BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata Mata merupakan indra penglihatan pada manusia. Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, selanjutnya dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Evelyn, 1999). 2.1.1. Anatomi Mata Mata diproteksi oleh tulang rongga mata, alis dan bulu mata, kelopak mata, refleks mengedip, sel-sel pada permukaan kornea dan konjungtiva (selaput lendir yang melapisi permukaan dalam kelopak mata) serta air mata. Air mata berfungsi memperbaiki tajam penglihatan, membersihkan kotoran yang masuk ke mata, lubrikasi (pelumasan), media transpor bagi oksigen dari atmosfer, nutrisi (glukosa, elektrolit, enzim protein), serta mengandung antibakteri dan antibodi. Bola mata mempunyai garis menengah kira-kira 2,5 sentimeter, bagian depannya bening serta terdiri dari tiga lapisan yaitu: (1) Lapisan luar (fibrus) yang merupakan lapisan penyangga, (2) Lapisan tengah (vaskuler), dan (3) Lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Mata digerakkan oleh enam otot penggerak mata, otot-otot ini dikaitkan pada pembungkus Sklerotik mata sebelah belakang kornea. Otot-otot ini mengerakkan mata ke atas, ke bawah, ke dalam dan ke sisi luar bergantian. Bagian-bagian Mata:
Universitas Sumatera Utara
1) Sklera Merupakan pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata. 2) Retina Merupakan lapisan saraf pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf 3) Kornea Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan yang putih dan tidak tembus cahaya 4) Iris Merupakan tirai berwarna di depan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar atau otot polos yang berfungsi untuk mengecilkan dan melebarkan ukuran pupil. 5) Lensa Merupakan sebuah benda transparan bikonvex yang terdiri dari beberapa lapisan. Lensa mata berfungsi sebagai organ fokus utama yang membiaskan berkasberkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat. 6) Pupil Merupakan sebuah cakram yang dapat bergerak dan berfungsi sebagai tirai yang melindungi retina, serta mengendalikan jumlah cahaya yang memasuki mata. Gambar anatomi mata seperti pada gambar berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Anatomi Mata (Sumber : James, 2006)
2.1.2 Alat Visual Mata Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai otak melalui saraf optik, sehingga mata secara terus menerus menyesuaikan untuk melihat suatu benda (Suyatno, 1995). Iris bekeja sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada suasana terang pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis, jadi di luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk lebih jauh kedalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf kesadaran. Sistem yang terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai peranan penting dalam melihat disebut alat visual. Ia mengendalikan lebih dari 90% dari kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan alat visual ini memainkan peranan yang
Universitas Sumatera Utara
menentukan. Organ visual ikut bertanggung jawab atas timbulnya gejala kelelahan umum. 2.1.3 Fungsi Refraksi Berkas-berkas cahaya yang jatuh di atas mata akan menimbulkan bayangan yang telah difokuskan pada retina. Bayangan ini menembus dan diubah oleh kornea, lensa, badan-badan aqueus dan viterus. Pada mata normal berkas-berkas ini bersatu untuk menangkap sebuah titik pada retina dan pada titik ini bayangan difokuskan. Cahaya sinar yang melewati kornea aqueus humor dan lensa akan membelok, suatu proses yang dikenal sebagai proses refraksi. Hal ini memungkinkan cahaya dari area yang luas difokuskan pada area yang lebih kecil di retina. Berkas cahaya paralel dibelokkan oleh lensa cembung menuju titik utama di retina. Jika jarak obyek kurang dari tujuh meter, lengkungan lensa harus ditingkatkan untuk memudahkan fokus pada retina, hal ini disebut akomodasi (Chambers, 1999). 2.1.4 Kelainan Refraksi Kelainan refraksi adalah akibat kerusakan pada akomodasi visual, sebagai akibat perubahan biji mata maupun kelainan pada lensa. Untuk melihat suatu benda dengan baik, tergantung dari kemampuan mata untuk berakomodasi. Adapun kelainan-kelainan refraksi antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1) Hipermetropia Pada kelainan mata ini, ukuran mata atau lebar mata dari belakang sampai kedepan pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina, seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.2. Kelainan Mata Hipermetropi (Sumber : Ilyas, 2003)
