BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Stakeholder Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum dikenal dengan teori stakeholder artinya sebagi kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilainilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembanguan secara berkelanjutan. Teori Stakeholder dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha. (Waryanti, 2009). Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Corporste Social Responsibility (CSR) seharusnya melampaui tindakan maksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (shareholder). Gray et al. (dalam Ghozali dan Chariri 2007) mengemukakan bahwa pengungkapan sosial dan lingkungan dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholder.
10
11
Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh peruasahaan. Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti : pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga pemerhati lingkungan, lembaga di luar perusahaan (lembaga swadaya masyarakat dan sejenisnya), para pekerja lingkungan perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya
yang
keberadaannya
sangat
menpengaruhi
dan
dipengaruhi
perusahaan. Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder. Berdasarkan pada asumsi dasar teori stakeholder tersebut, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Stakeholder memiliki peranan yang penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan yang diberikan stakeholder kepada perusahaan tersebut.
12
2.1.2 Teori Legitimasi Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategi bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu, dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengonstruksikan strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri dalam lingkungan masyarakat yang semakin maju. Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkunagan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. Sejalan dengan karakternya yang berdekatan dengan ruang dan waktu,legitimasi mengalami pergeseran bersamaan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dan masyarakat di mana perusahaan berada (Hadi, 2011:87). Perubahan nilai dan norma sosial dalam masyarakat sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia, juga menjadi motovator perubahan legitimasi perusahaan di samping juga dapat menjadi tekanan bagi legitimasi perusahaan (Hadi, 2011:88). Deegan (dalam Hadi, 2011:88) menyatakan legitimasi sebagai : “…a system oriented perspective,the entity is assumed to influenced by,and in turnto have influence upon, the society in which it operates .Corporate disclosure are considered to represent one important means by which management can influence external perceptions about organisation”. Defenisi tersebut, mencoba menggeser secara tegas perspektif perusahaan kearah stakeholder orientation (society). Batasan tersebut mengisiaratkan, bahwa
13
legitimasi perusahaan merupakan arah implikasi orientasi pertanggungjawaban perusaan yang lebih menitik beratkan pada stakeholder perspective (masyarakat dalam arti luas). Legitimasi mengalami pergeseran sejalan dengan pergeseran masyarakat dan lingkungan, perusahaan harus dapat menyesuaikan perubahan tersebut. Deegan et al. (dalam Hadi, 2011:89)
menyatakan legitimasi dapat diperoleh manakala
terdapat keseuaian antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu atau sesuai (congruent) dengan eksistensi system nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan aktivitas dan pengungkapan CSR. Pengungkapan aktivitas CSR dianggap menjadi suatu hal yang penting untuk mempengaruhi persepsi masyarakat akan kegiatan operasional perusahaan. Ghozali dan Chariri (2007) yang menyatakan bahwa perusahaan cenderung
menggunakan
kinerja
berbasis
sosial
dan
lingkungan
serta
pengungkapan informasi sosial dan lingkungan untuk membenarkan atau melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat. 2.1.3 Pertumbuhan Laba Salah satu tujuan perusahaan adalah menghasilkan laba yang optimum. Laba itu sendiri merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan beban yang dibayarkan selama satu periode akuntansi. Laba dapat dijadikan sebagai alat dalam pengambilan keputusan bagi pengguna laporan keuangan. Ikatan Akuntan Indonesia (2009) memiliki pengertian mengenai income. Income diterjemahkan sebagai penghasilan. Dalam konsep dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, income (penghasilan) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
14
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Bagi pemilik saham dan atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima, melalui pembagian dividen. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan. Laba dapat dijadikan sebagai alat dalam pengambilan keputusan bagi pengguna laporan keuangan. Investor sebagai pemilik modal dalam menanamkan dananya pada saham sangat memperhatikan stabilitas laba yang diharapkan di masa yang akan datang serta menginginkan laba yang meningkat dari satu periode ke periode berikutnya. Namun faktanya, laba yang diperoleh perusahaan dari tahun ke tahun tidak dapat dipastikan, bisa naik untuk tahun ini dan bisa turun untuk tahun berikutnya begitupun sebaliknya. Pada lingkungan pasar modal, laporan keuangan yang dipublikasikan merupakan sumber informasi sangat penting yang dibutuhkan oleh sebagian besar pemakai laporan dan atau pelaku pasar serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan emiten untuk mendukung pengambilan keputusan. Dari beberapa informasi yang diperoleh di laporan keuangan, biasanya laba menjadi pusat perhatian pihak pengguna. Laba bersih (Net Income/Net Earning) menjadi bahan
15
kajian yang sangat penting untuk menganalisis kinerja perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham untuk memperkirakan apakah sebuah saham perusahaan layak dibeli. Asumsi yang digunakan kemudian adalah bahwa data akuntansi tersebut seharusnya berdampak terhadap saham perusahaan. Pertumbuhan dan penurunan laba bersih secara empiris cukup erat kaitannya dengan pergerakan harga saham perusahaan. Jika harapan terhadap pertumbuhan laba bersih perusahaan di masa mendatang mendominasi sentimen bursa maka seringkali menjadi penyebab kenaikan harga saham. Namun jika aktual laba bersih lebih rendah dari yang diharapkan seringkali menyebabkan penurunan harga saham.
Investor sebagai pemilik modal menginginkan laba yang meningkat dari satu periode ke periode berikutnya. Namun faktanya, laba yang diperoleh perusahaan dari tahun ke tahun tidak dapat dipastikan, bisa naik untuk tahun ini dan bisa turun untuk tahun berikutnya begitupun sebaliknya. Kenaikan dan penurunan laba pertahun inilah yang disebut dengan pertumbuhan laba. Apabila pertumbuhan laba mengalami penurunan dari tahun ke tahun artinya perusahaan memiliki citra yang kurang baik. Hal tersebut akan membuat investor tidak percaya akan prospek perusahaan untuk kedepan, yang nantinya membuat harga pasar ikut menurun. Begitupun sebaliknya. Peningkatan pertumbuhan laba membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Simorangkir (dalam Hapsari, 2007) menyatakan bahwa pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik, mengisyaratkan bahwa perusahaan mempunyai keuangan yang baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan, karena besarnya dividen yang akan dibayar di masa akan datang saat bergantung pada kondisi perusahaan.
16
Indikator pertumbuhan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan laba, yang definisinya adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba setelah pajak (Earning After Tax), dapat dirumuskan sebagai berikut (Usman, 2003): Δ Yit =
–
Keterangan: Δ Yit= Pertumbuhan laba pada periode tertentu Yit= Laba perusahaan i pada periode t Yit-1 = Laba perusahaan i pada periode t-1 2.1.4
Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut World Business Council for Sustai-nable Development menjelaskan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak secara etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat secara luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya. Sedangkan, menurut ISO 26000, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan
17
norma-norma perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Perusahaan
selain
berorientasi
terhadap
laba,
perusahaan
juga
bertanggungjawab terhadap masalah sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan dengan manajemen lingkungan sehingga tidak hanya terbatas pada orientasi kinerja keuangan perusahaan. Banyak manfaat yang dapat diperoleh atas aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) antara lain: meningkatkan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan daya tarik perusahaan di mata para investor dan analis keuangan. Perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek dengan menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR), namun juga turut memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Dengan melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan rasa keberterimaan masyarakat
terhadap kehadiran
perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (stakeholder). Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (perusahaan), diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal. Menurut Eipstein dan Freedman, (dalam Sayekti dan
18
Wondabio, 2007), pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomis dan politis. Selain itu juga, akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana organisasi atau perusahaan memberikan kontribusi positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya. 2.1.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility (CSR) bersifat wajib (mandatory) bagi kriteria perusahaan tertentu seperti yang disebutkan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 menyatakan bahwa: Perseroan yang menjalankan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan. Tanggungjawab sosial dan lingkungan tersebut merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan
kepatuhan
dan
kewajaran.
Jika
Perseroan
yang
tidak
melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perseroan Terbatas juga diwajibkan untuk mengungkapkan aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan. Namun demikian, item-item Corporate Social Responsibility (CSR) yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang masih bersifat sukarela (voluntary).
19
Pengungkapan (disclosure) yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk menunjukan transparansi dan akuntanbilitas perusahaan. Pengungkapan yang berkualitas mengenai informasi keuangan dan informasi lain yang relevan bermanfaat untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi. Kualitas informasi dapat dilihat dari sejauh mana luas pengungkapan laporan yang diterbitkan perusahaan. Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan. Semakin banyak item CSR yang diungkapkan perusahaan secara sukarela akan semakin banyak keuntungan yang diperoleh. Pengungkapan CSR dapat memberikan tranparansi atas dampak kegiatan operasional perusahaan maupun kontribusi yang telah diberikan kepada masyarakat maupun stakeholder lainnya. Pengungkapan CSR dilakukan dalam suatu perusahaan untuk menunjukkan kepedulian serta melegitimasi aktivitas perusahaan terhadap stakeholder.
Konsep pelaporan CSR yang digagas oleh Global Reporting Initiative (GRI) adalah konsep sustainability report yang muncul sebagai akibat adanya konsep sustainability development. Dalam sustainability report digunakan metode triple bottom line (profit, people dan planet), yang tidak hanya melaporan sesuatu yang diukur dari sudut pandang ekonomi saja, melainkan dari sudut pandang ekonomi, sosial dan lingkungan. Gagasan ini merupakan akibat dari adanya 3 dampak operasi perusahaan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Global Reporting Intiative (GRI) Guidelines menyebutkan bahwa, perusahaan harus menjelaskan dampak aktivitas perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan dan sosial pada bagian standard disclosures. Yang kemudian ketiga dimensi tersebut diperluas
20
menjadi 6 dimensi, yaitu: ekonomi, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggungjawab produk. 2.1.6 Nilai Perusahaan Tujuan perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Harga saham digunakan sebagai proksi nilai perusahaan karena harga saham merupakan nilai yang bersedia dibayar pembeli atau investor. Tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan dengan hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi kinerja umum perusahaan. Kebijakan keuangan berperan penting bagi kelangsungan perusahaan. Bagi para pemegang saham dengan tujuan investasi jangka panjang kebijakan keuangan menjadi penting untuk dicermati. Perusahaan harus mempertimbangkan setiap keputusan strategis yang akan diambil yang berhubungan dengan kegiatan bisnis perusahaan karena akan berdampak terhadap para pemegang saham. Kesejahteraan pemegang saham akan meningkat seiring dengan meningkatnya harga saham perusahaan. Peningkatan tersebut dapat tercapai apabila perusahaan mampu memberikan pengembalian investasi yang lebih besar dari biaya modal investasi yang dikeluarkan. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus mampu untuk mengelola sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien sehingga pada akhirnya bisa meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001), nilai perusahaan merupakan harga yang tersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual.
21
Sedangkan menurut Keown et al. (2004), nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas pemegang saham yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham dan laba. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Tobin’s Q. Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Menurut Gapensi (dalam Wahidahwati, 2002), Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.
22
Salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam menilai nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh James Tobin (dalam Herawaty, 2008). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Jika rasio Q di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi baru. Jika rasio Q di bawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik (Herawaty, 2008). Rasio Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomi dalam kekuasaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008), menunjukkan bagaimana rasio Q dapat diterapkan pada masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio Q yang lebih besar dari satu. Teori ekonomi mengatakan bahwa rasio Q yang lebih besar dari satu akan menarik arus sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio Q mendekati satu.
23
2.2
Rerangka Penelitian Pasar Modal
Perusahaan
Investor
Tujuan Perusahaan
Corporate Social Responsibility (CSR)
Pertumbuhan Laba
Nilai Perusahaan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Nilai Perusahaan Bagi investor, dalam menilai kinerja perusahaan dapat melihat perubahan laba dari tahun ke tahun. Laba dipakai sebagai suatu dasar pengambilan keputusan investasi dan prediksi untuk pertumbuhan laba yang akan datang. Menurut Usman (2003), pertumbuhan laba adalah perubahan persentase kenaikan laba yang diperoleh perusahaan.
24
Laba yang diperoleh perusahaan untuk tahun yang akan datang tidak dapat dipastikan. Dengan adanya pertumbuhan laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun, akan memberikan sinyal yang positif mengenai kinerja perusahaan (Hartini, 2012). Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek perusahaan di masa depan tentang kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba berpengaruh terhadap investasi para investor dan calon investor yang akan menanamkan modalnya ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba yang baik, mengisyaratkan bahwa perusahaan mempunyai kondisi yang baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan (harga saham tinggi). Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap suatu perusahaan yang berkaitan dengan harga saham. Semakin tinggi harga saham maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat investor percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan dalam jangka pendek, namun juga pada prospek perusahaan secara jangka panjang. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi
para
pemegang
saham,
sehingga
para
pemegang
saham
akan
menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut. Investor maupun calon investor mengharapkan dana yang diinvestasikan pada perusahaan akan memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi sehingga laba yang diperoleh menjadi tinggi pula. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Pertumbuhan laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
25
2.3.2 Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Desakan lingkungan perusahaan menutut perusahaan agar menerapkan strategi untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Strategi perusahaan seperti CSR dapat dilakukan untuk memberikan image perusahaan yang baik kepada pihak eksternal. Perusahaan dapat memaksimalkan modal pemegang saham, reputasi perusahaan, dan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dengan menerapkan CSR. Telah disebutkan dalam UU PT bahwa perusahaan yang aktivitasnya berhubungan dengan lingkungan alam wajib menerapkan CSR. Gray et al. (dalam Rahayu, 2010) menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai satu – satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lain yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibandingkan hanya mencari laba untuk mencari laba untuk pemegang saham. Disamping kinerja keuangan yang akan dilihat investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan, adanya pengungkapan item CSR dalam laporan keuangan diharapkan akan menjadi nilai plus yang akan menambah kepercayaan para investor, bahwa perusahaan tersebut akan terus berkembang dan berkelanjutan (sustainable). Para konsumen akan lebih mengapresiasi perusahaan yang akan mengungkapkan CSR dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan CSR, mereka akan membeli produk yang laba produk tersebut disisihkan untuk kepentingan sosial lingkungan. Hal ini akan berdampak positif terhadap perusahaan selain membangun image yang baik dimata para stakeholder
26
karena kepedulian perusahaan terhadap sosial lingkungan, juga akan menaikkan laba perusahaan melalui peningkatan (Rahayu, 2010). Dengan melaksanakan CSR, citra perusahaan akan semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi. Seiring meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu yang lama, maka penjualan perusahaan akan semakin membaik, dan pada akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan juga meningkat. Oleh karena itu, CSR berperan penting dalam meningkatkan nilai perusahaan sebagai hasil dari peningkatan penjualan perusahaan dengan cara melakukan berbagai aktivitas sosial di lingkungan sekitarnya. Calon
investor
dalam
pengambilan
keputusan
investasi
akan
mempertimbangakan CSR yang dilakukan perusahaan. Hal ini didukung oleh Eipstein dan Freedman (dalam Hartini, 2012) yang menemukan bahwa investor individual tertarik pada informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Calon investor akan lebih tertarik melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang baik dan melakukan pengungkapan CSR. Sehingga pada akhirnya hal ini diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan (harga saham tinggi) karena banyaknya permintaan investasi saham oleh para investor atas keputusannya berinvestasi di perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H2 : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan