BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu(Supariasa, dkk, 2007). Menurut Sediaoetama, 2010 Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Almatsier, 2005 berpendapat bahwa status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi . 2.1.1. Metode Penilaian Status Gizi Secara umum peniliaan status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dan tidak langsung (Proverawati, 2010). a. Secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: 1. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
8
Universitas Sumatera Utara
9
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. 2. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosaoral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara tepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu, digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. 3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yangdiuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
10
4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap b. Secara Tidak Langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga (Proverawati, 2010) yaitu : 1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengindentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi. 2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
11
3. Faktor Ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi. 2.1.3. Pengukuran Status Gizi Anak Penilaian antropometri merupakan metode penilaian status nutrisi melalui ukuran tubuh tertentu. Penggunaan dan intrepretasi pengukuran pertumbuhan kemungkinan sangat berbeda menurut tujuan klinis (individual) atau tujuan kesehatan masyarakat (populasi secara keseluruhan). Pemilihan indeks antropometri ditentukan oleh tujuan kegiatan penilaian status gizi, sifat-sifat dan gambaran status gizi yang ditujukan berbagai indkes, serta kemungkinan memperoleh data antropometri mengingat kesediaan alat ukur (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKUI, 2011). Penilaian status gizi anak secara antropometri dapat dilakukan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FK UI, 2011) sebagai berikut: a. Indeks BB/U Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberi gambaran tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak (Riyadi, 2005). Menurut Gibson (2007) berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat menggambarkan perubahan yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
12
keempat komponen tersebut. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya malnutrisi akut dan digunakan secara luas untuk menilai Kekurangan Energi Protein (KEP) dan gizi lebih. Indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa kini. Pengukuran berat badan menurut umur pada umumnya untuk anak merupakan cara standar yang digunakan untuk pertumbuhan. Indeks ini biasanya digunakan untuk pemantauan status gizi anak jangka waktu singkat atau individual. Indeks berat badan menurut umur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan indeks BB/U ini sebagai berikut: 1.
Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
2.
Sensitive untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek
3.
Dapat mendeteksi kelebihan berat badan
4.
Pengukuran lebih objektif
5.
Peralatan mudah dibawa dan relatif murah
6.
Pengukuran mudah dilaksanakan dan teliti
7.
Tidak banyak memakan waktu Kekurangan indeks BB/U ini sebagai berikut:
1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi bila terjadi oedema 2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kelompok umur dibawah lima tahun 3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran
Universitas Sumatera Utara
13
b. Indeks TB/BB Indeks tunggal TB/BB atau BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi masa kini, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks ini dapat menggambarkan proporsi BB relatif terhadap TB, maka indek ini merupakan indikator kekurusan atau yang lebih dikenal dengan wasting. Indeks ini digunakan untuk mengevaluasi dampak gizi dan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek. Kelebihan indeks ini sebagai berikut: 1.
Bebas terhadap pengaruh umur dan ras
2.
Dapat membedakan keadaan anak dalam penilaian berat badan relatif terhadap tinggi badan.
Kekurangan indeks ini sebagai berikut: 1.
Tidak dapat mengagmbarkan apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi atau kelebihan tinggi badan karena faktor umur sering tidak diperhatikan.
2.
Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila pembacaan dilakukan oleh tenaga yang kurang professional.
3.
Kesulitan dalam mengukur panjang badan anak baduta atau tinggi badan balita.
c. Indeks PB/U Indeks PB/U lebih menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks ini erat kaitannya dengan masalah social ekonomi, oleh karena itu indeks ini dapat digunakan sebagai indikator perkembangan keadaan social ekonomi masyarakat. Indeks ini juga
Universitas Sumatera Utara
14
digunakan dalam pemantauan status gizi jangka panjang, karena indeks ini lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi perubahan status gizi yang sifatnya musiman. Kelebihan yang dimiliki indeks PB/U sebagai berikut: 1.
Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi pada masa lampau
2.
Peralatan mudah dipindahkan dan dapat dibuat secara lokal
3.
Pengukuran lebih objektif
4.
Jarang orangtua yang keberatan anaknya diukur
Kekurangan indeks ini sebagai berikut: 1.
Diperlukan indeks lain dalam menilai intervensi karena perubahan TB tidak banyak terjadi dalam waktu yang singkat
2.
Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti: alat ukur panjang badan untuk anak umur kurang dari 2 tahun, dan alat ukur tinggi badan untuk anak lebih dari 2 tahun
3.
Memerlukan tenaga terlatih untuk melakukan pengukuran
4.
Memerlukan 2 orang untuk mengukur panjang badan anak
5.
Umur yang kadang-kadang sulit diperoleh
Universitas Sumatera Utara
15
Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) Indeks
Status gizi
Ambang Batas **)
Berat Badan menurut
Gizi Lebih
> +2 SD
Umur (BB/U)
Gizi Baik
≥-2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang
< -2 SD sampai ≥ -3 SD
Gizi Buruk
< -3 SD
Tinggi Badan menurut
Normal
≥ -2 SD
Umur (TB/U)
Pendek (Stunted)
< -2 SD
Berat Badan menurut
Gemuk
> +2 SD
Tinggi Badan (BB/TB)
Normal
≥ -2 SD sampai +2 SD
Kurus (wasted)
< -2 SD sampai ≥ -3 SD
Kurus sekali
< -3 SD
*) Su≥mber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002. **) SD = Standard deviasi
2.2. Pola Konsumsi Pangan Konsumsi pangan sangat mempengaruhi status gizi, yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu. Jika konsumsi pangan tercukupi, maka semua kebutuhan energi, protein, dan zat gizinya diharapkan dapat menghasilkan status gizi yang baik yang pada akhirnya menciptakan individu yang sehat. Konsumsi pangan yang tidak sesuai akan menimbulkan masalah kesehatan. Istilah malnutrition (gizi salah) diartikan sebagai keadaan konsumsi gizi yang salah, dalam bentuk konsumsi berlebih atau kurang, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan konsumsi.
Universitas Sumatera Utara
16
Masalah kesehatan di Indonesia, yang muncul sebagai akibat konsumsi gizi kurang diantaranya adalah kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia, Kekurangan Energi Protein (KEP). Selain masalah gizi kurang, akhir-akhir ini ditemukan juga dampak dari konsumsi berlebih, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak dan remaja. Masalah yang sering muncul adalah obesitas (berat badan berlebih), yang akan diikuti dengan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes mellitus, stroke dan yang lainnya. Selain berpengaruh terhadap kesehatan, gizi juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi (Sulistyoningsih, 2011). Hal ini biasanya disebabkan oleh pola makan yang tidak benar. Untuk itu setiap individu harus memperhatikan pola makan. Pengertian pola makan dalam Baliwati (2010) adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan, yang terbentuk sebagai hasil dari pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Jadi, secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan. Menurut Suhardjo (2009), bahwa kebiasaan makan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu dimulai dari permulaan hidup dan menjadi bagian perilaku yang
Universitas Sumatera Utara
17
berakar di antara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan, untuk beberapa tahun makanan anak-anak tergantung pada orang lain. Bersamaan dengan pangan yang disajikan dan diterima, langsung atau tak langsung anak-anak menerima pula informasi yang berkembang menjadi perasaan, sikap dan tingkah laku dan kebiasan yang berkaitan dengan pangan. Kebiasaan makan yang terbentuk selama masa kanak-kanak akan bertahan sampai dewasa. Anak-anak lebih memilih makanan yang sebelumnya mereka telah kenal. Pilihan makanan anak-anak juga dipengaruhi oleh faktor individu, sosial dan budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Shi, Lien, Kumar, dan Ottesen (2005), bahwa kebiasaan makan dipengaruhi beberapa faktor selain faktor endogen (individu si anak), tetapi juga oleh karena lingkungan. Termasuk makanan yang tersedia untuk anak-anak di dalam dan luar rumah dan juga perilaku makan contoh seperti pengasuh terutama orang tua. Lingkungan adalah penting dalam pembentukan kebiasaan makanan sehat. Makan dengan keluarga menguntungkan bagi kebisaan makan sehat. Orang tua adalah pengambil keputusan utama tentang makanan dan masakan dalam keluarga. Dengan demikian pendidikan gizi bagi orang tua harus diberikan prioritas (Dynesen, Haraldsdottir, Holm, dan Astrup, 2003).
2.3. Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
18
Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan-catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktek, maka semakin besar persiapan kita dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan (Jalaluddin dan Abdullah, 2002). Pengetahuan gizi seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi konsumsi pangan dan status gizinya. Demikian juga pada ibu yang mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan tubuh akan gizi, ia akan dapat menentukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi balitanya. Pengetahuan gizi seseorang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Rendahnya pendidikan menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menerima informasi dan penanganan masalah gizi dan kesehatan, sekalipun di daerah tempat tinggalnya banyak tersedia bahan makanan , serta pelayanan kesehatan yang memadai, yang dapat menyampaikan informasi tentang bagaimana mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi (Ginting, 2002 dalam Cyntia, 2008). Ibu memiliki peran besar dalam keluarga. Ibu-ibu di Indonesia bertanggungjawab dalam belanja pangan, mengatur menu keluarga, mendistribusikan makanan, dan berperan langsung dalam pemeliharaan anak. Pengetahuan gizi ibu akan sangat berpengaruh terhadap keadaan gizi keluarga (Suhardjo, 2005). Pengetahuan ibu tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka pemberian makanan untuk keluarga biasa dipilih bahan-bahan makanan yang hanya
Universitas Sumatera Utara
19
dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak, sehingga kebutuhan gizi energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi (Herlianty, 2001 dalam Cyintia, 2008). Menurut Suhardjo dkk, (2003), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : 1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi. 3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.
2.4. Overweight dan Obesitas Kelebihan berat badan terdiri dari overweight dan obesitas yang merupakan akibat dari kelebihan asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan energi yang digunakan (energy expenditure). Overweight adalah keadaan dengan kelebihan berat badan melebihi dari rata-rata, sedangkan obesitas merupakan kelebihan berat badan akibat terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan tubuh (Pudjiadi,1987). Pengertian kegemukan seringkali disamakan dengan obesitas, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan (overweight) adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi
Universitas Sumatera Utara
20
kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masingmasing melebihi 20% dan 25% dari berat tubuh. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obessity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda ( anak-anak) (Rimbawan dan Siagian 2004) Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktoral yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi, dan gizi yaitu prilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi ( Hidayati, Irawan, Hidayat, 2009) Kelebihan berat badan merupakan suatu masalah kesehatan yang komplek karena melibatkan perilaku makan, pemilihan jenis makanan, aktifitas fisik, maupun unsur metabolisme seseorang yang menyebabkan ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar. Kelebihan berat badan berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi karena berdampak terhadap terjadinya
penyakit degeneratif. Kelebihan berat badan dalam hal ini obesitas dan overweight mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas dan overweight sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani. Di Indonesia terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke modernisasi berakibat pada perubahan pola makan/konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi energi dan lemak, terutama terhadap penawaran
Universitas Sumatera Utara
21
makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan risiko terjadinya kelebihan berat badan. Liza (2009) menyebutkan faktor penyebab obesitas pada anak disebabkan oleh asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak. Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4 - 5 tahun. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya. Angka kejadian obesitas meningkat dengan pesat akibat pola hidup tidak aktif. Energi dari aktivitas fisik sehari-hari yang digunakan berkurang seiring globalisasi dan akibat dari kemajuan teknologi. Dengan adanya fasilitas seperti transportasi bermotor, elevator, lift, pendingin ruangan, dan pemanas ruangan sehingga energi untuk bergerak digunakan lebih sedikit. Aktivitas fisik yang minimal pada waktu luang seperti menonton televisi dan bermain video games pada anak-anak meningkatkan angka kejadian obesitas (Adiwinanto, 2008). Aktivitas fisik juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi, sehingga apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
22
terjadinya obesitas akan meningkat. Misalnya pada anak seperti berkurangnya lapangan tempat bermain serta tersedianya hiburan dalam bentuk game elektonik atau playstation dan tontonan televisi (Nugraha, 2009). Kurangnya aktivitas fisik inilah yang menjadi penyebab obesitas karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa, 2010).
Disamping itu fakor kecenderungan
anak-anak sekarang suka makan “fast food” yang berkalori tinggi seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es krim, aneka macam mie dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995). Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Peranan faktor gizi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak (Syarif, 2003).
2.5. Pengukuran Berat Badan Balita Berat badan adalah ukuran yang lazim atau sering dipakai untuk menilai keadaan suatu gizi manusia. Menurut Cipto Surono dalam Mabella (2000), mengatakan bahwa berat badan adalah ukuran tubuh dalam sisi beratnya yang ditimbang dalam keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan apapun. Pengukuran berat badan balita adalah dengan alat ukur berat badan dengan suatu satuan kilogram. Alat yang digunakan dalam pengukuran berat badan
Universitas Sumatera Utara
23
dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5) Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Jenis timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-ubah. Berkaitan dengan pengukuran berat badan maka penentuan kegemukan dan obesitas dapat dilihat dari Indeks Antropometri WHO (2005) berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan. Indeks Antropometri adalah ukuran standar yang digunakan untuk anak berusia 0 - 59 bulan. Klasifikasi Indeks Antropometri menurut WHO 2005 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2. Klasifikasi Indeks Antropometri WHO 2005 menurut BB/TB Nilai Z-Skor
Klasifikasi
> +3 SD
Sangat Gemuk
> +2 SD s/d ≤ +3 SD
Gemuk
> +1 SD
Resiko Gemuk
≥-2 SD s/d +1 SD
Normal
< -2 SD s/d ≥ -3 SD
Kurus
> -3 SD
Sangat Kurus
Universitas Sumatera Utara
24
2.6. Penatalaksanaan Penurunan Berat Badan pada Anak Obesitas Penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka penatalaksanaan obesitas seharusnya dilaksanakan secara multidisiplin dengan mengikut sertakan keluarga dalam proses terapi obesitas. Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi pola hidup. Mengingat faktor lingkungan mempunyai peran yang besar dalam terjadinya obesitas, orangtua perlu membentuk pola makan dan aktivitas anak yang sehat sejak sedini mungkin. Modifikasi perilaku dan perubahan gaya hidup merupakan kunci keberhasilan mengatasi obesitas pada anak. Berikut cara untuk mengatasi obesitas pada anak, khususnya untuk anak berusia di atas 2 tahun (anak di bawah usia 2 tahun tidak dianjurkan untuk menurunkan berat badan karena masa tersebut merupakan periode perkembangan otak yang pesat). Ada beberapa cara untuk mengatasi obesitas pada anak yaitu : a. Dukung anak untuk mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah
Berikan anak sedikitnya 5 porsi buah atau sayur setiap harinya. Buah-buahan sangat baik untuk diberikan sebagai pengganti cemilan/snack yang manis. Usahakan agar buah diberikan dalam bentuk buah potong (dan bukan jus). Dengan mengkonsumsi buah potong, anak harus mengunyah, dan dengan demikian akan mengurangi asupan kalori ke dalam tubuh. Apabila hendak memberikan jus, batasi pemberian jus hanya 1 gelas (180 mL) untuk anak usia 1 - 6 tahun.
Universitas Sumatera Utara
25
b. Batasi konsumsi minuman yang manis
Minuman dalam kemasan yang mengandung tambahan gula, termasuk minuman bersoda, atau susu kental manis yang dikonsumsi sebagai susu, mempunyai kalori yang tinggi, namun nilai gizi yang rendah. c. Batasi waktu menonton anak maksimal 2 jam dalam sehari
Batasan waktu ini termasuk waktu untuk menonton televisi dan bermain di depan komputer. Pada obesitas yang berat, waktu menonton TV secara bertahap dibatasi hingga maksimal 1 jam dalam sehari. d. Upayakan anak melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit setiap harinya
Pada anak kecil, aktivitas fisik dapat dilakukan sambil bermain, sedangkan pada anak yang lebih besar aktivitas dapat bersifat lebih terarah, misalnya bersepeda, berenang, senam, atau olahraga lain yang disukai anak. e. Batasi frekuensi makan di restoran
Kurangi makan makanan di restoran cepat saji dan perbanyak makan makanan rumah yang disajikan bergizi dan berkualitas baik. f.
Biasakan anak untuk sarapan setiap pagi dengan makanan yang sehat
Sejumlah penelitian memperihatkan bahwa anak-anak
yang
mengalami
overweight dan obesitas jarang mengkonsumsi sarapan pagi dibandingkan anak dengan berat badan normal. g. Yang terpenting : jadikan upaya untuk mengatasi obesitas anak sebagai program seluruh anggota keluarga, dan bukan hanya untuk anak yang mengalami kelebihan berat badan.
Universitas Sumatera Utara
26
Pada anak yang overweight, modifikasi perilaku dan gaya hidup bertujuan untuk mempertahankan agar berat badan tidak bertambah, sehingga dengan adanya pertumbuhan tinggi badan anak, diharapkan indeks massa tubuh akan turun secara bertahap hingga di bawah persentil 85. Berbeda untuk anak yang sudah mengalami obesitas, penurunan berat badan diharapkan terjadi secara bertahap, namun tidak melebihi 0,5 kg per bulan untuk anak berusia 2-5 tahun. Penurunan berat badan yang sangat drastis dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu, diare, anak menjadi lemas, asam urat yang meningkat, kadar protein tubuh menjadi rendah, dan hipotensi ortostatik, yaitu tekanan darah rendah yang terjadi pada saat perubahan posisi tubuh.
2.7. Prinsip Diit pada Balita Gizi Lebih Prinsip diit untuk balita yang menderita gizi lebih adalah mengusahakan konsumsi energi yang lebih rendah daripada keluaran (output), karena pengeluaran energi yang menurun berpengaruh terhadap terjadinya kegemukan pada balita. Pendekatan harus dilakukan melalui pengurangan konsumsi makanan dan peningkatan aktivitas fisik. Aktivitas fisik secara teratur tiap hari sebagai bagian dari kehidupan normal lebih berhasil guna daripada aktivitas berat yang dilakukan sebentar secara tidak teratur. Untuk memenuhi tujuan pemberian diit pada penderita gizi lebih, perlu diperhatikan syarat-syarat berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
27
a. Rendah energi dan seimbang. Kandungan energi makanan disesuaikan dengan kebutuhan individual yang tergantung pada umur, tingkat kegemukan, dan aktivitas. Pengurangan energi terutama dari pengurangan konsumsi hidrat arang. b. Protein normal atau sedikit di atas normal c. Cukup mineral dan vitamin d. Kadar serat tinggi e. Pemberian makanan paling kurang dibagi menjadi 3 X sehari f. Dalam batas konsumsi energi yang diperbolehkan, diberikan pilihan makanan sebanyak mungkin. Diit ketat tidak dianjurkan. g. Pelaksanaan diit disertai dengan penyuluhan gizi kepada orangtua Kebutuhan Kalori bagi anak usia 1 – 6 tahun adalah sekitar 1300 kkal dan untuk mengatasi kegemukan pada usia ini dianjurkan mengkonsumsi kalori sebesar 600 – 800 kkal. Diit yang mengandung 600 – 800 kkal dapat membuat balita keluar dari kegemukannya dalam waktu 6 ( enam ) bulan.
2.8. Penyuluhan Gizi Penyuluhan Kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tapi yang mau dan bisa melaksanakan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
28
Penyuluhan Gizi menurut Suharjo (2003) adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi baik. Penyuluh Gizi yaitu seseorang yang memberikan penyuluhan gizi yang merupakan suatu upaya menjelaskan, menggunakan, memilih, dan mengolah bahan makanan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku perorangan atau masyarakat dalam mengkonsumsi makanan sehingga meningkatkan kesehatan dan gizinya. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986). Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu memilih makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang berpendidikan lebih tinggi. Karena sekalipun pendidikannya rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Dengan demikian sangatlah perlu penyuluhan gizi dilakukan secara rutin. Tujuan dilakukannya Penyuluhan Gizi menurut Suharjo (2003) adalah : a. Terciptanya sikap positif terhadap gizi b. Terbentuknya pengetahuan dan kecakapan memilih dan menggunakan sumbersumber pangan
Universitas Sumatera Utara
29
c. Adanya motivasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan gizi d. Timbulnya kebiasaan makan yang baik Pendekatan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan penyuluhan gizi adalah pendekatan massal, kelompok, maupun secara perorangan, seperti yang dikemukakan depkes (1990) yaitu : Pendekatan dalam penyuluhan gizi : a.
Individu dengan metode konsultasi
b.
Kelompok dengan metode ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi
c.
Massal dengan metode ceramah, film, tv, poster dan sebagainya. Ketiga pendekatan yang digunakan dalam penyuluhan gizi di atas dapat
membantu dalam pencapaian tujuan penyuluhan gizi. Agar penyuluhan gizi yang kita lakukan berhasil sesuai dengan pengharapan maka perlu diperhatikan langkah–langkah persiapan penyuluhan gizi. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi : 1. Pengenalan masalah masyarakat yaitu obesitas 2. Mengenal pola konsumsi keluarga social dan ekonomi keluarga serta pemahaman ibu akan obesitas pada balitanya 3. Mengenal lokasi penyuluhan, memperhatikan jalur transportasi 4. Menentukan tujuan penyuluhan yaitu terciptanya pengertian oleh ibu yang memiliki balita obesitas tentang obesitas dan bagaimana penanggulangannya agar terjadi penurunan berat badan balita obesitas
Universitas Sumatera Utara
30
5. Menentukan sasaran, yang harus diperhatikan penyuluh dari segi sasaran adalah : a. Tingkat pengetahuan, ketrampilan dan sikap sasaran, Penyuluh harus mengetahui dalam tingkat mana sebagian besar dari sasaran itu berada. Setelah itu harus menghubungkannya dengan tujuan yang akan dicapai. Hal ini penting untuk dapat menentukan metode mana yang paling tepat. b. Sosial budaya, Penyuluh harus mengetahui adat kebiasaan sasaran, normanorma yang berlaku dan status kepemimpinan yang ada. Hal ini penting bukan saja dalam pemilihan metode penyuluhan tetapi juga dalam menentukan teknik-teknik penyuluhannya. c. Banyaknya sasaran yang hendak dicapai oleh seorang penyuluh pada suatu waktu tertentu akan menentukan metode penyuluhan yang akan dicapai. 2.8.1. Metode Penyuluhan Menurut Van deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin dicapai, penggolongan metode penyuluhan ada tiga : 1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Dalam metode ini, penyuluh berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasarannya secara perorangan. Metode ini sangat efektif karena, sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Sementara itu adapun kelemahan metode ini adalah dari segi sasaran yang ingin dicapai, kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk
Universitas Sumatera Utara
31
mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu, selain itu ada juga membutuhkan banyak tenaga penyuluh dan membutuhkan waktu yang lama. 2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Dalam metode ini, penyuluh berhubungan dengan sasaran penyuluhan secara kelompok. Metode ini cukup efektif karena sasaran dibimbing dan diarahkan untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer informasi juga terjadi tukar pendapat dan pengalaman antara sasaran penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Serta memungkinkan adanya umpan balik dan interaksi kelompok yang memberi kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma anggotanya. Kelemahan metode ini adalah adanya kesulitan dalam mengkoordinir sasaran karena faktor geografis dan aktivitas sasaran. Salah satu cara yang efektif dalam metode pendekatan kelompok adalah dengan metode ceramah, metode ini cocok
digunakan untuk masyarakat yang
memiliki tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah. 3. Metode berdasarkan pendekatan massal. Sesuai dengan namanya, metode ini dapat menjangkau sasaran dengan jumlah banyak. Dipandang dari segi penyampaian informasi, metode ini cukup baik, namun terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa metode pendekatan massa dapat mempercepat proses perubahan, tapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku. Yang termasuk
Universitas Sumatera Utara
32
dalam metode ini antara lain : rapat umum, siaran radio, kampanye, pemutaran film, surat kabar dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas peneliti memilih metode pendekatan kelompok dengan metode ceramah untuk melakukan penyuluhan gizi, dengan tujuan terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang diharapkan melalui peran aktif sasaran penyuluhan dalam memberikan umpan balik terhadap penyuluh serta adanya saling tukar informasi dan pengalaman sesama peserta penyuluhan. 2.8.2. Metode Ceramah Metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan mmelalui penuturan (penjelasa lisan), metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan. Pendengar ceramah adalah mendengar dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan oleh orang yang memberikan ceramah tersebut (Nurlaili, 2009). Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok yang besar yaitu lebih dari 15 (lima belas) orang. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo,2003). Pengaruh besarnya jumlah sasaran dalam metode ini seringkali dengan menggunakan alat bantu yang berupa materi tertulis dan gambar terproyeksi untuk menarik
perhatian
dan
memperjelas
materi
yang
disampaikan.
Waktu
penyelenggaraan ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto, 1993).
Universitas Sumatera Utara
33
Menurut Lunandi (1993), beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan pesan dalam waktu singkat. Menurut Notoatmodjo (2007), ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri mempunyai persiapan dengan menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiakan diri dengan mempelajari materi dengan sistematikan yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran (Makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan sebagainya). Keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah harus mempunyai sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (di pertengahan) dan tidak boleh duduk (Notoatmodjo, 2007).
2.9. Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
34
Masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi oleh karena dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Masalah gizi tidak hanya kurang gizi tetapi juga gizi lebih yang dapat menyebabkan overweight dan obesitas (Sunita, 2004). Orang yang mengalami obesitas biasanya memiliki berat badan yang melampaui orang-orang gemuk seperti biasanya. Bila penderita obesitas tidak menjaga pola asuh makannya, dapat menimbulkan dampak buruk seperti penyakit jantung dan diabetes, serta dapat menimbulkan kematian. Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang diperlukan oleh tubuh. Penanganan gizi lebih khususnya pada balita memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Pembuatan berbagai program
menyangkut gizi seimbang dan
penanggulangan balita berat badan lebih dan penderita obesitas dapat disalurkan melalui pelayanan kesehatan atau kader-kader kesehatan. Penyampaian informasi dapat disalurkan melalui pelayanan kesehatan setempat dan tenaga kesehatan yang ada. Pemberian informasi yang kompleks dan baik yang mudah diserap para ibu harus mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat. Penyerapan informasi yang baik oleh ibu tentunya diharapkan dapat menjadi suatu cara dalam penanggulangan peningkatan berat badan lebih pada balita. Meningkatnya pengetahuan ibu tentang penanganan gizi seimbang akan membantu ibu melakukan pemberian gizi yang tepat pada balitanya. Menurut
Notoadmodjo
(2010)
pengetahuan
tentang
kesehatan pada
masyarakat dapat menjadi salah satu upaya dalam pencapain derajat kesehatan yang maksimal. Oleh karena itu diperlukan cara-cara yang tepat oleh para tenaga kesehatan
Universitas Sumatera Utara
35
untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat sehingga pengetahuan itu dapat diserap secara baik.
2.10. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan Penelitian dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Penurunan
Pengetahuan Ibu Penyuluhan Gizi
Berat Badan
tentang Gizi Balita
Balita
Overweight dan
Overweight Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah dengan memberikan Penyuluhan gizi kepada ibu yang memiliki balita gizi lebih diharapkan nantinya ibu balita tersebut memahami tentang apa itu gizi lebih, apa gejalanya, apa efeknya bagi balitanya dan bagaimana cara menurunkan berat badan balitanya dan selanjutnya dengan berbekal pengetahuan yang didapatkan ibu balita tersebut melalui penyuluhan yang diberikan oleh peneliti maka akan terjadi penurunan berat badan balita gizi lebih yang ada di Kelurahan Bahkapul.
Universitas Sumatera Utara