brand awareness and perceived quality dimensions.
Tabel 2.1 Mapping Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Tahun
Objek Penelitian Mobil Toyota
Lokasi
1.
Hermayunit asari
2006
2.
Arianischan
2010
Bank Muamalat Indonesia
Bandung
3.
Ikairwanti
2012
Produkkeca ntikanpond’ s
Surabaya
ξ: Brand equity
: Proses keputusanpe mbelian.
4.
Adiatilgan, Safakaksoy and Serkanakinc i
2005
Beverage industry in Turkey
Antalya Turkey
5.
Dwirahayua gustina
2014
Toyota Avanza
Surabaya
ξ: •Brand awareness, •Brand association, •Brand loyalty, •Perceived quality. ξ: Kesadaran Merek
Semarang
Variabel Bebas Terikat Kesadaranmere Nilaipelangg k, an. Persepsikualitas , Loyalitasmerek. ξ: Ekuitasmerek : Proses keputusanpe mbelian
Populasi
Teknik Sampling Purposive sampling
Jmlh Smpl 100
Unit Analisis Individu
Teknik Statistik Regresi linier berganda
Nasabah Bank Muamalat Indonesia Konsumenpe ngguna pond’s
Sampling area
266
Individu
Purposive sampling
100
Individu
: Brand Equity
university students in Turkey
Sampling area
200
Individu
Structural Equation Modeling (SEM) Structural Equation Modeling (SEM) Structural Equation Modeling (SEM)
Intervening: Persepsikuali tas. : Proses keputusanpe mbelian.
Konsumenpe nggunamobil Toyota Avanza
Purposive sampling, danacciden t sampling
100
Individu
Konsumenpe nggunamobil toyota
Structural Equation Modeling (SEM)
2.2
RerangkaPemikiran Untuk memudahkan penganalisaan pada penelitian ini, maka diperlukan
kerangka berpikir atau model penelitian sebagai berikut: Gambar2.7 Rerangka Pemikiran atau Model Penelitian
Persepsi Kualitas (ε1)
Kesadaran Merek
Proses Pengambilan Keputusan
(ξ1)
(ε2)
Pada gambar diatas menerangkan bahwa: 1. Kesadaran merek (ξ1) mempengaruhi persepsi kualitas (ε1). 2. Kesadaran merek (ξ1) mempengaruhi proses pengambilan keputusan (ε2). 3. Persepsi merek (ε1) mempengaruhi proses pengambilan keputusan (ε2). 4. Persepsi kualitas (ε1) memediasi pengaruh kesadaran merek (ξ1) terhadap proses pengambilan keputusan (ε2).
2.3
Perumusan Hipotesis Dari perumusanmasalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang telah
dibahas, maka munculah dugaan bahwa: 1.
Kesadaran merek mempunyai pengaruh terhadap persepsi kualitas membeli produk Toyota Avanzapada PTLiek Motor Surabaya.
2.
Kesadaran merek mempunyai pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan membeli produk Toyota Avanza pada PTLiek Motor Surabaya.
3.
Persepsi kualitas mempunyai pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan membeli produk Toyota Avanzapada PTLiek Motor Surabaya.
4.
Persepsi kualitas mampu memediasi pengaruh kesadaran merek terhadap proses pengambilan keputusan membeli produk Toyota Avanza pada PT Liek Motor Surabaya.