8
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Kebijakan Dividen 1.
Pengertian Kebijakan Dividen Kebijakan dividen menurut Martono dan Harjito (2000:253) merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen menurut Rahayuningtyas et al. (2014) adalah rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) jumlah laba yang akan dapat ditahan dalam sebuah perusahaan sebagai sumber pendanaanya dan juga sebagai penentu berapa dividen yang akan dibagikan kepada investor. Menurut Marlina dan Danica (2009) kebijakan dividen perusahaan tergambar pada dividend payout rationya yaitu persentase laba yang dibagikan dalam bentuk deviden tunai, artinya besar kecilnya dividend payout ratio akan mempengaruhi keputusan investasi para pemegang saham dan disisi lain berpengaruh pada kondisi keuangan perusahaan. Sementara menurut penelitian Deitiana (2011:57) menyatakan, kebijakan dividen merupakan kebijakan untuk menentukan berapa laba bersih yang akan dibagi kepada para pemegang saham sebagai dividen dan berapa laba bersih yang akan diivestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan. Hal itu bisa menimbulkan konflik antara agent dan principal. Menahan laba yang dimiliki perusahaan
maka
dapat
mengurangi
ketergantungan
perusahaan
dalam
memperoleh dana dari pihak eksternal perusahaan tetapi disisi lain perusahaan
8
9
mempunyai suatu kewajiban untuk menetapkan dividen yang berhak diperoleh oleh investor dari risiko pembelian saham perusahaan. Menurut Suharli (2006) mengatakan bahwa kebijakan dividen mekanisme
pengawasan
pemegang
dapat menjadi salah satu bentuk saham
terhadap
pihak
manajemen.
Kekhawatiran Investor (principal) atas kas yang seharusnya menjadi hak investor dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen perusahaan (agent) maka investor melakukan pengawasan. 2.
Teori Kebijakan Dividen Ressy (2013:11) menyebutkan ada beberapa teori kebijakan dividen antara
lain: a.
Dividend Irrelevance Theory Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan (aset) maupun biaya modalnya. Penganjur utama Dividend Irrelevance Theory (Teori Ketidak relevanan Dividen) adalah Melton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain, MM berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata- mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang ditahan.
b.
Teori Bird-in-the-hand Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa harga saham akan meningkat seiring dengan
10
peningkatan dividen yang diberikan. Oleh karenanya, kebijakan dividen yang diputuskan perusahaan akan meningkatkan harga sahamnya sehingga investor selalu menginginkan dividen, dengan dividen yang diperoleh maka harga saham akan meningkat sehingga profit (capital gain) akan diperoleh. Menurut Lintner (1956), laba tahun berjalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembayaran dividen saat ini selain dividen tahun sebelumnya. Gordon dan Litner (1956) oleh MM diberi nama bird in the hand fallacy. Gordon dan Litner beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Artinya, investor menyukai dividen yang sudah ada di tangan dibandingkan capital gain yang belum tentu akan ada dimasa mendatang atau kedua-duanya tidak diperoleh. Namun, MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh DPR tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan pandangan investor tersebut dalam rangka membagikan dividen. Harapan pembagian dividen sangat dibutuhkannya agar harga saham mengalami kenaikan dan akhirnya memperoleh capital gain. c.
Tax Differential Theory Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi yaitu:
11
1) Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah daripada pendapatan dividen, untuk investor yang memiliki sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke
dalam
menghasilkan
perusahaan, keuntungan
pertumbuhan modal
yang
laba
mungkin
pajaknya
dianggap
rendah
akan
menghasilkan dividen yang pajaknya tinggi. 2) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai pajak terjual, sehingga ada efek nilai waktu. 3) Jika selembar saham dimiliki seseorang hingga ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang. Karena ada keuntungan keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang membagikan dividen yang rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi. d.
Information Content, or Signaling hypothesis Di dalam teori ini Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit
12
dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap dividen. e.
Clientele effect Suatu kelompok yang berbeda dari pemegang saham menyukai kebijakan dividen yang berbeda pula. Ada kelompok yang lebih menyukai pendapatan tunai dan ada pula pemegang saham yang lebih memilih reinvestasi pendapatan dividen tersebut. Karena itu, ada kecenderungan suatu perusahaan untuk menarik kelompok investor yang menyukai kebijakan dividenya. (Modigliani dan Miller, 2001) Para investor yang menginginkan pendapatan investasi dalam periode berjalan sebaiknya memiliki saham perusahaan yang membagikan dividen dalam jumlah yang besar, sedangkan investor yang tidak membutuhkan penghasilan investor dalam periode berjalan dapat menanamkan uangnya dalam perusahaan.
1.
Difinisi Dividen Pengertian dividen yaitu dividen adalah bagian dari laba yang tersedia bagi
pemegang saham biasa yang dibagi kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003:271). Menurut Kania dan Bacon (2005:97) dividen berfungsi sebagai indikator kinerja perusahaan saat ini dan masa yang akan datang dan tingkat risiko potensial yang akan mempengaruhi harga pasar saham. Sedangkan menurut Ross (dalam Suharli, 2006) mendefinisikan dividen sebagai pembayaran kepada pemilik perusahaan yang diambil dari keuntungan perusahaan, baik dalam bentuk saham maupun tunai. Dividen juga dijadikan suatu
13
ukuran untuk menilai baik atau buruknya kinerja perusahaan. Efek dari pembagian dividen ini biasanya memiliki dampak yang positif terhadap pasar, sehingga akan menyebabkan naiknya harga saham perusahaan terkait. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) merupakan rasio yang mengukur perbandingan dividend per share terhadap laba perusahaan Earning Per Share (EPS) (Darmadji dan Fakruddin, 2006). Sedangkan pendapat lain mengenai dividend payout ratio adalah salah satu indikator yang menunjukkan besarnya nilai dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada investor Pribadi (2012). Menurut Rahayuningtyas et al. (2014) rasio pembayarn dividen (dividend payout ratio) merupakan penentu jumlah laba yang akan dapat ditahan dalam sebuah perusahaan sebagai sumber pendanaannya dan juga sebagai penentu berapa laba dividen yang akan dibagi epada para investor. Dividend Payout Ratio mempunyai unsur dividen, sehingga semakin besar dividen yang dibagikan maka semakin besar pula dividend payout rationya. Bila kinerja keuangan perusahaan bagusmaka perusahaan tersebut akan mampu menetapkanbesarnya dividend payout ratio sesuai dengan harapan pemegang saham dan tentu saja tanpa mengabaikan kepentingan perusahaan untuk tetap sehat dan tumbuh (Marlina dan Danica, 2009). Semakin besar dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada investor maka semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk laba ditahan. Namun di sisi lain semakin besar dividen yang dibagikan perusahaan kepada investor akan meningkatkan kepercayaan investor dan akan meminimalisir konflik yang
14
terjadi antara manajemen perusahaan dengan investor. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada investor tergantung dari laba yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. 2.1.2 Laporan Keuangan Menurut Darsono dan Ashari (2005:4) pengertian laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Komponen laporan keuangan yang lengkap dihasilkan oleh suatu perusahaan secara umum terbagi menjadi lima bentuk (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2009) antara lain: 1. Neraca Neraca (laporan posisi keuangan) merupakan laporan yang menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada kurun waktu tertentu yang meliputi asset perusahaan, modal perusahaan, dan kewajiban perusahaan. 2. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi (laporan laba rugi komprehensif) merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang terpenting bagi pengguna informasi laporan keuangan. Karena laporan laba rugi komprehensif menunjukkan pendapatan dari penjualan perusahaan dari berbagai biaya dan laba yang diperoleh selama periode tertentu.
