9
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara dua pihak yaitu pihak yang disebut sebagai agen dan pihak yang disebut sebagai prinsipal. Agen merupakan pihak yang melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal. Sedangkan prinsipal adalah pihak yang memberikan imbalan bagi agen. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Moeljadi (2009: 87) menyatakan teori keagenan pada awalnya berkaitan dengan masalah kepemilikan perusahaan melalui pembelian saham. Pada perkembangannya, teori ini digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua pihak yang bersifat kontraktual. Teori keagenan dalam manajemen keuangan membahas adanya hubungan agency, yaitu hubungan mengenai adanya pemisahan antara pemilikan dan pengelolaan yang dilakukan oleh manajer. Menurut Jensen dan Mecklling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasarkan maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan, manajemen tidak menanggung resiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, dan resiko tersebut ditanggung sepenuhnya oleh pemegang saham (prinsipal). Oleh karena itu, manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.
9
10
Fokus teori ini terdapat pada kontrak yang mendasari hubungan antara agen dan prinsipal yang daat mengakomodasi kepentingan masing-masing pihak yang terlibat. Kontrak yang efisien dalam kontrak keagenan memenuhi dua faktor, yaitu: 1.
Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
2.
Informasi yang dimiliki oleh agen dan prinsial harus sama, baik dalam jumlah maupun kualitas sehingga tidak ada informasi tersembunyi yang digunakan oleh salah satu pihak untuk kepentingannya sendiri. Namun, pada kenyataannya informasi yang simetris antara agen dan prinsipal tidak selalu terjadi. Sebagai contoh, manajer perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih banyak daripada pemilik perusahaan karena manajerlah yang selalu berada dalam perusahaan. Sedangkan prinsipal jarang atau bahkan tidak pernah mengunjungi perusahaan sehingga tidak memiliki informasi yang mendalam mengenai aktivitas harian perusahaan. Situasi ini kemudian disebut dengan asimetri informasi. Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak
prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Asimetri informasi dimaknai sebagai ketidakseimbangan informasi akibat distribusi informasi yang tidak sama antara agen dengan principal. Efek dari asimetri informasi ini bisa berupa moral hazard, yaitu permasalahan yang timbul jika agen tidak melaksanakan hal-hal dalam kontrak kerja. Hal ini juga dapat terjadi adverse
11
selection, ialah keadaan ketika principal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil agen benar-benar didasarkan atas informasi yang diperoleh, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
2.1.2 Teori Asimetri Informasi (Asymmetric Information Theory) Asymmetric information theory merupakan suatu kondisi dimana manager perusahaan memiliki lebih banyak informasi tentang operasi dan prospek kedepannya dari perusahaan dibandingkan dengan pihak lainnya (Gitman 2009). Adanya asymmetric information membuat manager perusahaan lebih leluasa bertindakan didalam menentukan strategi capital structure karena lebih menguasai informasi yang terjadi didalam perusahaan. Informasi baru yang ada selalu relevan dengan harga saham yang beredar di pasar, sebenarnya informasi ini bersifat murah dan harus tersedia bagi semua pihak. Namun, karena kompetisi pasar diantara para investor membuat informasi baru segera direfleksikan ke dalam harga saham dipasar secara cepat, sehingga terjadi pula kompetisi dalam mencari informasi untuk mendapatkan keuntungan sesaat. Asimetri informasi terjadi ketika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Sering juga disebut informasi asimetrik atau informasi asimetris. Contoh keadaan 27 asimetri informasi misalnya ketika seorang penjual mempunyai informasi lebih banyak daripada pembeli atau sebaliknya. Kondisi ini pertama kali dijelaskan oleh Kenneth J. Arrow pada tahun 1963. Pada tahun 1970 George Akerlof menggunakan istilah asimetri informasi dan menyebutkan bahwa dalam pasar seperti itu, nilai rata-rata komoditi cenderung untuk turun, bahkan untuk barang yang terlihat bagus. Menurutnya,
12
asimetri informasi menyebabkan adverse selection dalam transaksi. Artinya, kurangnya informasi menyebabkan pelaku pasar, baik penjual maupun pembeli, memilih keputusan yang merugikan (adverse). Dalam pasar uang dan pasar modal kondisi informasi asimetri terjadi ketika beberapa investor memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan investor lain. Menurut Kim dan Verrecchia (1994) hal ini terjadi karena para investor memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproses informasi. Perbedaan kemampuan tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan investor dalam mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi. Perbedaan interpretasi atas informasi yang beredar juga dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi terutama setelah tanggal pengumuman informasi (Patell dan Wolfson, 1981). 2.1.3 Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal didasarkan pada asumsi bahwa informasi yang diterima oleh masing-masing pihak tidak sama. Dengan kata lain, teori sinyal berkaitan dengan asimetri informasi. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi. Untuk itu, manajer perlu memberikan informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan melalui penerbitan laporan keuangan. Isyarat atau signal merupakan tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan saat mengetahui informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan daripada pihak investor. Jika utang meningkat maka kemungkinan bangkrut akan semakin meningkat. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan
13
„terhukum‟, misal reputasi manajer akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi manajer lagi. Karena itu, perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Karena cukup yakin, maka manajer perusahaan tersebut berani menggunakan utang yang lebih besar. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan (Jama‟an, 2008: 85). Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan 30 melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Informasi yang diterima oleh investor terlebih dahulu diterjemahkan sebagai sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang buruk (bad news). Tingkat laba yang dilaporkan perusahaan melalui laporan laba rugi dapat diterjemahkan menjadi sinyal baik maupun sinyal yang buruk. Apabila laba yang dilaporkan oleh perusahaan meningkat maka informasi tersebut dapat dikategorikan sebagai sinyal baik karena mengindikasikan kondisi perusahaan yang baik. Sebaliknya apabila laba yang dilaporkan menurun maka perusahaan berada dalam kondisi tidak baik
14
sehingga dianggap sebagai sinyal yang buruk. Sinyal-sinyal dari informasi yang beredar dapat mempengaruhi tindakan yang diambil investor. Reaksi investor tercermin dalam harga saham dan volume perdagangan diseputar perilisan informasi tersebut. Untuk mengetahui ada tidaknya reaksi investor yang berkaitan dengan sinyal-sinyal informasi dari perusahaan dapat menggunakan studi peristiwa (event study).
2.1.4 Laporan Keuangan dalam Peraturan Bapepam dan BEI Dalam pasar modal, pengungkapan informasi perusahaan sangat penting baik bagi investor maupun bagi pasar modal itu sendiri. Bagi investor, informasi perusahaan berguna untuk mempertimbangkan keputusan investasi yang akan 9 dilakukan. Bagi pasar, tersedianya informasi keuangan akan menciptakan pasar yang efisien. Untuk itu, Bapepam selaku pengawas pasar modal, mengatur ketentuan-ketentuan mengenai pelaporan informasi perusahaan yang harus dilaporkan kepada publik. Berikut laporan-laporan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang terdaftar di pasar modal Indonesia : a)
Laporan keuangan berkala (Peraturan Nomor X.K.2 mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala)
b)
Laporan keuangan triwulan. Laporan keuangan diatas bersifat wajib sehingga apabila tidak dipenuhi
oleh perusahaan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : Kep-307/Bej/07-2004 Tentang Peraturan Nomor I-H Tentang Sanksi. Sanksi atas keterlambatan penyampaian laporan tertuang dalam ketentuan-ketentuan berikut :
15
a)
Peringatan tertulis I, atas keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan sampai 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak lampaunya batas waktu penyampaian Laporan Keuangan.
b)
Peringatan tertulis II dan denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), apabila mulai hari kalender ke-31 hingga hari kalender ke-60 sejak
lampaunya
batas
waktu
penyampaian
Laporan
Keuangan,
Perusahaan Tercatat tetap tidak memenuhi kewajiban penyampaian Laporan Keuangan. c)
Peringatan tertulis III dan tambahan denda sebesar Rp 150.000.000,(seratus lima puluh juta rupiah), apabila mulai hari kalender ke-61 10 hingga hari kalender ke-90 sejak lampaunya batas waktu penyampaian Laporan Keuangan, Perusahaan Tercatat tetap tidak memenuhi kewajiban penyampaian Laporan Keuangan atau menyampaikan Laporan Keuangan namun tidak memenuhi kewajiban untuk membayar denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan 2 di atas.
d)
Suspensi, apabila mulai hari kalender ke-91 sejak lampaunya batas waktu penyampaian Laporan Keuangan, Perusahaan Tercatat tetap tidak memenuhi kewajiban penyampaian
Laporan Keuangan dan atau
Perusahaan Tercatat telah menyampaikan Laporan Keuangan namun tidak memenuhi kewajiban untuk membayar denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan 2 dan 3 di atas. e)
Sanksi suspensi Perusahaan Tercatat hanya akan dibuka apabila Perusahaan Tercatat telah menyerahkan Laporan Keuangan dan membayar denda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan 2 dan 3 di atas.
16
1.
Laporan Keuangan Berkala Laporan keuangan berkala yang dimaksudkan oleh Peraturan Nomor
X.K.2 mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala terdiri dari laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan. Setiap Emiten dan Perusahaan Publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan keuangan berkala kepada Bapepam sebanyak 4 (empat) eksemplar, sekurang-kurangnya 1 (satu) dalam bentuk asli. Laporan keuangan harus disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Laporan keuangan disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum yang pada pokoknya adalah Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), dan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal yang ditetapkan Bapepam. Laporan keuangan yang harus disampaikan ke Bapepam terdiri dari: a.
Neraca
b.
Laporan laba rugi
c.
Laporan perubahan ekuitas
d.
Laporan arus kas
e.
Laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya; dan
f.
Catatan atas laporan keuangan. Ketentuan umum mengenai penyampaian laporan keuangan tahunan yang
diatur oleh Bapepam adalah sebagai berikut : a.
Laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
17
b.
Dalam hal Emiten atau Perusahaan Publik telah menyampaikan laporan tahunan sebelum batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan maka Emiten atau Perusahaan Publik tersebut tidak diwajibkan menyampaikan laporan keuangan tahunan secara tersendiri.
c.
Laporan keuangan tahunan wajib diumumkan kepada publik dengan ketentuan sebagai berikut:
1)
Perusahaaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang satu diantaranya mempunyai peredaran nasional dan lainnya yang terbit di tempat kedudukan Emiten atau Perusahaan Publik, selambatlambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
2)
Bagi perusahaan yang dikategorikan sebagai Perusahaan Menengah atau Kecil wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya dalam sekurang-kurangnya 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional;
3)
Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan yang disampaikan kepada Bapepam;
4)
Pengumuman tersebut harus memuat opini dari akuntan; dan
5)
Bukti pengumuman tersebut harus disampaikan kepada Bapepam selambatlambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman.
18
d.
Jika terdapat perbedaan antara laporan keuangan tengah tahunan yang telah disajikan secara tersendiri kepada masyarakat dengan data periode yang sama yang secara implisit sudah tercakup dalam laporan keuangan tahunan harus dijelaskan didalam catatan atas laporan keuangan. Perbedaan data laporan keuangan tengah tahunan tersebut terutama terjadi karena adanya saran koreksi Akuntan dalam rangka pemeriksaan (audit) laporan keuangan tahunan. Penjelasan tersebut juga mencakup perbedaan laba bersih yang terjadi dan hal-hal yang menyebabkan timbulnya perubahan.
e.
Laporan keuangan tahunan menjadi salah satu bagian dari laporan tahunan untuk keperluan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sedangkan ketentuan penyampaian laporan keuangan tengah tahunan sesuai
dengan peraturan Bapepam adalah sebagai berikut: a.
Laporan keuangan tengah tahunan disampaikan kepada Bapepam dalam jangka waktu sebagai berikut: 1)
Selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan, jika tidak disertai laporan Akuntan;
2)
Selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan dalam rangka penelaahan terbatas; dan
3)
Selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tengah tahunan, jika disertai laporan Akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
b.
Laporan keuangan tengah tahunan disusun berdasarkan prinsip yang sama dengan laporan keuangan tahunan dan mencakup antara lain penyesuaian
19
yang lazim dilakukan pada akhir periode akuntansi perusahaan demi tercapainya dasar akrual. c.
Jika terdapat perbedaan antara laporan keuangan tengah tahunan dengan data periode yang sama dalam rangka penyusunan laporan keuangan tahunan, maka laporan keuangan tengah tahunan tersebut yang disajikan secara perbandingan dengan laporan keuangan tengah tahunan periode berikutnya harus ditetapkan kembali sesuai dengan data yang telah dicakup dengan laporan keuangan tahunan.
d.
Laporan keuangan tengah tahunan wajib diumumkan kepada masyarakat dengan ketentuan sebagai berikut: 1)
Perusahaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya dalam sekurang-kurangnya 1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional;
2)
Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam laporan keuangan tengah tahunan yang disampaikan kepada Bapepam;
3)
Pengumuman tersebut di atas dilakukan selambat-lambatnya sesuai dengan jangka waktu menurut kewajiban penyampaian laporan keuangan tengah tahunan kepada Bapepam; dan
20
4)
Bukti pengumuman tersebut harus disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya 2 (dua ) hari kerja setelah tanggal pengumuman.
2.
Laporan Keuangan Triwulan Laporan keuangan triwulan merupakan laporan keuangan yang dirilis per
tiga bulanan. Sebagian besar perusahaan merilis laporan keuangan triwulan pada akhir bulan Maret, Juni dan September. Laporan keuangan triwulan terdiri dari ; a.
Neraca
b.
Laporan Laba Rugi
c.
Laporan Perubahan Ekuitas
d.
Laporan Arus Kas Ketentuan umum mengenai penyajian laporan keuangan triwulan adalah : 1)
Harus disajikan secara perbandingan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
2)
Wajib disusun dan disajikan sesuai dengan peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Pedoaman Penyajian Laporan Keuangan.
Laporan keuangan triwulan disampaikan kepada Bapepam dan LK dalam jangka waktu sebagai berikut: a.
Selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama setelah tanggal laporan keuangan triwulan, jika tidak disertai laporan Akuntan.
b.
Selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua setelah tanggal laporan triwulan, jika disertai laporan Akuntan dalam rangka penelahaan terbatas dan
21
c.
Selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan triwulan, jika disertai laporan Akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
2.1.5 Struktur Modal Dalam dunia usaha untuk meningkatkan kegiatan usaha pemilik usaha selalu dihadapkan dengan suatu masalah. Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh pimpinan atau pemilik perusahaan adalah menyediakan modal yang diperlukan untuk menunjang kegiatan perusahaan. Seorang pemimpin harus dapat menyediakan modal yang cukup ketika aktifitas perusahaan meningkat. Riyanto (2010: 122) mendefinisikan struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal yang berkaitan dengan keputusan pendanaan yang berasal dari sumber dana internal dan sumber dana eksternal. Dana yang bersumber dari internal perusahaan yaitu berupa laba ditahan dari kegiatan perusahaan sedangkan yang bersumber dari eksternal perusahaan yaitu berupa modal pinjaman atau hutang. Dalam suatu perusahaan, struktur modal merupakan perbandingan antara kewajiban jangka panjang perusahaan dengan modal sendiri (saham) yang digunakan oleh perusahaan. Pengertian struktur modal berbeda dengan struktur keuangan, struktur modal hanya meliputi pembelanjan permanen saja yang meliputi hutang jangka panjang dan modal sendiri. Sedangkan struktur keuangan terdiri dari modal pemegang saham dan hutang jangka pendek. Struktur modal dalam penelitian ini diproksikan dengan debt to equity ratio (DER) mencerminkan perbandingan antara total debt (total hutang) dan total shareholder’s equity (total modal sendiri).
22
DER merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya dan sangat berkaitan dengan penciptaan suatu struktur modal yang dapat mempengaruhi kebijakan pendanaan perusahaan yang tepat guna memaksimalkan nilai perusahaan. 2.1.6 Sumber-Sumber Penawaran Modal Riyanto (2010: 209) menyatakan sumber-sumber penawaran modal terbagi menjadi dua yaitu, sumber dana internal dan sumber dana eksternal. Sumber dana internal merupakan dana yang dibentuk atau dihasilkan sendiri dalam perusahaan yaitu berupa laba yang ditahan. Makin besarnya sumber dana internal yang berasal dari laba ditahan akan memperkuat posisi keuangan perusahaan dalam menghadapi kesulitan keuangan pada waktu mendatang. Sumber dana internal berasal dari dalam perusahaan seperti modal saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan. Saham biasa (Common Stock) merupakan Bentuk kepemilikan tanpa hak istimewa. Pemilik akan mendapatkan keuntungan atas pembagian dividen pada akhir tahun pembukuan jika perusahaan memperoleh keuntungan (laba). Saham preferen merupakan Bentuk kepemilikan dengan hak istimewa. Keistimewaan saham preferen antara lain pembayaran dividen serta pembagian atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan dilikuidasi. Laba ditahan merupakan Laba sesudah pajak (laba bersih) yang diinvestasikan kembali (ditanam kembali) dalam perusahaan dan bukan dibagikan kepada para pemilik perusahaan dalam bentuk dividen. Laba ditahan ditujukkan untuk memperbesar nilai perusahaan bagi para pemegang saham dengan cara menambahkannya pada cadangan pendapatan. Dengan demikian, laba ditahan merupakan suatu bentuk tabungan usaha.
23
Sumber dana eksternal merupakan dana yang berasal dari para kreditur merupakan hutang jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan, dan modal ini akan menjadi modal pinjaman. Sumber dana eksternal terbagi menjadi 3 yaitu, Supplier, pasar modal dan bank. Supplier merupakan pihak yang memberikan dana atau modal pada suatu perusahaan dalam bentuk penjualan barang secara kredit, baik untuk jangka panjang (lebih dari satu tahun) maupun jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar modal (capital market) merupakan tempat bertemunya dua pihak yang saling berkepentingan yaitu, calon pemodal (investor) dengan emiten (perusahaan yang menerbitkan efek untuk ditawarkan kepada masyarakat) yang membutuhkan dana jangka menengah atau jangka panjang. Bank merupakan pihak yang memberikan kredit sesuai dengan kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai
pemberian kredit
kepada perusahaan dan
memberikan jasa-jasa lain di bidang keuangan. 2.1.7 Tujuan Manajemen Struktur Modal Tujuan
Manajemen
struktur
modal
adalah
memadukan
dan
mengkombinasi sumber dana permanen, sehingga mampu memaksimumkan harga saham perusahaan. Warsono (2009: 238) menyatakan bahwa penentuan struktur modal bagi perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Sebaliknya, tujuan ini bisa dipandang sebagai pencarian terhadap paduan dana yang akan meminimumkan campuran biaya modal perusahaan. Paduan sumber dana ini akan menciptakan struktur modal
24
yang optimal. Struktur modal yang optimal merupakan struktur modal yang dapat meminimumkan biaya modal rata-rata sehingga akan memaksimumkan nilai perusahaan. Riyanto (2010: 293) menyatakan bahwa berdasarkan aturan finansial konservatif mencari struktur modal yang optimal. Dalam aturan struktur finansial konservatif yang vertikal menghendaki agar perusahaan, dalam keadaan bagaimanapun juga jangan mempunyai jumlah hutang yang lebih besar daripada jumlah modal sendiri, atau dengan kata lain “debt ratio” jangan lebih besar dari 50%, sehingga modal yang dijamin (hutang) tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminannya. Dalam rangka mencapai tujuan manajemen struktur modal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memadukan dan mengkombinasi pembelanjaan sehingga dapat meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara liabilitas dan modal sendiri. 2.1.8 Indikator Struktur Modal Warsono
(2009:239)
menyatakan
bahwa
struktur
modal
dapat
dinyatakan dalam dua indikator yaitu, rasio liabilitas-aset dan rasio liabilitas– ekuitas. Rasio liabilitas-aset merupakan perbandingan antara total liabilitas dengan total aset. Secara matematis, rasio liabilitas dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio Liabilitas − aset =
Total liabilitas Total Aset
25
Semakin tinggi rasio liabilitas-aset suatu perusahaan menunjukkan bahwa melalui struktur modal, risiko keuangan yang ditanggung pemegang saham biasa semakin tinggi. Rasio liabilitas-ekuitas merupakan perbandingan pinjaman jangka panjang dengan ekuitas. Secara matematis, rasio liabilitas-ekuitas dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio Liabilitas − Ekuitas =
Liabilitas Jangka Panjang Ekuitas
Semakin tinggi rasio liabilitas-ekuitas menunjukkan bahwa melalui struktur modal tersebut, Risiko keuangan yang ditanggung oleh para pemegang saham semakin tinggi. Sehingga rasio inilah yang lebih sering digunakan sebagai indikator struktur modal.
2.1.9 Ukuran Perusahaan Catrinasari (dalam Fitri, 2013) juga mengatakan bahwa ukuran perusahaan lebih disebabkan dari operasi ketersediaan informasi yang telah terpublikasikan untuk perusahaan telah meningkat sesuai dengan peningkatan yang terjadi dari sebuah ukuran suatu perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang lebih besar lebih mengutamakan
memperhatikan kinerja yang lebih baik, karena perusahaan
tersebut cenderung sebagai subyek terhadap penelitian publik sehingga perusahaan juga perlu merespon lebih terbuka terhadap permintaan stakeholders tersebut. Jadi perusahaan suatu perusahaan yang dianggap lebih besar diperkirakan dapat memberikan pengungkapan informasi yang lebih banyak bila dibandingkan dengan perusahaan yang size-nya (ukurannya) lebih kecil.
26
Perusahaan dengan size yang lebih besar umumnya lebih banyak menjadi pusat perhatian dibanding dengan size yang lebih kecil karena disamping melibatkan lebih besar stakeholders juga dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut sangat luas dan besar. Oleh karena itu perusahaan dengan size yang lebih besar memiliki
inisiatif
untuk
mengungkapkan
lebih
banyak
informasi
bila
dibandingkan dengan perusahaan yang size-nya lebih kecil untuk mendapatkan legitimasi dari stakeholders, karena kelangsungan hidup suatu perusahaan itu tergantung pada hubungan yang baik dengan stakeholders. Ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan dari sebuah ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan (Collins dan Kothari (dalam Fitri, 2013). Menurut Sujoko (2009:110) ukuran perusahaan yang besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Pangsa pasar relatif menunjukkan daya saing perusahaan lebih tinggi dibanding pesaing utamanya. Investor akan merespon positif sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aset atau total penjualan bersih. Semakin besar total aset maupun penjualan maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Semakin besar aset maka semakin besar modal yang ditanam, sementara semakin banyak penjualan maka semakin banyak juga perputaran uang dalam perusahaan. Dengan demikian, Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset
27
yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut ukuran perusahaan
diukur
dengan
rumus: Log Natural dari Total Aset. Dalam penelitian ini total aset dijadikan dalam bentuk logaritma natural (Nadeem dan Wang, 2011). Hal ini dilakukan karena ukuran perusahaan yang dilihat dari total aset dinyatakan dalam jutaan rupiah sehingga membuat digit data terlalu besar, nilai, dan sebarannya yang juga besar dari variabel lain sehingga dapat menyebabkan fluktuasi data yang berlebihan.
2.1.10 Profitabilitas Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memperoleh laba untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan bukan hanya dilihat dari besarnya laba yang diperoleh atau dihasilkan oleh perusahaan, tetapi hal ini haru dihubungkan dengan jumlah modal yang digunakan untuk memperoleh laba yang dimaksud. Bagi perusahaan pada umumnya masalah profitabilitas adalah lebih penting dari persoalan laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba tersebut, atau dengan kata lain menghitung tingkat profitabilitasnya. Dengan demikian maka yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah tidak hanya bagaimana usaha untuk memprbesar laba, tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk meningkatkan profitabilitasnya. Berhubung dengan itu maka bagi perusahaan pada umumnya usahanya lebih diarahkan untuk mendapatkan titik profitabilitas maksimal dari pada laba maksimal. Oleh karena itu semakin tinggi profitabilitas
28
perusahaan maka mencerminkan bahwa semakin tinggi tingkat efesiensi perusahaan. Untuk lebih jelasnya tentang profitabilitas maka Riyanto (2008: 115) memberikan pengertian sebagai berikut : “Profitabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba untuk periode tertentu”. Sedangkan Harahap (2010:124) dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan memberikan pengertian sebagai berikut : “Profitabilitas atau disebut juga rentabilitas adalah kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”. Dari kedua defenisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa profitabilittas adalah prestasi yang dicapai perusahaan pada periode tertentu yang diperoleh dengan menggunakan semua kemampuan baik itu modal perusahaan atau aktiva. Cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan bermacam – macam tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan di perbandingkan satu dengan yang lainnya. Dengan adanya bermacam – macam cara penilaian profitabilitas suatu perusahaan, maka tidak mengehrankan jika ada beberapa perusahaan yang berbeda – beda dalam cara menghitung profitabilitasnya. Yang penting adalah profitabilitas yanga mana yanga akan digunakan sebagai alat pengukur efesiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan.
29
Profitabilitas menurut Sartono (2009: 121) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran pemilik perusahaan meningkat dengan semakin tingginya profitabilitas. Profitabilitas perusahaan adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya (Nurhayati, 2013: 78). Menurut Brigham dan Houston (2008: 121) mendefinisikan profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaaan. Rasio profitabilitas yaitu mengukur keberhasilan manajemen sebagaimana ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi. Ada bermacam cara untuk mengukur profitabilitas, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan Return on equity (ROE). Return on Equity atau sering disebut dengan Return On Common Equity yang dalam bahasa Indonesia, istilah ini sering diterjemahkan sebagai rentabilitas saham sendiri (Rentabilitas Modal saham). ROE sering disebut sebagai rentabilitas ekonomi memberikan informasi seberapa efisien suatu perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya. Rasio ini menunjukan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor (Riyanto, 2009: 142). Rasio ini mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimilikinya. Semakin tinggi ROE semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi keuntungan yang
30
dihasilkan perusahaan akan menjadikan investor tertarik akan nilai saham, Hal ini menjadi daya tarik investor untuk memiliki saham perusahaan dan akan meningkatkan harga saham sehingga nilai perusahaan pun meningkat. (Riyanto
2009: 165). Return on equity (ROE) adalah perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva yang tertanam dalam perusahaan. ROE digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu dengan rumus sebagai berikut : 𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 =
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) × 100% Total Modal Sendiri
2.1.11 Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan total aset diamana pertumbuhan aset masa lalu akan menggambarkan profitabilitas yang akan datang dan pertumbuhan yang datang (Taswan, 2009). Growth adalah perubahan (penurunan atau peningkatan) total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aset dihitung sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya (Saidi, 2008). Berdasarkan difinisi di atas dapat dijelaskan Growth merupakan perubahan total aset baik berupa peningkatan maupun penurunan yang dialami oleh perusahaan selama satu periode (satu tahun). Pertumbuhan aset menggambarkan pertumbuhan aktiva perusahaan yang akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang menyakini bahwa persentase perubahan total aktiva merupakan indikator yang lebih baik dalam mengukur growth perusahaan (Putrakrisnanda, 2009). Ukuran yang digunakan adalah dengan menghitung proporsi kenaikan atau penurunan aktiva. Pada penelitian ini, pertumbuhan
perusahaan
diukur
dari
proporsi
perubahan
aset,
untuk
31
membandingkan kenaikan atau penurunan atas total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa
jauh
perusahaan
akan
menggunakan
hutang
sebagai
sumber
pembiayaannya. Dalam hubungannya dengan leverage, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara tetatur. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki kecendrungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan untuk memiliki biaya modal rendah, oleh sebab itu, laverage memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan sehingga semakin tinggi pertumbuhan, maka semakin rendah pula rasio hutang terhadap ekuitas, dengan asumsi variabel yang lain konstan. Growth Opportunity, merupakan peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan. Definisi lain peluang pertumbuhan adalah perubahan total asset yang dimiliki perusahaan (Kartina 2008). Besaran ini mengukur sejauh mana laba perlembar
saham
suatu
perusahaan
dapat
ditingkatkan
oleh
leverage.
Perusahaan– perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang cepat seringkali harus meningkatkan asset tetapnya. Opsi investasi masa depan dapat ditunjukkan atas kemampuan perusahaan untuk mengambil keuntungan dibandingkan dengan perusahaan lain yang setara dalam satu lingkungan. Selain itu opsi investasi masa
32
depan juga ditinjukkan dengan adanya proyek-proyek yang didukung oleh kegiatan riset dan pengembangannya. Hal ini membuat perusahaan dituntut untuk melihat hasil riset yang dilakukan untuk peluang terhadap perusahaan yang nantinya akan menambah nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan Signaling theory yang menyatakan pada umunya pendanaan dengan hutang dianggap sebagai signal positif sehingga manajer percaya bahwa prospek perusahan ke depannya sangat bagus yang diindikasikan dengan harga saham perusahaan sekarang. Dalam hal ini akan menguntungkan bagi para stockholder untuk menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham. Perusahaan juga dituntut menggunakan kebijakan – kebijakan yang tepat dalam mencari peluang agar perusahaan berhati-hati dalam menganalisis lingkungannya sehingga dapat menghindari ancaman dan mengambil manfaat dari peluang. Dengan kata lain, perusahaan yang dapat memprediksi peluang perusahaan dengan cermat, maka perusahaan akan mengalami pertumbuhan perusahaan yang cepat. Perusahaan-perusahaan yang mengalami pertumbuhan dengan cepat seringkali harus meningkatkan sset tetapnya yang menyebabkan perusahaan membutuhkan dana lebih banyak di masa depan dan juga lebih banyak mempertahankan laba. Selain itu perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi menyebabkan perusahaan dapat memegang lebih banyak pilihan nyata untuk investasi masa depan dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah. 2.1.12 Nilai Perusahaan Tujuan utama perusahaan bukan hanya untuk memaksimalkan keuntungan akan tetapi memaksimalkan kemakmuran pemegang saham melalui maksimalisasi
33
nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Dengan nilai saham yang maksimal berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama dari perusahaan itu sendiri. Nilai perusahan dapat dilihat dan diukur melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Nilai perusahaan dapat diukur dengan market book ratio (MBR), yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per saham (Brigham dan Gapenski, 2008: 133). Jika harga saham perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan tersebut juga baik, karena suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik jika kinerja perusahaanya baik yang tercermin dari harga sahamnya. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang terkait erat dengan harga sahamnya (Sujoko dan Soebiantoro, 2009: 62). Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, ada banyak faktor yang mempengaruhi
nilai
perusahaan,
antara
lain:
pertumbuhan
perusahaan,
profitabilitas, ukuran perusahaan, kebijakan hutang, kebijakan dividend dan pengaruh asset. Faktor-faktor tersebut terdapat pengaruh dan hubungan terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. Menurut Brigham dan Houston (2009: 135), terdapat beberapa pendekatan analisis rasio market value yaitu pendekatan Price Earning Ratio (PER), Price Book Value (PBV), Market Book Ratio (MBR), dividen yield ratio, dan Dividen Payout Ratio (DPR).
2.1.13 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian
terdahulu
yang
digunakan
sebagai
perbandingan dan referensi dalam penelitian ini antara lain adalah :
bahan
34
Soliha dan Taswan (2009) meneliti pengaruh kebijaksanaan hutang terhadap nilai perusahaan serta beberapa faktor yang mempengaruhinya. Perusahaan yang menjadi populasinya adalah seluruh perusahaan manufaktur yang go public sejak tahun 1993 sampai dengan 1997. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling dengan jumlah 95 sampel. Variabel dependennya adalah nilai perusahaan yang diukur dengan menggunakan Price Book Value, sedangkan variabel independennya terdiri dari kebijakan hutang, insider ownership, profitabilitas perusahaan dan ukuran perusahaan. Untuk melihat pola hubungan yang mengungkapkan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung antara variabel independen terhadap variabel dependen. Pemodelan dilakukan dengan Linear Structural Relations (LISREL) atau Structural Equation Modeling (SEM). Hasilnya menunjukkan bukti bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Chotimah (2007) melakukan pengujian pengaruh perubahan struktur modal terhadap perubahan nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005, alat analisis yang digunakan adalah regresi linier. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, yang mana diperoleh sampel sebanyak 22 perusahaan yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien regresi perubahan struktur modal sebesar 1,157 dan t hitung 2,185 lebih besar t tabel 2,086, nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, variabel perubahan struktur modal berpengaruh positif signifikan dengan perubahan nilai perusahaan.
35
Koefisien determinasi sebesar 0,193 yang berarti bahwa 19,3% variabel perubahan nilai perusahaan dipengaruhi oleh variabel perubahan struktur modal, sedangkan sisanya sebesar 80,7% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model. Atmojo (2010) menguji
pengaruh
corporate governance, ukuran
perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan profitability terhadap nilai perusahaan. Metoda penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan sampel yang dipilih melalui metoda purposive sampling, sehingga terpilih 47 perusahaan yang listing mulai tahun 2005 sampai dengan 2007. Penelitian ini menggunakan analisis
regresi
berganda
sebagai
teknik
analisisnya.
Hasil
pengujian
menunjukkan bahwa corporate 15 governance, pertumbuhan perusahaan, dan profitability berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Safrida (2008) melakukan pengujian untuk melihat pengaruh struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan perioda penelitian tahun 2004 sampai dengan tahun 2006, berjumlah 151 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling berjumlah 45 perusahaan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji secara parsial dan regresi linier berganda untuk menguji secara simultan, dengan tingkat signifikansi alpha 5%. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara parsial struktur modal berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara negatif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.
Secara
simultan
membuktikan bahwa
struktur
modal
dan
36
pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Nasution (2009) menguji pengaruh struktur modal, biaya ekuitas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan klasifikasi perusahaan dan kepemilikan asing sebagai variabel moderating pada perusahaan lembaga keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan lembaga keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan perioda penelitian tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, berjumlah 68 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling berjumlah 33 perusahaan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linear berganda dengan metoda backward dan uji interaksi variabel moderating untuk menguji secara parsial dan simultan, dengan tingkat signifikansi alpha 5%. Hasil penelitian ini membuktikan secara parsial bahwa struktur modal berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, biaya ekuitas berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan membuktikan bahwa struktur modal, biaya ekuitas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Klasifikasi perusahaan sebagai variabel moderating terbukti mampu memperkuat hubungan struktur modal, biaya ekuitas dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan asing sebagai variabel moderating terbukti mampu memperkuat hubungan struktur modal, biaya ekuitas, dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan.
37
2.1.14 Rerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan dari telaah pustaka, dan kerangka pemikiran teoritis pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel moderating terhadap nilai perusahaan, maka dapat dibuat kerangka pemikiran penelitian seperti tampak pada Gambar 1 sebagai berikut :
Teori Keagenan Teori Sinyal Prinsipal
Agen
Pertanggung jawaban
Asimetri Informasi
Laporan Keuangan
Struktur Modal (DER)
Ukuran Perusahaan (LnTA)
Pengambilan keputusan investasi
Pecking Order Theory
Profitabilitas (ROA)
Pecking Order Theory
Pertumbuhan Perusahaan (PP)
Nilai Perusahaan (MBR)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.2
Perumusan Hipotesis Dari uraian mengenai telaah pustaka dan beberapa penelitian terdahulu,
maka dapat dijelaskan hubungan antara struktur modal, ukuran perusahaan,
38
profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel moderating terhadap nilai perusahaan sebagai berikut : 1.
Pengaruh Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur
modal terhadap nilai perusahaan, apabila keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagai modal sendiri dengan hutang (atau sebaliknya) apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Jika perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi jika dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur modal yang terbaik (Husnan, 2009: 89). Struktur modal dengan tingkat leverage yang tinggi digunakan sebagai sinyal untuk membedakan perusahaan yang baik dan yang buruk. Hanya perusahaan yang sehat dan kuat yang dapat berhutang dengan menanggung risikonya. Oleh karena itu, untuk meminimalkan biaya informasi dari pelepasan saham, maka suatu perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada ekuitas jika perusahaan tampak undervalued, dan menggunakan ekuitas dari pada hutang jika perusahaan tampak overvalued. Penelitian yang dilakukan oleh Soliha dan Taswan (2009) meneliti pengaruh kebijaksanaan hutang terhadap nilai perusahaan serta beberapa faktor yang mempengaruhinya. Hasilnya menunjukkan bukti bahwa kebijakan hutang
39
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. menurut Chotimah (2007) melakukan pengujian pengaruh perubahan struktur modal terhadap perubahan nilai perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel perubahan struktur modal berpengaruh positif signifikan dengan perubahan nilai perusahaan. Sehingga bisa di buat hipotesis sebagai berikut : H1 :
Struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Ukuran
perusahaan
(size)
menggambarkan
besar
kecilnya
suatu
perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva. Perusahaan yang berskala besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan total aktiva. Perusahaan yang lebih besar memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Suatu perusahaan besar yang sudah maupun akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar, sehingga perusahaan mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan kecil (Alli dalam Hanafi dan Halim, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati dan Triatmoko (2007) dan Intan
40
Rachmawati dan Akram (2007) bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sujoko (2006) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dirumuskan hipotesis berikut : H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
3.
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Profitabilitas yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat. Profitabilitas dapat dihitung dengan ROE (return on equity). ROE mencerminkan tingkat hasil pengembalian investasi bagi pemegang saham. Profitabilitas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Dengan rasio profitabilitas tinggi yang dimilki sebuah perusahaan akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan. ROE yang tinggi akan meningkatkan harga saham, dan akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Maka, akan terjadi hubungan positif antara profitabilitas dengan harga saham dimana tingginya harga saham akan mempengaruhi nilai perusahaan. Semakin tingginya profitabilitas perusahaan juga akan meningkatkan laba per lembar saham perusahaan. Adanya peningkatan laba per lembar saham perusahaan akan membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya dengan
41
membeli saham perusahaan. Dengan banyaknya investor yang membeli saham perusahaan maka akan menaikkan harga saham perusahaan tersebut sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Hasil temuan ini menyatakan bahwa return on equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan yang sekaligus mendukung hasil temuan dari Hidayanti (2010) yang membuktikan return on equity berpengaruh positif dan signifikan terhadap price book value perusahaan manufaktur. Sehingga bisa di buat hipotesis sebagai berikut : H3 :
Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
4.
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungaanya
dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaanya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan hutang mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Pertumbuhan perusahaan yang cepat maka semakin besar kebutuhan dana untuk ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Semakin besar pertumbuhan perusahaan, struktur modal, dan ukura perusahaan maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh Sartono (2008: 57).
42
Realisasi pertumbuhan perusahaan diukur dengan nilai pertumbuhan perusahaan yang meliputi pertumbuhan aktiva dan ekuitas. Aktiva perusahaan menunjukkan keputusan pengunaan dana atau keputusan investasi pada masa lalu. Peneliti terdahulu yang dilakukan Stulz (1990; dalam Kusumajaya; 2011) menemukan bukti bahwa perusahaan yang menghadapi kesempatan pertumbuhan yang rendah, maka rasio hutang berhubungan secara positif dengan nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menghadapi kesempatan pertumbuhan yang tinggi, maka rasio hutang berhubungan secara negatif dengan nilai perusahaan. Oleh karena itu, pengaruh hutang terhadap nilai perusahaan sangat tergantung pada keberadaan kesempatan pertumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh
Sriwardany
(2006)
membuktikan
bahwa
pertumbuhan
perusahaan
mempunyai pengaruh positif terhadap harga perubahan saham, hal ini berarti bahwa informasi tentang adanya pertumbuhan perusahaan akan direspon positif oleh investor, sehingga akan meningkatkan harga saham. H4 :
Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
5.
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pertumbuhan Perusahaan sebagai Variabel Moderating Tingkat pertumbuhan (growth) pada dasarnya mencerminkan produktivitas
perusahaan dan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihak internal (manajemen) maupun pihak eksternal (investor dan kreditor) perusahaan. Beberapa peneliti seperti Elim dan Yusfarita (2010), Mas‟ud (2008) mengemukakan bahwa pertumbuhan penjualan (sales growth) suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh
43
Cheng et al. (2010) juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan (sales growth) berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Growth dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator pertumbuhan aktiva (assets growth) dan pertumbuhan penjualan (sales growth). Pertumbuhan aktiva (assets growth) menggambarkan kenaikan atau penurunan aktiva setiap tahun, sedangkan pertumbuhan penjualan (sales growth) menggambarkan kenaikan atau penurunan penjualan setiap tahun. Menurut Meythi (2012) yang meneliti tentang Pengaruh Struktur modal terhadap nilai perusahaan dengan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel moderating pada perusahaan Consumer Goods Industry pada tahun 2008-2011. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan pertumbuhan perusahaan sebagai variabel moderating untuk perusahaan-perusahaan Cosumer Goods Industry. Dari kerangka pemikiran di atas maka penelitian ini mengambil hipotesis ketiga yaitu : H5 :
Pertumbuhan perusahaan memoderasi secara positif pengaruh struktur modal, berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
6.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pertumbuhan Perusahaan sebagai Variabel Moderating Ukuran perusahaan (firm size) dalam perusahaan dapat ditentukan
berdasarkan total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Perusahaan yang besar memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aktiva yang kecil. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar seringkali menunjukkan
44
perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil. Kestabilan tersebut menarik investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Kondisi tersebut menjadi penyebab atas naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Pertumbuhan perusahaan merupakan gambaran bagaimana perkembangan usaha yang dilakukan periode sekarang dibandingkan periode sebelumnya. Suatu perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang tinggi berarti perusahaan telah berhasil meningkatkan nilai perusahaan untuk menghasilkan laba. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Fachrudin (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan atau profitabilitas, yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan bukanlah jaminan perusahaan memiliki kinerja yang baik. Choi (2010) menyatakan bahwa profitabilitas bukanlah alat untuk memprediksi pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. H6 :
Pertumbuhan perusahaan memoderasi secara positif pengaruh ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
7.
Pengaruh
Profitabilitas
terhadap
Nilai
Perusahaan
dengan
Pertumbuhan Perusahaan sebagai Variabel Moderating Rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimiliki perusahaan. Menurut Santoso (2009: 493), profitabilitas adalah suatu
45
ukuran yang menunjukkan pelaksanaan (performance) perusahaan secara keseluruhan atau bagaimana efisiensi atas manajemen aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Para pemegang saham (investor) menggunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan kegiatan investasinya. Dalam penelitian ini, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan seluruh modal yang dimiliki diukur dengan Return on Equity (ROE). Pertumbuhan
perusahaan
menggambarkan
rata-rata
pertumbuhan,
perubahan kekayaan perusahaan maupun peningkatan profitabilitas perusahaan. Suatu perusahaan yang sedang berada pada tahap pertumbuhan akan membutuhkan dana yang besar. Karena kebutuhan dana semakin besar, maka perusahaan cenderung menahan sebagian besar pendapatannya. Secara teoritik pertumbuhan perusahaan menggambarkan tolok ukur keberhasilan perusahaan. Keberhasilan tersebut juga menjadi tolok ukur investasi untuk pertumbuhan pada masa yang akan datang. Tingkat pertumbuhan ditandai peningkatan aktiva maupun peningkatan penjualan (omzet) yang mengindikasikan bahwa perusahaan sedang melakukan ekspansi, tetapi kegagalan ekspansi akan meningkatkan beban perusahaan sehingga hal dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian Ekayana Sangkasari Paranita, (2007) menyimpulkan bahwa faktor profitabilitas berpengaruh signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan. H7 :
Pertumbuhan
perusahaan
memoderasi
secara
profitabilitas berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.
positif
pengaruh