BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi Pada teori agensi yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang di maksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan (agency theory) merupakan hubungan agensi yang muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa, kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Pengelola perusahaan yaitu manajer tentu saja memiliki lebih banyak informasi dibandingkan dengan prinsipal sehingga manajer mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi yang berkaitan dengan kondisi perusahaan kepada investor. Perusahaan dianggap sekumpulan kontrak antara prinsipal (investor) dengan agen yaitu manajer.
9
10
2.1.2 Teori Stakeholder (Deegan,2004)
menyatakan
bahwa
teori
stakeholder
menekankan
akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya . Menurut Januarti dan Apriyanti (2005), ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders, yaitu : 1. Isu lingkungan melibatkan kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat yang dapat mengganggu kualitas hidup mereka, 2. Dalam era globalisasi telah mendorong produk-produk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkungan, 3. Para investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program lingkungan, 4. LSM dan pencinta lingkungan makin vokal dalam mengkritik perusahaanperusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan. Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimiliki stakeholder atas sumber tersebut. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas
11
(modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan Deegan (2000) dalam Ghozali dan Chariri(2007). Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agen.
2.1.3 Teori Legitimasi Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas, Deegan(2000) dalam Fatyaningrum dan Jatmiko(2010) . Teori
legitimacy
menegaskan
bahwa
perusahaan
terus
berupaya
untukmemastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar sebagai suatu yang “sah” ,Deegan(2000) dalam Pertiwi (2010).
12
2.1.4 Manajemen Laba Scoot (2000) dalam Pertiwi (2010:14) meyatakan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa altematif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Perilaku manajemen
yang
mendasari lahirnya
manajemen laba adalah perilaku
opportunistic manajer dan efficient contracting. Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak kompensasi dan hutang dan political cost . Perilaku oportunis ini direflesikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing atau income decraesing decretionary accrual.
Sedangkan
sebagai
efficient
contracting
yaitu
meningkatkan
keinformatifan laba dalam mengkomunikasikan informasi privat. Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah earnings management, oleh Heally dan Wahlen dalam Pertiwi (2010) didefinisikan sebagai berikut: earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan pihakpihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Sugiri dalam Pertiwi (2010) membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu: 1. Definisi Sempit Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi earning management dalam artian sempit ini di definisikan
13
sebagai prilaku manajer untuk "bermain" dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. 2. Definisi Luas Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit di mana manajer bertanggung
jawab,
tanpa
mengakibatkan
peningkatan
(penurunan)
profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Scott (2000) Pertiwi (2010) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba seperti berikut ini: 1. Rencana bonus (Bonus scheme). Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. 2. Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant). Ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Motivasi politik (Political motivation). Ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini
14
dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah 4. Motivasi perpajakan (Taxation motivation). Ini menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar 5. Pergantian CEO (Chic/Executive Officer). Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk meminimalkan jumlah laba yang dilaporkan. 6. Penawaran saham perdana (Initial public offering). Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.
15
Scott(2000)
dalam
Fatayaningrum
dan
Jatmiko(2010)
juga
mengidentifikasikan adanya empat pola yang dilakukan manajemen untuk melakukan pengelolaan atas laba sebagai berikut: (1) Taking a bath, yaitu ketika perusahaan melaporkan adanya kerugian, maka manajemenmelakukan kebijakan untuk melaporkan kerugian dengan jumlah yang besar sekaligus (2) Income minimization; kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan tinggi atau meningkat. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah dengan meminimalkan laba, contohnya adalah dengan membebankan beban penelitian dan pengembangan lebih besar di periode berjalan (3) Income maximization, kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan rendah atau menurun. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam praktek ini adalah dengan memaksimalkan laba, contohnya adalah dengan mengalokasikan pendapatan tahun mendatang di periode berjalan. (4) Income smoothing, kebijakan ini dilakukan karena adanya motivasi manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan.
2.1.5 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh (Nurlela dan Islahuddin,2008), karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
16
saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan, dan judgment. Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu : nilai ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada harga yang wajar; penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di antaranya adalah : a) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio,
metode kapitalisasi proyeksi laba
b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas c) pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva e) pendekatan harga saham f) pendekatan economic value added Suharli dalam Kusumadillaga(2010:23). Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai nominal.
17
2.1.6 Corporate Enviromental Development (Pengungkapan Isu Lingkungan) Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia,paling
banyak
menggunakan
kerangka
laporan
keberlanjutan
dan
berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Dahli dan Siregar (2008), peneliti ini menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. Indikatorindikator yang terdapat di dalam GRI yang digunakan dalam penelitian yaitu: 1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator) 2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator) 3. Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance indicator) 4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator) 5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator) 6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator) .
18
Environmental disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Zhegal dan Ahmed (1990) mengidentifikasi Environmental disclosure meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam dan pengungkapan lain yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Melalui environmental disclosure masyarakat dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan memperoleh perhatian, kepercayaan dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis. Beberapa institusi telah menawarkan model yang bisa dijadikan pedoman seperti Global Reporting Initiatives (GRI). GRI merekomendasikan beberapa aspek lingkungan yang selayaknya diungkapkan. Ada sembilan aspek yang direkomendasikan oleh GRI. Kesembilan aspek tersebut adalah Material, Energi, Air, Keanekaragaman hayati, Emisi dan limbah, Produk dan jasa, Ketaatan pada peraturan, Transportasi, Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menjaga lingkungan
19
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan teori dan latar belakang yang di gunakan dalam penelitian ini maka dapat di simpulkan reangka pemikiran sebagai berikut : Perusahaan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2010 - 2012 Perusahaan Manufaktur
Teori Legitimasi
Teori Agensi
Laporan Keuangan Tahunan
Manajemen Perusahaan
Pemegang saham
Pengungkapan Isu Lingkungan Praktek Manajemen Laba
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Nilai Perusahaan
20
2.2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian kali ini mengkaji tentang pengaruh praktek manajemen laba terhadap nilai perusahaan yang di moderasi dengan pengungkapan isu lingkungan, sehingga memberikan gambaran tentang adanya praktek manajemen laba pada perusahaan. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang manajemen laba , antara lain : Tabel 1 “Ringkasan Penelitian Terdahulu” No 1
Peneliti Ferdawati (2008)
2
Fatayaningrum dan Jatmiko (2010)
Judul Pengaruh Manajemen Laba Real Terhadap Nilai Perusahaan
Variabel Dependen Nilai Perusahaan Independen Manajemen Laba Real
Hasil : - Semakinbesar Manajemen Melakuakan : Manajemen Laba Real Maka Semakin Tinggi Nilai Perusahaan Analisis Dependent : - Manajemen laba Pengaruh Corporate tidak berpengaruh Manajemen Enviromental terhadap CED Laba Dan Disclosure - Proporsi dewan Mekanisme Independent : komisaris tidak Corporate Manajemen berpengaruh Governance laba, terhadap CED Terhadap Mekanisme - Jumlah rapat komite Corporate Corporate audit berpengaruh Enviromental Governance positif terhadap Disclosure Kontrol : CED - Ukuran - Variabel kontrol Perusahaan tidak berpengaruh - Profitabilitas terhadap CED - Leverange - Tipe Industri
21
Tabel 1 (lanjutan) “Ringkasan Penelitian Terdahu” No 3
4
Peneliti Judul Isnaeni Ken Pengaruh Zuraedah Kinerja (2010) Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai variabel Pemoderasi. Rimba Pengaruh Kusumadillaga Corporate (2010) Social Responsibility terhadap nilai perusahaan dengan profitabilitas sebagai variabel moderating
Variabel Hasil Dependent : - Secara Nilai simultan Perusahaan memiliki Independent : pengaruh Kinerja positif Keuangan terhadap nilai Moderasi : perusahaan CSR secara signifikan.
Independent : Corporate Social Responsibility Dependent : nilai perusahaan. Moderating : Profitabilitas
CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan Profitabilitas sebagai variabel pemoderasi tidak mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan
2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Hubungan antara Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan Secara umum, manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Schiper (1989) dalam Ferdawati (2008) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi yang sengaja dilakukan untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi pihak tertentu. Ada
22
beberapa cara yang dilakukan oleh manajemen dalam melakukan manajemen laba, antara lain melalui manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi dan Pawestri (2006), nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi nilai perusahaan. Harga saham didasarkan pada penilaian dari eksternal perusahaan terhadap asset perusahaan serta pertumbuhan pasar saham. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap sebagai cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Secara potensial manajemen laba dimotivasi dengan adanya tekanan atau dorongan manajer untuk menghasilkan laba jangka pendek serta rendahnya fokus manajemen terhadap rencana jangka panjang perusahaan. Oleh karena itu, jika manajer melakukan manajemen laba tahun sekarang maka laba perusahaan akan meningkat yang akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan, jika kinerja perusahaan meningkat harga pasar saham akan meningkat sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Namun, pada periode berikutnya laba perusahaan akan berkurang sehingga menyebabkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan dalam jangka panjang dan mempengaruhi aliran kas perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Manajemen Laba Berpengaruh Positif Terhadap Nilai Perusahaan
23
2.3.2 Hubungan Antara Manajemen Laba Terhadap Nilai perusahaan dengan CED sebagai variabel pemoderasi. Dengan alasan meningkatkan nilai perusahaan , manajemen melakukan tindakan oportunis dengan melakukan praktek manajemen laba. Ketika pemegang saham menduga bahwa manajer melaporka laba manipulasian , maka perusahaan tempat manajer bekerja tersebut akan kehilangan nilai di pasar modal . Akibatnya nilai perusahaan turun , hal yang paling memungkinkan adalah tidak tercapainya target manajemen. Jika publik tau alasan sebenarnya alasan turunya nilai perusahaan karena adanya praktek manajemen laba hal ini akan menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan. Dengan dilakukannya pengungkapan isu lingkungan pada laporan tahunan perusahaan , perusahaan dapat membangun citra positifnya.
H2 : Pengungkapan Isu Lingkungan Memoderasi Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan.