BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoritis Tinjauan teoritis adalah penegasan landasan teori yang dipilih peneliti
dalam penelitian, dalam penelitian ini nantinya peneliti akan lebih menjelaskan variabel-variabel yang terkait dengan financial distress yang menggunakan rasio model Altman Z-score, hal-hal yang berkaitan dengan harga saham dan juga dividen yang sering disebut dividend payout ratio, berdasarkan variabel-variabel yang disebutkan diawal maka penjelasan masing masing variabel adalah sebagai berikut : 2.1.1
Financial Distress dan Risiko Kebangkrutan Financial distress biasanya merupakan hal yang berdampak besar bagi
beroperasinya suatu usaha. Tidak jarang perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akibat dari pengelolaan manjemen yang keliru, dapat dengan segera tersingkir dari bisnis yang digelutinya. Disisi lain kesulitan keuangan yang terjadi dapat menyebabkan perusahaan menuju arah kebangkrutan. Kesulitan usaha merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan keuangan yang ringan (seperti masalah likuiditas), sampai pada kesulitan yang lebih serius, yang tidak solvable (untung lebih besar bila dibandingkan dengan asset). Pada kondisi ini perusahaan praktis bisa dikatakan sudah bangkrut (Hanafi, 2010:638). Definisi kebangkrutan sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
9
10
1.
Secara umum kebangkrutan diartikan sebagai keadaan seseorang atau
sebuah unit usaha mempunyai kewajiban melebihi kekayaan yang dimilikinya. 2.
Secara formal perusahaan dikatakan bangkrut apabila perusahaan
dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau apabila perusahaan menyatakan diri bangkrut dan meminta diberlakukannya undang-undang kebangkrutan atas perusahaannya. Sebuah perusahaan yang bangkrut tidak selalu identik dengan pemberhentian operasi perusahaan maupun pembaruan perusahaan (likuidasi), sebaliknya penghentian operasi perusahaan dan likuidasi tidak selalu melalui proses kebangkrutan. Jadi kebangkrutan hanya merupakan salah satu proses formal perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan Pada dasarnya kesulitan keuangan yang dialami perusahaan dapat dipisahkan dalam berbagai kategori sesuai problem ekonomi yang dihadapi. Menurut Edward I.Altman, sering kali istilah-istilah yang ada digunakan secara saling menggantikan antara satu dengan yang lain, tetapi sebenarnya istilah-istilah tersebut berbeda dalam penggunaan yang formal. Financial distress digolongkan ke dalam empat istilah umum, yaitu: 1.
Kegagalan (failure)
a.
Kegagalan dalam arti ekonomi (Economic Failure) berarti keadaan
Sebuah perusahaan dimana rata-rata return on investment lebih rendah dibandingkan dengan cost of capital perusahaan atau dapat dikatakan pula bahwa sebuah perusahaan yang penerimaanya tidak dapat menutup total biaya, termasuk biaya modal. Perusahaan yang mengalami economic failure dapat terus beroperasi
11
selama investor bersedia memberikan tambahan modal dan pemiliknya bersedia menerima rate of return yang lebih rendah dari rate of return pasar. b.
Kegagalan bisnis (bisiness failure) adalah istilah yang ditunjukkan pada
perusahaan yang berhenti beroperasi dan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, jadi sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami business failure meskipun tidak pernah mengalami proses kebangkrutan secara formal. 2.
Insolvency Sebuah perusahaan dikategorikan sebagai technical insolvency apabila
perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. Technical insolvency ini juga sering dikatakan sebagai mengalami kekurangan likuiditas sementara. Insolvency in bankruptcy adalah keadaan perusahaan yang nilai buku total kewajibannya melebihi nilai pasar dari total asetnya. Keadaan ini lebih serius dibandingkan dengan technical insolvency karena sering mengarah pada likuidasi dari perusahaan. Meskipun demikian perusahaan yang dalam insolvency in bankruptcy tidak harus masuk dalam proses kebangkrutan yang formal. 3.
Default Default merupakan lebih tidak terpisahkan dengan keadaan perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan. Secara teknis maupun secara hukum, default selalu berkaitan dengan hubungan antara debitor dan kreditor. Default terjadi apabila pelanggaran terhadap perjanjian yang disepakati dengan kreditor, dan hal ini dapat menjadi dasar untuk terjadinya tuntutan secara hukum. Bagi perusahaan publik, default atas surat berharga yang mereka terbitkan di pasar modal biasanya
12
akan menimbulkan akibat fatal,
karena kemungkinan besar akan dinyatakan
bangkrut secara formal 4.
Kebangkrutan Kebangkrutan sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis :
a.
Kebangkrutan berkaitan dengan posisi asset netto perusahaan seperti
yang dijelaskan dalam insolvency in bankruptcy, dimana nilai buku total kewajibannya melebihi nilai pasar dari total assetnya. b.
Bentuk kebangkrutan yang kedua adalah kebangkrutan yang dinyatakan
secara formal. Kebangkrutan secara formal ini dapat dinyatakan dengan suka rela oleh perusahaan maupun secara paksa oleh kreditor melalui permohonan kepada pengadilan. Apabila nilai ekonomi perusahaan melebihi nilai likuidasi, maka perusahaan sebaiknya melakukan reorganisasi dan akan terus beroperasi, sebaliknya apabila nilai ekonomi perusahaan lebih kecil dari likuidasi perusahaan, maka alternatif likuidasi lebih menguntungkan. 2.1.2
Model Prediksi Risiko Kebangkrutan dari Altman Prediksi terhadap risiko kebangkrutan telah banyak dilakukan oleh para
peneliti. Altman (1968) menggunakan analisis dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Multivariate Discriminant Analysis (MDA) yang dipakai Altman ini merupakan teknik analisis yang menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa dari pengelompokan yang berifat a priori, sebagai contoh dalam hal ini yaitu mengklasifikasikan apakah suatu perusahaan dalam kondisi bangkrut atau tidak.
13
Hasil penelitian Altman menemukan bahwa terdapat beberapa rasio-rasio yang ditenggarai dapat mempengaruhi perubahan harga saham. Rasio-rasio tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Working Capital To Total Assets Menurut Altman (1968:594-595), rasio modal kerja terhadap total aktiva,
ini sering kali dijumpai dalam studi kasus permasalahan perusahaan, ini adalah ukuran bersih pada aktiva lancar perusahaan terhadap modal perusahaan. Modal kerja bersih adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi utang lancar. Karakteristik likuiditas benar-benar ditentukan secara jelas biasanya sebuah perusahaan yang mengalami kerugian operasi yang terus menerusakan menyusutkan aktiva lancar daripada sehubungan dengan total aktiva. Diantara penilaian terhadap rasio likuditas, rasio ini terbukti paling berharga. 2.
Retained Earning to Total Assets Retained Earnings adalah rekening yang menunjukkan akumulasi jumlah
laba yang diinvestasikan kembali selama ide perusahaan, dalam hal ini perusahaan yang relative muda kemungkinan besarakan menunjukkan RE/TA yang rendah disbanding perusahaan .yang sudah lama berdiri, sehingga ada argument yang menyatakan ini tidaka
dildalam
penilaian risiko kebangkrutan dengan
menggunakan retained earnings. Retained Earnings to Total Assets menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak
14
pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen. Dengan demikian, laba ditahan yang dilaporkan dalam neraca
bukan merupakan kas dan „tidak tersedia‟ untuk pembayaran
dividen atau yang lain (Endri,2009:42). 3.
Sales to Total Assets Rasio ini mengindikasikan kemampuan penggunaan aset perusahaan
untuk menghasilkan penjualan, rasio ini juga mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi persaingan. Karena persaingan merupakan ancaman yang dihadapi semua bisnis untuk tetap bertahan dan berkembang, maka rasio ini sangat penting dalam analisis terhadap risiko kebangkrutan. Handojo (2001:64), Sales to total assets dengan harga saham tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, diduga investor belum memperhatikan masalah toleransi penurunan aset yang dapat diterima sebelum kewajiban melebihi aset perusahaan sehingga dapat mengakibatkan insolvency dan investor juga belum mempertimbangkan kemampuan penggunaan aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan dalam menentukan harga jual-beli saham. 4.
Earning Before Interest and Tax to Total Asset Rasio ini mengukur produktivitas sebenarnya dari penggunaan aset
perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk tetap bertahan sangat tergantung pada earning power dari asetnya, oleh sebab itu rasio ini sangat sesuai untuk dipergunakan dalam menganalisis risiko kebangkrutan.
15
Menurut Altman (1968:595), rasio ini dihitung dengan membagi total aktiva perusahaan dengan penghasilan sebelum bunga dan potongan pajak dibagi dengan total aktiva. Pada pokoknya merupakan ukuran produktivitas dari aktiva perusahaan yang sesungguhnya terlepas dari pajak atau faktor leverage. Sejak keberadaan pokok perusahaan didasarkan pada kemampuan menghasilkan laba dari aktiva-aktivanya, rasio ini muncul menjadi paling yang paling utama sesuai untuk studi yang berhubungan dengan kegagalan perusahaan. Selanjutnya keadaan kebangkrutan terjadi saat total kewajiban melebihi penilaian wajar perusahaan terhadap aktiva perusahaan dengan nilai ditentukan oleh kemampuan aktiva menghasilkan laba. 5.
Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Melalui MDA terhadap kelima variabel tersebut penelitian yang dilakukan oleh Altman memperoleh fungsi Discriminant : Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5 Atau yang lebih sering digunakan adalah : Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5 Z = Nilai yang menyatakan risiko kebangkrutan (overall index) X1 = Working Capital to Total Assets (WC/TA)
16
X2= Retained Earnings to Total Assets (RE/TA) X3 = Sales to Total Assets (S/TA) X4 = Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (EBIT/TA) X5 = Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (MVE/BTL) Berdasarkan fungsi discriminant (model) yang diperoleh, dilakukan pengujian validitas terhadap sampel yang digunakan untuk menentukan cut off point. Dengan menggunakan model ini, kebagkrutan perusahaan dapat diprediksi dengan criteria sebagai berikut : 1.
Perusahaan yang mempunyai nilai Z < 1,81 merupakan perusahaan yang kedudukannya sangat kuat untuk bangkrut.
2.
Perusahaan yang memiliki nilaiZ > 2,99 merupakan perusahaan yang keil kemungkinannya untuk bangkrut
3.
Perusahaan yang memiliki nilai Z antara 1,81dan 2,99 (=1,81 < Z < 2,99) merupakan perusahaan dalam kondisi grey area
4.
Nilai cut off untuk index iniadlah Z = 2,675 Altman menemukan bahwa rasio keuangan (profitability, likuidity, dan
solvency) bermanfaat
dalam
memprediksi
kebangkrutan
dengan
tingkat
keakuratan prediksi sebesar 95% untuk setahun sebelum terjadi kebangkrutan. Tingkat kebangkrutan tersebut turun menjadi 72% untuk periode 2 tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode 3 tahun sebelum bangkrut, 29% untuk 4 tahun sebelum bangkrut, dan 36% untuk periode 5 tahun sebelum bangkrut. Kelebihan dari analisis Z-score Altman ini adalah bahwa dengan menggunakan nilai Z perusahaan dengan metode diskriminan kebangkrutan
17
Altman maka perusahaan dapat mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaannya. Selain itu jika nilai Z perusahaan termasuk dalam kategori bangkrut atau kritis (rawan), maka perusahaan masih bisa memperbaiki kesehatan keuangan perusahaannya dengan segera. Sehingga perusahaan atau pihak maanjemen bisa melakukan perbaikan dengan cepat untuk menghidari kebangkrutan Kelemahan dari analisis Z-score Altman adalah bahwa analisis ini hanyalah bersifat “prediksi” atau ramalan keuangan perusahaan sehingga nilai z ini tidak bisa dijadikan tolok ukur dalam penentuan apakah perusahaan tersebut benar-benar bangkrut ataupun tidak bangkrut, karena manajemen harus melihat dari segi indikator-indikator kegagalan perusahaan. Kelemahan analisis Z-score yang lain yaitu model diskriminan kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman ini didalamnya terdapat variabel-variabel yang diambil dari laporan keuangan sehingga jika penyusunan laporan keuangan terdapat kesalahan maka hasil nilai z ini juga tidak akan akurat lagi. 2.1.3
Dividend Payout Ratio
1.
Pengertian Dividen Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan
banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis. Menurut Jusup (2005 :317) Dividen merupakan bagian dari laba yang dibagikan kepada para pemegang saham. Dalam hal ini pembagian dividen, jika
18
dewan komisaris mengumumkan akan membagikan dividen, maka pemegang saham preferen akan mendapatkan ssejumlah dividen tahunan tertentu sebelum ditentukan dividen untuk pemegang saham biasa. Dividend Payout Ratio adalah rasio antara dividen yang dibayarkan sebuah perusahaan (dalam satu tahun buku) dibagi dengan keuntungan bersih perusahaan (net income) pada tahun buku tersebut. 2.
Bentuk-Bentuk Dividen
a.
Dividen Tunai Menurut Harnanto (2003/2004:244) Dividen tunai adalah yang paling
banyak didistribusikan oleh perusahaan. Bagi pemodal atau pemegang saham, dividen tunai dapat berakibat pada bertambahnya : a) aktiva berupa kas, dan b) pendapatan berupa penghasilan dividen. Sedangkan bagi perusahaan distribusi dividen berakibat pada berkurangnya : a) ekuitas berupa laba ditahan dan b) aktiva berupa kas. b.
Dividen barang Menurut Hartanto (2003/2004:244) Dividen barang adalah dividen yang
didistribusikan kepada pemilik atau pemegang saham dalam bentuk aktiva non kas. Bentuk umum dividen barang adalah berupa sekuritas saham yang diterbitkan oleh perusahaan dan dimiliki oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan mengalihkan sahamnya, hak atas kepemilikan saham atas penyertaan modalnya pada perusahaan lain.
19
c.
Dividen Skrip Menurut Harnanto (2003/2004: 249) Suatu perusahaan yang mengalami
kekurangan kas, namun tetap ingin mendistribusikan dividen. Dalam kondisi demikian, peruahaan dapat mendistribusikan dividen dalambentuk surat hutang atau promes janji tertulis untuk membayar sejumlah uang dimasa depan. Dividen skrip biasanya hanya diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang sangat profitable, namun alasan tertentu untuk sementara waktu mengalami kekurangan kas. Pada umumnya perusahaan yang sedang mengalami kekurangan kas akan sangat membatasi dirinya untuk membuat komitmen baru melalui transaksi unilateral yang bisa berakibat timbulnya klaim terhadap kas. Disamping itu, perusahaan yang profitable berkemampuan untuk mendistribusikan dividen akan mempunyai cukup uang atau dapat dengan mudah memperoleh pinjaman jangka pendek untuk membayar dividen. d.
Dividen Likuidasi Menurut Kieso (2002 :358) dividen likuidasi adalah dividen yang tidak
didasarkan atas laba ditahan harus secara memadai pada lampiran memo untuk para pemegang saham, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman tentang sumbernya. e.
Dividen Saham Menurut Harnanto (2003/2004 :246) Dividen saham merupakan dividen
yang memungkinkan perusahaan untuk tetap dapat mempertahankan aktiva bersih yang diperoleh dari hasil usaha perusahaan, dan pada saat yang sama memberikan tambahan saham kepada para pemegang sahamnya. Dengan demikian dividen saham dapat dikatakan sebagai distribusi laba ditahan kepada para pemegang
20
saham, yang diinvestasikan kembali dalam bentuk modal disetor pada perusahaan yang sama. Dividen saham biasanya didistribusikan oleh perusahaan oelh perusahaan-perusahaan yang dikatakan profitable, namun membeutuhkan seluruh kas yang dihasilkannya, untuk menjalankan kegiatan operasi dan pendanaannya. Sehingga, dividen saham merupakan kapitalisasi dan sebagai laba ditahan menjadi komponen ekuitas permanen. Keuntungan selalu dianggap sebagai indikator utama dari pembayaran dividen rasio. Ada banyak faktor lain selain profitabilitas yang mempengaruhi dividen secara positif. Kemudian kebijakan dividen dikelola memiliki dampak pada harga saham dan kekayaan pemegang saham untuk itu kita perlu mengetahui landasan teori dibawah ini : 1.
Teori “Dividen Tidak Relevan” dari Modigliani dan Miller
Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan. 2.
Teori “The Bird in The Hand” Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik
jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yiels lebih pasti daripada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi Investor, biaya modal sendiri laba ditahan (KS) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. KS adalah keuntungan dari dividen (devidend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield).
21
3.
Teori Perbedaaan pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka
menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan devidend yield tinggi, capital gains yield rendah daripada saham dengan dividend yield rendah, capital gains tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaaan ini akan makin terasa. 4.
Teori Signaling Hypothesis Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan
kenaikan harga saham. Sebaliknya
penurunan dividen pada umumnya
menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat diaanggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut disatu pihak dan juga membayarkan dividen kepada para pemegang saham dilain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang dapat ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan didalam perusahaan berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pemabayaran dividen adalah makin
22
kecil. Presetase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai “cash dividend” disebut “dividend payout ratio”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan kembali oleh suatu perusahaan, makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali didalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan (Riyanto,2001: 265-266). Secara teori, pembagian dividen memberikan sinyal positif kepada para investor akan prospek saham karena mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.
Penurunan
payout
ratio
akan
ditanggapi
negatif
menggambarkan penurunan kemampuan perusahaan dalam
karena
menghasilkan
keuntungan dan sebaliknya peningkatan payout ratio akan ditanggapi positif oleh para investor. DPR dirumuskan sebagai berikut : DPR
Dividen per Share Earning per share
2.1.4
Harga Saham Saham adalah surat berharga yang menunujukkan kepemilikan atas
perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen dan distribusi lain yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya, termasuk hak klaim atas aset perusahaan, dengan prioritas setelah hak klaim pemegang surat berharga lain dipenuhi jika terjadi likuditas. Husnan (2002:303) menyebutkan bahwa “sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya.
23
Berdasarkan hak kepemilikannnya, maka saham dapat dibagi 2 jenis (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:12), yaitu : 1.
Saham Biasa (Common Stocks) Merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior dalam
hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa ini merupakan saham yang paling abanyak dikenal dan diperdagangkan di pasar. Sebagai pemilik perusahaan pemegang saham biasanya memiliki hak yaitu : a.
Hak kontrol, pemegang saham biasanya mempunyai hak untuk memilih
dewan direksi. Hal ini berarti bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk mengontrol siapa saja yang akan memimpin perusahaannya. Pemegang saham dapat melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi dirapat tahunan pemegang saham atau tindakan-tindakan yang membutuhkan persetujuan pemegang saham. b.
Hak menerima pembagian keuntungan, Sebagai pemilik perusahaan
pemegang saham biasa berhak mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Tidak semua laba dibagikan, tetapi sebagian laba akan ditanamkan kembali ke dalam perusahaan. Laba yang ditahan ini (retained earning) merupakan sumber dana intern perusahaan sedangkan laba yang tidak ditahan diberikan kepada pemilik saham dan bentuk dividen. c.
Hak Preemtive, merupakan hak untuk mendapatkan presentase
kepemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham. Jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham yang beredar akan lebih
24
banyak dan akibatnya presentase kepemilikan saham yang lama akan turun. Hak preemtive memberi prioritas kepada pemegang saham yang lama akan turun. Hak preemtive memberi prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru, sehingga presentase kepemilikan tidak berubah. 2.
Saham preferen (Preferend Stocks) Saham ini mempunyai karakteistik gabungan antara obligasi dana saham
biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap, tetapi bisa juga medatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Ada dua hal penyebab saham preferen serupa dengan saham biasa yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen. Perbedaan saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal yang diklaim atas laba dan aktiva, dividen tetap selama masa berlaku dari saham, mawakili hak tebus dan dapat ditukar dengan saham biasa. Harga saham merupakan salah satu indikator kenerja manajemen dalam pengelolaan perusahaan. Keberhasilan dalam menghasilkan keuntungan akan memberikan kepuasan bagi investor yang rasional. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan keuntungan, yaitu berupa capital gain dan citra yang lebih baik bagi perusahaan sehingga memudahkan bagi manajemen untuk mendapatkan dana dari luar perusahaan. Menurut Jogiyanto (2003:8), pengertian harga saham yaitu harga saham yang berlaku pada pasar saham ditentukan pelaku pasar dan ditetapkan oleh permintaan dan penawaran saham yang berhubungan pada pasar modal.
25
Harga saham mengalami perubahan naik turun dari satu waktu ke waktu yang lain. Perubahan tersebut tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan, maka harga saham akan cenderung turun. Apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan, maka harga saham akan cenderung turun. Sebaliknya, apabila terjadi kelebihan penawaran, maka harga saham akan cenderung turun. Sehingga harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan terus berulang. Perubahan harga saham adalah kenaikan atau penurunan dari haga saham sebagai akibat dari adanya informasi baru yang mempengaruhi harga saham Menurut Sawidji Widoatmojo (1996:46) harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) : 1.
Harga Nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh
emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal 2.
Harga Perdana Harga ini merupakan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa
efek. Harga saham pada pasar perdananya biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.
26
3.
Harga Pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor
yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan dibursa . Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga dipasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi dipasar sekunder, kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau melalui media lainnya merupak harga pasar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham. Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi harga saham : 1.
Laba per lembar saham (Earning Per Share/ EPS) Seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan
menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba perlembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik. Ini akan mendorong investor untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi sehingga harga saham perusahaan akan meningkat. 2.
Tingkat Bunga Tingkat bunga dapat mempengaruhi harga saham dengan cara :
a.
Mempengaruhi persaingan di pasar modal antara saham dengan obligasi,
apabila suku bunga naik maka investor akan menjual sahamnya untuk ditukarkan dengan obligasi. Hal ini akan menurunkan harga saham. Hal sebaliknya juga akan terjadi apabila tingkat bunga mengalami penurunan.
27
b.
Mempengaruhi laba perusahaan, hal ini terjadi karena bunga adalah
biaya, semakin tinggi suku bunga maka semakin rendah laba perusahaan. Suku bunga juga mempengaruhi kegiatan ekonomi yang akan memperngaruhi laba perusahaan. 3.
Jumlah Kas Dividen yang diberikan Kebijakan pembagian dividen dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagian
dibagikan dalam bentuk dividen dan sebagian lagi disisihkan sebagai laba ditahan. Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham, maka peningkatan pembagian dividen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diri pemegang saham karena jumlah kas dividen yang besar adalah yang diinginkan oleh investor sehingga harga saham naik. 4.
Jumlah laba yang didapat perusahaan Pada umumnya, investor melakukan investasi pada perusahaan yang
mempuyai profit yang cukup baik karena menunjukkan prospek yang cerah sehingga investor tertarik untuk berinvestasi, yang nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan. 5.
Tingkat risiko dan pengembalian Apabila tingkat risiko dan proyeksi laba yang diharapkan perusahaan
meningkat maka akan mempengaruhi harga saham. Biasanya semakin tinggi risiko maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian saham yang diterima. 2.1.5
Penelitian Terdahulu Yuniarti (2014) meneliti pengujian dampak rasio altman, der, dan tingkat
suku bunga terhadap harga saham perusahaan sektor petambangan di bursa efek
28
indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2010, sampel yang dipilih berdasarkan kriteria sebanyak 9 perusahaan. Variabel dependennya adalah harga saham sedangkan variabel independennya adalah dampak rasio Altman yang diukur dengan Working Capital To Total Asset (WC/TA) Retained Earnings to Total Assets (RE/TA) Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA) Sales to Total Assets (S/TA), Debt to Equty Ratio (DER), dan Tingkat suku bunga. Analisis data dan menguji hipotesis dengan menggunakan Multiple regression. Disimpulkan bahwa Rasio-rasio Altman berpengaruh positif terhadap harga saham ini berarti harga saham perusahaan akan meningkat jika modal kerja, laba usaha dan utang ditambah. Sukmawati (2014) meneliti pengaruh rasio altman z- score terhadap harga saham perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor perbankan yang terdaftar Dibursa Efek Indonesia pada tahun 2012, sampel yang dipilih berdasarkan kriteria sebanyak 31 perusahaan. Variabel dependennya adalah harga saham sedangkan variabel independenya adalah rasio-rasio dalam model Altman Z-score. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan program SPSS 19.00, disimpulkan bahwa EBIT/TA dan MVE/BTL mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham sedangkan WC/TA,RE/TA,S/TA tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap haga saham. Dan Variabel bebas WC/TA, RE/TA, EBIT/TA, MVE/BTL dan S/TA secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
29
Handojo (2001) meneliti analisis pengaruh rasio keuangan altman terhadap harga saham. Populasi yang digunakan yaitu seluruh perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 19951999.
Variabel
dependennya
adalah
harga
saham
sedangkan
variabel
independennya adalah pengaruh rasio-rasio keuangan Altman. Teknik analisis data menggunakan regresi linear, disimpulkan bahwa WC/TA, RE/TA, EBIT/TA, MVE/BTL dan S/TA secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dewi (2014) meneliti pengaruh PER, DPR, ROA dan Tingkat suku bunga SBI kurs dollar terhadap harga saham. Populasi yang digunakan yaitu 146 perusahaan manufaktur pada Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012, teknik analisis data menggunkan metode linear berganda dibantu dengan SPSS 16. 00, disimpulkan bahwa DPR memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham ini berarti investor lebih tertarik untuk berinvestasi menggunakan laba ditahan daripada dividen. Ardian (2014) meneliti tentang analisis kebangkrutan model Altman terhadap harga saham perusahaan maufaktur. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar Dibursa Efek Indonesia pada tahun 20082013, sampel yang dipilih berdasarkan kriteria sebanyak 36 perusahaan. Variabel dependennya adalah harga saham sedangkan variabel independenya adalah analisiskebangkrutan model Altman Z-score Teknik analisis data menggunakan analisis regresi sederhana dan linear berganda, disimpulkan bahwa secara simultan diketahui rasio-rasio keuangan pembentuk Z-score berpengaruh positif
30
dan signifikan terhadap harga saham. Hal ini membuktikan tejadinya perbedaan konsistensi perngaruh rasio WC/TA, RE/TA, EBIT/TA, MVE/BTL, S/TA terhadap harga saham dengan menjadi variabel indikator Z-score maupun variabel tersendiri. Pengujian scera parsial diketahui rasio WC/TA san S/TA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham, rasio EBIT/TA berpengaruh positif terhadap harga saham, rasio RE/TA dan MVE/BTL diketahui tidak berpengaruh terhadap harga saham. 2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan uraian landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu,
maka untuk memperjelas penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti perlu menyusun rerangka pemikiran berupa skema sederhana tentang pengaruh financial distress dan dividend payout raitio terhadap perubahan harga saham digambarkan dalam kerangka teoritis sebagai berikut :
31
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
32
Gambar 2 Model Penelitian
2.3
Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban masalah atau pertanyaan penelitian
dikembangkan berdasarkan teori-teori yang perlu diuji melalui proses pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Berdasarkan teori dan hasil-hasil penlitian terdahulu yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : Pengaruh financial distress terhadap perubahan harga saham, berdasarkan analisis fundamental bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik
33
yang sering pula disebut sebagai nilai yang sebenarnya atau nilai kelayakan dari suatu saham. Nilai intrinsik menggambarkan secara riil kondisi dalam perusahaan, dengan demikian nilai intrinsik saham secara langsung terproyeksi pada harga saham dipasar modal. Dengan tegas dikatakan bahwa tingkat kesehatan setiap emiten akan tergambar pada nilai intrinsik, sehingga nilai intrinsik akan ditunjukkan oleh harga saham di pasar.. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2014) yang melaukan penelitian tentang pengujian dampak rasio Altman, DER, dan tingkat suku bunga terhadap harga saham. Dan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2014) Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa WC/TA berpengaruh positif terhadap harga saham. Sehubungan dengan uraian diatas maka hipotesis pertama yang diuji dalam penelitian ini adalah H1 : Working Capital to Total Asset berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Handojo (2001) melakukan pengujian analisis pengaruh rasio-rasio keuangan Altman terhadap harga saham. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada perusahaan pengolahan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tahun 1995-1999, yang menyatakan bahwa rasio Retained Earnings to Total Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Sehubungan dengan uraian diatas maka hipotesis kedua yang diuji dalam penelitian ini adalah
34
H2 : Retained Earnings to Total Asset berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham
Sales to Total Assets menurut Altman (1993:243), merupakan rasio perputaran mosal atau rasio standar untuk mengilustrasikan kemampuan menciptakan penjualan dari aktiva yang dimiliki perusahaan, semakin besar penjualan perusahaan akan semakin besar laba yang diperoleh. Semakin besar laba perusahaan maka semakin besar dividen yang diberikan bagi investor. Semakin besar dividen yang diberikan maka semakin tinggi harga saham. Hal tersebut dapat diartikan bahwa rasio S/TA memiliki pengaruh terhadap harga saham. Sehubungan dengan uraian diatas maka hipotesis ketiga yang diuji dalam penelitian ini adalah H3 : Sales to Total Asset berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2014) yang melakukan penelitian tentang pengujian pengaruh rasio-rasio Altman z-score terhadap harga saham. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2012. Hasil penetian tersebut menyatakan bahwa rasio EBIT/TA berpengaruh positif terhadap harga saham, hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian handojo (2001) dan Adrian (2014) yang meneliti tentang pengaruh analisis kebangkrutan model Altman terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Daftar Efek Syariah periose 2008-2013 sejumlah 560 perusahaan. Sehubungan dengan uraian diatas maka hipotesis keempat yang diuji dalam penelitian ini adalah
35
H4 : Earning Before Interest and Tax to Total Asset berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham
Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2014) bahwa tingkat signifikansi X5 (MVE/BTL) sebesar 0,039 < 0,05 hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H5) rasio MVE/BTL mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Menurut Adrian (2014) menyatakan bahwa rasio MVE/BTL berpengaruh positif terhadap harga saham Sehubungan dengan uraian diatas maka hipotesis kelima yang diuji dalam penelitian ini adalah H5 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities berpengaruh postif terhadap perubahan harga saham
Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap perubahan harga saham, menurut teori Signaling Hypotesis ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat diaanggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Menurut teori the bird in the hand, Gordon dan Litner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika dividen payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti daripada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan
36
(Ks) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari dividen (dividen yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield). Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk “capital gain”, namun para pemilik saham banyak lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan meleset. H6 : Dividen Payout Ratio berpengaruh positif terhadap perubahan harga saham.