BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Bank
Menurut Kuncoro (2001;68) bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (Sinangun, 1993:45). Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kashmir, 2003:11) dan bank adalah badan yang usaha utamanya menciptakan kredit (Suyatno, 1996:1). Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bank merupakan suatu badan yang bergerak di bidang keuangan, yang memiliki tiga kegiatan utama yaitu : 1. Menghimpun dana dari masyarakat 2. Menyalurkan dana 3. Memberikan jasa-jasa bank lainya. Dapat disimpulkan pula, bahwa Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak - pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (Martono,2002:45). Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. 1. Agent of Trust Dasar utama dalam kegiatan suatu perbankan adalah kepercayaan atau trust, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan bersedia untuk menitipkan uangnya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. 2. Agent of Development Kegiatan bank sebagai penghimpun dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Hal tersebut memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, dimana semua kegiatan itu berkaitan dengan penggunaan uang. 3. Agent of Service Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa tersebut berkaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu : 1. Bank Umum Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Usaha-usaha yang dilakukan oleh bank umum antara lain: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, serta sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit c. Menerbitkan obligasi pengakuan utang berjangka pendek dan berjangka panjang berupa obligasi atau sekuritas kredit. d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya, misalkan surat-surat wesel, surat pengakuan utang, Surat Bank Indonesia (SBI), obligasi, surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun, dan instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun. e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. f. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
g. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat. h. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat atau BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan dan tata cara
pemberian status lembaga-lembaga yang dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Wikipedia, 2013). Sedangkan menurut Otoritas Jasa Keuangan (2013) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian. Bank Perkreditan Rakyat merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvesional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Usaha yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit. c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan atau tabungan pada bank lainnya. Sama seperti Bank Umum yang berfungsi sebagai lembaga Intermediasi namum bedanya adalah BPR hanya bergerak pada usaha menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana. BPR merupakan lembaga keuangan yang diatur dan diawasi secara ketat oleh Bank Indonesia (Arthesa dan Handiman, 2006:233).
Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia yang mulai tahun 2013 dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat (Kardiyem, 2012). BPR memiliki karakter khusus seperti: memiliki berbagai bentuk pelayanan keuangan simpan dan pinjam, yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan dengan sistem serta prosedur yang sederhana dan sesuai dengan kebutuhan (UMK) (Supramono, 2008:99). Implikasinya adalah hubungan kemitraan yang solid dan bersifat mutualisme menjadi keunggulan BPR dibanding dengan bank umum. Perkembangan industri BPR, tidak terlepas dari kemampuan BPR dalam menyikapi beberapa unsur pokok yang menentukan keberhasilan usaha agar industri BPR dapat sustainability. a. Ownership and Governance Kepemilikan yang terkait langsung dengan pengelolaan usaha merupakan isu pokok yang menentukan keberhasilan usaha BPR. Dengan hal ini, manajemen dituntut untuk bertindak profesional dan tidak terpengaruh oleh intervensi pemilik dalam mengelola kegiatan usaha BPR. Pengelola wajib mengelola usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh Otoritas.
b. Good Management Industri BPR yang sehat ditandai pula oleh tersedianya SDM profesional yang didukung oleh kebijakan pengembangan SDM yang baik. Manajemen BPR yang profesional akan berupaya meningkatkan kualitas SDM untuk meningkatkan kompetensi dalam menghadapi persaingan yang ada. Dalam hal ini, manajemen SDM yang baik akan meliputi prosedur rekruitmen pegawai untuk memastikan tersedianya SDM yang layak (qualified), adanya sistem pendidikan dan pelatihan yang teratur serta berorientasi pada kebutuhan nasabah (didukung oleh customer information system). Aplikasi good management membutuhkan Information Technology (IT) yang memadai sehingga BPR tersebut dapat beroperasi lebih efisien, transparan dan accountable. c. Viability . Dua indikator utama dalam hal ini ádalah economic dan funding viability, yang ditunjukkan oleh beberapa rasio seperti NPL yang rendah dan efisiensi usaha yang tinggi untuk mencapai profitabilitas optimum. Untuk mencapai hal ini, BPR wajib meningkatkan produktivitas SDM dan menghemat biaya operasional. Dari sisi pendanaan, porsi tabungan dalam struktur dana pihak ketiga (DPK) BPR saat ini perlu ditingkatkan untuk mencapai pendanaan yang sehat dan mengurangi resiko likuiditas. Selain itu, perlu dipenuhi prinsip economic of scale sehingga oleh karena itu perlu terus diupayakan tambahan modal yang memadai. d. Customer Orientation Meningkatnya kompetisi di kalangan pelaku keuangan mikro mendorong BPR untuk memberikan perhatian kepada kebutuhan nasabahnya dengan
merancang jasa keuangan yang dibutuhkan oleh nasabah dengan produk-produk yang inovatif. BPR pada dasarnya merupakan face to face organization, bersifat member base, sehingga perlu pelayanan jemput bola atas simpanan dan pinjaman (Beritabank, 2012).
2.1.2 Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir 1995: 2). Menurut Hanafi (2003: 69), laporan keuangan merupakan informasi yang dapat dipakai untuk pengambilan keputusan, mulai dari investor atau calon investor sampai dengan manajemen perusahaan itu sendiri. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, resiko, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
15/3/PBI/2013
Tentang
Transparansi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat menyatakan bahwa Laporan Tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu BPR dalam kurun waktu 1 (satu) tahun yang berisi Laporan Keuangan Tahunan dan informasi umum. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR adalah Standar Akuntansi Keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dan Pedoman Akuntansi BPR (PA BPR). Laporan Keuangan Tahunan adalah laporan keuangan
akhir tahun BPR yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR. BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia ini, yang terdiri dari: 1.
Laporan Bulanan Laporan Bulanan memuat informasi neraca, laba rugi serta pos rekening administratif pada masing-masing kantor pusat dan kantor cabang.
2. Laporan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) Laporan BMPK memuat informasi mengenai nominal batas maksimum kredit kepada bank/perorangan yang terkait, dihitung berdasarkan baki debet tertinggi pada bulan laporan 3. Laporan Publikasi Laporan Publikasi memuat informasi neraca, laba rugi, komitmen dan kontijensi, dan Informasi lainnya yang terdiri dari penempatan dana ke bank lain, kredit yang diberikan baik kepada pihak terkait maupun pihak tidak terkait, rasio-rasio bank secara konsolidasi antara kantor pusat dengan kantor cabang. Rasio keuangan, yang terdiri dari : (a) Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (CAR); (b) Non Performing Loans (NPL) ; (c) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif; (d) Return on Asset (ROA); (e) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO); (f) Cash Ratio; (g) Loan to Deposit Ratio (LDR) serta susunan pengurus dan komposisi pemegang saham, termasuk pemegang saham pengendali.
4. Laporan Tahunan Laporan Tahunan paling kurang memuat informasi umum yang meliputi antara lain : (a) kepengurusan; (b) kepemilikan; (c) perkembangan usaha BPR; (d) strategi dan kebijakan manajemen; dan (e) laporan manajemen. 5. Laporan Keuangan Tahunan Laporan Keuangan Tahunan yang terdiri dari: (a) Neraca; (b) Laporan Laba Rugi; (c) Laporan Perubahan Ekuitas; (d) Laporan Arus Kas; dan (e) Catatan atas laporan keuangan, informasi Komitmen dan Kontinjensi serta opini dari Akuntan Publik atas Laporan Keuangan Tahunan BPR yang diaudit oleh Akuntan Publik. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi
pengambilan
keputusan.
Oleh
karena
banyak
pihak
berkepentingan terhadap laporan keuangan, maka laporan keuangan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh pihak yang memerlukan.
2.1.3 Analisis Laporan Keuangan 2.1.3.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan Untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan perlu adanya analisis terhadap laporan keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Menurut Hanafi (2003: 5), suatu analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas
(keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu
perusahaan. Sedangkan menurut Munawir (1995: 34), analisis laporan keuangan merupakan alat untuk memperoleh informasi tentang posisi keuangan dan hasilhasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan, sehingga data yang telah diperoleh dapat diperbandingkan atau dianalisa
lebih lanjut agar
memperoleh data untuk mendukung keputusan yang akan diambil. Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan perhitungan dan kemungkinan dimasa depan untuk dijadikan dasar pertimbangan
dalam
pengambilan
keputusan
oleh
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah: 1.
Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu;
2.
Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan perusahaan;
3.
Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki
4.
Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan untuk penilaian kinerja manajemen.
Langkah yang dilakukan dalam analisis keuangan adalah: 1.
Mengumpulkan laporan keuangan dan data yang diperlukan selengkap mungkin.
2.
Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan rumus-rumus tertentu.
3.
Melakukan interpretasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran;
4.
Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan;
5.
Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis tersebut
2.1.3.2 Metode dan Teknik Analisi Laporan Dalam menganalisis laporan keuangan digunakan beberapa metode dan teknik yang akan dijadikan dasar penganalisisan. Menurut Munawir (2004 : 36) ada dua metode analisis yang digunakan oleh setiap penganalisa laporan keuangan, yaitu : 1.
Analisis Horizontal, yaitu analisis dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk periode atau beberapa saat, sehingga akan diketahui perkembangannya.
2.
Analisis Vertikal , yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisis hanya meliputi satu periode dan satu saat saja yaitu dengan memperbandingkan antara satu pos lainnya dalam laporan keuangan tersebut sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja.
2.1.4 Tingkat Suku Bunga 1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Suku bunga atau interest adalah harga (price) atau biaya kesempatan (opportunity cost) atas penggunaan dana/uang yang harus dibayar karena daya beli (purchasing power) dana tersebut pada saat sekarang. Umumnya suku bunga menggambarkan persentase dari jumlah dana yang digunakan dalam setahun. Bagi pengguna dana atau peminjam (borrower), suku bunga adalah biaya untuk penggunaan dana lebih awal, sedangkan bagi yang meminjamkan dana atau investor, suku bunga adalah pendapatan karena penundaan kesempatan untuk menggunakan dana tersebut (Kidwell, 2005:89).
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah : a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Suku
bunga
dapat
digunakan
sebagai
alat
moneter
dalam
rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain. c. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. Menurut Ismail (2009:33) Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga
yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Menurut Ismail (2009;35) dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu bunga simpanan dan bunga pinjaman. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Bunga pada dasarnya berperan sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung, dan sebaliknya. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga tabungan masyarakat. Menurut Lipsey et al. (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.Menurut Lipsey et al. (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah
uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998:314) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang. Menurut Nopirin (1992:176) fungsi tingkat bunga dalam perekonomian yaitu alokasi faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang dipakai sekarang dan di kemudian hari. Menurut Ramirez dan Khan (1999:66) ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar, dan inflasi. Sedang faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga. Menurut Prasetiantono (2000:87) mengenai suku bunga adalah : jika suku bunga tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan, atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.
Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selau tinggi ( Prasetiantono, 2000 : 99-101). 2. Macam-Macam Suku Bunga Suku bunga bank menurut Khalwaty (2010:144) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: a. Suku bunga nominal Adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum.Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan. b. Suku bunga riil Adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 (dua) macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu (Kashmir, 2009:233) : a. Bunga Simpanan Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya.Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
b. Bunga Pinjaman Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Setiap masyarakat yang melakukan interaksi dengan bank, baik itu interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait, dan dikenakan dengan yang namanya bunga.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah: (1) Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. (2) Persaingan, dalam memperebutkan dan simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. (3) Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang (Firdaus, 2009:54).
4. Sertifikat Bank Indonesia Sebagai Salah Satu Instrumen Kebijakan Moneter Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan dapat diperjualbelikan dengan diskonto. SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bankbank. Namun, setelah dikeluarkannya kebijaksanaan yang memperkenankan bankbank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun. Namun, sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen kebijaksanaan operasi pasar terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter (Siamat, 2009:455). SBI merupakan suatu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Ketika terjadi kelebihan uang yang ada di masyarakat dan perbankan, maka bank sentral akan menyerap kelebihan uang tersebut dengan menjual SBI. Dalam hal ini perbankan akan membeli obligasi tersebut, di mana Bank Sentral akan menawarkan suku bunga SBI yang tinggi, sehingga menyebabkan likuiditas perbankan berkurang. Untuk meningkatkan tingkat likuiditas maka perbankan bersaing untuk mendapatkan dana yang sebesar-besarnya dari masyarakat dengan meningkatkan suku bunga simpanan, yaitu suku bunga deposito (Dwiastuti, 2011).
2.1.5 Rasio Keuangan Pengertian rasio keuangan menurut Horne et al. (1997:133) yaitu indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Menurut Riyanto (2001:329) mengenai definisi rasio keuangan
yaitu
ukuran
yang
digunakan
dalam
interpretasi
dan
analisis laporan finansial suatu perusahaan. Pengertian rasio itu
sebenarnya
hanyalah
alat
yang
dinyatakan
dalam arithmatical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial. Menurut Munawir (2004:65) analisis rasio keuangan adalah suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individul atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. Pengertian analisis rasio keuangan menurut Weston (1995:225 ) adalah analisis rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan
dan
menilai
posisi
memungkinkan bagi manajer keuangan
keuangannya
saat
memperkirakan
reaksi
ini,
serta
kreditur atau
investor terhadap keadaan keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mencari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana. Menurut Sartono (2001:113)
yang
dimaksud
dengan
analisa
rasio
keuangan
adalah
dasar untuk menilai dan mengarahkan prestasi operasi perusahaan. Disamping itu analisis rasio keuangan juga dapat dipergunakan sebagai kerangka kerja perencanaan dan pengendalian keuangan.
Menurut Riyanto (2001:329) penganalisa finansial dalam mengadakan analis keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan dua macam cara pembandingan, yaitu: 1. Pembandingan present ratio dengan rasio-rasio semacam diwaktu-waktu yang lalu (rasio historis) dari perusahaan yang sama. 2. Pembandingan antara rasio-rasio suatu perusahaan dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan-perusahaan atau industri lain yang sejenis (rasio rata-rata atau rasio industri).
2.1.5.1 Analisis Rasio Keuangan Perbankan Salah satu cara mendeteksi kesehatan suatu perusahaan, masalah-masalah yang sedang dihadapinya termasuk mengenai kinerjanya adalah melalui analisis laporan keuangannya. Analisis rasio adalah dengan cara menganalisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan data kuantitatif
yang
ditunjukkan dalam neraca dan laba rugi perusahaan (Kuswadi,2006). Menurut Abdullah (2008:108) pengertian analisis rasio keuangan adalah teknik analisis untuk mengetahui hubungan antara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laba rugi baik secara individu maupun secara simultan. Rasio keuangan perbankan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1.
Return On Asset (ROA) ROA merupakan kemampuan dari modal yand diinvestasikan ke dalam
seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan kentungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektifitas dalam penggunaan aktiva
perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, hal itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. ROA dihitung bedasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total assets. Dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai indicator performance atau kinerja bank. ROA menunjukkan efektifitas perusahaan dala menghasilan keuntungan dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki. Semakin tinggi ROA maka menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut, karena besarna ROA dipengaruhi oleh besarnya laba yang diperoleh perusahaan.
2.
Non Performing Loan (NPL) NPL merupakan debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam golongan
kredit kurang lancar (kolektibilitas 2 ), diragukan (kolektibilitas 3) dan macet (kolektibilitas 4). Hendaknya selalu diingat bahwa perubahan penggolongan kredit dari kredit lancar menjadi NPL adalah secara bertahap melalui proses penurunan kualitas kredit (Dunil, 2005). Salah satu resiko yang muncul akibat semakin kompleknya kegiatan perbankan adalah munculnya Non Performing Loan (NPL) yang semakin besar. Atau dengan kata lain semakin besar skala operasi suatu bank maka aspek pengawasan semakin menurun, sehingga NPL semakin besar atau resiko kredit semakin besar (Mawardi, 2005).
2.1 Penanganan Non Performing Loan (NPL) Kredit macet yang sudah dihapus bukukan tidak lagi masuk dalam kategori NPL, karena bukan loan lagi. Penangannya hanya dalam rangka bagaimana mengupayakan agar kredit macet tersebut dapat kembali terutama dengan eksekusi jaminan yang ada. Kredit yang sudah ada tanda kearah NPL yang memerlukan perhatian agar tidak menjadi lebih buruk atau mendatangkan kerugian yang lebih besar adalah kredit yang masih dalam klasifikasi DPK (Dalam Perhatian Khusus). Untuk mencari jalan memperbaiki posisi debitur DPK tersebut harus dipelajari satu persatu permasalahan yang dihadapi oleh debitur dan dilakukan treatment yang sesuai dengan kondisi masing-masing debitur. Terhadap kredit yang mengarah menjadi NPL bahkan kredit NPL sendiri dapat diterapkan beberapa teknik penyehatan agar debitur dapat bangkit kembali (Z. Dunil, 2005): a.
Rescheduling Bank dapat melakukan penjadwalan ulang dalam bentuk, perpanjangan masa pelunasan, memberikan grase period yang lebih panjang, memperkecil jumlah angsuran kredit. Dengan penjadwalan ini nasabah lebih mempunyai waktu untuk bernafas dan jangka waktu cukup untuk akumulasi keuntungan dan memperbaiki posisinya sehingga dapat memenuhi jadwal baru yang ditetapkan. Penjadwalan ulang ini dilakukan dengan persyaratan tertentu antara lain, usaha nasabah masih berjalan, pendapatan sebelum pembebanan bunga masih positif. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan pelunasan semata-mata karena situasi yang diluar control (kewenangan) debitur yang bersangkutan. Nasabah masih beritikad baik dan koperatif.
b.
Reconditioning Reconditioning dimaksudkan untuk memperbaiki kondisi nasabah, yang semula terbebani dengan persyaratan kredit yang berat, dikurangi sehingga lebih pas bagi kebutuhan nasabah. Mengurangi tingkat bunga, mengurangi kredit dari pihak lain yang bunganya tinggi dan menggantinya dengan kredit dari bank dengan bunga lebih rendah, menambah modal kerja kalau menurut perhitungan
bank memang ternyata kurang. Memberikan konsultasi
manajemen atau advice agar perusahaan dapat berjalan lebih baik dan mampu meningkatkan penjualan, laba dan mampu menyelesaikan kreditnya dalam jangka waktu yang ditetapkan. c.
Restructuring Apabila kedua cara di atas diperkirakan tidak akan dapat menyehatkan kembali perusahaan dan tidak akan dapat mengembalikan kredit bank, maka dapat ditempuh cara terakhir dengan merestrukturisasi perusahaan secara lebih mendasar. Dalam hal ini dapat dilakukan perubahan komposisi permodalan, dengan memperbaiki Debt to Equity Ratio, dengan menambah modal (partisipasi bank maupun dari luar), menambah kredit, memperpanjang jangka waktu, memperkecil tingkat bunga, mengganti manajemen (menempatkan staf bank pada perusahaan untuk posisi tertentu) meningkatkan efisiensi dan sebagainya. Langkah partisipasi modal dimaksudkan agar debitur tidak perlu membayar bunga terhadap sebagian hutang yang dialihkan menjadi penyertaan modal bank. Setelah perusahaan sehat dan kemampuan keuangannya lebih baik, bank dapat menjual kembali saham yang dikuasainya kepada pemegang saham lama dengan premium tertentu. Dengan demikian, apabila berhasil bank terhindar dari kemacetan kredit.
3.
Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya dilakukan dari aktiva lancar yang dimiliki perusahaan (Suyono,2005). LDR dihitung dari perbandingan antara total kredit dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). Dana pihak ketiga yang dimaksud yaitu antara lain giro, tabungan dan deposito (tidak termasuk antar bank). Standar terbaik LDR adalah diatas 85%. Untuk dapat memperoleh LDR yang optimum,bank tetap harus menjaga NPL. LDR berpengaruh terhadap Earning After Tax (EAT), apabila LDR besar maka EAT besar. LDR bergantung pada manajemen bank. Besar LDR bank tidak sama. Hubungan LDR dengan EAT bersifat bebas, tidak autokorelasi. Semakin besar LDR semakin besar potensi mencapai EAT, sejauh NPL bisa ditekan (Suyono, 2005).
4.
Cash Adequacy Ratio (CAR) CAR adalah rasio atau perbandingan antara modal bank dengan aktiva
tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menjadi pedoman bank dalam melakukan ekspansi di bidang perkreditan. Dalam prakteknya perhitungan CAR yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Baik ATMR maupun Modal Bank
memerlukan rincian dan kesamaan pengertian apa yang masuk sebagai komponen untuk menghitung ATMR dan bagaimana menghitungnya. Begitu juga Modal, perlu dirinci apa yang dapat digolongkan dan diperhitungkan sebagai Modal Bank. ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). Terhadap masingmasing pos dalam aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu atau golongan nasabah atau sifat agunan (Dunil, 2005).
5.
Biaya Operasional dibanding Pendapatan Operasional (BOPO) BOPO merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha utamanya seperti biaya bunga, biaya pemasaran, biaya tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasional lainnya. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahannya. Menurut ketentuan Bank Indonesia efisiensi operasional diukur dengan rasio BOPO. Efisiensi operasional juga mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan pakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna (Mawardi, 2005).
2.1.6 Aktiva Produktif Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Sinaga, 1997:90) Dalam Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif. Sesuai dengan namanya aktifa produktif (earning assets) adalah aktiva yang menghasilkan kontribusi pendapatan bagi bank. Aktiva Produktif adalah Penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual
kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Pengelolaan dana dalam aktiva produktif merupakan sumber pendapatan bank yang digunakan untuk membiayai keseluruhan biaya operasional bank, termasuk biaya bunga, biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya. Komponen aktiva produktif terdiri dari: a. Kredit yang diberikan adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank termasuk kantornya di luar negeri, kepada pihak ketiga bukan bank, baik di dalam maupun di luar negeri. b. Penempatan dana pada bank lain. Penempatan dana pada bank lain dapat berupa deposito berjangka pada bank lain, call money, pinjaman uang biasa berjangka menengah dan panjang, surat berharga dalam pasar uang. c. Surat-surat berharga. Penempatan dana dalam surat berharga sebagai aktiva produktif meliputi:(1) Surat-surat berharga jangka pendek yang digunakan sebagai cadangan sekunder. (2) Surat-surat berharga jangka panjang yang dimaksudkan untuk mempertinggi profitabilitas bank. Penanaman dana dalam surat berharga tersebut antara lain meliputi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), wesel dan promes yang di-endors bank lain,Revolving Underwriting Facilities (RUF), aksep atau promes dalam rangka call money, kertas perbendaharaan atas beban negara, berbagai macam obligasi,dan saham yang terdaftar pada bursa efek.
d. Penyertaan modal. Alokasi dana bank dalam bentuk penyertaan modal adalah penanaman dana bank dalam bentuk saham secara langsung pada bank lain atau lembaga keuangan lain yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri. Di samping itu, dapat juga berbentuk penyertaan saham dalam suatu perusahaan nasabah asalkan dalam rangka penyelamatan kredit (rescue operation). Sedangkan aktiva tidak produktif (Nonearning Assets) adalah yaitu penanaman dana bank ke dalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Komponen dana dalam bentuk aktiva tidak produktif terdiri atas: 1. Alat-alat likuid. Alat likuid atau cash asset adalah aktiva yang dapat dipergunakan setiap saat untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank.Aktiva ini merupakan aktiva yang paling likuid dari keseluruhan aktiva bank.Komponen alat likuid menurut ketentuan Bank Indonesia terdiri atas uang kas yang ada pada bank dan saldo rekening giro pada Bank Indonesia.Sejak deregulasi 1 juni 1983, saldo giro pada BI tidak diberikan jasa giro. 2. Aktiva tetap dan inventaris. Aktiva tetap yang dimiliki bank dapat berbentuk tanah, gedung kantor (baik kantor pusat maupun cabang-cabang), peralatan kantor seperti komputer, facsimile, ATM, peralatan promosi, dan lain-lain. Sebagai lembaga pemberi jasajasa keuangan dalam lalu lintas pembayaran,maka bank memberikan berbagai fasilitas kepada nasabah, Loanable funds dari bankterbesar diberikan dalam bentuk fasilitas kredit. Akan tetapi, sebagian dana itudisisihkan dalam bentuk penanaman lain, yaitu surat-surat berharga, penempatandana pada bank lain dan
penyertaan modal bank pada lembaga keuangan yangbukan bentuk bank atau perusahaan lain. Aktiva yang produktif atau productive assets sering juga disebut dengan earning assets atau aktiva yang menghasilkan, karena penempatan dana bank tersebut diatas adalah untuk mencapai tingkat penghasilan yang diharapkan. Aktiva produktif adalah penaman bank dalam bentuk kredit, surat berharga, penyertaan dan penanaman laiinya yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan. Pengelolaan aktiva produktif adalah bagian dari assets management yang juga mengatur tentang cash reserve (liquidity assets) dan fixed assets (aktiva tetap dan inventaris). Ada empat macam aktiva produktif atau aktiva yang menghasilkan (earning assets), yaitu : (a) Kredit yang diberikan (b) Surat-surat berharga (c) Penempatan dana pada bank lain (d) Penyertaan. Keempat jenis aktiva diatas kesemuanya menggunakan loanable funds atau excess reserve sehingga dengan memperhatikan bahwa sumber dana terbesar untuk penempatan aktiva itu adalah berasal dari dana pihak ketiga dan pinjaman, makaresiko yang mungkin timbul atas penempatan/alokasi dan tersebut harus diikuti dan diamati terus melalui analisis-analisis resiko. Semua dalam usaha menanamkan dana tersebut mengundang resiko dimana tidak terbayar kembali atas kredit yang telah diberikan. Sementara itu penanaman dalam bentuk kredit merupakan bagian terbesar dari aktiva operasional dan aktiva secara keseluruhan.Karena itu pengamatan dan analisis tentang bagaimana kualitas dari aktiva produktif harus dilakukan terus menerus. Kredit menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Disamping itu kredit juga
merupakan jenis kegiatan penanaman dana yang sering menjadi penyebab utama bank menghadapi masalah besar. Maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa usaha bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilan mereka mengelola kredit. Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan usaha bank yang selalu dirong-rong kredit bermasalah akan mundur. Aktiva produktif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa pemberian kredit kepada pihak ketiga serta penempatan dana pada bank lain.
2.1.7 Kinerja Keuangan Kinerja merupakan hal yang penting yang harus dicapai oleh perusahaan, karena merupakan suatu gambaran tentang kondisi dari suatu perusahaan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Pengertian dari kinerja itu sendiri merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen ( Helfert, 1996:67). Hal ini dimaksudkan kinerja merupakan indikator dari baik buruknya keputusan manajemen dalam mengambil keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan intern maupun ekstern melalui informasi. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut
atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik (Munawir, 1995 :85). Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadikan patokan apakah manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah dibuat oleh perusahaan. Adapun manfaat dari penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai berikut: a.
Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.
b.
Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.
c.
Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang
d.
Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
e.
Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Kinerja keuangan perbankan merupakan hasil yang dicapai suatu bank dengan mengelola sumber daya yang ada dalam bank seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen bank itu sendiri (Desfian, 2005).Kinerja keuangan bank merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja bank secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknlogi maupun sumber daya manusia (Abdullah, 2002:108). Penilaian
kinerja
keuangan
perbankan
dimaksudkan
untuk
menilai
keberhasilan manajemen didalam mengelola suatu badan usaha yang dapat diproksi dengan (Achmad dan Kusno, 2003:97): 1. Indikator financial ratio 2. Ketentuan penilaian kesehatan perbankan (peraturan Bank Indonesia) 3. Fluktuasi harga saham dan return saham Untuk mengukur kesehatan dan kinerja bank berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 menyatakan bahwa kesehatan bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko yang dapat berasal dari bank maupun dari perusahaan anak bank serta perubahan pendekatan penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank. Adanya informasi yang benar dan pemahaman mengenai kinerja bank maka diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan semakin meningkat. Perhitungan yang dilakukan
untuk menganalisis kinerja keuangan bank dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang umum dilakukan, yaitu dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Membandingkan nilai rasio keuangan yang diperoleh dari tahun ke tahun merupakan langkah berikutnya. Langkah ini perlu dilakukan guna mengetahui kondisi hasil perhitungan tersebut apakah baik atau kurang baik. Perkembangan kinerja keuangan perusahaan akan dapat dilihat dari tahun ke tahun sehingga dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan dapatmembuat rencana-rencana untuk masa yang akan datang dan perkembangan yang tidak diinginkan haruslah segera diperbaiki dan diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan semula. Langkah selanjutnya setelah melakukan perbandingan adalah melakukan interpretasi terhadap hasil yang diperoleh. Interpretasi merupakan perpaduan antara hasil perbandingan dengan teori yang berlaku. Hasil interpretasi mencerminkan keberhasilan maupun permasalahan yang dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan keuangannya. Pemahaman atas masalah keuangan ang dihadapi oleh perusahaan akan dapat memberikan solusi yang tepat. ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan (SE BI No.6/ 23 /DPNP Jakarta, 31 Mei 2004). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari sisi asset (Dendawijaya, 2005:120). Menurut Riahi-Belkaoui seperti yang dikutip oleh Mawardi (2005) , Return On Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya dari sudut pandang
profitabilitas dan kesempatan berinvestasi. ROA menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mengoptimalkan asset yang dimiliki. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, yang berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Mengukur tingkat profitabilitas merupakan hal yang penting bagi bank, karena rentabilitas (profitabilitas) yang tinggi merupakan tujuan setiap bank. Return On Assets (ROA) merupakan kemampuan dari modal yang diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan rata-rata total aktiva. Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik (Mawardi, 2005). Pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberikan signal positif mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena laba merupakan indikator keberhasilan kinerja perusahaan, maka semakin tinggi laba yang diperoleh perusahaan mangindikasikan bahwa semakin baik kinerja perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apabila rasio keuangan perusahaan baik, maka pertumbuhan laba perusahaan juga baik. Rasio finansial atau rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan
untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain (Fitri dan Dody, 2007). Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek di masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain.
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan analisis suku bunga, rasio perbankan dan aktiva produktif terhadap kinerja keuangan natara lain sebagai berikut : 1.
Penelitian Arta dan Kesuma (2013) tentang pengaruh tingkat perputaran kas, tingkat suku bunga, dan pertumbuhan kredit terhadap profitabilitas Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di kecamatan Tegallalang Gianyar menunjukkan bahwa variabel tingkat perputaran kas memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA), variabel tingkat suku bunga memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA) dan variabel pertumbuhan kredit memilik pengaruh negatif terhadap profitabilitas (ROA).
2.
Penelitian Swandayani dan Kusumaningtyas (2012) tentang pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar valas dan jumlah uang yang beredar terhadap
profitabilitas pada perbankan syariah di Indonesia periode 2005-2009 menunjukkan bahwa bahwa secara bersama-sama variabel inflasi, suku bunga, nilai tukar valas dan jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA perbankan syariah di Indonesia. 3.
Penelitian Prasnanugraha (2007) tentang analisis pengaruh rasio keuangan terhadap kinerja Bank Umum di Indonesia menunjukkan bahwa variabel CAR,NPL,LDR,BOPO dan NIM secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang berarti terhadap ROA.
4.
Penelitian Cahyani dan Dana (2013) tentang pengaruh pertumbuhan aktiva produktif, dana pihak ketiga dan ukuran perusahaan terhadap profitabilitas Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Badung menunjukkan hasil bahwa antara pertumbuhan kredit, pertumbuhan tabungan, pertumbuhan deposito dan ukuran perusahaan secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Badung periode 2010-2012
5.
Penelitian Putri dan Triaryati (2012) tentang pengaruh likuiditas (cash ratio) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap profitabilitas aset (ROA) pada sektor perbankan yang tercatat di BEI periode 2008-2012 menunjukkan bahwa rasio kas (cash ratio) berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA dan LDR berpengaruh negatif terhadap ROA serta pengaruh ini tidak signifikan secara statistik.
6.
Penelitian Nainggolan (2009) tentang analisis pengaruh LDR, NIM dan BOPO terhadap ROA Bank Umum Indonesia menunjukkan bahwa LDR
memiliki pengaruh negatif terhadap ROA, NIM memiliki pengaruh positif terhadap ROA, BOPO memiliki pengaruh negatif terhadap ROA. 7.
Penelitian Puspitasari (2009) tentang pengaruh CAR,NPL,PDN,NIM,BOPO, LDR, dan Suku bunga SBI terhadap ROA studi pada bank devisa di Indonesia periode 2003-2007, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasiorasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM), BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) memiliki mampu memprediksi ROA pada Bank Devisa di Indonesia periode pengamatan pengamatan tahun 2003-2007. Sedangkan rasio PDN dan Suku Bunga SBI tidak mampu untuk memprediksi ROA.
8.
Penelitian Safitri (2012) tentang analisis pengaruh CAR,BOPO,NPL,LDR terhadap ROA menunjukkan bahwa Rasio CAR, BOPO, NPL, dan LDR berpengaruh secara simultan terhadap ROA Bank Persero Pemerintah.
2.3 Rerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan diatas maka hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam sebuah kerangka pemikiran teoritis.
Rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bank
Bank Sentral
Bank Umum
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Laporan Keuangan
Analisis Laporan Keuangan
Suku Bunga
NPL
LDR
CAR
BOPO
Aktiva Produktif
Kinerja Keuangan
Gambar 1. Rerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis 2.4.1 Pengaruh suku bunga dengan kinerja keuangan (ROA) Penetapan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia akan mempengaruhi jumlah dana bank dalam bentuk kredit yang bisa disalurkan sebagai pinjaman bank (Sinangun, 1993). Kenaikan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia mendorong terjadinya kenaikan tingkat suku bunga kredit. Kenaikan suku bunga kredit menyebabkan beban bunga pinjaman pun ikut meningkat, sehingga pendapatan bunga bank yang diterima dari pinjaman akan ikut meningkat dan semakin besar. Pendapatan bunga bank naik maka akan meningkatkan laba atau keuntungan bank yang bersangkutan. Dengan kata lain, kenaikan Suku Bunga SBI akan meningkatkan ROA (dengan asumsi kenaikan Suku Bunga SBI diikuti oleh kenaikan suku bunga kredit sehingga biaya bunga ikut naik dan pendapatan bunga yang diterima bank akan semakin besar). Teori ini didukung oleh Puspitasari (2009) yang menyatakan suku bunga berpengaruh positif terhadap ROA. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H1
: Suku bunga berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan (ROA).
2.4.2 Pengaruh NPL terhadap kinerja keuangan (ROA) Non Performing Loan (NPL) merupakan perbandingan total pinjaman bermasalah dibanding dengan total pinjaman diberikan pihak ketiga. Bank dapat menjalankan operasinya dengan baik jika mempunyai NPL dibawah 5%. Kenaikan NPL yang semakin tinggi menyebabkan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang ada tidak mencukupi sehingga pemacetan kredit tersebut harus diperhitungkan sebagai beban (biaya) yang langsung berpengaruh terhadap keuntungan bank dan karena keuntungan atau akumulasi keuntungan juga habis, maka harus dibebankan kepada modal (Dunil, 2005). Dengan demikin kenaikan NPL mengakibatkan laba menurun sehingga
ROA menjadi semakin kecil. Dengan kata lain semakin tinggi NPL maka kinerja bank menurun dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H2
: Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif terhadap ROA.
2.4.1.1 Pengaruh LDR terhadap kinerja keuangan (ROA) Peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) berarti penyaluran dana ke pinjaman semakin besar sehingga laba akan meningkat. Peningkatan laba tersebut mengakibatkan kinerja bank yang diukur dengan ROA semakin tinggi. Standar LDR yang baik adalah 85% sampai dengan 110%. Oleh karena itu pihak manajemen harus dapat mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk kredit. Logika teori tersebut didukung oleh hasil penelitian Puspitasari (2009) yang menyatakan bahwa variabel LDR berpengaruh positif terhadap ROA. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi LDR sampai dengan batas tertentu maka akan semakin banyak dana yang disalurkan dalam bentuk kredit maka akan meningkatkan pendapatan bunga sehingga ROA semakin tinggi. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H3
: Loan to Deposit Ratio berpengaruh positif terhadap ROA.
2.4.1.2 Pengaruh CAR terhadap kinerja keuangan (ROA) Modal bank merupakan “engine” dari pada kegiatan bank, kalau kapasitas mesinnya terbatas maka sulit bagi bank tersebut untuk meningkatkan kapasitas kegiatan usahanya khususnya dalam penyaluran kredit. Capital Adequacy Ratio (CAR) dibawah 8% tidak mempunyai peluang untuk memberikan kredit. Padahal
kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. Dengan CAR yang cukup atau memenuhi ketentuan,bank tersebut dapat beroperasi sehingga terciptalah laba. Dengan kata lain semakin tinggi CAR semakin baik kinerja suatu bank. Penyaluran kredit yang optimal, dengan asumsi tidak terjadi macet akan menaikkan laba yang akhirnya akan meningkatkan ROA. Besarnya modal suatu bank, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank (Mawardi, 2005). Rendahnya CAR menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H4
: Cash Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap ROA.
2.4.1.3 Pengaruh BOPO terhadap kinerja keuangan (ROA) BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga (Dendawijaya, 2005). Standar BOPO untuk BPR yang baik adalah 60% sampai dengan 80%. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan ROA. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut : H5
: BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.
1.2.1 Pengaruh pertumbuhan aktiva produktif terhadap kinerja keuangan (ROA) Pertumbuhan aktiva produktif memiliki peranan yang sangat besar dalam memperoleh pendapatan bagi suatu bank, karena penanaman dana yang dilakukan oleh bank pada aktiva produktif merupakan kontribusi terbesar bagi pendapatan bank. Mahmoedin (2003:19) menyatakan bahwa pendapatan dari penanaman dan pada aktiva produktif ini akan memberikan kontribusi pada laba yang diperoleh bank, sehingga otomatis akan mempengaruhi kinerja keuangan bank yang bersangkutan. Semakin baik pertumbuhan aktiva produktif suatu bank maka pendapatan bunga pinjaman akan meningkat sehingga tingkat profitabilitas yang diproksikan dalam ROA tersebut juga semakin baik. Dengan demikian hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut : H6
: Pertumbuhan Aktiva produktif berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan.