BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan terjadi kontrak antara satu pihak yaitu pemilik (principal), dengan pihak lain yaitu manajer (agent). Dalam kontrak tersebut manajer terikat untuk memberikan jasa bagi pemilik. Pada intinya menjelaskan hubungan kontraktual antara pemilik dan manajer. Hubungan kontraktual ini terjadi ketika ada pemisahan fungsi pengelolaan dan kepemilikan perusahaan, yaitu pemilik mendelegasikan sebagian otoritas pengambilan keputusan kepada manajer. Dalam hal ini pemilik ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas terkait
dengan
investasi
yang
dilakukan
dengan
meminta
laporan
pertanggungjawaban pada manajer. Berdasarkan laporan tersebut, pemilik dapat menilai kinerja manajer (Nirmala, 2013:29). Di samping itu, adanya pemisahan fungsi pengelolaan dan kepemilikan perusahaan, meskipun terdapat kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal), dapat memicu munculnya asimetri informasi (information asymmetry), yaitu manajer memiliki informasi lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibanding pemilik. Asimetri informasi yang terjadi karena manajer tidak bersedia memberikan informasi yang dimilikinya kepada pemilik. Oleh karena itu, asimetri informasi dapat merugikan pemilik. Sebab, pemilik tidak mampu mengetahui keadaan perusahaan secara utuh
dan
pemilik
menjadi
kurang
percaya
pada
manajer
atas
laporan
pertanggungjawaban yang dibuat oleh manajer berupa laporan keuangan (Messier et al., 2014:9). Kemungkinan manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik, sehingga dapat memicu terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest). Jadi, untuk dapat mengurangi konflik kepentingan, pihak manajer harus mempertanggung jawabkan atas kepercayaan yang diberikan oleh pemilik berupa laporan keuangan auditan. Jadi, teori keagenan untuk membantu auditor sebagai pihak ketiga dalam memahami konflik kepentingan yang muncul antara principal dan agent. Principal selaku investor bekerjasama dan menandatangani kontrak kerja dengan agen selaku manajer perusahaan untuk menginvestasikan keuangan mereka. Dengan demikian, adanya auditor yang independen diharapkan tidak terjadi kecurangan dalam membuat laporan keuangan oleh manajemen. Serta dapat mengevaluasi kinerja manajer sehingga informasi yang dihasilkan relevan dan dapat bermanfaat dalam pengambilan keputusan investasi. 2.1.2 Teori Sikap dan Perilaku Etis Krech dan Krutchfield (dalam Rimawati, 2011:13) menyatakan bahwa Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakan untuk bertindak, menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi objek yang terbentuk atas dasar pegalaman-pengalaman. Seseorang membentuk sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, panutan masyarakat, dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang mempelajarinya sikap menjadi suatu bentuk
bagian dari pribadi individu yang membantu konsistensi perilaku. Para akuntan harus memahami sikap dalam rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Ludigdo (dalam Rimawati, 2011:13) Perilaku etis adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum, berhubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan membahayakan. Perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, yang meliputi sifat, kemampuan, nilai, ketrampilan, sikap, dan intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa
perilaku
merupakan
perwujudan
atau
manifestasi
karakteristik-
karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Teori sikap dan perilaku (Theory of Attitude and Behaviour) yang dikembangkan oleh Triandis (dalam Rimawati, 2011:13) dipandang sebagai teori yang dapat mendasari untuk menjelaskan independensi. Teori tersebut menyatakan, bahwa perilaku ditentukan untuk apa yang orang-orang ingin lakukan (sikap), apa yang mereka pikirkan akan mereka lakukan (aturan –aturan sosial), apa yang mereka bisa lakukan (kebiasaan) dan dengan konsekuensi perilaku yang mereka pikirkan. Sehubungan dengan penjelasan diatas, teori ini berusaha menjelaskan mengenai aspek perilaku manusia dalam suatu organisasi, khususnya akuntan publik atau auditor yaitu meneliti bagaimana perilaku auditor dengan adanya faktor–faktor yang mempengaruhi independensi auditor. Sikap yang dimaksud disini adalah sikap auditor dalam penampilan, berperilaku independen
dalam
penampilan
ketika
auditor
tersebut
memiliki
sikap
independensi yang tinggi saat melaksanakan audit. Auditor diwajibkan bersikap independensi yaitu sikap tidak memihak kepentingan siapapun. 2.1.3 Akuntan Publik Sebagai Profesi Menurut Mulyadi (2009:4) menyatakan bahwa profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat, dari profesi inilah masyarakat mengharapkan penilain yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Di Indonesia profesi akuntan publik telah diakui secara resmi oleh pemerintah sejak dikeluarkanya Undang-Undang No 34 Tahun 1954, tentang pemakaian gelar Akuntan. Kriteria suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut sebagai suatu profesi, Hadibroto (dalam Prakoso, 2012:18) menjelaskan pengertian profesi sebagai kumpulan orang-orang yang terlibat dalam aktivitas serupa yang memenuhi syarat: a)
Harus berdasarkan suatu disiplin pengetahuan khusus
b) Diperlukan suatu proses pendidikan tertentu untuk atas pengetahuan tersebut c)
Mempunyai standar kualifikasi yang mengatur dan harus ada pengakuan formal berkaitan dengan statusnya
d) Harus mempunyai norma perilaku yang mengatur hubungan antara profesi dengan langganan, teman sejawat dan publik, maupun penerimaan tanggung jawab yang tercakup dalam suatu pekerjaan dalam melayani kepentingan umum
e)
Harus mempunyai organisasi yang mengabdikan diri untuk memajukan kewajiban-kewajibanya terhadap masyarakat, disamping untuk kepentingan kelompok itu sendiri. Berdasarkan kriteria di atas dapat disimpulkan bahwa akuntan publik adalah
suatu profesi, dengan alasan memiliki spesialisasi pengetahuan dan pendidikan khusus, dimana untuk mendapatkan kualifikasi sebagai seorang akuntan harus terlebih dahulu melalui proses pendidikan resmi. Di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 423/KMK.06/2002, Tentang Jasa Akuntan Publik, seseorang disebut sebagai Akuntan Publik bila yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan: a)
Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan ijin Akuntan Publik
b) Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku c)
Memiliki nomor Register Negara untuk Akuntan
d) Anggota IAI dan IAI-Kompartemen Akuntan Publik yang dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangan dari organisasi yang bersangkutan e)
Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAI Dari uraian di atas, maka akuntan publik harus kompeten dan independen
dalam menjalankan tugasnya yang mempunyai arti bahwa tanggung jawab untuk berperilaku lebih baik dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan dapat memenuhi undang undang serta peraturan masyarakat.
Sebagai profesional, akuntan publik mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien dan rekan seprofesinya, termasuk untuk berperilaku yang terhormat yang merupakan pengorbanan pribadi. Perilaku profesional yang tinggi pada akuntan publik adalah penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan atas kualitas audit dan jasa lain yang diberikan.
2.1.4 Kode Etik Profesi Kode etik profesi merupakan suatu prinsip moral dan pelaksanaan aturan aturan yang memberi pedoman dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, anggota sesama profesi serta pihak yang berkepentingan lainya. Kode etik berupa aturan umum mengenai tingkah laku yang baik atau aturan-aturan khusus yang tidak boleh dilakukan. Kode etik profesi diharapkan dapat membantu para akuntan publik untuk mencapai mutu pemeriksaan pada tingkat yang diharapkan. Untuk menjadi akuntan publik yang dapat dipercaya oleh masyarakat, maka harus patuh pada prinsip-prinsip etik sebagaimana dimuat dalam Prinsip Etika Profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yaitu: Prinsip kesatu adalah tanggung jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukanya. Selaku profesional anggota mempunyai peran yang sangat penting dalam masyarakat, sehingga bertanggung jawab penuh terhadap semua pemakai jasa profesional mereka. Disamping itu anggota juga mempunyai tanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota dalam rangka mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Prinsip kedua adalah kepentingan publik. Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa
menghormati
bertindak
kepercayaan
dalam
kerangka
publik,
dan
pelayanan
menunjukkan
kepada
publik,
komitmen
atas
profesionalisme. Profesi akuntan publik memegang peranan penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan publik terdiri dari klien, kreditor, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan dan pihak-pihak lain yang bergantung pada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalanya
fungsi
bisnis
secara
tertib.
Ketergantungan
ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan pokok profesi akuntan publik adalah membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan prestasi yang tinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai profesi tersebut. Anggota harus bertindak dengan penuh integritas untuk menghadapi berbagai tekanan kepentingan yang saling berbenturan. Prinsip
ketiga
adalah
integritas.
Dalam
rangka
memelihara
dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas yang tinggi. Integritas ini merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan pedoman bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengikat seorang anggota harus bersikap jujur dan berterus terang dengan tidak mengorbankan rahasia penerima jasa. Integritas diukur dalam bentuk apa yang
benar dan adil serta mengharuskan anggota untuk mengikuti obyektivitas dan kehati-hatian profesional. Prinsip keempat adalah obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Prinsip ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak bias, serta terbebas dari benturan kepentingan. Prinsip kelima adalah kompetensi dan kehati-hatian profesional. Setiap anggota
harus
melaksanakan
jasa
profesionalnya
dengan
kehati-hatian,
kompetensi dan ketekunan, serta wajib untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten. Prinsip keenam adalah kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk mengungkapkanya. Prinsip ketujuh adalah perilaku profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Prinsip kedelapan adalah standar teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahlianya dan dengan berhati-hati anggota menerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Independensi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari etika akuntan publik. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat pemakai jasa tersebut. Masyarakat awam pada umumnya sulit untuk memahami mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh suatu profesi, karena kompleknya pekerjaan yang dilakukan oleh profesi tersebut. Masyarakat akan sangat menghargai profesi yang menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan anggota profesinya, karena dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang dapat diandalkan dari profesi yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan meningkat jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilaksanakan anggota profesi tersebut.
2.1.5 Independensi Akuntan Publik Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Sedangkan independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit. Dimana independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan dasar dari prinsip integritas dan objektivitas. Oleh sebab itu, banyaknya pengguna laporan keuangan yang bersedia
mengandalkan laporan audit eksternal terhadap kewajaran atas laporan keuangan (Arens et al., 2011:74). Menurut SPAP Seksi 290.8 (2011) tentang independensi yang diatur dalam kode etik ini mewajibkan setiap praktisi untuk bersikap sebagai berikut : a. Independensi dalam Pemikiran (Independence of Mind), merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal
yang
dapat
mengganggu
pertimbangan
profesional,
yang
memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional. b. Independen dalam Penampilan (Independence in Appearance), merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP. Menurut SPAP bagian SA Seksi 220 (2011) menyatakan bahwa standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen, seperti calon-calon pemilik dan kreditur. Kepercayaan masyarakat umum atas sikap auditor independensi sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (resonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Meskipun auditor telah menggunakan keahliannya dengan jujur, namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen. Masyarakat akan menduga bahwa kesimpulan dan langkah yang diambil oleh auditor independen selama auditnya dipengaruhi oleh kedudukannya sebagai anggota direksi. Demikian juga halnya, seorang auditor mempunyai kepentingan keuangan yang cukup besar dalam perusahaan yang di auditnya. 2.1.6 Aspek-aspek dalam Independensi Independensi mencakup dua aspek, yaitu: (1) Independensi dalam kenyataan, dan (2) Independensi dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak di dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, sedangkan Independensi penampilan berarti adanya kesan dalam masyarakat bahwa auditor bertindak independen
sehingga auditor harus menghindari keadaan-keadaan atau faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya (Novianty dan Kusuma, 2001:2). Mulyadi (2009:49) mengatakan bahwa independensi auditor mencakup tiga aspek, yaitu : 1. Independensi dalam dalam diri auditor yang berupa kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam pemeriksaannya. Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam kenyataan atau independence in fact. 2. Independensi dipandang dari sudut pandangan pihak lain yang mengetahui informasi yang bersangkutan dengan diri akuntan. Aspek independensi ini disebut dengan istilah independensi dalam penampilan atau independence in appearance. Seorang auditor yang memeriksa laporan keuangan perusahaan yang dipimpin oleh ayahnya, kemungkinan dapat mempertahankan aspek independensi yang pertama karena ia benar-benar jujur dalam mengemukakan hasil pemeriksaannya. Namun dipandang dari pihak pemakai laporan pemeriksaan yang mengetahui fakta bahwa auditor tersebut memiliki hubungan istimewa dengan pimpinan perusahaan yang diperiksanya (hubungan ayahanak), independensi auditor pantas untuk diragukan. Dengan demikian auditor tersebut dapat dianggap gagal untuk memenuhi aspek independensi yang kedua, sehingga tidak dapat memenuhi norma umum yang kedua dan Pasal 13 ayat 3 Kode Etik Akuntan Indonesia. Menurut Pasal 13 ayat 3, dalam keaadan seperti pada contoh diatas, auditor harus menolak atau harus mengundurkan
diri dari suatu penugasan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang dipimpin ayahnya tersebut. 3. Independensi
dipandang
dari
sudut
keahlian.
Seseorang
dapat
mempertimbangkan fakta dengan baik jika ia mempunyai keahlian mengenai pemeriksaan fakta tersebut. Seorang auditor yang tidak menguasai pengetahuan mengenai komputer, tidak akan dapat mempertimbangkan dengan objektif informasi yang tercantum dalam laporan keuangan yang diolah dengan menggunakan komputer. Auditor tersebut tidak memiliki independensi bukan karena tidak adanya kejujuran dalam dirinya, melainkan karena tidak adanya keahlian mengenai objek yang diperiksanya. Kompetensi auditor menentukan independen atau tidaknya auditor tersebut dalam mempertimbangkan fakta yang diperiksanya. Jika auditor tidak memiliki kecakapan professional yang diperlukan untuk mengerjakan penugasan yang diterimanya ia melanggar pasal kode etik yang bersangkutan dengan independensi dan yang bersangkutan dengan kecakapan professional.
2.1.7 Kualitas Audit Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan penggunaan jasa pihak luar dalam memeriksa laporan keuangan serta memberikan pendapat bahwa laporan yang disajikan telah sesuai atau benar. Bagi pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham dapat mengambil keputusan melalui laporan yang telah diaudit tersebut. Sehingga auditor sebagai pihak ketiga mempunyai peran
penting dalam proses audit dan pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh sebab itu, kualitas audit adalah hal yang harus dipertahankan oleh seorang auditor dalam proses pengauditan. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Arens et al. (2011:71) ada lima prinsip yang harus diterapkan auditor adalah sebagai berikut : 1. Integritas adalah para auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenar-benarnya dalam hubungan prefesional mereka. 2. Objektivitas adalah para auditor harus tidak kompromi dalam memberikan pertimbangan prefesionalnya karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain yang tidak semestinya. 3. Kompetensi prefesional dan kecermatan adalah auditor harus menjaga pengetahuan dan keterampilan prefesional mereka dalam tingkat yang cukup tinggi dan tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka ketika memberikan jasa prefesional. 4. Kerahasiaan adalah para auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama tugas profesional maupun hubungan dengan klien. Para auditor tidak boleh menggunakan informasi yang bersifat rahasia dari hubungan profesional mereka, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak lain tanpa seizin klien mereka. Kecuali jika ada kewajiban hukum yang mengharuskan mereka mengungkapkan informasi tersebut.
5. Perilaku profesional adalah para auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang akan mendiskreditkan profesi mereka, termasuk melakukan kelalaian. Mereka tidak boleh membesar-besarkan kualifikasi atau pun kemampuan mereka dan tidak boleh membuat perbandingan yang melecehkan atau tidak berdasar terhadap pesaing. Selain itu akuntan publik harus berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk membantu auditor memnuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis dan pertimbangan mengenai kualitas profesinal mereka. Standar auditing yang belaku umum dapat dibagi menjadi tiga katagori yaitu (SA Seksi 150 dalam SPAP, 2011) : 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan komfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia. b. Laporan
auditor
harus
menunjukkan
atau
menyatakan,
jika
ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyususnan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi, bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Selanjutnya menurut De Angelo (dalam Indah, 2010) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditor akan
menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien. Adapun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada independensinya. Sedangkan menurut Rosnidah (2010) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Dari pengertian kualitas audit di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam bentuk laporan keuangan auditan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang relevan. 2.1.8 Audit Fee Suyatmini (2002:22) menunjukkan bahwa independensi auditor diragukan apabila ia menerima fee selain yang ditentukan dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat (contingent fee) dan menerima fee dalam jumlah yang besar dari klien yang diaudit. Dalam rapat komisi Kode Etik Akuntan Indonesia tahun 1990 mempertegas bahwa imbalan yang diterima selain fee dalam kontrak dan fee
bersyarat tidak boleh diterapkan dalam pemeriksaan. Kode Etik tersebut menjelaskan : Dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diterapkan dalam pemeriksaan. (Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, 1990 pasal 6 butir 5). Supriyono (dalam Novitasari, 2004:26) Masyarakat memandang bahwa pemberian audit fee yang jumlahnya besar dapat menyebabkan berkurangnya independensi auditor, hal ini dikarenakan : a) kantor akuntan yang mendapat fee besar merasa tergantung pada klien sehingga cenderung segan untuk menentang kehendak klien. b) jika tidak memberikan opini sesuai keinginan klien, kantor akuntan khawatir akan kehilangan kliennya mengingat pendapatan yang akan diterimanya relatif besar. c) KAP cenderung memberikan counterpart fee yang besar kepada salah satu atau bebrapa pejabat kunci klien yang diaudit, meskipun tindakan ini dilarang oleh Kode Etik. Akan tetapi, audit fee yang besar mungkin juga dapat mendorong KAP lebih independen karena dengan audit fee yang besar dapat tersedia dana untuk penelitian dan penerapan prosedur audit yang lebih luas dan seksama, dan kemungkinan audit fee yang diterima dari klien merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan atau hanya merupakan sebagian kecil dari total pendapatan kantor akuntan tersebut.
2.1.9 Profil Kantor Akuntan Publik Untuk menentukan ukuran kantor akuntan publik dapat digunakan berbagai variabel sebagai ukuran pengganti. AICPA menggolongkan kantor akuntan menjadi dua, yaitu : Kantor akuntan besar, yaitu kantor akuntan yang yang telah melakukan audit perusahaan go public dan Kantor akuntan kecil, yaitu kantor akuntan yang belum melakukan audit pada perusahaan go publik (Supriyono, 1988:6). Mautz dan Sharaf (1974:213) berpendapat bahwa kantor akuntan publik kecil kemungkinan kurang independen jika mengaudit perusahaan besar, kantor akuntan besar lebih independen dalam mengaudit perusahaan besar. Penelitian Hartley dan Ross (1972) menunjukkan bahwa kantor akuntan besar lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan kecil, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan : (1). Bagi kantor akuntan besar, hilangnya satu klien tidak begitu mempengaruhi pendapatannya, (2).Kantor akuntan besar biasanya mempunyai departemen audit yang terpisah dengan departemen yang memberikan jasa lainnya kepada klien, sehingga dapat mengurangi akibat negatif terhadap independensi akuntan publik (Supriyono, 1988:59).
2.1.10 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan mengenai independensi auditor diantaranya dilakukan sebagai berikut : 1. Simatupang
(2014)
melakukan
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi independensi akuntan publik. Variabel independen yang
digunakan adalah ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha, pemberian jasa selain jasa audit, lamanya penugasan audit, ukuran KAP, audit fee, persaingan KAP, sedangkan variabel dependennya adalah independensi akuntan publik. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel tersebut yaitu ukuran KAP, audit fee, dan persaingan antar KAP berpengaruh signifikan terhadap independensi akuntan publik. 2. Abdulah (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh audit fee, jasa selain audit, lamanya hubungan audit terhadap independensi auditor di DKI Jakarta. Variabel independen yang digunakan adalah audit fee, jasa selain audit, lamanya
hubungan
audit,
sedangkan
variabel
dependennya
adalah
independensi auditor. Hasil penelitian ini ditemukan bukti empiris bahwa audit fee, jasa selain audit, lamanya hubungan audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. 3. Prakoso
(2012)
melakukan
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi independensi auditor. Variabel independen yang digunakan ukuran KAP, lamanya hubungan audit, dan Biaya jasa audit,
sedangkan
variabel dependennya adalah independensi auditor. Hasil penelitian ini ditemukan bukti empiris bahwa ukuran KAP, lamanya hubungan audit, dan Biaya jasa audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. 4. Rimawati
(2011)
melakukan
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi independensi auditor di Semarang. Variabel independen yang digunakan intrevensi manajemen klien, pemutusan hubungan kerja & penggantian auditor, high fee audit, tight audit time budget, sanksi atas audit
overtime budget, lamanya hubungan audit, sedangkan variabel dependennya adalah independensi auditor. Hasil penelitian ini ditemukan bukti empiris bahwa high fee audit, tight audit time budget, sanksi atas audit overtime budget, lamanya hubungan audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. 2.2 Rerangka Pemikiran Auditor mempunyai peran penting dalam masyarakat dan tanggung jawab auditor semakin meningkat hingga mencangkup pelaporan mengenai efektivitas pengendalian internal atas laporan keuangan perusahaan terbuka. Saat melakukan audit, tersedia informasi yang dapat diandalkan, relevan dan standar (kriteria) yang dapat digunakan auditor sebagai acuan dalam melakukan auditnya. Dengan demikian akuntan publik memiliki fungsi untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi dengan adanya konflik kepentingan antara pihak manajer dengan pemilik perusahaan membuat auditor sebagai pihak ketiga harus menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang kemudian dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu, banyaknya kasus korupsi baik dalam negeri yang sebagian besar hasil laporan keuangan perusahaan tidak sesuai dengan semestinya. Hal ini memicu munculnya pertanyaan tentang bagaimana independensi auditor yang dihasilkan oleh akuntan publik dalam mengaudit laporan keuangan klien. Auditor harus bersikap jujur dan tidak memihak siapapun baik kepada manajer maupun pemilik perusahaan, dan juga kepada kreditur dan pihak lain
yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor independen, seperti caloncalon pemilik dan kreditur. Kepercayaan masyarakat umum atas sikap auditor independensi sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (resonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi independensi auditor. Variabel-variabel yang mempengaruhi independensi auditor adalah kulitas audit, audit fee, dan profil Kantor Akuntan Publik. Rerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Teory Agency
Asimentri Informasi Prinsipal
Konflik Kepentingan
Agen (Manajer)
(Pemilik)
Auditor
Indepedensi Gambar Auditor 1 Rerangka Pemikiran
Kualitas Audit
2.3
Audit Fee
Profil KAP
Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Independensi Auditor Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan penggunaan jasa pihak luar dalam memeriksa laporan keuangan serta memberikan pendapat bahwa laporan yang disajikan telah sesuai atau benar. Bagi pengguna laporan keuangan
terutama para pemegang saham dapat mengambil keputusan melalui laporan yang telah diaudit tersebut. Sehingga auditor sebagai pihak ketiga mempunyai peran penting dalam proses audit dan pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh sebab itu, kualitas audit adalah hal yang harus dipertahankan oleh seorang auditor dalam proses pengauditan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2011) menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor, sehingga laporan audit yang dihasilkan berkualitas tinggi maka tingkat independensi yang dimiliki auditor semakin tinggi, Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H1 : Kualitas Audit berpengaruh signifikan terhadap Independensi Auditor 2.3.2 Pengaruh Audit Fee terhadap Independensi Auditor Menurut Mulyadi (2009:63-64) audit fee merupakan fee yang diterima oleh akuntan publik setelah melaksanakan jasa auditnya, besarnya tergantung dari resiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan. Normalnya, saat membicarakan tentang hubungan antara besarnya biaya jasa audit dan independensi auditor, biaya jasa audit yang besar berhubungan dengan makin tingginya risiko melemahnya independensi auditor. Independensi akuntan publik atau auditor diragukan apabila ia menerima fee selain yang ditentukan dalam kontrak kerja, adanya fee bersyarat (contingent fee) dan menerima fee dalam jumlah yang besar dari klien yang diaudit. Audit fee yang
besar kemungkinan dapat mengurangi independensi akuntan publik atau auditor, karena : (1). Kantor akuntan publik yang menerima fee besar merasa tergantung pada klien, (2). Kantor akuntan publik yang menerima fee besar dari klien takut kehilangan klien tersebut, (3). Kantor akuntan publik cenderung memberikan counterpart fee kepada pejabat kunci klien yang diaudit. Akan tetapi, audit fee yang besar mungkin juga dapat mendorong KAP lebih independen karena dengan audit fee yang besar dapat tersedia dana untuk penelitian dan penerapan prosedur audit yang lebih luas dan seksama dan kemungkinan audit fee yang diterima dari klien merupakan sebagian besar dari total pendapatan kantor akuntan atau hanya merupakan sebagian kecil dari total pendapatan kantor akuntan tersebut (Supriyono, 1988:60). Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2013) besarnya audit fee dapat mempengaruhi independensi akuntan publik karena fee yang besar dapat membuat kantor akuntan menjadi segan untuk menentang kehendak klien sedangkan fee yang kecil dapat menyebabkan waktu dan biaya untuk melaksanakan prosedur audit terbatas. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian oleh Simatupang (2014) menyatakan bahwa audit fee berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H2 : Audit Fee berpengaruh signifikan terhadap Independensi Auditor
2.3.3 Pengaruh Profil Kantor Akuntan Publik terhadap Independensi Auditor Penggolongan ukuran besar kecilnya kantor akuntan publik, dikatakan besar jika kantor akuntan publik tersebut berafiliasi atau mempunyai cabang dan klienya perusahaan-perusahaan besar mempunyai tenaga profesional diatas 25 orang. Kantor Akuntan Publik dikatakan kecil jika tidak berafiliasi, tidak mempunyai kantor cabang dan klienya perusahaan kecil dan jumlah profesionalnya kurang dari 25 orang (Arens et al, 2011). Kantor akuntan publik yang besar lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan publik yang lebih kecil, alasanya bahwa kantor akuntan publik yang besar hilangnya satu klien tidak begitu berpengaruh terhadap pendapatnya, sedangkan kantor akuntan publik yang kecil hilangnya satu klien adalah sangat berarti karena klienya sedikit. Mayoritas studi empiris yang ada berusaha untuk menemukan hubungan antara ukuran besarnya kantor akuntan publik dengan independensi audoitor, ternyata terdapat hubungan positif antara keduanya (Shockley,1981, Gul,1989). Adanya hubungan positif antara keduanya berarti, bahwa semakin besar kantor akuntan publik akan semakin besar pula independensi auditor. Mereka membuktikan, bahwa kantor akuntan publik yang berukuran besar lebih tahan terhadap tekanan klien, sehingga mereka tetap dapat mempertahankan independensinya, walaupun pada kenyataanya ada bantahan, bahwa karena ukuran kantor akuntan publik yang besar mereka mungkin mampu dan termotivasi untuk memberikan laporan audit yang lebih baik. Namun seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Goldman dan Barlev (1974) seseorang tidak seharusnya menyimpulkan bahwa KAP yang berukuran besar akan kebal terhadap tekanan
dari klien, persaingan antara KAP dalam mencari klien mungkin sama besarnya dengan persaingan yang terjadi antara KAP independen yang berukuran kecil. Lebih lanjut masih sedikit pengadilan yang membahas kasus yang menentang asumsi, bahwa KAP bertindak secara mandiri memberikan indikasi bahwa kegunaan dari KAP bukan jaminan dari kemampuannya untuk bertahan atas tekanan yang ditimbulkan dari pihak klien, seperti yang terjadi dalam skandal Athur, Anderson dan Enron. Mautz dan Sharaf (1974:213) berpendapat bahwa kantor akuntan publik kecil kemungkinan kurang independen jika mengaudit perusahaan besar, kantor akuntan besar lebih independen dalam mengaudit perusahaan besar. Penelitian Hartley dan Ross (1972) menunjukkan bahwa kantor akuntan besar lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan kecil, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan : (1). Bagi kantor akuntan besar, hilangnya satu klien tidak begitu mempengaruhi pendapatannya, (2). Kantor akuntan besar biasanya mempunyai departemen audit yang terpisah dengan departemen yang memberikan jasa lainnya kepada klien, sehingga dapat mengurangi akibat negatif terhadap independensi akuntan publik. Penelitian yang dilakukan oleh Prakoso (2012) menyatkan bahwa besarnya Profil KAP dapat mempengaruhi independensi auditor karena profil KAP dapat membuat kantor akuntan publik dapat legitimasi yang dapat dipercaya yang menunjukan sikap obyektifitas dan sikap independen dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan yang independen. Hal tersebut di dukung oleh penelitian Simatupang (2014) menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara profil KAP
terhadap independensi audit. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil hipotesis alternatif yaitu : H3 : Profil Kantor Akuntan Publik berpengaruh signifikan terhadap Independensi Auditor