BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1 Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja berarti pula bahwa dengan masukan tertentu untuk memperoleh keluaran tertentu. Secara implisit definisi kinerja mengandung suatu pengertian adanya suatu efisiensi yang dapat diartikan secara umum sebagai rasio atau perbandingan antara masukan dan keluaran. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan (Siregar, 2010:65). Menurut Fabozzi (dalam Siregar, 2010:67), kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah: 1) Faktor Internal a) Manajemen Personalia Berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.
b) Manajemen Pemasaran Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan. c)
Manajemen Produksi Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai dengan yang diharapkan.
d) Manajemen Keuangan Berkaitan dengan perencanaan, mencari, dan memanfaatkan dana untuk memaksimumkan efisiensi perusahaan. 2) Faktor Eksternal a) Kondisi perekonomian Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. b) Kondisi Industri Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran rasio sudah menjadi suatu parameter yang terbilang umum saat ini. Dalam penelitianpenelitian yang berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan dilakukan berdasarkan pada ketentuan: (1) hasil penelitian-penelitian sejenis sebelumnya, (2) menggunakan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, (3) kelaziman dalam praktek, (4) mengembangkan model pengukuran melalui pengujian secara statistik terlebih dahulu dengan memilih tolok ukur yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Sawir (2005:85) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Menurut Nainggolan, 2004 (dalam Christiani 2010:69) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain : rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu. 1) Laporan keuangan Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, catatan-catatan dan bagian integral dari laporan keuangan. (IAI, 1994 dalam Rahardjo, 2005:75). Laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan suatu perusahaan dimana neraca mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba mencerminkan hasilhasil yang dicapai selama periode tertentu (Riyanto, 1995 dalam Rahardjo, 2005:78). Laporan keuangan merupakan data yang dapat memberikan gambaran tentang keuangan perusahaan untuk itu perlu dilakukan suatu interpretasi terhadap data keuangan perusahaan pada suatu perusahaan. Dengan interpretasi terhadap laporan keuangan tersebut maka diharapkan laporan keuangan dapat memberikan manfaat bagi pemakainya. Adanya analis data keuangan pada periode tertentu memberikan informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dan perbaikan-perbaikan yang diperlukan (Rahardjo, 2005:78).
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dengan segala keterbatasannya dapat menjadi alat dalam mengkomunikasikan data keuangan suatu perusahaan dengan pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak tersebut merupakan pihak yang ingin mengetahui secara mendalam tentang laporan keuangan suatu perusahaan, maka pihak-pihak tersebut akan memberikan tekanan metode analisis yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing (Rahardjo, 2005:79). Harmanto (dalam Rahardjo, 2005:80) melalui laporan keuangan dapat diperoleh informasi-informasi yang penting suatu perusahaan yaitu berupa: a)
Informasi tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan.
b) Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi, harta atau kekayaan bersih yang timbul dalam aktivitas perusahaan dalam rangka memperoleh laba. c)
Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
d) Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi. e)
Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan seperti kebijakan akuntansi yang diterapkan di perusahaan.
2) Rasio Keuangan Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempuyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio keuangan hanya
menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, dengan kata penyederhanaan ini dapat menilai secara cepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian (Harahap, 2004:102). Adapun rasio keuangan yang populer dan sering digunakan dalam bisnis adalah : 1) Rasio likuiditas, menggambarkan kemampuan perusahaan menyelesaikan semua kebutuhan jangka pendek. 2) Rasio Solvabilitas/leverage, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 3) Rasio rentabilitas/pofitabilitas, kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui sumber yang ada, penjualan dan kegiatan lainya. 4) Rasio aktivitas, mengetahui aktivitas perusahaan dalam menjalankan operasinya baik dalam penjualan dan kegiatan lainnya. 5) Rasio pasar, mengukur pengakuan pasar terhadap kondisi keuangan yang dicapai oleh perusahaan. 6) Rasio pertumbuhan, menggambarkan persentasi pertumbuhan perusahaan dari tahun ke tahun. 2.1.2
Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti dengan tingginya kemakmuran pemegang saham (Brigham dan Houston, 2009). Tujuan perusahaan
adalah memaksimalisasi nilai pemegang saham. Nilai pemegang saham akan meningkat apabila nilai perusahaan juga meningkat yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Nilai perusahaan dapat diproksikan dengan price to book value (PBV). Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham dengan nilai buku per lembar saham (Brigham dan Houston, 2009). Nilai perusahaan dapat diukur dari expected value melalui arus kas maupun dari nilai history melalui asset perusahaan. Erdikha Elit (2011), menyatakan nilai (value) suatu asset adalah nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal
hasil
yang diharapkan (expected cash flow). Untuk
mengkonfersikan aliran cash flow menjadi nilai saham harus mendiskontokan aliran tersebut dengan tingkat bunga yang diminta investor (required rate of return). Young dan O’Byrne (2001:27) menyatakan bahwa Nilai pasar adalah nilai perusahaan, yakni jumlah nilai pasar semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal tertentu. Secara sedehana, nilai pasar adalah jumlah nilai pasar dari hutang dan ekuitas. Investor menyerahkan modal ke dalam perusahaan dengan harapan manajer akan menginvestasikan dengan produktif. Nilai pasar mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaiamana manajer yang sukses telah menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya, dalam mengubahnya menjadi lebih besar. Semakin besar MVA, semakin baik. MVA yang negatif berarti nilai dari investasi yang dijalankan oleh manajemen kurang dari modal yang diserahkan kepada perusahaan oleh pasar modal. Hal ini berarti kekayaan pemodal telah dimusnahkan.
Berdasarkan definisi yang diberikan oleh Stewart dalam Mekelainen (2001) dan juga yang digunakan dalam riset Baridwan (2007), maka nilai perusahaan dapat menggunakan rumus MVA sebagai berikut : Market Value Added (MVA) = Nilai Pasar – Nilai Buku atau MVA = Market Value of Equity ( MVE) – Book Value of Equity (BVE) Dimana : MVE = Shares autstanding X Stock price BVE
= Shares outstanding X Stock price
2.1.3 Kebijakan Dividen Kebijakan Dividen adalah salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen untuk memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan dibagi semua atau dibagi sebagian lagi tidak dibagi dalam bentuk laba ditahan (Tampubolon, 2004:69). Apabila perusahaan memutuskan untuk membagi laba yang diperoleh sebagai dividen berarti akan mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya juga mengurangi sumber dana intern yang akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Sedangkan apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen akan bisa memperbesar sumber dana intern perusahaan dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen dalam penelitian ini adalah Dividend Payout Ratio (Brigham dan Houston, 2003:117). Salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah dividen. Menurut Napa, (2006 : 151) dividen merupakan bagian dari laba bersih yang
dibagikan kepada para pemegang saham (pemilik modal sendiri). Menurut Sunariyah, (2006:48) dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dividen merupakan proporsi pembagian laba yang diperoleh perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan. Menurut Sunariyah (2006:118) dividen yang dibagikan kepada pemegang saham bisa berupa : 1) Dividen Tunai (cash dividend) Dividen Tunai adalah dividen yang dibayar oleh emiten kepada para pemegang saham secara tunai setiap lembarnya. 2) Dividen Saham (stock dividend) Dividen saham merupakan pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan saham-saham yang dimiliki. Menurut Tjiptono Darmaji dan Hendy (2005:9) dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai dan dividen saham. 1) Dividen Tunai Dividen tunai artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham. 2) Dividen Saham Dividen saham artinya kepada para pemegang saham saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki oleh seorangpemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. Sedangkan Baridwan (2007:133) menyatakan dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat berbentuk :
1) Dividen yang berbentuk uang Pembagian dividen yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk uang. Para pemegang saham akan menerima dividen sebesar tarif per lembar dikalikan jumlah lembar yang dimiliki. 2) Dividen yang berbentuk aktiva ( selain kas dan saham sendiri) Dividen yang dibagikan kadang – kadang tidak berbentuk uang tunai, tetapi berupa aktiva seperti saham perusahaan lain atau barang – barang hasil produksi perusahaan yang membagikan dividen tersebut. Pemegang saham yang menerima dividen seperti ini mencatat dalam bukunya dengan jumlah sebesar harga pasar yang diterimanya. 3) Dividen saham (stock dividen) Penerimaan dividen dalam bentuk saham dari perusahaan yang membagi saham disebut dividen saham. Saham yang diterima berbentuk saham yang sama dengan yang dimiliki atau saham jenis yang lain. 2.1.4 Kontroversi Dividen Kebijakan
dividen
masih
merupakan
masalah
yang
mengundang
perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006: 334) pendapat tentang dividen dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1) Dividen dibagi sebesar – besarnya Argumentasi pendapat ini adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Argumentasi ini mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar apabila laba yang diperoleh tidak
meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Harga saham tersebut disebabkan karena kenaikan laba dan bukan kenaikan pembayaran dividen. 2) Dividen tidak relevan Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern, jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan NPV yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak pilihan keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan (the irrelevant of dividend). 3) Dividen dibagikan sekecil – kecilnya Penganut pendapat bahwa dividen seharusnya dibagikan sekecil – kecilnya, mengabaikan adanya biaya emisi (floatation cost). Apabila perusahaan menerbitkan saham baru, perusahaan akan menanggung berbagai biaya ( yang disebut sebagai floatation cost ), seperti fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham saham, dan sebagainya, yang berkisar antara 2 – 4 %. Brigham and Houston (2003:115) menelaah tiga teori preferensi investor yaitu : 1) Teori Ketidakrelevanan Dividen Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen (dividen irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). MM berpendapat
bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya, dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung semata – mata pada pendapatan yang dihasilkan aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba ditahan. 2) Teori ”bird-in-the-hand” Pandangan MM untuk teori yang menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimalkan dengan menentukan rasio pembagian dividen yang tinggi. 3)
Teori Preferensi Pajak Ada 3 alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu : a) Tarif pajak untuk pendapatan dividen yang tinggi bila dibandingkan dengan tarif pajak untuk keuntungan modal membuat investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham dan menerima sebagian besar dividen yang dibayarkan) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi. b) Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual karena adanya efek nilai waktu. c) Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang. Ahli waris yang menerima saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya, dengan demikian terhindar dari pajak keuntungan modal.
2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut Sudjaja dan Berlian (2002:106) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen : 1) Peraturan Hukum Peraturan mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba yang terdahulu dan laba sekarang. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para kreditor dengan melarang pembayaran dividen yang menyedot → membagikan investasinya bukan membagikan keuntungan Peraturan mengenai tak mampu bayar. Perusahaan boleh tidak membayar dividen jika tidak mampu (bangkrut→jumlah hutang lebih besar dari jumlah harta). 2) Faktor keuangan dan ekonomi a) Posisi Likuiditas Laba ditahan biasanya di investasikan dalam bentuk aktiva yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun terdahulu sudah di investasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Suatu perusahaan yang keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak membayar dividen karena keadaan likuiditasnya. b) Perlunya membayar kembali pinjaman Jika perusahaan telah membuat penjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya, maka ia dapat melunasi penjamannya pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan
untuk melunasi pinjaman itu nantinya, diputuskannya bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan. c) Keterbatasan karena kontrak pinjaman Kontrak pinjaman apalagi jika menyangkut pinjaman jangka panjang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan-pembatasan itu dimaksudkan untuk melindungi para kreditur. a) Tingkat penjualan aktiva Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin banyak dana yang dibutuhkan di kemudian hari dan semakin banyak laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan. b) Tingkat laba Laba dibagikan kepada para pemegang saham atau tetap ditahan di perusahaan untuk digunakan kembali. f)
Stabilitas laba. Perusahaan yang labanya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan bagaimana laba di kemudian hari. Perusahaan seperti itu kemungkinan besar akan membagikan labanya dalam bentuk dividen dengan presentasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang labanya berfluktuasi.
i)
Keputusan kebijakan deviden Hampir semua perusahaan ingin mempertahankan deviden per lembar saham pada tingkat yang konstan. Nilai deviden selalu terlambat
dibandingkan dengan nilai keuntungan, artinya deviden itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya laba itu benar-benar mantap dan nampak cukup permanen. Sekali deviden naik, maka segala daya dan upaya yang akan dikerahkan supaya tingkatan yang baru itu dapat terus dipertahankan. Laba akan tetap dipertahankan sampai betulbetul jelas bahwa labanya memang tak mungkin pulih kembali. Menurut Harjito dan Martono (2007:78) pertimbangan manajerial dalam menentukan kebijakan deviden adalah : 1) Kebutuhan dana bagi perusahaan Semakin besar Kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayarkan deviden.Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang menguntungkan) baru sisanya untuk pembayaran deviden. 2) Likuiditas perusahaan Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan deviden. Deviden merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 3) Kemampuan untuk meminjam Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar deviden juga tinggi.
4) Pembatasan – pembatasan dalam perjanjian utang Ketentuan perlindungan (protective covenant) dalam suatu perjanjian utang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran deviden. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar utangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase maksimum dari laba kumulatif. 5) Pengendalian perusahaan Apabila suatu perusahaan membayar deviden yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan
sahamnya
menguntungkan.
untuk
membiayai
Bertambahnya
jumlah
kesempatan saham
yang
investasi beredar,
yang ada
kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh saham yang beredar. Dianggap berbahaya bila perusahaan terlalu besar membayar devidennya, sehingga pengendalian perusahaan menjadi berpindah tangan. 2.1.5 Kebijakan Hutang Kebijakan hutang adalah kebijakan yang dilakukan perusahaan untuk mendanai operasinya dengan menggunakan hutang keuangan atau yang biasa disebut financial leverage. Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman dari pada menerbitkan saham baru. Dengan demikian semakin tinggi kebijakan hutang yang dilakukan, maka semakin
tinggi nilai perusahaan. Kebijakan hutang dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan debt to equity ratio (Brigham dan Ehrhardt, 2005:120) yang didapat dari membagi total hutang perusahaan dengan total ekuitasnya (modal awal). Hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan hutang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari hutang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya
leverage
keuangan
dan
semakin
tidak
pastinya
tingkat
pengembalian bagi para pemegang saham biasa. Tingkat penggunaan hutang dari suatu perusahaan dapat ditunjukkan oleh salah satunya menggunakan rasio hutang terhadap ekuitas (DER), yaitu rasio jumlah hutang terhadap jumlah modal sendiri. Hutang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban di saat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu (Baridwan, 2007:112). Hutang merupakan suatu mekanisme yang bisa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan. Dengan adanya hutang perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan principal (Jensen, 1986 dalam Masdupi, 2005:62). Penggunaan hutang perusahaan akan memaksa manajemen untuk bertindak lebih efisien dan tidak konsumtif karena adanya risiko kebangkrutan (Bathala dkk,1994 dalam Carningsih 2009:34). Penggunaan hutang dapat untuk mengurangi agency conflict dan asimetri informasi perusahaan mengeluarkan hutang berarti memberikan signal kepada
investor akan kemampuan kondisi keuangan perusahaan di masa depan (Haris dan Raviv, 1994, dalam Carningsih 2009:35). Definisi utang menurut Baridwan (2007:123) adalah : “Utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang akan timbul dimasa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban di saat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain dimasa datang sebagai akibat dari transaksitransaksi yang sudah lalu” Kebijakan hutang perusahaan yang merupakan hasil pembagian antara kewajiban jangka panjang dengan jumlah total antara kewajiban jangka panjang dan modal sendiri. Pendanaan dari luar akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajemen disamping itu utang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan manajemen ((Jensen, 1986, dalam Masdupi, 2005:67). Utang merupakan jumlah uang yang dinyatakan atas kewajibankewajiban untuk menyerahkan uang, barang dan jasa-jasa kepada pihak lain di masa yang akan datang. Komponen utang antara lain : 1) Utang lancar (jangka pendek) Adalah
utang-utang
yang
akan
diselesaikan
pembayaranya
dengan
menggunakan aktiva lancar atau dengan menciptakan utang (lancar) yang baru. Yang termasuk dalam utang lancar adalah utang yang timbul dari pembelian barang-barang dan jasa (utang dagang, utang gaji dan upah), serta penerimaan uang dimuka atas barang-barang yang digunakan atau jasa yang akan diserahkan (pendapatan sewa yang diterima).
2) Utang Jangka Panjang Adalah semua utang yang jatuh tempo pembayarannya melampaui batas waktu satu tahun sejak tanggal neraca atau pembayarannya tidak akan dilakukan dalam periode siklus operasi perusahaan, tetapi lebih panjang dari batas waktu tersebut. Misalnya : utang obligasi, utang bank (kredit investasi). Hutang merupakan suatu mekanisme yang bisa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan. Dengan adanya hutang perusahaan harus melakukan pembayaran periodik atas bunga dan principal (Jensen dalam Masdupi, 2005:69). Penggunaan hutang perusahaan akan memaksa manajemen untuk bertindak lebih efisien dan tidak konsumtif karena adanya risiko kebangkrutan (Bathala dkk dalam Carningsih 2009:35). Penggunaan hutang dapat untuk mengurangi agency conflict dan asimetri informasi perusahaan mengeluarkan hutang. Hutang berarti memberikan signal kepada investor akan kemampuan kondisi keuangan perusahaan di masa depan (Hans dan Raviv dalam Carningsih 2009:36). Kebijakan hutang perusahaan dapat dilihat dari rasio leverage perusahaan. Leverage adalah rasio yang membandingkan antara dana yang berasal dari pemilik dengan dana yang berasal dari kreditur. Pada umumnya kreditur dan calon kreditur memerlukan informasi berapa dana pemilik sebagai dasar
menentukan
tingkat
keamanan
kredit.
Leverage
menggambarkan
kemampuan perusahaan menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik perusahaan. Tingkat leverage terlihat dari besarnya sumber dana hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya.
Perusahaan yang lebih besar memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil, karena perusahaan tersebut lebih dikenal oleh publik. Biaya transaksi perusahaan lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar lebih mudah dijangkau publik, oleh karena itu memiliki biaya hutang yang lebih rendah dimana dipengaruhi oleh masalah informasi asimetris. Salah satu sebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan pemegang saham disebabkan oleh keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan secara sederhana dapat diartikan sebagai keputusan manajemen dalam menentukan sumber-sumber pendanaan dari modal internal, yakni laba ditahan atau dari modal eksternal, yakni modal sendiri dan atau melalui utang (Waluyo dan Ka’aro, 2002:). Menurut Brigham and Houston (2003:120) sumber pendanaan yang berasal dari penggunaan hutang dengan beban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan. Keuntungan penggunaan hutang adalah : 1) Biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak sehingga biaya efektif menjadi lebih rendah. 2) Kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap, sehingga kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi perusahaan. 3) Bondholder tidak memiliki hak suara sehingga pemilik dapat mengendalikan perusahaan dengan dana yang lebih kecil.
Kelemahan penggunaan hutang adalah : 1) Hutang yang semakin tinggi meningkatkan resiko sehingga suku bunganya akan semakin tinggi pula. 2) Bila bisnis perusahaan tidak dalam kondisi yang bagus, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup menutup biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada kondisi ekstrim, kerugian tersebut dapat membahayakan perusahaan karena dapat terancam kebangkrutan dan nilai perusahaan akan berkurang tingkatnya. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan penggunaan hutang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alas an bahwa hutang mengandung
resiko
yang
tinggi.
Manajemen
perusahaan
mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality). Teori keagenan yang dikemukakan oleh (Jansen dan Meckling, 2002:97). merupakan salah satu explanatory variable untuk mengetahui adanya variasi dalam kebijakan hutang perusahaan. 2.1.6 Kebijakan Investasi Menurut Jugiyanto, (2007:105) Kebijakan lain yang berkenaan dengan nilai perusahaan adalah keputusan investasi. Keputusan investasi adalah penanaman modal dengan harapan akan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut signaling Theory, informasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan terhadap keputusan investasi pihak luar perusahaan merupakan hal yang penting. Menurut Jogiyanto, (2007:109), informasi yang dipublikasi sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka akan banyak investor yang berinvestasi keperusahaan. Keputusan investasi tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar. Menurut Myers dan Majluf, (2002:82) berpendapat beberapa studi yang dilakukan dalam hubungannya dengan keputusan investasi antara lain memperkenalkan Investment Opportunities Set (IOS). Dimana Investment Opportunities Set (IOS) merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen dimasa yang akan datang, dimana investasi yang dilakukan merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan return yang besar. Menurut Kallapur dan Trombley, (2005:53) IOS didefenisikan sebagai kombinasi antara aktiva yang dimiliki (Assets in Place) dan pilihan investasi dimasa yang akan datang dengan net present value positif. IOS tidak dapat diobservasi secara langsung (laten), sehingga dalam perhitungannya menggunakan proksi. Proksi keputusan investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Investment (ROI). 2.1.7 Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Menurut Brigham dan Houston (2003:127), penggunaan hutang juga dapat mempengaruhi harga saham perusahaan. Semakin besar hutang, maka akan semakin meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan dapat meningkatkan laba perlembar sahamnya yang akhirnya akan
meningkatkan harga saham perusahaan yang berarti akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Fatoni (2010:69), yang meneliti pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kebijakan deviden, kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan (MVA). 2.1.6 Pengaruh Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan Menurut Myers dan Majlul (2002:85), keputusan investasi merupakan nilai perusahaan yang besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang ditetapkan manajemen di masa yang akan datang, dalam hal ini pada saat ini merupakan pilihan-pilihan investasi yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Keputusan investasi perusahaan tidak dapat diobservasi untuk pihak-pihak di luar perusahaan sehingga diperlukan suatu proksi untuk melihatnya. Menurut Wahyudi dan Pawestri (2006:45), nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Menurut Signaling Theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif mengenai pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan harga saham yang digunakan sebagai indikator nilai perusahaan. Setelah perusahaan mencoba untuk medapatkan dana, maka dana tersebut akan dipergunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan kentungan di masa yang akan datang. Kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan akan menentukan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dan kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Apabila perusahaan salah di dalam pemilihan investasi, maka
kelangsungan hidup perusahaan akan terganggu dan hal ini tentunya akan mempengaruhi penilaian investor terhadap perusahaan. Untuk
itu,
seyogianya
manajer
(keuangan)
hendaknya
menjaga
pertumbuhan investasi agar dapat mencapai tujuan perusahaan melalui kesejahteraan pemegang saham sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bandi dan Anas (2010:35) SNA 13 keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 2.1.7
Pengaruh Kebijakan Deviden Terhadap Nilai Perusahaan Kenaikan pembayaran deviden dilihat sebagai signal bahwa perusahaan
memiliki prospek yang baik. Dengan kenaikan pembayaran deviden maka akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan (Tampubolon, 2004:74). Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran deviden, dapat diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang, sehingga kebijakan deviden memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan (Myers dan Majluf, 2002:86). Sebaliknya penurunan pembayaran deviden akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang buruk. Kebijakan deviden ini merupakan corporate action yang penting yang harus dilakukan perusahaan kebijakan tersebut dapat menentukan berapa banyak keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham. Keuntungan yang akan diperoleh pemegang saham ini akan menentukan kesejahteraan para pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Semakin besar deviden yang dibagikan kepada pemegang saham, maka kinerja emiten atau perusahaan akan
dianggap semakin baik pula dan pada akhirnya perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dianggap menguntungkan dan tentunya penilaian terhadap perusahaan tersebut akan semakin baik pula, yang biasanya tercermin melalui tingkat harga saham perusahaan. Oleh karena itu hal ini dianggap bahwa deviden nampaknya memiliki atau mengandung informasi (informational content of dividend) atau sebagai isyarat prospek perusahaan. Apabila perusahaan meningkatkan pembayaran deviden, mungkin diartikan oleh pemodal sebagai sinyal harapan manajemen tentang akan membaiknya kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga kebijakan deviden memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bandi dan Anas Wibawa (2010:35) SNA 13, bahwa kebijakan deviden berpengaruh terhadap nilai perusahaaan.
2.1.8 Penelitian Terdahulu 1.
Penelitian Haryanti (2007:83) dengan judul pengaruh keputusan pendanaan, investasi dan dividen terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kebijakan dividen dan kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajar (2008:68) menyatakan bahwa kebijakan hutang dan kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Bandi, dan Anas (2010:35) menyatakan bahwa keputusan investasi dan kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Ikbal, Sutrisno dan Ali (2011:54) menyatakan bahwa kepemilikan insider dan kebijakan hutang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Raffi (2012:77) dalam judul pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, struktur modal dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan dan dengan judul pengaruh insider ownership, kebijakan hutang dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kepemilikan insider berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
4.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Airlangga (2009) Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) Dan Return On Asset (ROA) Terhadap Market Value Added (MVA) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan rasio Return On Asset (ROA) dan Economic Value Added (EVA) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap Market Value Added (MVA), sedangkan secara parsial Economic Value Added (EVA) dan Return On Asset (ROA) berpengaruh signifikan. Selain itu, juga diketahui bahwa secara simultan Economic Value Added (EVA) dan Return On Asset (ROA) mempengaruhi Market Value Added (MVA) sebesar 57.1% dan sisanya faktor-faktor lain yang berasal dari luar variabel yang diteliti.
5.
Wahyudi dan Pawestri (2006) Implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan, dengan keputusan keuangan sebagai variabel intervening. Dependen, Nilai perusahaan Independen, kepemilikan majerial dan kepemilikan institusional, keputusan investasi, keputusan pendanaan dan
kebijakan deviden. Dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara Struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap keputusan keuangan maupun nilai perusahaan. Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi keputusan investasi dan kebijakan deviden tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.2 Rerangka Pemikiran Rerangka Pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.
Kebijakan Hutang (X1) Keputusan Investasi (X2)
Nilai Perusahaan (Y)
Kebijakan Deviden (X3)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3
Hipotesis Berdasarkan uraian diatas dan model penelitian yang terbentuk maka
hipotesis yang dibentuk dalam penelitian ini adalah : H1 : Terdapat pengaruh positif antara kebijakan hutang, kebijakan investasi dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan food and beverage. H2 : Terdapat pengaruh positif secara parsial antara kebijakan hutang, kebijakan investasi dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan food and beverage. H3 : Terdapat pengaruh dominan pada variabel kebijakan investasi terhadap nilai perusahaan food and beverage.