15
3. Laporan Perubahan Ekuitas Komponen laporan perubahan ekuitas perusahaan terdiri dari: a. Laba atau rugi komprehensif selama periode bersangkutan. b. Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian yang diakui secara langsung dalam ekuitas. c. Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan mendasar sebagaimana yang sudah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) terkait. d. Transaksi modal dengan pemilik distribusi perusahaan. e. Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode beserta perubahannya. f. Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham biasa, agio saham, dan cadangan pada awal dan akhir periode yang diungkap secara terpisah setiap perubahan. 4. Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang memberi informasi historis mengenai saldo perubahan kas dan setara kas pada kurun waktu tertentu. Setiap perusahaan diwajibkan menyusun laporan arus kas karena merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari laporan keuangan pada setiap akhir periode penyajian laporan keuangan. Laporan aliran kas perusahaan diklasifikasi dalam tiga kelompok yaitu penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
16
5. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam neraca (laporan posisi keuangan), laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas serta informasi tambahan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen. Catatan atas laporan keuangan perusahaan juga mencakup informasi yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Perusahaan dianjurkan untuk menyajikan laporan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja keuangan, posisi keuangan perusahaan dan kondisi ketidakpastian (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 Ikatan Akuntan Indonesia (2007) tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan yang berguna untuk membuat keputusan ekonomi dan menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Untuk mencapai tujuan ini, laporan keuangan memberikan informasi tentang perusahaan yang meliputi: asset, kewajiban, modal atau ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, arus kas.
17
Menurut Darsono dan Ashari (2005:15) laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa: a. Perusahaan masih hidup dan akan terus hidup (going concern). Dalam asumsi ini dianggap bahwa perusahaan akan tetap menjalankan usahanya untuk jangka waktu terus-menerus dan tidak ada niat untuk menghentikan usahanya. b. Perusahaan sebagai satu unit ekonomi yang terpisah dari pemilik. Dalam asumsi ini perusahaan ini adalah suatu unit yang terpisah dari pemiliknya. Sebagai unit yang terpisah maka kekayaan antara pemilik dan perusahaan harus dipisahkan secara jelas. c. Stabilitas nilai tukar uang. Dalam asumsi ini nilai uang akan stabil dari waktu ke waktu sehingga nilai yang tertera dalam laporan keuangan merupakan representasi yang benar atas kekayaan perusahaan. d. Dasar akrual artinya laporan keuangan disusun dengan dasar pengaruh transaksi yang diakui pada saat kejadian (di mana hak dan kewajiban timbul) bukan pada saat kas diterima. Dalam hal ini suatu transaksi sudah diakui walaupun uang kas belum diterima. e. Aktivitas perusahaan dapat dipecah berdasarkan waktu, misalnya bulanan, tahunan meskipun perusahaan hiidup terus tanpa henti.
2.1.3 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan adalah suatu
18
analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2012:2). Menurut Jumingan (2006:239) kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya. Karena kinerja mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya maka kinerja menjadi hal penting yang harus dicapai setiap perusahaan. Kinerja keuangan dapat dijadikan suatu keputusan oleh manajemen maupun investor. Perusahaan melakukan evaluasi kinerja keuangan saat ini dan kinerja keuangan sebelumnya jika hasil kinerja baik maka manajemen dapat membuat keputusan yang digunakan saat ini maupun di saat yang akan datang. Kinerja keuangan yang baik dapat dijadikan keputusan bagi investor menginvestasikan dananya kepada perusahaan guna mendapatkan dividen. Kinerja keuangan dapat dianalisis menggunakan rasio-rasio keuangan. 2.1.4 Analisis Rasio Keuangan Salah satu sumber informasi yang penting bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi adalah melalui laporan keuangan. Laporan keuangan menyajikan banyak informasi mengenai kinerja manajemen dan kesehatan perusahaan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa laporan keuangan masih memiliki banyak kekurangan dalam menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh beberapa pihak, oleh karena itu dibutuhkanlah
19
analisis atas laporan keuangan yang digunakan untuk menganalisis dan menafsirkan laporan tersebut sehingga dapat memberikan informasi yang berarti bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkembangan hasil kinerja perusahaan. Analisis rasio digunakan dengan cara membandingkan suatu angka tertentu pada suatu akun terhadap angka dari akun lainnya secara relatif sehingga bisa menghindari kesalahan penafsiran pada angka mutlak yang ada dalam laporan keuangan (Murhadi, 2013:56). Analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan sejenis atau juga dapat dilakukan dengan membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan tahun lalu. Menurut Hanafi dan Halim (2012:74) analisis rasio dapat dikelompokkan ke dalam 5 macam kategori, yaitu: 1.
Rasio Likuiditas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2.
Rasio Aktivitas yaitu rasio yang mengukur sejauhmana efektifitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset.
3.
Rasio Solvabilitas atau leverage yaitu rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
4.
Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba
5.
Rasio Pasar yaitu rasio yang melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan.
20
Dalam Penelitian ini pengukuran kinerja keuangan difokuskan kepada rasio likuiditas yang diukur menggunakan current ratio (CR), rasio leverage yang diukur menggunakan debt toequity ratio (DER), dan rasio profitabilitas yang diukur menggunakan return on equity (ROE), sebagai berikut: a.
Current Ratio Secara umum current ratio dikenal juga dengan rasio lancar. Current ratio dapat diartikan sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin utang lancarnya. Current ratio yang tinggi mungkin menunjukkan adanya uang kas yang berlebihan dibanding dengan tingkat kebutuhan atau adanya unsur aktiva lancar yang rendah likuiditasnya (seperti persediaan) yang berlebih-lebihan. Current ratio yang tinggi tersebut memang baik dari sudut pandang kreditur, tetapi dari sudut pandang pemegang saham kurang menguntungkan karena aktiva
lancar tidak
didayagunakan secara efektif. Sebaliknya current ratio yang rendah lebih riskan, tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar secara efektif. Saldo kas dibuat minimum sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perputaran piutang dan persediaan diusahakan maksimum. b.
Debt to Equity Ratio Hutang secara manajemen keuangan adalah bertujuan untuk mendongkrak kinerja keuangan perusahaan. Jika perusahaan hanya mengandalkan modal atau ekuitasnya saja, tentunya perusahaan akan sulit melakukan ekspansi
21
bisnis yang membutuhkan modal tambahan. Nah disinilah, peranan hutang sangat membantu perusahaan untuk melakukan ekspansi tersebut. Namun jika jumlah hutang sudah melebih jumlah ekuitas yang dimiliki maka resiko perusahaan dari sisi likuiditas keuangan juga semakin tinggi. Untuk itu diperlukan sebuah rasio khusus untuk melihat kinerja tersebut .Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah hutang terhadap ekuitas. Rasio ini sering digunakan para analis dan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin tinggi angka DER maka diasumsikan perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya. c.
Return On Equity Ratio Return On Equity (ROE) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. ROE sangat bergantung pada besar kecilnya perusahaan, misalnya untuk perusahaan kecil tentu memiliki modal yang relative kecil, sehingga ROE yang dihasilkanpun kecil begitu pula sebaliknya untuk perusahaan besar. ROE sangat menarik bagi pemegang saham maupun calon pemegang saham , dan juga bagi manajemen karena semakin tinggi rasio ROE , semakin tinggi pula nilai perusahaan, hal ini tentunya merupakan daya tarik bagi investor untuk
menanamkan
modalnya
diperusahaan
tersebut.
Rasio
ini
menggambarkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal
22
sendiri. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena berarti posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian juga sebaliknya. 2.1.5 Pertumbuhan Potensial Menurut Sudarsi (2002:76), pertumbuhan potensial merupakan potensi pertumbuhan suatu perusahaan yang diukur dengan menggunakan selisih total aset pada tahun t dengan total aset pada tahun t-i terhadap total aset pada t-i. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula dana yang diperlukan perusahaan untuk melakukan ekspansi. Namun semakin besar dana
yang
diperlukan
maka
membuat
perusaaan
menyukai
menahan
keuntungannya dibandingkan dengan pembagian dividen. Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kebijakan dividen. Perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya menggunakan laba sebagai ekspansi daripada membagikan laba tersebut sebaga deviden. 2.1 Rerangka Pemikiran Tambahan dana yang di dapat perusahaan dari investor dapat digunakan untuk aktivitas operasional ataupun ekspansi. Perusahaan menarik investor menggunakan laporan keuangan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan tersebut dan sebagai alat pertanggungjawaban. Selain bermanfaat bagi investor laporan keuangan juga bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil suatu keputusan. Kinerja keuangan yang terdapat pada laporan keuangan dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan dalam keputusan membagikan dividen guna mensejahterakan para pemegang saham dan mengurangi adanya konflik antara perusahaan dengan pemegang saham. Untuk megukur berapa besarnya yang akan dibagikan kepada pemegang saham dapat menggunakan rasio keuangan. Dalam
23
penelitian ini rasio keuangan yang digunakan sebagai berikut : likuiditas, leverage, profitabilitas. Tidak lupa untuk menyempurnakannya penelitian ini juga menggunakan pertumbuhan potensial. Sedangkan untuk kebijakan dividen menggunakan dividend payout ratio. Dari rerangka pemikiran yang sudah djelaskan di atas maka diringkas dalam bentuk gambar rerangka penelitian di bawah ini sebagai berikut:
Current Ratio (CR)
Debt to Equity Ratio (DER) Dividen Payout Ratio (DPR) Retrun On Equity Ratio (ROE)
Pertumbuhan Potensial (PP)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.2 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh likuiditas terhadap Kebijakan Dividen Likuiditas perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenui kewajiban jangka pendek yang suudah disesuaikan dengan aset lancer dan aliran kas keluar. Apabila perusahaan memiliki likuiditas yang baik maka
24
kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen akan baik pula sebab pembagian dividen dibayar mengguakan kas bukan laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan harus menyediakan kas untuk dibayar kepada investor atau pemegang saham. Current ratio (rasio lancar) adalah rasio yang sangat berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, dimana dapat diketahui sampai seberapa jauh sebenarnya jumlah aktiva lancar perusahaan dapat menjamin utang lancarnya. Current ratio dijadikan tingkat ukuran likuiditas perusahaan. Semakin tinggi current ratio berarti menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya oleh sebab itu investor akan mendapatkan dividen yang tinggi. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. H1: Likuiditas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. 2.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Kebijakan Dividen Leverage mencerminkan pemenuhan kewajiban jangka panjang yang dibiayai oleh hutang. Dalam mengukur tingkat leverage penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). DER adalah indikator untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajibannya dengan modal. Kaitannya dengan pihak investor, DER berpengaruh pada dividen. Semakin tinggi tingkat DER, berarti komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan Dividen Payout Ratio (DPR) kepada pemegang saham, sehingga
25
rasio pembayaran dividen semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah tingkat DER
berarti
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajibannya dalam melunasi hutang jangka pendek dan panjangnya, sehingga rasio pembayaran dividen semakin besar. DER memiliki pengaruh negatif terhadap DPR. DER yang tinggi menandakan bahwa kebutuhan ekuitas sebagian besar dipenuhi dari hutang. Suatu perusahaan memutuskan melunasi hutang yang jatuh tempo dengan mengganti surat berharga lain atau membayar dengan menggunakan laba ditahan, maka perusahaan mendahulukan membayar hutang tersebut. H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan pembagian dividen. 2.3.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Profitabilitas
merupakan
rasio
yang
mencerminkan
seberpa
besar
perusahaan dalam menghasilkan laba. Tingkat profitabilitas perusahaan diukur menggunkan Return On Equity (ROE). ROE adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dengan menggunakan modal sendiri dan menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. Semakin tinggi rasio ROE, semakin tinggi pula nilai perusahaan, hal ini tentunya merupakan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan tersebut karena perusahaan mampu menghasilkan laba yang tinggi. ROE dapat dijadikan penilaian bagi para investor karena dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba maka perusahaan mampu membagikan devidennya. Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham, dan sering kali digunakan dalam
26
membandingkan dua atau lebih perusahaan atas peluang investasi yang baik dan manajemen biaya yang efektif. H3: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan pembagian dividen. 2.3.4 Pengaruh Petumbuhan Potensial terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan dituntut untuk tumbuh, oleh sebab itusemakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar dana yang dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhan tersebut. Semakin besar dana yang dibutuhkan untuk waktu yang akandatang maka perusahaan lebih memilih untuk menahan labanya daripada membayarkannya sebagai dividen kepada investor. Apabila perusahaan sudah mencapai tingkat pertumbuhan yang diharapkan maka dapat dikatakan perusahaan tersebut maju dan berkembang dengan mendapatkandana modal dari pihak luar, oleh sebab itu perusahaan akan menetapkan dividen yang tinggi. Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi lebih disukai investor karena mendapatkan keuntungan investasi yang tinggi. Menurut Deshmukh (2005), pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. H4: Pertumbuhan potensial berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen