8
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009:166) perilaku konsumen adalah studi tentang tindakan individu, organisasi, dan kelompok dalam membeli, memilih dan menggunakan serta bagaimana ide, barang atau jasa dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Sedangkan Menurut (Sangadji dan Sopiah, 2013:9) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu tindakan yang dilakukan konsumen untuk memenuhi serta memuaskan kebutuhan mereka akan barang dan jasa. Pengertian perilaku konsumen di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan suatu tindakan yang dilakukan konsumen baik individu atau kelompok untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan. Sebuah strategi pemasaran yang baik harus didasarkan pada pemahaman akan keinginan dan kebutuhan konsumen. Perusahaan yang mampu memahami perilaku konsumen akan memperoleh keuntungan yang cukup besar karena dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat, dengan demikian akan memberikan kepuasan yang lebih baik dibandingkan pesaingnya (Suryani, 2012:7). 1. Model Perilaku Konsumen Model perilaku konsumen menurut Mangkunegara (2002:21) diartikan sebagai suatu skema atau kerangka kerja yang dibuat dengan sederhana guna menggambarkan berbagai aktivitas konsumen. Model periaku konsumen ini menggambarkan proses pembelian serta faktor yang mempengaruhinya. Terdapat
8
9
lima model perilaku konsumen yang dikemukakan oleh (Mangkunegara 2002:23) sebagai berikut: a. The Howard and Sheth Model of Buyer Behavior Model ini memperlihatkan proses dan variabel yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen sebelum dan sesudah terjadinya pembelian. Ada tiga variabel utama pada model ini yaitu belajar, presepsi, dan sikap. b. The Sheth Model of Industrial Buyer Behavior Model ini merupakan pengembangan pada model perilaku konsumen dari Howard dan Sheth. Secara umum model ini berbeda dari model aslinya. Model ini merupakan model asli yang diaplikasikan untuk kelompok pembuat keputusan. c. The Engel Kollat and Black Well Model of Customer Behavior Model ini membedakan tipe-tipe perilaku konsumen atas dasar situasi yang dihadapinya, pilihan membeli berlangsung secara rutin atau hanya pada saat tertentu saja. Hal ini merupakan pengembangan dari model Howard dan Sheth mengenai situasi pemecahan secara otomatis. d. The Kirby Model of Customer Behavior Model perilaku konsumen yang sederhana dikembangkan oleh Joe Kent Kirby. Model ini sederhana dan sangat bermanfaat untuk mengetahui dasardasar perilaku konsumen. e. The Dtadic Approach Nicosia’s Model of Customer Behavior Dasar penetapan model ini paling sedikit melibatkan dua orang dalam proses interaksi.
10
Komponen dasar pada model ini dapat ditunjukkan oleh perilaku penjual yang membangkitkan stimulus. Sedangkan variabel eksogennya adalah posisi ekonomis, kepribadian dan desakan. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kosumen Perilaku pembelian konsumen dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis (Kotler dan Keller, 2009:166). a.
Faktor Budaya Budaya (culture) adalah determinan dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
b.
Faktor Sosial Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian.
c.
Faktor Pribadi Keputusan pembeli dapat juga dipengaruhi oleh bagaimana karakteristik pribadi tersebut. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai.
d. Faktor Psikologis Keputusan pembelian konsumen juga di pengaruhi oleh faktor psikologis kunci yaitu proses pembelajaran, presepsi, motivasi, dan memori yang mempengaruhi respon konsumen.
11
3. Motif Belanja Konsumen Menurut Utami (2010:46) motif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk mewujudkan suatu tindakan guna mencapai tujuan dan sasaran kepuasan. Motif memiliki beberapa fungsi penting untuk mengarahkan kosumen yaitu sebagai berikut : a.
Motif primer Suatu motif yang menimbulkan pemilihan terhadap kategori umum pada produk tertentu.
b.
Motif Selektif Motif yang memepengaruhi keputusan pemilihan yang menyangkut merek dan model dari kelas-kelas suatu produk.
c.
Motif rasional Motif yang didasarkan pada kenyataan seperti yang ditunjukkan oleh suatu produk terhadap konsumen. Jenis belanja ini dipengaruhi oleh alasan rasional dalam pikiran konsumen.
d.
Motif emosional Motif pemilihan yang berkaitan dengan perasaan seseorang atau masa lalu seseorang. Motivasi emosional adalah motivasi yang dipengaruhi oleh emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu keindahaan, gengsi atau perasaan lainnya.
2.1.2 Pembelian impulsif (Impuls buying) Menurut Utami (2010:50) pembelian impulsif yaitu pembelian yang dibuat tanpa perencanaan sebelumnya atau keputusan pembelian yang dilakukan pada saat kosnumen berada di dalam gerai. Senada dengan yang diungkapkan oleh
12
Shoham dan Brencic (2003) mengatakan bahwa impuls buying berkaitan dengan perilaku pembelian yang didasari oleh emosi, berkaitan dengan pemecahan masalah pembelian yang terbatas, dalam kondisi seperti ini konsumen cenderung akan melakukan pembelian tanpa berfikir panjang mengenai kegunaan barang yang dibeli, dapat diartikan bahwa emosi merupakan faktor utama yang digunakan sebagai suatu dasar pembelian. Menurut Utami (2010:67) pembelian impulsif atau sering disebut dengan pembelian tidak terencana yang merupakan bentuk lain dari pola pembelian konsumen yang tidak secara spesifik terencana. Pembelian impulasif
terjadi ketika konsumen memiliki keinginan yang kuat
untuk membeli sesuatu secepatnya. Konsumen melakukan pembelian impulsif akan cenderung mengabaikan pertimbangaan atas konsekuensinya. 1. Penyebab Terjadinya Pembelian Impulsif Menurut Utami (2010:69) terdapat dua penyebab yang mempengaruhi terjadinya pembelian impulsif yaitu pengaruh stimulus dan situasi dalam gerai. Pembelian impulsif disebabkan oleh stimulus di tempat belanja untuk mengingatkan konsumen tentang apa yang harus dibeli atau karena pengaruh promosi, display, dan usaha-usaha peritel untuk menciptakan kebutuhan baru. Kondisi yang dapat menimbulan pembelian impulsif di supermarket adalah sebagai berikut : a. Besarnya transaksi, yaitu semakin banyak macam produk yang ada didalam gerai maka prosentase terjadinya pembelian impulsif akan semakin meningkat. b. Perjalanan belanja, yaitu semakin tinggi konsumen melakukan perjalanan belanjanya maka persentase pembelian impulsif semakin meningkat
13
c. Frekuensi belanja, yaitu apabila konusmen sering melakukan pembelian maka persentase terjadinya pembelian impulsif akan semakin meningkat. d. Daftar belanja, yaitu daftar belanja yang telah ditentukan oleh konsumen terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian maka persentase pembelian impulsif akan meningkat, jika pembelian dalam jumlah yang besar dan umumnya lebih dari 15 item. 2. Klasifikasi Pembelian Impulsif Menurut Stern dalam (Utami, 2010:68) menyatakan ada empat tipe pembelian impulsif yaitu: a.
Impuls Murni (pure impulse) Tindakan pembelian yang disebabkan karena alasan menarik, biasanya pembelian ini terjadi karena loyalitas terhadap merek atau perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan.
b. Impuls Pengingat (reminder impulse) Pembelian yang terjadi karena produk tersebut dibeli namun tidak tercatat dalam daftar belanja. c.
Impuls Saran (suggestion impulse) Pembelian yang dilakukan oleh konsumen pada suatu produk yang di temui pertama kali kemudian menstimulasi keinginan konsumen untuk membeli atau mencoba produk tersebut.
d.
Impuls Terencana (planned impulse) Pembelian yang dilakukan konsumen untuk menunjukkan responnya terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit yang tidak dapat diantisipasi.
14
Pembelian impuls ini dapat distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran menggiurkan lainnya. 2.1.3
Emosi (emotions)
1. Pengertian Emosi Emosi dapat diartikan sebagai perasaan yang secara relatif tidak terkontrol yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen secara kuat (Supranto dan Limakrisna, 2011:108). Menurut Sumarwan (2011:359) emosi adalah suatu respon konsumen terhadap suatu lingkungan tertentu, sedangkan mood adalah suatu kondisi tidak terfokus yang telah muncul sebelumnya. Konsumen yang memiliki mood yang baik akan tinggal lebih lama di dalam toko maka akan lebih tertarik untuk melakukan pembelian di toko tersebut. Menurut Park, et al. (dalam Rachmawati, 2009) emosi merupakan akibat dari mood yang menjadi faktor penting bagi konsumen dalam membuat suatu keputusan pembelian. Emosi dapat diklasifikasikan menjadi dua dimensi orthogonal yaitu positif dan negatif Park, et al (dalam Rachmawati, 2009). Faktor emosi merupakan konstruk yang bersifat temporer, karena berkaitan dengan situasi atau objek tertentu. Beberapa penelitian kualitatif mengungkapkan bahwa konsumen mengalami perasaan yang bersemangat serta merasa bergairah dalam hidup setelah berbelanja. 2. Emosi Positif Kecondongan sifat afektif seseorang dan reaksi pada lingkungan yang mendukung seperti ketertarikan pada item barang ataupun adanya promosi penjualan dapat menimbukan emosi positif yang didatangkan sebelum terjadinya
15
mood seseorang (Rachmawati, 2009). Model Merhabain dan Russell (dalam Utami 2010:66) manusia memiliki tiga bentuk emosi dasar yang mempengaruhi perilaku pada tempat belanja. Respon emosi tersebut dikenal dengan akronim PAD (Pleasure, Aurosal, Dominance), yaitu sebagai berikut: a.
Pleasure-displeasure (Menggembirakan - tidak menggembirakan), yaitu berkaitan dengan kegembiraan dan menggambarkan sejauh mana seseorang merasa ceria, nyaman atau puas pada suatu lingkungan. Pleasure dapat diukur melalui penilaian terhadap lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih, menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai lawan bosan).
b.
Aurosal-nonaurosal (Menggairahkan-tidak menggairahkan), yaitu berkaitan dengan sejauh mana seseorang marasa tertarik, terstimulasi, waspada atau aktif dalam suatu situasi.
c.
Dominance-submissiveness (Mendominasi-submisif), menggambarkan sejauh mana seseorang merasa terkendali atau bebas bertindak sesuai situasi. Menurut Peter dan Olson (2014:266) store atmosphere terutama
melibatkan afeksi dalam bentuk emosi dalam gerai yang kemungkinan tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen pada saat berbelanja. Model dasar yang mendasari penelitian Donovan dan Rositter, ditunjukkan pada Gambar 1, diambil dari literatur psikologis lingkungan.
16
Keadaan Emosi: Pleasure (Kesenangan) Aurosal (Pembangkitan) Dominance (Dominasi)
Stimulus lingkungan
Pendekatan atau penghindaran respons
Sumber : Petter Olson (2014:266)
Gambar 1 Model dampak dari lingkungan gerai Model di atas menyebutkan bahwa status emosi konsumen pada saat berbelanja dipengaruhi oleh rangsangan atau stimulus dari lingkungan belanja yang kemudian akan berdampak pada perilaku konsumen. Perilaku pendekatan konsumen mengacu pada gerakan mendekat atau menjahui berbagai stimulus dari lingkungan, sedangkan perilaku penghindaran mengacu pada pergerakan menjauh dari berbagai stimulus lingkungan. Mehrabain dan Russell (dalam Hetane, 2005) mengungkapkan perilaku mendekat (approach behavior) mecakup semua perilaku positif yang mengarah pada tempat tertentu, seperti keinginan untuk tinggal dan bergabung, sedangkan perilaku menghindar (avoidance behavior) menunjukkan sebaliknya dari perilaku positif. Konsumen yang mengalami kesenangan yang relatif tinggi akan tergerak untuk meluangkan waktu lebih lama berada di dalam gerai dan lebih berkeinginan untuk melakukan pembelian daripada yang tidak senang atau bagian yang tidak tergerak. Temuan pada dominance lebih jelas tetapi kunci ketertarikan terletak pada perilaku-perilaku ritel lain karena berkaitan dengan tata letak gerai dan kontrol dari pergerakan orang yang berbelanja selama di gerai. Lingkungan sekitar
17
gerai dan suasana hati dapat berpengaruh pada keputusan seseorang dalam melakukan pembelian tidak terencana (Rachmawati, 2009). 2.1.4 Atmosfer gerai (Store Atmosphere) Atmosfer gerai merupakaan bagian terpenting dari ritel mix yang mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Atmosfer berperan penting dalam menarik minat pembeli, memberikan kenyamanan saat memilih barang belajaan, dan mengingatkan pada mereka produk yang perlu dibeli baik digunakan untuk keperluan pribadi maupun keperluan rumah tangga (Ma’ruf, 2005:201). Respon konsumen tidak hanya sebatas pada produk barang atau jasa yang ditawarkan melainkan terhadap lingkungan gerai yang di ciptakan. Donovan dan Rossiter dalam (Petter dan Olson, 2014:265) mengemukakan suasana toko (store atmosphere) yang melibatkan afeksi dalam bentuk emosi dalam gerai yang kemungkinan tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen ketika sedang berbelanja, Utami (2010:255) mendefinisikan store atmosphere merupakan kombinasi dari karakter fisik gerai seperti arsitektur, layout, pengaturan pencahayaan, display, pemaduan warna, suhu, alunan musik dan aroma yang menyeluruh. Atmosfer gerai dapat menjadi bentuk komunikasi yang berkaitan dengan layanan, harga maupun ketersediaan produk Menurut Brittain (2004:184) komponen utama dari citra gerai adalah arsitektur, layout, penataan pencahayaan, display, pemaduan warna, suhu , alunan music dan aroma dapat diartikan sebagai faktor dominan yang disebabkan oleh desain gerai, karakteristik gerai dan aktivitas penjualan. Menurut Berman dan Evans (2001:602) bagi gerai yang merupakan basic ritailer atau eceran, suasana
18
lingkungan gerai dinilai berdasarkan karakteristik fisik yang digunakan untuk menarik konsumen. Atmosfer gerai dapat memberikan dorongan kepada konsumen untuk datang kembali, membangkitkan kesenangan dalam berbelanja, serta akan meluangan waktu lebih lama untuk berada didalam gerai. Menurut Ma’ruf (2005:201) Suasana atau atmosfer dalam gerai merupakan bagian dari teori berbagai unsur dalam ritel marketing mix. 1. Unsur – Unsur Atmosfer Gerai Atmosfer gerai dapat tercipta dari beberapa unsur sebagai berikut (Ma’ruf, 2005:201) : a.
Desain Gerai Menurut Ma’ruf (2005:204) desain gerai (store design) merupakan stategi yang sangat penting dalam menciptakan suasana gerai yang nyaman sehingga pelanggan betah berada didalam gerai. Desain gerai saat ini lebih menitik beratkan pada consumer-led, yaitu penataan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan selera konsumen. intinya, desain gerai memiliki tujuan untuk memenuhi syarat fungsional den memberikan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung terjadinya transaksi pembelian.
b. Eksterior Menurur Ma’ruf (2005:205) desain eksterior merupakan wajah dari sebuah gerai. Ada bebrapa unsur sehubungan dengan desain eksternal: 1.
Store front : desain eksternal memperlihatkan ciri khas dari perusahaan, baik berupa struktur, gaya, maupun bahan.
19
2.
Marquee : Simbol baik yang hanya berupa tulisan beserta gambar maupun yang berwujud ke bentuk 3 dmensi.
3.
Pintu masuk : jumlah pintu masuk yang dimiliki sebuah gerai.
4.
Jalan Masuk : Jalan masuk bisa di buat lebar, sedang, atau sempit, itu bergantung dari kebijaksanaan yang dianut peritel.
c.
Ambience Menurut Ma’ruf (2005:206) ambience dapat tercipta melalui aspek-aspek berikut : 1.
Visual : merupakan sesuatu yang berkaitan dengan pandangan : warna, brightness (terang atau tidaknya), ukuran,bentuk.
2.
Tactile : yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit : softness, smoothness, temperature.
3.
Olafactory : yang berkaitan dengan bebauan/aroma. Aroma dapat digunakan untuk menstimulus suasana tertentu.
4.
Aural : yang berkaitan dengan suara dan music menurut volume, pitch, tempo berpengaruh pada suasana hati (mood).
d. Perencanaan Toko Menurut Ma’ruf (2005:208) perencanaan toko (store planning) mencakup: 1.
Layout (tata letak) Beberapa macam layout, yaitu tata letak arus bebas (free flow layout atau curving layout), tata letak butik (boutique layout), tata letak lurus disebut gridiron layout (grid layout), dan tata letak arus berpenurun (guided shopper flows).
20
2.
Alokasi ruang Alokasi ruang toko dapat dibagi kedalam beberapa jenis ruang atau area, yaitu merchandise space, customer space, selling space, dan personnel space
e.
Komunikasi Visual Menurut Ma’ruf (2005:212) komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu menggunakan media massa, seperti gambar, suara di radio, tulisan, majalah dan koran, ataupun media televisi. Komunikasi dapat dilakukan melalui gambaran visual gerai.
f.
Penyajian Mechandise Menurut
Ma’ruf
(2005:213)
Penyajian
merchandise
(merchandise
presentation) adalah teknik penyajian produk dalam gerai agar dapat menciptakan suasana dan situasi tertentu. Teknik atau metode penyajian merchandise berkaitan dengan koordinasi kategori produk, display dan keragaman produk contoh, tata warna, pencahayaan dan windowdisplay. 2.1.5 Promosi ( Promotion ) Menurut Utami (2008:31) Promosi adalah penjualan terorganisasi yang memberikan konsumen sebuah insentif agar membeli produk tertentu, promosi yang dilakukan dengan memberikan insentif memiliki tujuan awal yaitu menarik minat konsumen. Sedangkan Menurut Tjiptono (2008:219) promosi merupakan faktor penentu keberhasilan program pemasaran yang berkitan dengan komunikasi pemasaran seperti memberikan informasi mengenai suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia menerima, membeli, dan loyal terhadap produk. Selain
21
itu promosi dirasakan oleh konsumen sebagai aspek sosial dan fisik dari lingkungan yang dapat mempengaruhi tanggapan afeksi dan kognisi konsumen (Peter dan Olson, 2014:204). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa promosi merupakan faktor penting dalam proses pamasaran, karena dengan melalui kegiatan promosi maka perusahaan dapat memberikan informasi untuk memperkenalkan suatu produk atau jasa yang akan diperjual belikan kepada para konsumen dengan tujuan utama yaitu menarik minat konusmen. 1. Unsur-Unsur Promosi Ma’ruf (2005:184) mengungkapkan promosi dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi dari beberapa unsur promosi yang sering disebut dengan promotion mix. Promotion mix adalah kombinasi dari beberapa unsur promosi. Menurut Ma’ruf (2005:184) unsur promosi dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Advertising (periklanan) Pada unsur promosi iklan menempati urutan yang pertama dan berperan penting dari antara semua unsur promotion mix bagi peritel besar. Iklan dapat dilakukan melalui media media elektronik seperti televisi, radio, bioskop dan internet serta media cetak seperti koran dan majalah (Ma’ruf, 2005:184). b. Sales Promotion (promosi penjualan) Sales promotion merupakan sebuah program promosi yang dilakukan dengan tujuan mendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan dan mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja pada ritel tersebut (Ma’ruf, 2005:187). Jenis-jenis sales promotion yaitu : point of purchase,
22
kupon, kontes, Frequent shopper program, Sample, Demonstrasi, Referal gifts (hadiah untuk rujukan), hadiah langsung, Souvenir, Special events (acara-acara khusus). c. Personal selling Personal selling merupakan suatu upaya penjualan yang dilakukan oleh para karyawan di gerai ritel pada calon pembeli (Ma’ruf, 2005:192). Berdasarkan definisi tersebut menunjukkan bahwa peran karyawan sangat penting di dalam personal selling. Peran customer-contact personnel (pramuniaga dan lainnya), yaitu : 1. Selling (penjualan), yaitu untuk meingkatkan penjualan pada produk yang perlu didorong (push) tingkat penjualannya karena selama beberapa waktu terakhir kurang banyak penjualannya. 2. Cross-selling, yaitu menawarkan produk yang berbeda, yang dapat mendukung produk yang dibutuhkan oleh pembeli. 3. Advising,
yaitu
pelanggannya.
memiliki Tugas
berperan
sebagai
sebagai
penmberi
pemberi
saran
saran
dilakukan
bagi
dengan
memberikan pandangan tentang produk yang cocok untuk dikonsumsi oleh konsumen tersebut. 4. Public Relations (hubungan masyarakat) Public Relations adalah komunikasi pemasaran yang dilakukan dengan tujuan membangun citra positif bagi peritel di mata publik. Publik bagi peritel dianggap sebagai pemegang saham, pelanggan, penduduk sekitar, media massa, pemerintah, masyarakat luas di kota, para opinion leader khususnya
23
tokoh masyarakat baik yang berskala nasional maupun berskala lokal, para karyawan dan keluarga mereka, serikat pekerja dan para pemasok (Ma’ruf, 2005:190). 2. Tujuan Promosi Promosi dapat mempengaruhi kondisi afeksi, kognisi dan perilaku konsumen. Oleh karena itu, startegi promosi dapat didesain untuk memenuhi satu atu lebih dari tujuan-tujuan sebagai berikut (Petter dan Olson, 2014:224): a.
Mempengaruhi
perilaku:
promosi
bertujuan
untuk
mengubah
atau
memelihara perilaku tertentu konsumen yang berkaitan dengan produk atau merek. b.
Memberi informasi: promosi bertujuan untuk menciptakan pengetahuan, kepercayaan atau makna baru tentang produk atau merek dalam benak konsumen.
c.
Membujuk: promosi bertujuan untuk mengubah perilaku, kepercayaan, dan keinginan konsumen terhadap sebuah produk atau merek.
d.
Mentransformasi tanggapan afeksi: promosi bertujuan untuk memodifikasi perasaan,
citra,
dan
emosi
yang
diaktifkan
ketika
konsumen
mempertimbangkan produk atau merek. e.
Mengingatkan: promosi bertujuan untuk meningkatkan potensi aktifitas dari nama merek atau beberapa makna produk lainnya.
2.2 Rerangka Pemikiran Persaingan dalam bisnis ritel di Indonesia yang semakin dinamis mengharuskan para pelaku bisnis ritel lebih jeli dalam memperhatikan dan
24
memahami keinginan dan kebutuhan konsumen dalam berbelanja. Selain memahami keinginan dan kebutuan konsumen para pelaku ritel juga harus mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendorong konsumen dalam melakukan pembelian. Utami (2010:66) menungkapkan bahwa 70-80% keputusan pembelian dilakukan di tempat belanja terutama ketika melihat suatu produk, oleh sebab itu maka pelaku bisnis ritel harus memperhatikan tempat dan lingkungan gerai karena merupakan salah satu faktor yang penting. Kegiatan memberikan stimulus atau rangsangan dapat dilakukan dengen melakukan kegiatan promosi, karena promosi dipandang oleh konsumen sebagai aspek sosial dan fisik dari lingkungan yang dapat mempengaruhi tanggapan afeksi dan kognisi konsumen (Petter dan Olson, 2014:204), dengan adanya promosi maka akan memberikan dampak emosional konsumen yang cenderung akan melakukan pembelian tidak terencana. Selanjutnya kegiatan memberikan stimulus dalam gerai dapaat dilakukan dengan memperhatikan suasana gerai atau atmosfer gerai yang merupakan komponen terpenting dari berbagai unsur ritel modern yang mampu memberikan stimulus atau rangsangan berupa rasa nyaman berada didalam gerai, dengan penciptaan suasana, pengelompokan produk dan display yang menarik mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terutama pembelian tidak terencana. Suasana toko (store atmosphere) sangat erat kaitannya dengan desain yang mengkombinasikan karakter fisik, panataan pencahayaan, display, pemaduan warna, suhu yang selanjutnya akan menciptakan citra dalam benak konsumen (Utami, 2010:255).
25
Kegiatan memberikan stimulus dalam gerai brupa kegiatan promosi dan penciptaan suasan gerau atau store atmosphere akan berpengaruh pada emosi positif
konsumen
seperti
yang
diungkapkan
oleh
Rachmawati
(2009)
kecondongan sifat afektif seseorang dan reaksi pada lingkungan yang mendukung seperti ketertarikan pada item barang ataupun adanya promosi penjualan dapat menimbukan emosi positif yang didatangkan sebelum terjadinya mood seseorang. Seperti yang diungkapakan oleh Hetharie (2011) bahwa emosi positif yang dirasakan oleh konsumen pada saat berbelanja akan mempengaruhi keputusan pembelian tidak terencana. Pembelian tidak terencana atau pembelian impulsif merupakan tindakan pembelian yang dilakukan tanpa ada niat membeli sebelum memasuki gerai (Sunarto, 2003:225). Faktor pembelian impulsif tersebut dapat dipengaruhi oleh stimulus berupa display potongan harga yang terlihat mencolok akan membangkitkan keinginan konsumen untuk membeli produk tersebut (Sumarwan 2011:378). Berdasarkan uraian diatas dapat dikaitkan bahwa promosi dan atmosfer gerai yang dimediasi oleh emosi positif memiliki hubungan erat dengan terjadinya pembelian tidak terencana atau sering disebut dengan pembelian impulsif (impuls buying). Atas dasar tersebut maka pengaruh dari masing-masing variabel tersebut terhadap pembelian impulsif dapat digambarkan dalam model paradigma sebagai berikut :
26
Latar Belakang
Persaingan dalam bisnis ritel yang semakin dinamis mengharuskan pelaku bisnis ritel untuk memberikan strategi pemasaran yang dapat menarik minat konsumen untuk berbelanja di gerainya.
Identifikasi
Atmosfer gerai dan kegiatan promosi yang di lakukan oleh perusahaan dapat menciptakan emosi positif pada konsumen sehingga melakukan pembelian secara impulsif
Atmosfer gerai (Ma’ruf : 2005) Promosi (Ma’ruf : 2005) Emosi positif: (Peter dan Olson :2005) Pembelian impulsif (Utami : 2010)
Penelitian Empiris
Rumusan Masalah
Teori
Apakah atmosfer gerai dan promosi berpengaruh terhadap emosi positif ? Apakah Atmosfer gerai dan promosi berpengaruh langsung terhadap pembelian impulsif? Apakah Atmosfer gerai dan promosi berpengaruh tidak langsung terhadap pembelian impulsifmelalui emosi positif ? Apakah emosi positif berpengaruh terhadap pembelian impulsif?
Penelitian oleh Hetharie (2011) menyatakan bahwa ada pengaruh langsungdari lingkungan fisik dan aspek sosial toko terhadap emosi positif konsumen terhadap pembelian impulsif. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa ada efek langsung dari emosi positif konsumen terhadap kecenderungan pembelian impulsif dan efek tidak langsung dari stimulus lingkungan toko serta faktor sosial toko terhadap kecenderungan pembelian impulsif dimediasi oleh emosi positif konsumen
Penelitian oleh Kurniawan dan Kunto (2013) menyatakan bahwa atmosfer gerai dan promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap shopping emotion, atmosfer gerai dan promosi berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif dan shopping emotion berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif.
Penelitian oleh Sari dan Suryani (2014) menyatakan bahwa merchandising,promosi dan atmosfer toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif.
Atmosfer gerai Promosi
Emosi Positif
Pembelian Impulsif
Gambar 2 Rerangka Pemikiran
27
2.2.1 Model Konseptual
Atmosfer Gerai (AG)
Emosi Postif (EP)
Pembelian Impulsif (PI)
Promosi (PR)
Gambar 3 Model Konseptual 2.2.2Penelitian Terdahulu Peneliti mengambil beberapa sumber referensi dari penelitian sebelumnya, penelitian yang pertama dilakukan oleh Hetarie (2011) melakukan penelitian dengan judul “Peran Emosi Positif sebagai Mediator Stimulus Lingkungan Toko dan Faktor Sosial terhadap Impuls Buying Tendency pada Matahari Department Store Kota Ambon”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 128 responden. Penelitian ini menggunakan teknik analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung dari lingkungan fisik dan aspek sosial toko terhadap emosi positif kosumen terhadap pembelian impulsif. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh langsung dari emosi positif konsumen terhadap pembelian impulsif dan efek tidak langsung dari stimulus lingkungan toko serta faktor sosial toko terhadap kecenderungan pembelian impulsif yang dimediasi oleh emosi positif konsumen.
28
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Kurniawan dan Kunto (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Promosi Dan Store Atmosphere Terhadap Impuls buying Dengan Shopping Emotion Sebagai Variabel Intervening Studi Kasus Di Matahari Departement
Store Cabang Supermall Surabaya”.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 150 responden. Penelitian ini menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa promotion dan store atmosphere berpengaruh positif dan signifikan terhadap shopping emotion, promotion dan Store Atmosphere berpengaruh positif dan signifikan terhadap impuls buying, serta shopping emotion berpengaruh positif dan signifikan terhadap impuls buying. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Sari dan Suryani (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Merchandising, Promosi, dan Atmosfer Toko Terhadap Impuls Buying”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 responden. Penelitian ini menggunakan teknik analisi regresi berganda. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Merchandising, Promosi, dan Atmosfer Toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impuls Buying. 2.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang
diuraikan sebelumnya, maka ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Atmosfer gerai berpengaruh terhadap emosi positif. H2 : Promosi berpengaruh terhadap emosi positif. H3 : Atmosfer gerai berengaruh secara langsung terhadap pembelian impulsif. H4 : Promosi berpengaruh secara langsung terhadap pembelian impulsif.
29
H5 : Emosi positif berpengaruh terhadap pembelian impulsif. H6 :Atmosfer gerai berpengaruh secara tidak langsung terhadap pembelian impulsif melalui emosi positif. H7 :Promosi berpengaruh secara tidak langsung terhadap pembelian impulsif melalui emosi positif.