11
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Stakeholder Teori stakeholder berasumsi bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Stakeholder adalah pihak-pihak yang mempunyai hak dan kepentingan pada perusahaan, sehingga pihak-pihak ini dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas operasional perusahaan (pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain). Deegan (2004) menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi mengenai kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder. Teori stakeholder memiliki bidang etika (moral) dan manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk
11
12
diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh stakeholder. Gray et al, 1994, p.53 (dalam Ghozali dan Anis Chariri, 2007:409) menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerfull stakeholder, makin besar perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya. Roberts, 1992 (dalam Tamba, 2011) menyatakan bahwa dalam perkembangan konsep stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan,
kebijakan
bisnis dan Corporate Social
Responsibility. Model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis berfokus pada perkembangan dan penentuan nilai strategi perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta menghendaki perusahaan terus berlangsung. Model Corporate Social Responsibility dari analisis stakeholder melanjutkan model perencanaan perusahaan yang meliputi pengaruh eksternal dalam perusahaan yang diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan seperti peraturan atau kelompok khusus yang fokus pada isu-isu sosial. Hasil dari penelitian Roberts, 1992 (dalam Tamba, 2011) ya ng penelitiannya menggunakan teori stakeholder yaitu stakeholder power, strategic posture dan kinerja ekonomi berhubungan dengan Corporate 12
13
Social Disclosure. Dapat disimpulkan bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat mempengaruhi Corporate Social Disclosure, juga sebaliknya dimana investor dalam melakukan investasi dapat menggunakan Corporate Social Disclosure sebagai pertimbangan selain menggunakan laba perusahaan. 2.1.2 Teori Agensi Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Namun pada kenyataannya principal dan agent memiliki kepentingan yang berbeda. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan. Teori keagenan mampu menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi karena perbedaan tujuan dari masing- masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingan terhadap perusahaan. Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas kegiatan perusahaan dan berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan
13
14
cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalka n utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham namun kadang informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Eisenhardt (dalam Permanasari, 2010), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationally), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkingan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mementingkan kepentingan pribadinya. Konflik keagenan dapat diminimum dengan suatu mekanisme pengawasan yang menimbulkan biaya keagenan. Salah satu alternatif untuk mengurangi biaya keagenan, yaitu dengan kepemilikan saham oleh institusional dan kepemilikan saham oleh manajemen (Haruman, 2008). 2.1.3 Teori Legitimasi Teori
legitimasi
mengungkapkan
bahwa
organisasi
secara
berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya
14
15
jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas (Deegan, 2004). Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai- nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994 dalam Haniffa dan Cooke, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasi, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Keselarasan antara tindakan organisasi dan nilai- nilai masyarakat ini tidak selamanya berjalan seperti yang diharapkan. Tidak jarang terjadi perbedaan potensial antara organisasi dan nilai- nilai sosial yang dapat mengancam legitimasi perusahaan bahkan dapat membuat perusahaan tersebut ditutup (Lindblom, 1994 dalam Haniffa dan Cooke, 2005). Gozhali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, karena teori legitimasi adalah hal yang paling penting bagi organisasi. Batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai- nilai sosial serta reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Teori legitimasi dilandasi oleh kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Legitimasi
15
16
organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Tanggung jawab sosial perusahaan baik dari teori legitimasi maupun teori stakeholder perusahaan
menjelaskan
melakukan
mengenai apa yang
pengungkapan
tanggung
menyebabkan
jawab
terhadap
masyarakat dimana perusahaan tersebut menjalankan operasionalnya. Tujuan akhir dari adanya pengungkapan sosial perusahaan adalah untuk mencapai tujuan utama perusahaan dalam mendapatkan profit maksimum. Teori legitimasi ini juga akan meningkatkan reputasi perusahaan yang nantinya akan berpengaruh pada nilai perusahaan sendiri. 2.1.4 Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep Corporate Social Responsibility telah menarik perhatian dunia bisnis dan cukup mendapat perhatian dalam perekonomian global. Meskipun konsep Corporate Social Responsibility baru dikenal pada awal tahun 1970-an, namun konsep tanggung jawab sosial sudah dikemukakan oleh Howard Rothmann Bowen pada tahun 1953 (Dwi Kartini, 2009 dalam Permanasari, 2010). Corporate Social Responsibility merupakan sebuah konsep yang sudah berkembang pesat di negara- negara industri. Corporate Social Responsibility
menekankan pentingnya peranan perusahaan dalam
memberikan kontribusinya bagi masyarakat dan lingkungan. Konsep ini
16
17
sangat mementingkan peran aktif dan pertanggungjawaban sebuah perusahaan. Intinya adalah, perusahaan tidak saja mengejar laba semata. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) lewat publikasinya “Making Good Business Sense” mendefinisikan Corporate Social Responsibility (Hadi, 2011: 47): “Continuing commitment by business to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” Definisi tersebut menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. Prinsip-prinsip Social Responsibility Crowther (2008) mengurai prinsip-prinsip tanggungjawab sosial menjadi: 1) Sustainability,
berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam
melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan. 2) Accountability,
merupakan
upaya
perusahaan
terbuka
dan
bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas
17
18
dibutuhkan,
ketika
aktivitas
perusahaan
mempengaruhi
dan
dipengaruhi lingkungan eksternal. 3) Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transpransi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Bentuk Progam Corporate Social Responsibility Kotler et al (2005) menyebutkan beberapa bentuk program Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu: a. Cause Promotions Dalam Cause Promotion ini, perusahaan bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya: non-goverment organization. b. Cause Related Marketing Dalam Cause Related Marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk mambeli atau menggunakan produknya, baik itu barang atau jasa, di mana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu. c.
Corporate Social Marketing Corporate Social Marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu. Biasanya Corporate Social Marketing,
18
19
berfokus pada bidang-bidang seperti bidang kesehatan (health issues), bidang keselamatan (injury prevention issues), bidang lingkungan hidup (environmental issues), bidang masyarakat (community involvement issues). d. Corporate Philanthropy Corporate Philanthropy ini dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana,
jasa atau alat kepada pihak
yang
membutuhkan baik itu lembaga, perorangan ataupun kelompok tertentu. e. Corporate Volunteering Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam program Corporate Social Responsibility
yang
sedang
dilakukan
dengan
jalan
mengkontribusikan waktu dan tenaganya. f.
Socially Responsible Business Practice (Community Development) Dalam program ini, perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas da n memelihara lingkungan hidup.
19
20
Lima Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility Lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum (Wibisono, 2007), yaitu: 1
Building Human Capital Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara melakukan
eksternal, perusahaan dituntut untuk
permberdayaan
masyarakat,
biasanya
melalui
Community Development. 2
Strengthening Economies Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar.
3
Assessing Social Chesion Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
4
Encouraging Good Governence Dalam
menjalankan
bisnisnya,
perusahaan
harus
menjalankan tata kelola bisnis dengan baik. 5
Protecting The Environment Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
20
21
Implementasi Social Responsibility Implementasi tanggungjawab
sosial merupakan tahap aplikasi
program Social Responsibility sebagaimana direncanakan sebelumnya. Terdapat banyak prinsip yang harus dijadikan pijakan dalam praktik tanggungjawab sosial. Equator Principles yang diadopsi berbagai negara, merumuskan beberapa prinsip, antara lain (Wibisono, 2007) : 1. Accountability’s (AA1000) Standart, yang mengacu pada prinsip “Triple Botton Line” dari John Elkington. 2. Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan panduan pelaporan
perusahaan
untuk
mendukung
pembangunan
berkelanjutan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Envoironmental Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997. 3. Social Accountability International SA8000 Standard. 4. ISO 14000 Environmental Management Standrat. 5. ISO 26000 Evaluasi Social Responsibility Wibisono (2007) menyatakan bahwa evaluasi terhadap implementasi program tanggungjawab sosial didasarkan pada standar atau norma ketercapaian. Untuk itu, dalam rangka melakukan evaluasi perlu dirumuskan ukuran keberhasilan program, antara lain :
21
22
1. a.
Indikator Internal Ukuran Primer/kualitatif (M-A-O terpadu) 1) Minimize Meminimalkan perselisihan/konflik/potensi konflik antara perusahaan dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya hubungan yang harmonis dan kondusif. 2) Aset Aset perusahaan yang terdiri dari pemilik/pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik dan fasilitas pendukungnya terjaga terpelihara dengan aman. 3) Operasi Seluruh kegiatan perusahaan berjalan aman dan lancar.
b.
Ukuran Sekunder 1) Tingkat penyakuran dan kolektabilitas (umunya untuk PKBL BUMN). 2) Tingkat Compliance pada aturan yang berlaku.
2. a.
Indikator Eksternal Indikator Ekonomi 1) Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana umum. 2) Tingkat
peningkatan
kemandirian
masyarakat
secara
ekonomi. 3) Tingkat peningkatan berkelanjutan.
22
kualitas
hidup
bagi
masyarakat
23
b.
Indikator Sosial 1) Frekuensi terjadinya gejolak/konflik sosial. 2) Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan dengan masyarakat. 3) Tingkat kepuasan masyarakat (dilakukan dengan survei kepuasan).
Laporan Program Social Responsibility Laporan
tanggungjawab
sosial
merupakan
laporan
aktivitas
tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilakukan selama tahun buku terakhir. 2.1.5 Kepemilikan Manaje men Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman, 2009 dalam Permanasari, 2010). Ada sebagian perusahaan yang mengambil kebijakan kompensasi perusahaan bagi para manajernya dengan cara memberikan
23
24
hak kepada para manajer untuk memiliki sebagian saham perusahaan (Ratnaningsih dan Hartono, 2001 dalam Rawi dan Muchlish, 2010). Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka akan ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang akan meningkat juga. Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus pemegang saham. Kepemilikan
saham oleh
memberikan insentif perusahaan
karena
untuk
manajemen
juga
dipandang
akan
melakukan pengawasan optimal bagi
mekanisme
pengawasan
terhadap
manajemen
menimbulkan suatu biaya yaitu biaya keagenan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Haruman, 2008). 2.1.6 Kepemilikan Institusi Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham
24
25
terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud, 2008 dalam Anggraini, 2011). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Brancanto dan Gaughan, 1991; Fauzi, Mahoney, dan Rahman, 2007 dalam Anggraini, 2011). 2.1.7 Leverage Leverage berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio leverage merupakan rasio pengungkit yang menggunakan uang pinjaman (debt) untuk memperoleh keuntungan (Ang, 1997 dalam Prasojo, 2011). Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya, hal ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan
25
26
mengungkapkan lebih banyak informasi. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Rasio leverage dihitung dengan membandingkan hutang dengan aset yang dimiliki perusahaan. Semakin rendah rasio leverage yang dimiliki perusahaan semakin baik kondisinya. Sebaliknya, semakin tinggi leverage, kondisi perusahaan semakin buruk (Prasojo, 2011). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio leverage, maka akan dibutuhkan biaya monitoring yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan biaya agensi yang ditanggung perusahaan cenderung tinggi, terkait dengan tingginya transfer kekayaan dari debtholder kepada manajer (Firth dan Rui, 2006; Chen, et al, 2009 dalam Prasojo, 2011). Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan kreditur jangka panjang. Dengan semakin tinggi leverage, yang mana akan menambah beban perusahaan, maka untuk program Corporate Social Responsibility menjadi terbatas atau semakin tinggi leverage, maka semakin rendah program Corporate Social Responsibility (Rawi dan Muchlish, 2010). 2.1.8 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan
26
27
pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze, 1976; Hackston dan Milne, 1996 dalam Yintayani, 2011). Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan pengaruh dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil operasi. Menurut Mamduh dan Halim (2007), ada tiga ukuran rasio profitabilitas, yaitu: profit margin, return on asset (ROA), dan return on equity (ROE). Dari sekian rasio profitabilitas, ROA merupakan rasio yang terpenting. ROA menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan asetnya. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut yang pada akhirnya akan menunjukkan tingkat pengembalian yang semakin besar. 2.2 Penelitian Terdahulu Pada penelitian ini, peneliti menguji kepemilikan manajemen, institusi dan leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan karena dari penelitian-penelitian sebelumnya,
kepemilikan
manajemen, institusi dan leverage tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Penelitian yang dilakukan oleh Yintayani (2011) tentang faktor- faktor yang mempengaruhi CSR pada perusahaan yang terdaftar di BEI memberikan
27
28
hasil bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan informasi sosial perusahaan. Leverage berpengaruh negatif pada pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Irmawati (2011), yaitu leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Kepemilikan manajemen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Sementara penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh positif dan signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Kepemilikan institusi dan leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartikasari (2011), yakni leverage dan struktur kepemilikan institusional tidak signifikan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hubungan ketidaksignifikan antara variabel kepemilikan manajemen dan institusi terhadap CSR dapat dilihat pada penelitian Rustiarini (2011), hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada pengungkapan Corporate Social Responsibility. Dan penelitian Sefrilia dan Saftiana (2012) menunjukkan bahwa kepemilikan saham pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Rasio profitabilitas
28
29
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap luas pengungakapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu, yaitu terletak pada variabel kontrol, obyek penelitian, sampel yang digunakan, dan tahun pengujian. Secara ringkas, perbedaan antara penelitianpenelitian terdahulu disajikan pada tabel berikut ini: Tabel 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Ni
“Faktor-Faktor
Variabel dependen:
Kepemilikan
Nyoman
yang
Corporate Social
manajerial dan tipe
Yintayani
Mempengaruhi Responsibility
industri tidak
(2011)
Corporate
berpengaruh secara
Social
Variabel independen:
signifikan pada
Responsibility
kepemilikan
pengungkapan
(Studi Empiris
manajerial, tipe
informasi sosial
pada
industri, leverage dan
perusahaan.
Perusahaan
profitabilitas
Leverage berpengaruh
yang Terdaftar
negatif pada
di Bursa Efek
pengungkapan
Indonesia
informasi sosial
Tahun 2009)”
perusahaan. Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan informasi sosial perusahaan.
29
30
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Rawi dan
“Pengaruh
Variabel dependen:
Kepemilikan
Munawar
Kepemilikan
Corporate Social
manajemen
Muchlish
Manajemen,
Responsibility
berpengaruh positif
(2010)
Institusi, dan
dan signifikan
Leverage
Variabel independen:
terhadap Corporate
Terhadap
kepemilikan
Social Responsibility.
Corporate
manajemen,
Kepemilikan institusi
Social
kepemilikan institusi
dan leverage tidak
Responsibility
dan leverage
berpengaruh secara
pada
signifikan terhadap
Perusahaan
Variabel kontrol: total
Corporate Social
Manufaktur
asset, nilai pasar
Responsibility.
yang Listing di
terhadap nilai buku,
Bursa Efek
perubahan return, dan
Indonesia”
umur perusahaan
Ni Wayan
“Pengaruh
Variabel dependen:
Kepemilikan
Rustiarini
Struktur
Corporate Social
manajerial dan
(2011)
Kepemilikan
Responsibility
kepemilikan
Saham pada
institusional tidak
Pengungkapan
Variabel independen:
berpengaruh pada
Corporate
kepemilikan
pengungkapan
Social
manajerial,
Corporate Social
Responsibility
kepemilikan
Responsibility.
”
institusional dan
Kepemilikan asing
kepemilikan asing
berpengaruh pada pengungkapan Corporate Social Responsibility.
30
31
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Meutia
“Pengaruh
Variabel dependen:
Kepemilikan saham
Sefrilia
Kepemilikan
Corporate Social
pemerintah
dan Yulia
Saham
Responsibility
berpengaruh positif
Saftiana
Pemerintah
(2012)
dan
Variabel independen:
terhadap luas
Profitabilitas
kepemilikan saham
pengungkapan
Terhadap
pemerintah dan
tanggung jawab sosial
Pengungkapan
profitabilitas
perusahaan.
dan signifikan
Corporate
Rasio profitabilitas
Sosial
berpengaruh positif
Responsibility
tidak signifikan
(CSR)”
terhadap luas pengungakapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Didin
“Pengaruh
Variabel dependen:
Size dan leverage
Irmawati
Size, Leverage,
Corporate Social
berpengaruh negatif
(2011)
Profitabilitas
Responsibility
terhadap
dan
pengungkapan
Kepemilikan
Variabel independen:
Corporate Social
Manajemen
Size, leverage,
Responsibility.
terhadap
profitabilitas dan
Profitabilitas dan
Pengungkapan
kepemilikan
kepemilikan
Corporate
manajemen
manajemen tidak
Social
berpengaruh terhadap
Responsibility
pengungkapan
(Studi pada
Corporate Social
Perusahaan-
Responsibility.
Perusahaan dalam Jakarta
31
32
Islamic Index 2009-2010)” Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Maulida
“Pengaruh
Variabel dependen:
Size dan jumlah
Dwi
Size,
Corporate Social
dewan komisaris
Responsibility
secara signifikan
Kartikasari profitabilitas, (2011)
Financial
berpengaruh terhadap
Leverage,
Variabel independen:
pengungkapan
Jumlah Dewan
size, profitabilitas,
tanggung jawab sosial
Komisaris,
financial leverage,
perusahaan.
Struktur
jumlah dewan
Profitabilitas,
Kepemilikan
komisaris, dan
leverage, struktur
Institusional
struktur kepemilikan
kepemilikan
terhadap
institusional
institusional tidak
Corporate
signifikan
Social
berpengaruh terhadap
Responsibility
pengungkapan
Disclosure”
tanggung jawab sosial.
Risko Edy
“Pengaruh
Variabel dependen:
Dalam proses
Juniarto
Kepemilikan
Corporate Social
penelitian
(2012)
Manajemen,
Responsibility
Institusi dan Leverage
Variabel independen:
terhadap
kepemilikan
Corporate
manajemen,
Social
kepemilikan institusi,
Responsibility
dan leverage
pada Perusahaan
Variabel kontrol:
32
33
Basic Industry
profitabilitas
and Chemical yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
2.3 Rerangka Pe mikiran Dalam penelitian ini, diambil tiga variabel independen yang dijadikan tolak ukur dalam mengukur pengungkapan Corporate Social Responsibility pada obyek penelitian yaitu kepemilikan manajemen, institusi dan leverage. Struktur kepemilikan dipercaya mempengaruhi siklus hidup perusahaan sehingga
juga
dapat
mempengaruhi
tingkat
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial perusahaan. Tingkat kepemilikan manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan meningkatkan kinerja dan termotivasi untuk memaksimalisasikan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Jika struktur kepemilikan lebih banyak berada di tangan manajer, maka manajer akan lebih leluasa dalam mengatur melakukan pilihan-pilihan metode akuntansi, serta kebijakan-kebijakan Corporate Social Responsibilty perusahaan. Jika terdapat pemegang saham dalam pihak manajemen maka diharapkan pihak manajemen dapat memiliki kesadaran untuk
melaksanakan
program Corporate
Social
melaporkannya dalan laporan tahunan perusahaan.
33
Responsibility
dan
34
Tingkat kepemilikan institusi yang tinggi merupakan salah satu cara sebagai alat monitoring manajemen yang efektif. Investor institusional dapat meminta manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunan untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal. Investor institusional melihat CSR yang rendah dari perusahaan sebagai investasi yang beresiko. Oleh sebab itu, perusahaan harus memperhatikan program-program sosialnya yang juga harus diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Tingkat leverage perusahaan juga memberikan gambaran mengenai risiko keuangan perusahaan. Perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan menyampaikan lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk mengurangi monitoring costs bagi investor. Informasi tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan secara terperinci untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibandingkan perusahaan dengan tingkat leverage yang lebih rendah. Untuk mengetahui pengaruh industri, dalam penelitian ini memasukkan variabel kontrol profitabilitas yang secara teoritis berhubungan dengan program Corporate Social Responsibility. Profitabiilitas yaitu ukuran kemampuan dan keberhasilan manajemen yang ditunjukkan pada tingkat perolehan laba dan diproksikan dengan rasio ROA. Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. 34
35
Kepemilikan Manajemen Kepemilikan Institusi
Corporate Sosial Responsibility
Leverage
Profitabilitas
Gambar 1 Rerangka Pe mikiran Keterangan : Variabel Independen Variabel Kontrol 2.4 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rerangka pemikiran di atas dapat diketahui bahwa faktorfaktor
yang
dapat
mempengaruhi pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility perusahaan Basic Industry and Chemical yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011 dalam annual report adalah kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi, leverage, dan profitabilitas. Kepemilikan manajemen akan menuntut manajemen untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. Manajemen akan dapat merasakan secara langsung manfaat dan atau resiko dari keputusan yang diambil. Manajemen akan bertindak sebagai pemilik perusahaan dan berupaya meningkatkan nilai perusahaan yang salah satunya dengan pelaksanaan dan pengungkapan Corporate Social Responsibility.
35
36
Demsetz (1983) dan Fama dan Jensen (1983) (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen semakin tinggi pula untuk melakukan program CSR. Penelitian Rawi dan Muchlish
(2010)
menunjukkan
bahwa
semakin
besar
kepemilikan
manajemen, maka pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin luas. Rosmasita, 2007 (dalam Rustiarini, 2011) menyampaikan bahwa
kepemilikan
saham
manajerial
berpengaruh
terhadap
luas
pengungkapan CSR di Indonesia. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Kepe milikan manaje men berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Semakin besar kepemilikan
institusional
maka semakin efisien
pemanfaatan aktiva perusahaaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004). Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan
informasi
sosial dalam
laporan
tahunannya
untuk
transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi. Penelitian oleh Kartikasari (2011) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan
institusional
tidak
signifikan
berpengaruh
terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan institusi tidak mempengaruhi luas pengungkapan CSR perusahaan. Prayogi, 2003 (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa semakin besar persentase kepemilikan publik 36
37
semakin luas dalam pengungkapan sukarela dan laporan keuangan tahunan. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2 : Kepemilikan Institusi berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Teori keagenan memperediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2011) menunjukkan
leverage
berpengaruh
negatif
terhadap
pengungkapan
Corporate Social Responsibility. Penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan akan semakin tinggi. Prayogi, 2003 (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3 : Leverage berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility
37