9 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Struktur Modal Struktur modal (capital structure) adalah perbandingan atau imbangan pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan hutang jangka panjang terhadap modal sendiri. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan (Martono dan Harjito, 2005). Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Menurut Brigham dan Houston (2007), menggunakan hutang dalam jumlah yang besar akan meningkatkan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham. Sehingga dibutuhkan keseimbangan antara jumlah modal yang ada dengan modal yang dibutuhkan supaya perusahaan juga bisa mensejahterakan pemegang saham. Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenisjenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya. Keputusan
9
10 struktur modal berkaitan dengan pemilihan sumber dana baik yang berasal dari dalam maupun dari luar, sangat mempengaruhi nilai perusahaan. Sumber dana perusahaan dari internal berasal dari laba ditahan dan depresiasi. Dana yang diperoleh dari sumber eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik perusahaan. Pemenuhan kebutuhan dana yang berasal dari kreditur merupakan hutang bagi perusahaan. Dana yang diperoleh dari para pemilik merupakan modal sendiri. Hutang dan ekuitas adalah kelompok utama dari kewajiban (liabilities) perusahan, dimana kreditor dan pemegang saham merupakan investor dari perusahaan. Masing-masing investor ini berhubungan dengan tingkat risiko, keuntungan dan kontrol yang berbeda terhadap perusahaan. Kreditor memiliki kontrol yang lebih rendah, oleh karena itu kreditor memperoleh tingkat return yang tetap dan diproteksi dengan kewajiban kontrak untuk mengamankan investasi. Pemegang saham memiliki resiko yang lebih besar, oleh karena itu pemegang saham memiliki kontrol yang lebih besar atas keputusan perusahaan. Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen keuangan adalah merancang dan merencanakan penggunaan dana seefisien mungkin sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Sasaran struktur modal (Optimal Capital Structure) suatu perusahaan didefinisikan sebagai struktur yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan tersebut. Menurut Brigham dan Houston (2011) Penentuan struktur modal yang
11 akan melibatkan pertukaran antara risiko dan pengembalian yaitu: (1). Menggunakan hutang dalam jumlah yang lebih besar akan meningkatkan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham, (2). Menggunakan lebih banyak hutang pada umumnya akan meningkatkan perkiraan pengembalian atas ekuitas. Risiko yang semakin tinggi terkait dengan hutang dalam jumlah yang lebih besar cenderung akan menurunkan harga saham, tetapi perkiraan tingkat pengembalian yang lebih tinggi diakibatkan oleh hutang yang lebih besar akan menaikannya. Harga saham dapat dimaksimalkan dengan cara mencari struktur modal yang menghasilkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian.
2.1.2 Teori Trade-Off dalam Struktur Modal Menurut Brigham dalam (Kusnaeni, 2012) teori trade-off dalam struktur modal yang optimal dapat diperoleh dengan cara menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan hutang (benefit of debt) dengan biaya kesulitan dan biaya keagenan. Namun teori ini tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat present value biaya kesulitan dan present value biaya keagenan. Metode ini memberikan tiga hal penting mengenai hutang yaitu: (1). Perusahaan yang memiliki resiko bisnis tinggi sebaiknya menggunakan hutang yang sedikit, karena semakin besar probabilitas kesulitan keuangan akan memperbesar biaya kesulitan keuangan, (2). Perusahaan yang memiliki aktiva berwujud (tangible asset) dapat menggunakan hutang yang lebih banyak dibandingkan dengan dengan perusahaan yang memiliki aktiva tak berwujud (intangible asset), (3). Perusahaan yang sedang membayar pajak yang
12 tinggi dapat menggunakan hutang yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang membayar pajaknya rendah. Teori trade off menjelaskan bahwa, apabila stuktur modal telah berada dibawah target struktur modal optimalnya, maka setiap penambahan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi apabila posisi struktur modal telah berada diatas terget struktur modal optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan
antara resiko dan tingkat pengembalian. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang terkandung dalam penggunaan hutang pada struktur modal, maka teori trade off menyatakan bahwa apabila keuntungan dari penggunaan hutang lebih besar dari biaya-biaya penggunaan hutang sebaiknya perusahaan menggunakan
hutang,
apabila
sebaliknya,
maka
perusahaan
sebaiknya
menggunakan ekuitas. Teori trade off merupakan model yang sangat konsisten dengan
upaya
mencari
struktur
modal
agar
nilai
perusahaan
dapat
dimaksimumkan. Porsi struktur modal optimal terletak pada titik dimana keuntungan penggunaan hutang sama dengan biaya penggunaan hutang. (Myers, 2001) mengemukakan bahwa perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan. Teori ini dibangun untuk memperbaiki teori struktur modal Modigliani dan Miller dengan kondisi
13 terdapat
pajak,
dimana penggunaan
hutang
akan
memberikan
manfaat
penghematan pajak. Dalam pandangan teori ini, penerbitan saham akan menjauhkan dari titik optimal dan akan memberikan kabar buruk bagi investor.
2.1.3 Teori Keagenan Teori keagenan menyatakan bahwa pemilihan komposisi struktur modal tergantung pada keberadaan biaya keagenan yang dihadapi perusahaan. Teori ini mengasumsikan bahwa keberadaan hutang dengan kewajiban tetapnya yang harus dipenuhi perusahaan berupa cicilan pokok dan bunga, akan membuat aliran kas bebas perusahaan digunakan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Penggunaan kas bebas perusahaan tersebut akan mencegah manajer untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara serampangan (Jensen and Meckling, 1976). Penggunaan hutang akan mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer, namun dengan penerbitan hutang ini juga akan memungkinkan timbulnya konflik antara pemegang saham dan pemegang obligasi. Teori keagenan untuk struktur modal menyatakan bahwa struktur modal yang optimal ditentukan dengan meminimalkan biaya konflik yang mungkin terjadi antar pihak yang terlibat. Menurut Brigham dan Houston (2009:26) teori keagenan didefinisikan sebagai hubungan yang terjadi ketika satu atau lebih individu, yaitu prinsipal yang menyewa individu atau organisasi lain yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa atau mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut.
14 Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat terjadi saat terdapat free cash flow. Ketika perusahaan tidak lagi mempunyai kesempatan investasi yang menarik, pemegang saham menginginkan free cash flow dibagikan kepeda mereka dalam bentuk dividen. Disisi lain manajer cenderung ingin menahan sumber daya termasuk (free cash flow) tersebut sehingga manajer mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut (Hanafi, 2008:317). Konflik keagenan antara kreditur dan pemegang saham muncul karena pemegang saham selalu menginginkan agar manajer bersifat agresif dalam menerima
proyek-proyek
dengan
expected
return
(pengembalian
yang
diharapkan) yang tinggi. Apabila proyek yang berisiko tinggi tersebut dapat memberikan hasil baik, kreditur akan tetap dibayar dengan tingkat bunga sesuai kontrak, sedangkan keuntungan sisa (residual gain) akan menjadi hak pemegang saham meskipun kreditur juga telah menanggung tambahan risiko atas kemungkinan gagalnya proyek. Menurut Wahidahwati (2001), konflik keagenan dapat dikurangi melalui beberapa alternatif, yaitu: (1). Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (insider ownership). Dengan kepemilikan manajerial, manajemen akan merasakan langsung dampak dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan, (2). Peningkatan kepemilikan institusional (institusional investor) sebagai pihak yang memonitor agen. Dengan kepemilikan institusional maka distribusi saham akan lebih menyebar yang nantinya mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen sehingga dapat mengurangi biaya keagenan, (3). Meningkatnya
15 deviden payout ratio sehingga akan mengurangi free cash flow dan manajemen terpaksa mencari sumber pendanaan dari luar, (4). Meningkatkan penggunaan hutang dalam pendanaan karena dapat menurunkan excess cash flow maka free cash flow yang tersedia untuk manajer untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya menjadi terbatas.
2.1.4 Teori Sinyal (Signaling Theory) Struktur modal dengan tingkat leverage yang tinggi digunakan sebagai sinyal untuk membedakan kondisi perusahaan yang baik dan yang buruk. Hanya perusahaan yang sehat dan kuat yang dapat berhutang dengan menanggung risikonya. Dalam meminimalkan biaya informasi dari pelepasan saham, maka suatu perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada ekuitas jika perusahaan tampak undervalued, dan menggunakan ekuitas dari pada hutang jika perusahaan tampak overvalued. Laporan keuangan merupakan sinyal bagi para pengguna laporan keuangan tentang segala informasi yang dimiliki oleh perusahaan. Keberadaan informasi ini diharapkan mampu mengurangi perbedaan informasi yang dapat diterima oleh masing-masing pihak. Dalam teori sinyal, laporan keuangan dianggap relevan apabila mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi para pengguna serta memiliki kandungan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan. Namun, laporan keuangan juga dapat menimbulkan mis-conception apabila terdapat salah saji yang
16 material. Jadi, sinyal dapat berarti memiliki kandungan informasi maupun sinyal untuk memprediksi prospek perusahaan pada masa yang akan datang. Brigham dan Houston (2006:40) mengemukakan bahwa teori sinyal merupakan tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan untuk memberikan petunjuk kepada para investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek perusahaan. Terdapat dua asumsi dalam teori sinyal, yaitu informasi simetris dan informasi asimetris. Informasi simetris berasumsi bahwa investor memiliki informasi yang sama tentang prospek sebuah perusahaan seperti para manajer. Informasi asimetris merupakan informasi yang dimiliki manajer lebih baik daripada investor pihak luar dan memiliki pengaruh yang penting dalam menentukan struktur modal optimal (Brigham dan Houston, 2006:38). Manajer menyampaikan sinyal pada investor melalui penyampaian informasi struktur modal perusahaan. Pengaturan struktur modal perusahaan dapat dilakukan melalui penerbitan saham baru atau memperoleh dana melalui hutang.
2.1.5 Nilai Perusahaan Menurut Sartono (2002) tujuan utama perusahaan bukan hanya untuk memaksimalkan keuntungan akan tetapi memaksimalkan kemakmuran pemegang saham atau maximatizon stockholder’s wealth melalui maksimalisasi nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan suatu proksi yang menggambarkan kemakmuran pemegang saham. Seorang manajer perusahaan dituntut untuk bertindak sesuai dengan keinginan para pemegang saham yaitu meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham.
17 Maksimalisasi kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan akan memudahkan pengukuran kinerja suatu perusahaan. Jika harga saham suatu perusahaan memiliki trend yang meningkat dalam jangka panjang, dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan dalam keadaan baik. Meningkatnya harga saham mencerminkan kepercayaan pasar akan baiknya prospek perusahaan pada masa mendatang. Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya yang mengambarkan total modal perusahaan dalam neraca keuangan. Menurut Keown dan John (2011:240) terdapat beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan antara lain: Nilai Buku (book value), merupakan nilai dari aktiva yang ditunjukkan pada laporan neraca perusahaan. Nilai ini menggambarkan biaya historis asset dari pada nilai sekarang. Sebagai contoh, nilai buku saham preferen suatu perusahaan adalah jumlah yang dibayarkan oleh investor yang awalnya untuk membayar saham tersebut dan jumlah yang diterima oleh perusahaan ketika saham diterbitkan. Nilai Likuiditas, merupakan sejumlah uang yang dapat direalisasikan jika aset dijual secara individual dan bukan sebagai bagian dari keseluruhan perusahaan. Contohnya, jika operasional perusahaan dihentikan dan asetnya dibagi serta dijual, maka harga jual tersebut merupakan nilai likuiditas aset. Nilai Harga Pasar, merupakan nilai yang teramati untuk aktiva yang ada dipasaran. Nilai ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan yang
18 bekerja sama dipasaran, di mana pembeli dan penjual menegoisasikan harga yang diterima untuk aktiva tersebut. Sebagai contoh, harga pasar untuk saham biasa Ford Motor Company pada tanggal 5 November 2002 adalah $8,90. Harga ini di capai oleh sejumlah besar pembeli dan penjual yang bekerja sama di New York Stock Exchange. Dalam hal ini suatu harga pasar ada untuk semua aktiva. Akan tetapi, banyak aktiva yang belum memiliki harga pasar yang jelas karena perdagangan jarang terjadi.
2.1.6 Kepemilikan Manajerial Pengambilan keputusan untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan harus diambil oleh seorang manajer dalam menjalankan bisninya. Jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri maka akan timbul ancaman bagi perusahaan. Pemegang saham dan manajer harus menyadari akan kepentingan tugas masing-masing demi tercapainya tujuan perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana seorang manajer memiliki saham perusahaan. Kepemilikan manajerial menunjukkan peran ganda seorang manajer. Adanya peran ganda tersebut, maka manajer akan mengoptimalkan keuntungan perusahaan dan tidak menginginkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan mengalami kebangkrutan yang berdampak hilangnya insentif dan return serta investasinya. Kepemilikan saham manajerial akan mensejajarkan dan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga manajer ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan
19 ikut pula menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang kurang tepat. Hal ini menunjukkan akan hilangnya masalah keagenan dikarenakan seorang manajer juga sebagai seorang pemilik. Argumen tersebut mengindikasikan mengenai pentingnya kepemilikan manajerial dalam struktur kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajer akan semakin menurunkan masalah keagenan sehingga membuat deviden tidak perlu dibayarkan pada risiko yang tinggi. Cristiawan dan Tarigan (2007) telah membuktikan secara empiris tentang perbedaan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial dalam hal kebijakan hutang, kinerja dan nilai perusahaan. Hasil penilitian ini adalah terdapat perbedaan dalam kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial. Rata-rata debt ratio perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, sedangkan rata-rata nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih tinggi dibandingkan tanpa kepemilikan manajerial.
2.1.7 Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya: keputusan pendanaan, kebijakan deviden, keputusan investasi, struktur modal, biaya ekuitas (cost of equity), pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan. Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. Penelitian
20 tentang struktur modal yang mempengaruhi nilai perusahaan telah banyak dilakukan di Indonesia, beberapa peneliti tersebut antara lain: Kusumajaya (2011), meneliti pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di bursa efek indonesia. populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2009, sampel dipilih berdasarkan kreteria tertentu sebanyak 27 perusahaan. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan yang diukur berdasarkan Price Book Value (PBV), sedangkan variabel independennya adalah struktur modal yang diukur dari Debt to Equity Ratio (DER), pertumbuhan perusahaan diukur dari perubahan total aktiva dan profitabilitas diukur dari Return on Equity (ROE). Dengan menggunakan teknik analisis persamaan simultan dengan teknik estimasi path analysis (Hair et al., 2006) dan program aplikasi SPSS dengan versi 13.0, disimpulkan bahwa Struktur modal mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti peningkatan hutang dalam struktur modal akan meningkatkan nilai perusahaan. Rohimah (2013), meneliti pengaruh struktur kepemilikan dan struktur modal terhadap nilai perusahaan pada perusahaan kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil output dari pengolahan data menggunakan software SPSS V.20 for windows diperoleh nilai korelasi antara struktur kepemilikan (INST) dengan nilai perusahaan (PBV) sebesar -0,891 artinya hubungan antara struktur kepemilikan (INST) dengan nilai perusahaan (PBV) sangat kuat. Koefisien korelasi bertanda negatif menunjukkan hubungan
21 struktur kepemilikan (INST) dengan nilai perusahaan (PBV) adalah tidak searah, artinya jika struktur kepemilikan (INST) menurun maka nilai perusahaan (PBV) akan meningkat begitu juga sebaliknya. Kesimpulannya adalah korelasi antara struktur kepemilikan (INST) dengan nilai perusahaan (PBV) sangat kuat dan terbalik. Struktur kepemilikan tidak berpengaruh negatif dengan nilai perusahaan. Tanda negatif pada koefisien tersebut menunjukan bahwa struktur kepemilikan berbanding terbalik dengan nilai perusahaan. Jika struktur kepemilikan menurun maka nilai perusahaan meningkat. Antari dan Dana (2013) pengaruh struktur modal, kepemilikan manajerial dan kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Pengujian untuk kepemilikan manajerial dengan besarnya t hitung adalah lebih besar dari t tabel (-3,374 >2,021) dan nilai signifikansi 0,002 < α = 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20052010.
2.2
Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban masalah atau pertanyaan penelitian yang
dikembangkan berdasarkan teori-teori yang perlu diuji melalui proses pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Berdasarkan teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Pengaruh
Struktur
Pendanaan
terhadap
Nilai
Perusahaan.
Berdasarkan teori sinyal menggambarkan bahwa struktur modal dengan tingkat
22 leverage yang tinggi digunakan sebagai sinyal untuk membedakan kondisi perusahaan yang baik dan yang buruk. Perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada ekuitas jika perusahaan tampak undervalued, dan menggunakan ekuitas dari pada hutang jika perusahaan tampak overvalued dalam meminimalkan biaya informasi dari pelepasan suatu saham. Pengambilan keputusan pendanaan berkenaaan dengan struktur modal benar-benar harus diperhatikan oleh perusahaan, karena penentuan struktur modal akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal dan nilai perusahaan yang tinggi menyebabkan penggunaan
hutang
dalam
struktur
modal
meningkat
dan
selanjutnya
mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam teori trade-off, struktur modal yang optimal dapat diperoleh dengan cara menyeimbangkan antara keuntungan penggunaan hutang (benefit of debt) dengan biaya kesulitan dan biaya keagenan. Namun teori ini tidak dapat menentukan secara tepat struktur modal yang optimal karena sulit untuk menentukan secara tepat present value biaya kesulitan dan present value biaya keagenan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chotimah (2007) melakukan pengujian pengaruh perubahan struktur modal terhadap perubahan nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005, alat analisis yang digunakan adalah regresi linier. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, yang mana diperoleh sampel sebanyak 22 perusahaan yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien regresi perubahan struktur modal sebesar 1,157
23 dan t hitung 2,185 lebih besar t tabel 2,086, nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, variabel perubahan struktur modal berpengaruh positif signifikan dengan perubahan nilai perusahaan. Koefisien determinasi sebesar 0,193 yang berarti bahwa 19,3% variabel perubahan nilai perusahaan dipengaruhi oleh variabel perubahan struktur modal, sedangkan sisanya sebesar 80,7% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Sehubungan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1 : Struktur pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai Perusahaan. Berdasarkan teori keagenan menjelaskan bahwa terdapat konflik antara pemegang saham (prinsipal) dengan manajer (agen) dimana Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk memaksimalkan tujuannya sendiri-sendiri, konflik yang terjadi antara keduanya akan berubah apabila dalam struktur kepemilikan saham terdapat kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial atau dapat disebut juga kepemilikan institusional mempunyai arti penting untuk memonitor manajemen dalam mengelola perusahaan. Investor institusional dapat disubstitusikan
untuk
melaksanakan
fungsi
monitoring
mendisiplinkan
penggunaan debt (hutang) pada struktur modal. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien fungsi monitoring terhadap manajemen dalam pemanfaatan asset perusahaan serta pencegahan pemborosan oleh manajemen. Bukti empiris mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan ditunjukkan dalam penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) membuktikan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai
24 perusahaan.
Meningkatkan
kepemilikan
institusional
menjadikan
fungsi
pengawasan akan berjalan secara efektif dan menjadikan manajemen semakin berhati-hati dalam memperoleh dan mengelola pinjaman (hutang), karena jumlah hutang yang semakin meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress akan mengakibatkan penurunan nilai perusahaan. Sehubungan uraian di atas, maka hipotesis kedua yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Pengaruh Struktur Pendanaan terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Manjerial sebagai Pemoderasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Samisi dan Ardina (2013) menunjukkan hasil bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak memoderasi hubungan antara struktur pendanaan dengan nilai perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011. Hal ini memotivasi peneliti untuk menguji ulang dengan menggunakan dasar teori-teori dalam menjelaskan varibel yang diteliti dan hasil penelitian terdahulu yang menyebutkan pengaruh struktur pendanaan dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan dengan hubungan yang positif, maka didapat hipotesis ketiga yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H3 : Kepemilikan manajerial memoderasi secara positif hubungan struktur pendanaan terhadap nilai perusahaan.
25 2.3
Rerangka Pemikiran Berdasarkan uraian landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, maka
untuk memperjelas penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti perlu menyusun rerangka pemikiran berupa skema sederhana tentang pengaruh struktur pendanaan terhadap nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial sebagai pemoderasi yang digambarkan dalam kerangka teoritis sebagai berikut:
Laporan Keuangan Perusahaan Kimia di BEI
Teori Trade-Off
Teori Keagenan
Teori Sinyal
Struktur Pendanaan (SP) Kepemilikan Manajerial (KM) Nilai Perusahaan (NP) Gambar 1 Rerangka Pemikiran Keterangan : Variabel dependen (NP) adalah Nilai Perusahaan Variabel independen (SP) adalah Struktur Pendanaan Variabel moderasi (KM) adalah Kepemilikan Manajerial
26 BAB 3 METODA PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian dan Gambaran dari Populasi (Objek) Penelitian Penelitian ilmiah adalah suatu penelitian yang hasilnya akan disampaikan
secara sistematis, logis dan mampu dipertanggungjawabkan. Metodologi berguna dalam penelitian ilmiah untuk memberikan arahan kepada peneliti. Jenis penelitian ini adalah metode kuantitatif yang menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data sekunder dengan menggunakan prosedur statistik.
Penelitian ini menguji
hubungan antara variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dengan variabel moderasi. Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2002). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2013 dengan jumlah 10 perusahaan. Peneliti menggunakan sampel perusahaan kimia dengan alasan karena perusahaan kimia memiliki perbandingan nilai Debt Equity Ratio yang optimal dengan didukung Price Book Value dan kepemilikan manajerial, sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang lebih akurat.
3.2
Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut
prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Teknik pengambilan
26
27 sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling). Pengambilan sampel jenis ini terbatas pada jenis sampel tertentu yang dapat memberi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Menurut Sugiyono (2007:68) purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan/kriteria tertentu. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini sebagai berikut: pertama, terdaftar sebagai perusahaan kimia sampai dengan periode 31 Desember 2013. Kedua, perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang berakhir tanggal 31 Desember secara berturut-turut selama 3 periode yaitu tahun 2011-2013. Pemilihan periode pengamatan selama 3 tahun dikarenakan sebelum tahun 2011 perusahaan kimia cenderung menggunakan hutang yang besar dalam setiap kegiatan operasional perusahaan sehingga berimbas pada tingginya resiko yang akan dialami perusahaan dan prosentase saham manajerial yang kurang dimiliki oleh dewan komisaris, direksi dan manajemen. Berdasarkan pada kriteria sampel di atas, maka jumlah sampel ditentukan sebagai berikut: Tabel 1 Proses Pemilihan Sampel No. Kriteria Pengambilan Sampel 1. Perusahaan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai tanggal 31 Desember 2013 2.
Perusahaan kimia yang tidak mempubikasikan laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember secara berturut-turut selama periode 2011-2013
Perusahaan kimia yang memenuhi kriteria sampel Sumber: www.idx.co.id
Jumlah 10 (0)
10
28 Penelitian ini menggunakan 10 perusahaan sebagai sampel dengan periode pengamatan 2011-2013 (selama 3 tahun), sehingga total keseluruhan data yang dijadikan sampel adalah 30 firm year. Perusahaan-perusahaan tersebut yang menjadi sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2 Sampel Perusahaan No
Kode
Nama
Tanggal Pendaftaran IPO
1.
BRPT
Barito Pacific Tbk
01-Okt-1993
2.
BUDI
PT Budi Starch & Sweetener Tbk.
08-Mei-1995
3.
TPIA
Chandra Asri Petrochemical Tbk
26-Mei-2008
4.
DPNS
Duta Pertiwi Nusantara Tbk
08-Agust-1990
5.
EKAD
Ekadharma International Tbk
14-Agust-1990
6.
ETWA
Eterindo Wahanatama Tbk
16-Mei-1997
7.
SRSN
Indo Acidatama Tbk
11-Jan-1993
8.
INCI
Intanwijaya Internasional Tbk
24-Jul-1990
9.
SOBI
Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
10. UNIC
Unggul Indah Cahaya Tbk
03-Agust-1992 06-Nop-1989
Sumber: www.idx.co.id
3.3
Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat) oleh pihak lain (Indriantoro dan Supomo, 2002:147). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari suatu organisasi atau perusahaan dalam bentuk yang sudah jadi dan dipublikasikan berupa laporan
29 keuangan setiap tahun terdiri dari neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang telah di audit mulai tahun 2011-2013.
3.3.2 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dimana data kuantitaif yang berupa angka ini diperoleh dari perusahaan kimia yang terdaftar di PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) pada website resmi BEI (www.idx.co.id), website perusahaan, dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
3.3.3 Teknik Pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi, teknik ini dilakukan dengan mengumpulan data yang tersedia pada obyek penelitian, dalam hal ini dokumen laporan keuangan, harga saham penutupan, nilai buku dan persentase kepemilikan saham perusahaan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013.
3.4.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Identifikasi Variabel Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai bisa berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda.
30 3.4.2 Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dari definisi operasional mencakup pengertian untuk mendapatkan data yang akan dianalisis dengan tujuan untuk mengoperasionalkan konsep-konsep penelitian menjadi variabel penelitian serta cara pengukurannya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel dependen, variabel independen dan variabel moderating.
3.4.3 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. Nilai perusahaan adalah persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki yang tercermin dalam harga saham perusahaan. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) nilai perusahaan dapat dilihat melalui rasio Price Book Value (PBV) perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut: PBV
Market Value X 100 % Book Value
3.4.4 Variabel Independen Variabel independen adalah variabel bebas yang tidak terpengaruh oleh variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah struktur pendanaan. Struktur pendanaan adalah perimbangan antara jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.
31 Menurut Sartono (2002:225) struktur pendanaan dapat diukur menggunakan Debt Equity Ratio (DER) dengan perhitungan sebagai berikut:
Total Hutang X 100 % Modal Sendiri
DER
3.4.5 Variabel Moderating Variabel Moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel moderating dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial. Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Seftianne, 2011). Kepemilikan manajerial dapat dihitung sebagai berikut:
KM
Jumlah saham yang dimiliki komisaris, manajemen dan direksi X 100 % Jumlah saham yang beredar
3.5
Teknik Analisis Data Metode analisis data bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
independen dapat mempengaruhi variabel dependen secara signifikan dan apakah variabel
moderating memperkuat
atau
memperlemah pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Variabel independen dalam peneilitian ini yaitu struktur pendanaan. Variabel dependennya yaitu nilai perusahaan dan variabel moderatingnya yaitu kepemilikan manajerial. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengujian regresi berganda. Pengujian
32 regresi berganda dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syaratsyarat lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, dan heteroskedesitas. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari uji multikolearitas, uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedesitas sebelum melakukan pengujian hipotesis. Selain itu, perlu dilakukan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai suatu data. Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan SPSS (Statistic Package for the Social Science) versi 16.0.
3.5.1 Statistik Deskriptif Secara umum bidang studi statistik deskriptif adalah: pertama, menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik. Kedua, meringkas dan menjelaskan distribusi data dalam bentuk tendensi sentral, variasi dan bentuk (Kuncoro, 2001:30). Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data kuantitatif yang diolah dengan menggunakan program SPSS sehingga dapat memberi penjelasan mengenai kondisi perusahaan selama periode pengamatan.
3.5.2 Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas dan heteroskedastisitas serta untuk
33 memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2006). Adapun pengujian asumsi klasik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Uji Normalitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara untuk mendeteksi apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak, yaitu dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode lain yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dengan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2006:75). Uji Multikolinearitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linier
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
independen.
Multikolinearitas dapat dilihat dengan cara menganalisis nilai VIF (Varinace Inflation Factor). Suatu model regresi menunjukkan adanya Multikolinearitas jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen (Ghozali, 2006:57). Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
34 pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006:69). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu, maka mengidentifikasi telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika ada korelasi maka terjadi autokorelasi (Ghozali, 2006:61). Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokolerasi, diantaranya melalui uji Durbin-Watson (DW-Test). Dengan menggunakan uji Durbin Watson ini, akan didapatkan nilai DW. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel (n) dan jumlah variabel. Suatu model dapat dikatakan bebas dari autokolerasi positif ataupun autokolerasi negatif apabila nilai DW tersebut lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du. Selain itu, uji autokorelasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan statistik non-parametrik, yaitu dengan Run Test (Ghozali, 2006:62).
35 3.5.3 Analisis Regresi Berganda Menurut Ghozali (2006) untuk menguji model pengaruh dan hubungan variabel bebas yang lebih dari dua variabel terdapat variabel tergantung digunakan persamaan analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan persamaan regresi moderated regression analysis (MRA), yaitu untuk menguji apakah variabel moderating dapat memperkuat antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = a + β1X1+ β2Z + β3X1*Z + e Keterangan : Y = Nilai perusahaan a = Konstanta β1 – β3 = Koefisien Regresi X1 = Struktur pendanaan Z = Kepemilikan manajerial *X1 = Interaksi antara struktur pendanaan dengan kepemilikan manajerial e = Standar eror / tingkat kesalahan penduga dalam penelitian Hasil dari analisis yang dihitung berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat ditentukan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Apabila hasil dari analisis tersebut sama-sama mengalami kenaikan atau samasama turun atau searah, maka hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah positif. Begitu juga sebaliknya, apabila kenaikan variabel independen menyebabkan penurunan variabel dependen maka hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah negatif.
36 3.5.4 Pengujian Hipotesis Menurut Ghozali (2006) Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya goodnessof fit dapat diukur dari nilai determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai uji statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H₀ ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H₀ diterima. Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu: uji koefisien determinasi (R2), uji t dan uji F (kelayakan model). Uji Koefisien Determinasi (R2), pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu.Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen. Uji t, Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas dalam menerangkan variabel-variabel terikat (Kuncoro, 2001:97). Uji t digunakan untuk menilai hubungan seberapa jauh pengaruh variabel independen dan variabel dependen memiliki pengaruh satu sama lainnya dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
significance level
0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan
37 hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: (a). Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, (b). Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti variabel independen tersebut mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Uji F (Kelayakan model), merupakan uji model yang menunjukkan apakah model regresi fit untuk diolah lebih lanjut. Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2001:98) Pengujian dilakukan dengan menggunakan
signifikan level
0,05 (α=5%). Ketentuan
penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: (a). Jika nilai signifikansi f > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi tidak signifikan), ini berarti bahwa keempat variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen, (b). Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi signifikan), ini berarti keempat variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.