BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Pengertian Laporan Keuangan Setiap perusahaan, baik bank maupun non bank pada saat periode tertentu
akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Setiap perusahaan tersebut melaporkan kegiatan keuangannya dalam bentuk laporan keuangan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan beberapa pengertian mengenai laporan keuangan antara lain : 1.
Munawir (1995) mengemukakan “laporan keuangan ialah neraca dan
perhitungan rugi-laba serta segala keterangan-keterangan yang dimuat dalam lampiran-lampirannya antara lain laporan sumber dan penggunaan dana”. 2.
Ghulam (2011:10) “laporan keuangan adalah suatu laporan yang
menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan”.
2.1.2
Komponen Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu pencatatan dan suatu
ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi pada tahun buku yang bersangkutan. Bentuk paling umum dari informasi keuangan dasar suatu perusahaan adalah informasi yang dipublikasikan secara umum berupa
24
25
seperangkat laporan keuangan yang dikeluarkan menurut pedoman profesi akuntan publik. Seperangkat laporan keuangan ini biasanya terdiri dari neraca untuk tanggal tertentu, laporan operasi untuk periode tertentu, dan laporan arus kas untuk periode yang sama. Selain itu, laporan khusus yang menyoroti perubahan ekuitas pemilik dalam neraca juga biasanya tersedia.
1.
Neraca Menurut Baridwan (1995:18) Neraca adalah laporan yang menunjukkan
keadaan keuangan suatu usaha pada tanggal tertentu. Neraca terdiri dari aktiva, kewajiban, dan modal. Dalam kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Kewajiban adalah hutang perusahaan masa kini yang timbul dari masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi dengan semua kewajiban.
2.
Laporan Laba/Rugi Menurut Baridwan (1995:30) Laporan laba/rugi adalah laporan keuangan
yang menunjukkan pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu . Selisih antara pendapatan dan biaya merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang diderita perusahaan.
26
3.
Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek
yang berkaitan dengan kegiatan bank, baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
4.
Laporan Perubahan Ekuitas Perubahan
ekuitas
perusahaan
menggambarkan
peningkatan
atau
penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
5.
Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian
jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas serta informasi kewajiban kontinjensi dan komitmen. Selain itu, catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba/rugi, dan laporan arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan.
27
2.1.3 Tujuan Laporan Keuangan Hasil akhir dari suatu proses akuntasi adalah laporan keuangan yang merupakan cerminan dari prestasi manajemen perusahaan pada suatu periode tertentu. Selain digunakan sebagai alat pertanggung jawaban, laporan keuangan diperlukan sebagai dasar dalam pengambilan suatu keputusan ekonomi. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009 : 3), laporan keuangan bertujuan untuk : 1.
Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. 2.
Laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai dalam mengambil keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dan kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non-keuangan. 3.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan
manajemen, atau pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Sehingga laporan keuangan ini disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalm pengambilan keputusan ekonomi.
28
2.1.4 Pengertian Kinerja Keuangan Agar perusahaan dapat tetap berjalan sesuai harapan, biasanya manajemen membagi-bagi tugas, memecah-mecah organisasi perusahaan menjadi divisidivisi, dan menetapkan seorang manajer yang bertanggung jawab untuk setiap divisi tersebut. Para manajer divisi diberi kewenangan untuk membuat berbagai keputusan yang sebelumnya dilakukan oleh manajemen pusat, dan perusahaan menetapkan berbagai instrumen evaluasi guna menilai kinerja para manajer tersebut. Kondisi ini disebut dengan pelimpahan wewenang. Munawir (2002) bahwa : “Kinerja keuangan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu organisasi dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.” Sartono (2001) berpendapat bahwa : ”Kinerja keuangan adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu dilaporkan dalam laporan keuangan yang terdiri dari laba rugi dan neraca”. Definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan rugi laba, menunjukkan bahwa laporan rugi laba menggambarkan suatu aktivitas dalam satu tahun sedangkan untuk neraca menggambarkan keadaan pada suatu saat akhir tahun tersebut atas perubahan kejadian dari tahun sebelumnya. Tolak ukur ini tidak mampu mengungkapkan sebab-sebab dari keberhasilan perusahaan dan hanya melaporkan apa yang terjadi di masa lalu tanpa menunjukkan bagaimana manajer dapat memperbaiki kinerja perusahaan pada periode selanjutnya. Penilaian ini bisa jadi sangat menyesatkan karena
29
adanya kemungkinan kinerja keuangan yang baik saat ini diciptakan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi kepentingan jangka panjang. Selain itu pengukuran kinerja yang hanya berfokus pada kinerja keuangan cenderung mengabaikan kinerja non keuangan seperti kepuasan konsumen, produktivitas dan biaya efektif, peningkatan kemampuan operasional, pengenalan jasa atau produk baru, keahlian karyawan, integritas manajemen, jaringan pemasok, basis pelanggang, saluran distribusi dan nama baik perusahaan yang merupakan asset tidak berwujud (intangible asset) yang sangat berperan dalam menentukan kesuksesan perusahaan.
2.1.5 Kesehatan Bank Hal yang sangat penting bagi para pengguna jasa perbankan adalah kesehatan bank. Kesehatan bank membantu para pengguna untuk mengambil keputusan untuk menggunakan jasa dari bank tersebut. Adapun beberapa definisi kesehatan bank (1) Abdullah (2004:198) mengartikan Tingkat kesehatan bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. (2) Budisantoso dan Triandaru (2006:51) mengartikan kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan
30
mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peratuaran perbankan yang berlaku. 1.
Peraturan Kesehatan Bank Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia, menetapkan bahwa: a.
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan. b.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dan melakuan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. c.
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan
penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d.
Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik bank tersebut, serta wajib memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank tersebut. e.
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat
31
menegaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap Bank. f.
Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca,
perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik. g.
Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu
dan bentuk yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.
Tingkat Penilaian Kesehatan Bank Tingkat kesehatan perbankan penting artinya untuk meningkatkan efisiensi
dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan dan untuk menghindari adanya potensi kebangkrutan. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur yang didasarkan atas materialitas dan signifikan dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. (Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004). Menurut
32
Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, kriteria penetapan peringkat komposit dapat digolongkan menjadi 5 peringkat komposit yaitusebagai berikut Tabel 1 Peringkat Komposit Peringkat Komposit 1
Keterangan
Mencerminkan bahwa bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan 2 Mencerminkan bahwa bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin 3 Mencerminkan bahwa bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif. 4 Mencerminkan bahwa bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap negatif kondisi perekonomian dan industry keuangan atau bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yan gtidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan koraktif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. 5 Mencerminkan bahwa bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Sumber : Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004 Dalam rangka penerapan ketentuan yang memerlukan persyaratan tingkat kesehatan bank maka predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 sebagai berikut: a.
Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Sehat” dipersamakan dengan
peringkat komposit 1 (PK-1) atau peringkat komposit 2 (PK-2). b.
Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Cukup Sehat” dipersamakan dengan
peringkat komposit 3 (PK-3).
33
c.
Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Kurang Sehat” dipersamakan dengan
peringkat komposit 4 (PK-4). d.
Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Tidak Sehat” dipersamakan dengan
peringkat komposit 5 (PK-5)
2.1.6
Metode Camel Dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 6 tahun 2004 CAMEL adalah
aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolak ukur yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima kriteria yaitu modal, aktiva, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia),
edisi
kedua
tahun
1999,
peringkat
CAMEL
dibawah
81
memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancar sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.
34
Menurut Riyadi (2006 : 150) salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan analisis CAMEL. Unsur-unsur penilaian dalam analisis CAMEL antara lain :
1.
Faktor Permodalan Setiap bank yang beroperasi di Indonesia diwajibkan untuk memelihara
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sekurang-kurangnya 8%. Minimum Capital Adequacy Ratio sebesar 8% ini, dari waktu ke waktu akan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perbankan yang terjadi, dengan tetap mengacu pada standar internasional. Tinggi rendahnya CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (AMTR) yang dikelola oleh bank tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
2.
Faktor Aset Faktor ini merupakan penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif
(KAP). Faktor kualitas aktiva produktif didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu : a.
Rasio Aktiva Produktif yang diklasifikasikan terhadap Aktiva Produktif
b.
Rasio penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk oleh bank
terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh bank.
35
3.
Faktor Manajemen Management quality menunjukkan kemampuan manajemen bank untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Keberhasilan dari manajemen bank didasarkan pada penilaian kualitatif terhadap manajemen yang mencakup beberapa komponen. Manajemen bank dapat diklasifikasikan sebagai sehat apabila sekurang-kurangnya telah memenuhi 81% dari seluruh aspek tersebut. Akan tetapi pengukuran tersebut sulit dilakukan karena akan terkait dengan unsur kerahasiaan bank, maka dalam penelitian ini aspek manajemen diproyeksikan dengan net profit margin dengan pertimbangan rasio ini menunjukkan
bagaimana
manajemen
mengelola
sumber-sumber
maupun
penggunaan atau alokasi dana secara efisien. Penggunaan Net Profit Margin (NPM) juga erat kaitannya dengan aspekaspek manajemen yang dinilai, baik dalam manajemen umum maupun manajemen risiko, di mana net income dalam aspek manajemen umum mencerminkan pengukuran hasil dari strategi keputusan yang dijalankan dandalam tekniknya dijabarkan dalam bentuk sistem pencatatan, pengamanan, dan pengawasan dari kegiatan operasional bank dalam upaya memperoleh operating income yang optimum. Sedangkan net income dalam manajemen risiko mencerminkan pengukuran terhadap upaya mengeliminir risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum, dan risiko pemilik dari kegiatan operasional bank, untuk memperoleh operating income yang optimum. Dapat juga dikatakan net
36
profit margin mencerminkan tingkat efektifitas yang dapat dicapai oleh usaha operasional bank, yang terkait dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan yang telah dilaksanakan oleh bank dalam periode berjalan.
4.
Faktor Rentabilitas Dalam penilaian faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu :
a.
Rasio Laba Sebelum Pajak (Earning Before Income Tax/EBIT) dalam 12
bulan terakhir terhadap Rata-rata Volume Usaha dalam periode yang sama. b.
Rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan
Operasional dalam periode yang sama. Untuk hal ini sering digunakan dengan singkatan BOPO, yaitu Biaya operasional dibanding dengan pendapatan operasional.
5.
Faktor Likuiditas Komponen faktor likuiditas meliputi Kewajiban Bersih antar bank yaitu
selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain dan Modal Inti Bank. Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio, yaitu : a.
Rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti.
b.
Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank.
2.1.7
Penilaian Tingkat Kesehatan Perbankan dengan Metode CAMEL Penilaian tingkat kesehatan bank Indonesia sampai saat ini secara garis
besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning,
37
Liquidity). Kelima faktor tersebut merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor, maka bank tersebut akan mengalami kesulitan. Jika digunakan kelima faktor CAMEL dalam penilaian kesehatan bank maka persentase setiap faktor tersebut dapat dilihat pada table berikut Tabel 2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Menurut CAMEL No 1 2 3 4
Faktor yang dinilai Capital Asset Management Earning
Komponen CAR KAP NIM a. ROA b. BOPO LDR
Bobot 25% 30% 25% 5% 5% 5 Liquidity 10% JUMLAH 100% Sumber : Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004 Dari masing-masing komponen tersebut maka diberikan bobot yang sesuai dengan besarnya pengaruh tingkat kesehatan bank. Pada tabel berikut diperlihatkan ketentuan pembobotan berdasarkan ketetapan Bank Indonesia. Berdasarkan CAMEL secara keseluruhan maka dapat di tetapkan 4 (empat) golongan tingkat kesehatan bank sebagai berikut : Tabel 3 Predikat Bank Sesuai dengan Nilai Kredit Nilai Kredit
Predikat
81 – 100 Sehat 66 - <81 Cukup sehat 51 - <66 Kurang sehat 0 - <51 Tidak sehat Sumber : Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI tanggal 12 April 2004
38
2.1.8 Model Altman Altman (1968) adalah orang yang pertama yang menerapkan Multiple Discriminant Analysis, yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Analisa diskriminan ini kemudian menghasilkan suatu pengelompokan yang bersifat apriori atau mendasarkan teori dari kenyataan yang sebenarnya. Dasar pemikiran Altman menggunakan analisa diskriminan bermula dari keterbatasan analisa rasio yaitu metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah sehingga pengaruh kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para analis keuangan. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan dari analisa rasio maka perlu kombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi yang berarti. Dengan berdasarkan penelitian analisa diskriminan, Altman melakukan penelitian
untuk
mengembangkan
model
baru
untuk
memprediksikan
kebangkrutan perusahaan. Model yang dinamakan z-score dalam bentuk aslinya adalah model linier dengan rasio keuangan yang diberi bobot untuk memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam memprediksi. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai “Z” yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah dalam keadaan sehat atau tidak dan menunjukkan kinerja perusahaan yang sekaligus merefleksikan prospek perusahaan dimasa mendatang.
39
Dalam menyusun model Z Altman mengambil sampel 33 perusahaan manufaktur yang bangkrut pada periode 1960 sampai 1965 dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut dengan lini industri dan ukuran yang sama. Dengan menggunakan data laporan keuangan dari 1 sampai 5 tahun sebelum kebangkrutan, Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling memungkinkan dan mengelompokkannya dalam 5 kategori: likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas dan kinerja. Lima macam rasio dari lima variabel yang terseleksi akan di kombinasikan bersama untuk memperoleh prediksi yang paling akurat tentang kebangkrutan. Penggunaan model Altman sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan tidak bersifat tetap atau stagnan melainkan berkembang dari waktu kewaktu, dimana pengujian dan penemuan model terus diperluas oleh Altman hingga penerapannya tidak hanya pada perusahaan manufaktur publik saja tapi sudah mencakup perusahaan manufaktur non publik, perusahaan non manufaktur, dan perusahaan obligasi korporasi. Berikut perkembangan model Altman:
1.
Model Altman Pertama Setelah melakukan penelitian terhadap variabel dan sampel yang dipilih,
Altman
menghasilkan
model
kebangkrutan
yang
pertama.
Persamaan
kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5 Keterangan:
40
Z = bankrupcy index X1 = working capital / total asset X2 = retained earnings / total asset X3 = earning before interest and taxes/total asset X4 = market value of equity / book value of total debt X5 = sales / total asset. Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu: a.
Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b.
Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan
apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). c.
Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.
2.
Model Altman Revisi Model yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi
yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan manufaktur yang go publik melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan di sektor swasta. Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan. Altman mengubah pembilang Market Value Of Equity pada X4
41
menjadi book value of equity karena perusahaan privat tidak memiliki harga pasar untuk ekuitasnya. Z’= 0,717X1 + 0,847X2 + 3,108X3 + 0,42X4 + 0,988X5 Keterangan: Z’ = bankrupcy index X1 = working capital / total asset X2 = retained earnings / total asset X3 = earning before interest and taxes/total asset X4 = book value of equity / book value of total debt X5 = sales / total asset. Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman, yaitu: a.
Jika nilai Z’ < 1,23 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b.
Jika nilai 1,23 < Z’ < 2,9 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan
apakah perusahaan sehat ataupuan mengalami kebangkrutan). c.
Jika nilai Z’ > 2,9 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.
3. Altman Model Modifikasi Seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis perusahaan. Altman kemudian memodifikasi modelnya supaya dapat diterapkan pada semua perusahaan, sepeti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (sales/total asset.) karena rasio
42
ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran asset yang berbeda-beda. Berikut persamaan Z-Score yang di Modifikasi Altman dkk (1995): Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 Keterangan: Z
= bankrupcy index
X1 = working capital/total asset X2 = retained earnings / total asset X3 = earning before interest and taxes/total asset X4 = book value of equity/book value of total debt Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu: a.
Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.
b.
Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan
apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan). c.
Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.
Namun pada penelitian ini penulis akan menggunakan model Altman modifikasi, dikarenakan dalam model ini dapat diterapkan pada semua perusahaan, termasuk adalah perusahaan perbankan yang akan di teliti oleh penulis. Penjelasan dari model Altman modifikasi yaitu : 1).
Working Capital to Total Assets, merupakan rasio yang mendeteksi
likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja ( neto ). Modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar. Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas
43
perusahaan adalah indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, utilisasi modal ( harta kekayaan menurun ), penambahan utang yang tak terkendali, dan beberapa indikator lainnya. 2).
Retained Earnings to Total Assets, merupakan rasio profitabilitas yang
mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. 3).
Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, merupakan rasio yang
mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang saham dan obligasi . Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus menerus dalam beberapam kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang, serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tidak dapat membayar pada waktuyang ditetapkan. 4).
Book Value of Equity to Book Value of Total Debt, sering digunakan
dalam bentuk
Net Worth to Total Debt. Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap utangnya melalui modalnya sendiri. Pada metode penggunaan model Altman terutama analisis menggunakan Z-score untuk menentukan suatu kondisi perusahaan bisa dikatakan bermasalah
44
ataupun tidak, terdapat pengujian menggunakan titik cut-off yang telah dirumuskan oleh Altman adalah sebagai berikut : Tabel 4 Titik cutoff berdasarkan model Altman Tidak bangkrut jika Zi > Bangkrut jika Zi < Daerah rawan Sumber : Data Diolah
2.1.9
Dengan nilai pasar 2,65 1,11 1,11-2,65
Dengan nilai buku 2,60 1,10 1,10-2,60
Penilaian Tingkat Kesehatan Perbankan dengan Model Altman Model Altman merupakan sebuah metode yang dapat digunakan dalam
memprediksi terjadinya kebangkrutan, karena dari score yang dihasilkan dapat dilihat apakah suatu perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang sehat, menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan atau perusahaan berada pada kondisi terparah yaitu kebangkrutan. Hasil dari analisis ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk menjaga atau memperbaiki kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu, pihak kreditur dan pemegang saham dengan menggunakan hasil analisis ini juga bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk terjadi. Salah satu model prediksi kebangkrutan untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan yaitu model modifikasi Edward I. Altman atau Z-Score (2006). Sebelum model Z-Score 1993, terdapat dua model sebelumnya dimana Model Z-Score tersebut hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan publik manufaktur serta menggantikan market value of equity dengan book value of
45
equity (X4). Pada metode Altman ini penilaian kepada kesehatan perbankan diukur dari kondisi keuangan perbankan tersebut, oleh sebab itu terjadi potensi kebangkrutan dalam keuangan yang bermasalah, dan menjelaskan sebab kebangkrutan yang bisa terjadi sebagai berikut: 1.
Potensi Kebangkrutan Definisi kebangkrutan dalam kegagalan dapat di bedakan sebagai berikut :
a.
Kegagalan Ekonomi Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. b.
Kegagalan Keuangan Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan
antara arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu : 1).
Insolvensi teknis, dimana terjadi apabila perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktivanya sudah melebihi total hutangnya. 2).
Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dimana didefinisikan sebagai
kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Menurut Farid H dan Siswanto S (1998) dalam Januarti (2002), dalam menentukan model kebangkrutan melalui analisis keuangan kemungkinan
46
kesalahan klasifikasi model (classification error) bisa dikelompokkan menjadi dua: a)
Error tipe I terjadi apabila timbul misclasification yang disebabkan oleh
adanya prediksi bahwa perusahaan tidak bangkrut, tetapi ternyata mengalami kebangkrutan. b)
Error tipe II terjadi apabila timbul misclasification prediksi yang disebabkan oleh adanya prediksi bahwa perusahaan bangkrut, tetapi kenyataannya tidak bangkrut. Tabel 5 Prediksi Kebangkrutan Hasil yang di harapkan
Bangkrut
Bangkrut
Benar
Tidak Bangkrut
Kesalahan Tipe I Biaya : kecil 0% - 10%
Sumber : Data diolah 2.
Hasil Sesungguhnya Tidak Bangkrut Kesalahan Tipe II Biaya : lebih dari 100%
Penyebab Kebangkrutan Kegagalan bank yang sering disebut dengan kebangkrutan bank terdiri dari
dua konsep yang berbeda seperti yang didefinisikan oleh Hermsillo (1996) dalam Mongid (2000): a.
Economic failure atau insolvency pasar – sebuah situasi dimana kekayaan
bersih bank menjadi negative, atau jika bank tidak dapat melanjutkan operasinya tanpa mendatangkan kerugian yang akan berakibat dengan segera pada kekayaan bersih negatif.
47
b.
Official failure – tipe kegagalan yang dapat diamati karena sebuah official
agency mengumumkan kegagalan kepada publik. Official failure terjadi ketika regulator bank bahwa istitusi tidak akan lama berjalan Ada dua pilihan yang tersedia, menutup bank atau membantunya untuk tetap beroperasi. Serta faktorfaktor yang menyebabkan kegagalan bank, antara lain : 1).
Ekspansi kredit bank yang berlebihan.
2).
Informasi asimetri mengakibatkan pada ketidak mampuan untuk menilai
aktiva bank secara akurat, khususnya ketika kondisi ekonomi bank memburuk. 3).
Gonjangan dimulai dari luar sistem perbankan, lepas dari kondisi
keuangan bank, yang menyebabkan penabung mengubah preferensi likuiditasnya atau menyebabkan pengurangan pada cadangan bank. 4).
Pembatasan institusional dan hukum yang memperlemah bank dan
menyebabkan kebangkrutan.
2.1.10 PerbandinganPenilaian Tingkat Kesehatan Perbankan Menggunakan Metode CAMEL dan Model Altman Setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan rasio metode CAMEL dan dihasilkan suatu prediksi tentang tingkat kegagalan usaha suatu bank, maka langkah berikutnya adalah pengujian kemampuan analisis kegagalan usaha bank model Altman dengan melakukan tindakan pembandingan antara hasil analisis rasio keuangan metode CAMEL yang menghasilkan suatu prediksi tingkat kesehatan bank yang menjadi sampel dengan realita tingkat kegagalan usaha bank yang menjadi sampel menurut model Altman.
48
Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah untuk menghasilkan suatu keputusan yang dapat memberikan suatu analisa bahwa kondisi kesehatan bank menurut rasio metode CAMEL dapat diperbandingkan dengan tingkat kegagalan bank menurut model Altman : 1.
Bila nilai penghitungan dari rasio keuangan metode CAMEL dari suatu
bank berkisar diatas 81 hingga 100, yang mengindikasikan bahwa bank tersebut dalam kategori sehat. 2.
Bila nilai penghitungan dari rasio keuangan metode CAMEL dari suatu
bank berkisar diatas 66 hingga 81, yang mengindikasikan bahwa bank tersebut dalam kategori cukup sehat. 3.
Bila nilai penghitungan dari rasio keuangan metode CAMEL dari suatu
bank berkisar antara 51 hingga 66, yang mengindikasikan bahwa bank tersebut dalam kategori kurang sehat 4.
Bila nilai penghitungan dari rasio keuangan metode CAMEL dari suatu
bank berkisar antara 0 hingga 51, yang mengindikasikan bahwa bank tersebut dalam kategori tidak sehat. 5.
Bila nilai penghitungan yang dihasilkan oleh model Altman untuk Z>
2,60, maka bank tersebut berada dalam kondisi tidak bangkrut. 6.
Bila nilai penghitungan yang dihasilkan oleh model Altman untuk Z>
1,10, maka bank tersebut berada dalam kondisi bangkrut. 7.
Bila nilai penghitungan yang dihasilkan oleh metode Altman untuk Z
berkisar antara 1,10 hingga 2,60, maka bank tersebutberada dalam kondisi mendekati tidak bangkrut ( grey area ).
49
2.1.11 Penelitian Terdahulu Penggunaan metode CAMEL dan model Altman sebagai alat untuk memprediksi tingkat kegagalan usaha bank dilakukan oleh Murtanto dan Arfiana ( 2002 ) dalam menganalisis laporan keuangan suatu bank. Dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa bank yang pada rasio CAMEL dikategorikan sehat tetap dapat dikatakan sehat karena hasil Altman menunjukkan keadaan yang tidak bangkrut.
50
Tabel 6 Penelitian Terdahulu Analisis Kinerja dengan CAMEL dan Altman Peneliti Tahun
Topik Penelitian
Variabel
Nur Hidayah (2005)
Analisa Kinerja Perbankan Dengan Menggunakan metode CAMEL Dan model Z-Score Altman (studi pada bank yang terdaftar di BEJ periode 2001- 2004 Analisis kinerja dengan menggunakan rasio camel dan metode altman (model Zscore) pada perusahaan perbankan (Studi Kasus pada Perusahaan Perbankan Milik Pemerintah) Analisis Rasio Camel dan Model Zscore untuk menilai kesehatan Bank (Studi pada Bank Central Asia Tbk, Bank Internasional Indonesia Tbk, dan Bank Artha Graha Tbk.) Analisis Rasio model Altman dan model Springate sbg prediksi kondisi bank bermasalah
Rasio Camel dan Metode Altman Z-score
Zumrotul Fauziah (2013)
Arief Anshari (2013)
Hasanah, N. (2010)
Sampel &Metode Uji Hipotesis CAMEL: faktor permodalan, Aset, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas Z-Score : X1, X2, X3, X4, X5
Hasil & Keterbatasan Dari penelitiannya menunjukkan bahwa rasio camel menghasilkan penilaian sehat dan z-score menghasilkan penilaian yang berbeda yaitu semuanya bangkrut.
Rasio Camel dan Metode Altman Z-score
CAMEL: faktor permodalan, Aset, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas Z-Score : X1, X2, X3, X4, X5
Dari penelitiannya menunjukkan bahwa rasio camel menghasilkan penilaian sehat dan z-score menghasilkan penilaian yang berbeda yaitu semuanya bangkrut.
Rasio Camel dan Metode Altman Zscore
CAMEL: faktor permodalan, Aset, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas Z-Score : X1, X2, X3, X4, X5
Dari penelitiannya menunjukkan bahwa rasio camel menghasilkan penilaian sehat dan z-score menghasilkan penilaian yang berbeda yaitu semuanya bangkrut.
.Rasio model Altman dan model Springate
Sampel : 5 bank sehat dan 2 bank bermasalah, di BEI 2007 – 2009. Metode : Analisis : Diskriminan.
Hasil : Rasio keuangan model Altman dan model Springate, memiliki daya prediksi untuk kondisi perbankan yang mengalami kesulitan keuangan. Pada model Altman WCTA dan MVEBVD dan model Springate WCTA yg memiliki discriminating power.
Sumber : Nur Hidayah (2005), Zumrotul Fauziah(2013), Arief Anshari(2013), Nur Hasanah (2010),yang diolah
51
2.2
Rerangka
Pem
Perusahaan Perbankan Yang Go Publik Laporan Keuangan Kinerja Keuangan
Metode : CAMEL 1. Capital : CAR 2. Asset : K A P 3. Management : N P M 4. Earnings : - ROA - BOPO 5. Liquidity : LDR
Model : Altman Z-score = 6,56X1+3,26X2+6,72X3+1,05X4 1. X1 : Working capital to total assets 2. X2 : Retained Earnings to total assets 3. X3 : EBIT to total assets 4. X4 : Book value of equity to book value of total debt
Hasil Perhitungan
Kondisi Perusahaan Sehat
Kondisi Perusahaan Bermasalah Gambar 1 Kerangka Pemikiran
52
2.3
Perumusan Hipotesis Perumusan hipotesis pada penelitian ini untuk mengetahui apakah
Terdapat kesamaan Pengukuran kesehatan perbankan mengunakan metode CAMEL dengan model Altman. Pengukuran Kinerja Keuangan Perbankan untuk mengetahui kesehatan perbankan pada dasarnya dapat dilakukan dengan penggunaan metode CAMEL dengan rasio CAMEL terdiri dari Capital, Asset, Management, Earnings, dan Liquidity. Ukuran untuk penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank. Ketentuan ini merupakan penyempurnaan ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia dengan Surat Edaran No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut diatas kemudian dikenal dengan metode CAMEL. Dengan menyadari arti pentingnya tingkat kesehatan bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati – hatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia perlu menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapan selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Dalam pengukuran kinerja keuangan perbankan untuk penelitian ini juga menggunakan model Altman untuk perbandingan pengukuran kesehatan. Pertama kali dalam penyusunan model Altman Z, Altman menggunakan sampel perusahaan manufaktur sebanyak 33 perusahaan yang bangkrut pada 1960 sampai
53
1965, dan perusahaan yang tidak bangkrut dengan lini industry dan sampel sama 33 perusahaan. Dengan menggunakan data laporan dengan periode 5 tahun sebelum kebangkrutan. Altman menyusun 22 rasio keuangan yang paling memungkinkan dan mengelompokannya dalam 5 kategori : likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas, dan kinerja. Penggunaan model Altman sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan tidak bersifat tetap melainkan dari waktu ke waktu, dimana pengujian dan penemuan model terus diperluas oleh Altman hingga penerapannya tidak hanya pada satu perusahaan manufaktur publik saja tetapi sudah mencakup perusahaan manufaktur non publik, perusahaan non manufaktur, dan perusahaan obligasi korporasi. Karena berkembangnya model Altman maka pada penelitian ini model Altman yang digunakan adalah model Altman modifikasi yang rasionya adalah X1 modal kerja terhadap total aktiva, X2 laba ditahan terhadap total aktiva, X3 laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva, dan X4 nilai buku total ekuitas terhadap nilai buku total hutang. Dari rasio ini akan dilihat apakah rasiorasio tersebut bisa digunakan untuk mengukur kesehatan perbankan dengan hasil yang sama dengan metode CAMEL, karena pada perhitungan rasio yang berbeda apakah terdapat kesamaan hasil untuk mengukur kesehatan perbankan. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ha: Kesehatan Perbankan tidak sama jika diukur dengan motode CAMEL dan model Altman.