2) Miopia Pada kelainan mata ini ukuran biji mata dari belakang sampai ke depan melebihi ukuran yang normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di depan retina, seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.3. Kelainan Mata Miopia (Sumber : Ilyas, 2003)
Universitas Sumatera Utara
3) Astigmatisma Merupakan kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya jatuh pada garis-garis di atas retina, dan bukan pada titik-titik tajam. Hal ini disebabkan oleh berubahnya bentuk lengkungan lensa, seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.4. Kelainan Mata Astigmatisma (Sumber : Ilyas, 2003)
4) Presbiopi Merupakan istilah yang digunakan untuk melukiskan kesalahan akomodasi yang terjadi pada orang-orang tua, atau orang-orang yang sedang menginjak usia lanjut, seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.5. Kelainan Mata Presbiopi (Sumber : Ilyas, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kelelahan Mata Pengguna Komputer Kelelahan mata merupakan salah satu bagian dari jenis gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan pada manusia, tidak terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan interaktif antara manusia serta perilakunya dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit, juga dikenal sebagai proses kejadian penyakit. Manajemen penyakit mestinya tidak hanya dilakukan pada manusia atau sejumlah penduduk yang mengalami sesuatu penyakit. Manajemen demikian tidak akan menyelesaikan problem penyakit yang bersangkutan, karena hanya berupa pendekatan kuratif, yaitu penanganan pada tingkat hilir. Seharusnya dalam penanganan sesuatu penyakit, termasuk penyakit akibat radiasi elektromagnetik, manajemen penyakit yang paling tepat diterapkan adalah manajemen berbasis lingkungan (Anies, 2007). Mengingat faktor-faktor lingkungan sangat dominan dalam proses kejadian suatu penyakit, maka manajemen berbasis lingkungan harus dilibatkan dalam upayaupaya pencegahan maupun pengendaliannya. Manajemen berbasis lingkungan untuk penanggulangan penyakit, dimulai dari tingkat hulu menuju hilir. Perhatian utama pada faktor penyebab, media transmisi, dengan memperhatikan faktor penduduk sebagai objek yang terjangkit atau terpajan, sebelum melakukan penanganan pada manusia yang menderita penyakit. Dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit yang berpotensi ditimbulkan oleh radiasi elektromagnetik komputer, pada hakikatnya dapat diuraikan dalam empat simpul.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Achmadi (2008) ada 4 simpul dalam mengidentifikasi kejadian penyakit pada manusia khususnya penyakit tidak menular. Dalam penelitian ini konsep teori simpul tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Simpul A, merupakan simpul paling hulu, yaitu sumber penyakit, dalam hal ini berupa radiasi elektromagnetik. 2) Simpul B, merupakan komponen lingkungan yang berupa media transmisi penyakit tersebut, dalam hal ini ruang di sekeliling komputer serta bahan yang dapat menghantarkan listrik. 3) Simpul C adalah pengguna komputer dalam bekerja dengan berbagai variabel karakteristik pekerja, misalnya umur, pengetahuan, lama kerja dan masa kerja. Simpul ini seringkali terlupakan, karena lama bekerja mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan kejadian penyakit pada pekerja. 4) Simpul D atau simpul yang paling hilir, adalah pekerja dalam keadaan sakit atau terganggu kesehatannya, setelah mendapat pajanan (exposure) oleh komponen lingkungan, dalam hal ini radiasi elektromagnetik, seperti terlihat pada gambar berikut.
- Radiasi nonpengion
- Suhu - Pencahayaan
- Komputer - Kipas - AC - Lampu
- Umur - Pengetahuan - Lama kerja - Jenis kerja
- Kelelahan mata - Perih/Pedih - Mata berair - Sehat
Iklim
Gambar 2.6. Model Manajemen Penyakit Tidak Menular (Sumber : Achmadi, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Menurut (Anies, 2005), bahwa kekhawatiran masyarakat mengenai efek kesehatan akibat pajanan radiasi elektromagnetik non peng-ion mulai timbul sejak akhir tahun 1960-an. Hal ini terjadi sehubungan dengan makin berkembangnya pemanfaatan sumber radiasi non peng-ion terutama buatan manusia seperti laser, radar, oven microwave, jaringan listrik, termasuk yang sedang mewabah saat ini yaitu komputer dan telepon genggam, meskipun kenyataannya, risiko terbesar terhadap kesehatan berasal dari sumber radiasi non peng-ion alam yaitu sinar ultra violet matahari. Pada tahun 1950-an dan 1960-an telah dibuat rekomendasi pertama mengenai pembatasan pajanan radiasi microwave dan radiofrekuensi VHF yang dihasilkan oleh radar militer dan peralatan komunikasi. Dengan meningkatnya teknologi dan penggunaan peralatan dengan sumber radiasi non peng-ion ini, maka pada tahun 1992 dibentuk komisi internasional untuk menangani masalah proteksi radiasi non pengion yaitu International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection (ICNIRP) yang sebelumnya bergabung dengan International Radiological Protection Association (IRPA). Sebagai organisasi ilmiah, komisi ini bekerja sama dengan World Health Organization (WHO) untuk mengkaji efek kesehatan akibat pajanan radiasi non peng-ion dan menggunakan hasilnya untuk menetapkan prinsip dasar dan rekomendasi mengenai standar keselamatan dan proteksi radiasi non peng-ion (Dennis, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan Gangguan kesehatan yang dicurigai disebabkan oleh radiasi VDU, antara lain: katarak, dermatitis, epilepsi dan cacat bawaan pada bayi (Anies, 2006). Karakteristik gangguan kesehatan yang disebabkan oleh intensitas pemakaian komputer cenderung pada gangguan atau cedera tingkat rendah yang muncul lambatlaun setelah proses salah yang lama dan berulang (repetitif) ketika menggunakan komputer. Walaupun muncul secara evolusif, hasil akhir tetap sama berupa gangguan kesehatan yang serius seperti gangguan saraf, gangguan penglihatan, cedera otot dan pergelangan, dan lain-lain. Gangguan tersebut rata-rata diakibatkan oleh kurangnya aliran darah serta ketegangan di bagian tubuh tertentu secara terus-menerus dan berulang. Hal ini bisa berlangsung bertahun-tahun sebelum gangguan tersebut muncul sebagai suatu cedera yang serius (Suma’mur, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Pengertian Kelelahan Mata Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari
kerusakan
lebih lanjut sehingga
terjadi
pemulihan
setelah
istirahat.
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem aktifasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya individu,
menunjukkan
kondisi
yang
berbeda–beda
dari
setiap
tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004). Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot, sedang kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab–sebab mental, status kesehatan dan gizi (Grandjean, 1993 dalam Tarwaka dkk, 2004). Kontraksi kuat otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal
sebagai
kelelahan
otot.
Kelelahan
ini
diakibatkan
oleh
ketidak
mampuan proses kontraksi dan metabolisme serabut-serabut otot untuk melanjutkan suplai output kerja yang sama, karena kekurangan ATP (Graham, 1997). Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja (Tarwaka dkk, 2004). Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan merupakan peningkatan dalam rata–rata panjang waktu yang diambil untuk
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan suatu siklus aktivitas (Sudjoko, 1996). Menurut Tarwaka dkk (2004), terdapat dua teori kelelahan otot yaitu teori kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot. Sedangkan pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensorik yang disadari sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat otak dalam mengendalikan gerakan pada sel saraf. Berkurangnya frekuensi tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot, sehingga gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Semakin lambat gerakan seseorang menunjukkan semakin lelah kondisi ototnya. Ada tiga jenis kelelahan mata (Astenophia ) yaitu Astenophia Acomodatif, Astenophia Musculer, dan Astenophia Neurastenik. Kelelahan mata pada pengguna komputer merupakan Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan otot siliaris. Pada keadaan normal, cahaya yang datang dari jarak tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan. Hal ini diakibatkan oleh adanya daya akomodasi mata yang bila benda didekatkan, maka bayangan benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Mata akan berakomodasi untuk melihat jelas benda pada jarak yang berbeda-beda sehingga
Universitas Sumatera Utara
bayangan benda akan tetap terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliaris (Ilyas, 2003). Ketika individu bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, menyebabkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang panjang. Kelelahan mata menyebabkan daya akomodasi menurun. Terdapat beberapa gejala kelelahan mata yaitu : a. Gejala okular; merupakan gejala seperti mata merasa tidak nyaman, panas, sakit, cepat lelah, merah, dan berair (Asyari, 2002). b. Gejala visual; terjadi karena mata mengalami gangguan untuk memfokuskan bayangan pada retina. Mata menjadi sensitif terhadap cahaya. Kelelahan ini akan menyebabkan penglihatan ganda atau kabur. Penglihatan yang kabur biasanya berkaitan dengan akomodasi, karena otot siliaris gagal untuk memfokuskan atau mengalami kejang dan kelelahan (Asyari, 2002). Ketajaman penglihatan juga dapat menurun sewaktu-waktu, terutama pada saat keadaan daya tahan
tubuh menurun atau mengalami kelalahan
(Mangunkusumo, 2002). c. Gejala umum lainnya yang sering dikeluhkan akibat kelelahan mata adalah rasa sakit kepala, sakit punggung, pinggang, dan vertigo. Karyawan yang sering terpapar radiasi komputer dapat menyebabkan penyakit mata seperti dry eye syndrome, yaitu kumpulan gejala yang disebabkan keringnya permukaan kornea mata akibat lapisan tear film yang berfungsi untuk melembabkan dan pelumas pada permukaan bola mata telah menjadi rusak. Dry eye syndrome, astenopia, computer vision
Universitas Sumatera Utara
syndrome, kelainan refraksi miopia atau astigmatisme disebabkan faktor-faktor yang berada pada lingkungan kerja tersebut,” Pada penyakit mata dry eye, dapat disebabkan lingkungan kerja yang kelembaban udaranya kering akibat AC. Faktor risiko dry eye syndrome adalah terpapar udara kering dari AC secara berlebihan (Ilyas, 2002).
2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Kelelahan Mata Menurut Mangunkusumo (2002), kelelahan mata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan atas faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor-faktor tersebut yaitu : (1) Faktor Intrinsik; merupakan faktor yang berasal dari tubuh yang terdiri atas: a. Faktor okular, yaitu kelainan mata berupa Ametropia dan Heteroforia. b. Ametropia adalah kelainan refraksi pada mata kiri dan kanan tetapi tidak dikoreksi. Heteroforia merupakan kelainan dimana sumbu penglihatan dua mata tidak sejajar sehingga kontraksi otot mata untuk mempertahankan
koordinasi
bayangan
yang
diterima
dua
mata
menjadi satu bayangan, lebih sulit. Apabila hal ini berlangsung lama, akan terjadi kelelahan mata. c. Faktor konstitusi, adalah faktor yang disebabkan oleh keadaan umum seperti tidak sehat atau kurang tidur. (2) Faktor Ekstrinsik; Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang bersumber dari lingkungan kerja yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Intentitas cahaya Intentitas cahaya adalah banyaknya sinar yang mengenai suatu permukaan (Suma’mur, 1995). Intensitas cahaya merupakan faktor yang penting dari lingkungan fisik untuk keselamatan kerja. Untuk dapat melihat dengan baik dan teliti diperlukan intensitas cahaya yang cukup. Mata dapat melihat benda karena ada cahaya, baik dari benda itu sendiri maupun pantulan atau langsung datang dari sumber cahaya. Cahaya yang dapat dilihat dengan mata adalah radiasi pada segmen dari spektrum elektromagnetik yang terletak antara segmen-segmen infra merah dan ultraviolet yang mempunyai panjang 6
7
14
gelombang 10 sampai 10 cm (380-760 nm) dan frekuensi 3 x 10
sampai 3 x
15
10
cps (cycles per scond). Enargi foton (photon enegi) dari radiasi ini adalah kecil
yaitu 1.65-3.1 elektron volt, sehingga tidak menyebabkan ionisasi pada atom-atom atau molekul-molekul. Pada setiap sumber cahaya memiliki fluk cahaya yang dipancarkan ke segala arah. Jika suatu permukaan mendapatkan cahaya, maka dapat dikatakan permukaan itu mendapatkan cahaya (illuminasi). b. Visibilitas Mata dapat melihat sesuatu jika mendapatkan rangsangan dari gelombang cahaya dan sebaliknya benda di sekitar kita dapat terlihat apabila memancarkan cahaya, baik cahaya dari benda tersebut maupun dari cahaya pantulan yang datang dari sumber cahaya lain yang mengenai benda tersebut. Dalam melihat suatu benda
Universitas Sumatera Utara
faktor yang menentukan adalah ukuran obyek, derajat kontras antara obyek dan sekelilingnya, luminensi (brightness) dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari cahaya dan pemantulan pada arah pengamat serta lamanya melihat. c. Dekorasi Tempat Kerja Pengaruh dari dekorasi tempat kerja terhadap kegairahan kerja atau prestasi kerja adalah cukup besar. Masalah pewarnaan sebenarnya bukan menyangkut warna saja, tetapi komposisi warnapun harus juga diperhatikan. Komposisi warna yang salah atau tidak serasi dapat mengganggu pemandangan sehingga akan menimbulkan rasa tidak atau kurang menyenangkan bagi mereka yang mengamatinya. Disamping itu, keadaan ini dapat pula menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap semangat dan gairah kerja seseorang. Pemilihan warna yang tepat untuk ruang kerja ditentukan oleh fungsi dari ruang kerja tersebut. Secara umum, warna mempunyai tiga efek psikologis dan tiga efek tersebut menurut jenis warna yang dipergunakan, seperti pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Efek Psikologis dari Warna Jenis Warna
Jarak Biru Jauh Hijau Jauh Merah Dekat Oranye Sangat Dekat Kuning Dekat Coklat Sangat Dekat Jingga Sangat Dekat Sumber: Siswanto, 1989
Efek Suhu Sejuk Sangat Sejuk Panas Sangat Panas Panas Netral Sejuk
Psikis Menenangkan/menyejukkan Menenangkan/menyejukkan Merangsang Merangsang Merangsang Merangsang Agresif
Universitas Sumatera Utara
2.3 Radiasi Non Peng-ion Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi. Medan listrik adalah radiasi non peng-ion yang berasal dari kabel benda yang bermuatan listrik. Radiasi non peng-ion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah radiasi non peng-ion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 eV yang antara lain meliputi sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan radiofrekuensi elektromagnetik. Selain itu ultrasound juga termasuk dalam radiasi non peng-ion (Maurits, 2003). Menurut International Commision on Non-Ionizing Radiation Protection (1997) bahwa radiasi non peng-ion didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media yang bersangkutan. Istilah
radiasi
non
peng-ion
secara
fisika
mengacu
pada
radiasi
elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 eV, antara lain meliputi sinar ultra violet, infra merah, gelombang mikro, gelombang radio, juga berbagai peralatan elektronik seperti radiasi komputer. Berdasarkan panjang gelombang yang berhubungan dengan frekuensi dan energi fotonnya, radiasi non peng-ion dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu radiasi optik dengan panjang gelombang antara 100 nm sampai 1 mm, dan radiasi gelombang radio, antara 1 mm sampai sekitar > 100 km (Dennis, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Alat dan proses yang menghasilkan radiasi non peng-ion banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, kedokteran termasuk gigi, telekomunikasi, industri hiburan, laboratorium penelitian, bangunan dan konstruksi, aplikasi militer, aplikasi pendidikan, geodesi, transportasi, periklanan, preparasi makanan komersil, dan di rumah (Dennis, 1997). Berdasarkan panjang gelombang yang berhubungan dengan frekuensi dan energi fotonnya, radiasi non peng-ion dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu radiasi optik dengan panjang gelombang (λ) antara 100 nm sampai 1 mm dan radiasi radiofrekuensi elektromagnetik antara 1 mm sampai sekitar > 100 km. Radiasi yang digunakan untuk tujuan apapun dan sekecil apapun pasti mengandung potensi bahaya bagi manusia, tetapi selama kita dapat memperhatikan ketentuan keselamatan radiasi, maka kita dapat memanfaatkan radiasi untuk tujuan apapun dengan aman. Baku mutu pajanan medan listrik dan medan magnet yang direkomendasikan oleh WHO (1987) dan Depkes RI (2002) adalah sebagai berikut: Tabel 2.2. Batasan Pajanan Radiasi Non Peng-ion No
Keterangan
Baku Mutu Medan Magnetik (milli Tesla)
1
Lingkungan Kerja (1) Sepanjang hari kerja <0,5 mT (2) Waktu singkat 5,0 mT (sampai 2 jam/hari) 2 Lingkungan Umum (1) Sampai 24 jam/hari 0,1 mT (ruang terbuka) (2) Beberapa jam/hari 1 mT (sampai 5 jam/hari) Sumber : Kepmenkes RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan
ilmu
komputer
yang
sangat
pesat
diiringi
dengan
meningkatnya pemakaian komputer di tengah masyarakat. Kemampuan komputer sebagai pengolah kata dan pengolah data merupakan sarana yang sangat membantu. Secara umum waktu yang dibutuhkan untuk pemakaian komputer bergantung pada jenis pekerjaan dan sipemakai itu sendiri. Lamanya pengoperasian komputer berbeda antara seorang praktikan dengan seorang yang bekerja di kantor ataupun dengan seorang operator komputer. Komputer sebagai produk teknologi mutakhir tetapi dapat juga membawa dampak bagi kehidupan kita. Monitor sebagai salah satu perangkat komputer dapat menimbulkan radiasi. Walaupun secara umum dampak positif lebih besar dari dampak negatifnya, tetapi perlu juga diperhatikan. Gelombang-gelombang dan radiasi lainnya yang mungkin dihasilkan oleh monitor yakni: sinar x, sinar ultraviolet, gelombang mikro (microwave), radiasi elektromagnetik frekuensi sangat rendah (Very Low Frequency/VLF), radiasi elektromagnetik frekuensi amat sangat rendah (Extremely Low Frequency/Elf). Penyebab timbulnya radiasi adalah hasil dari proses terbenturnya aliran elektron dengan fosfor yang ada pada layar VDU bagian dalam. Radiasi sinar x yang dihasilkan akan diserap oleh kaca dari CRT, sehingga tidak sempat menyebar sampai ke operator. Radiasi elektromagnetik VLF dan ELF dihasilkan oleh defleksi horizontal dan sirkuit tegangan tinggi yang terdapat pada VDU. Radiasi dari perangkat komputer lebih pada komponen VDT atau Visual Display Terminal dalam hal ini monitor. Seperti halnya televisi, radiasi berupa gelombang elektromagnetik
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan dari monitor, dari bagian CRT (Cathode Ray Tubes) dan komponen elektronis lainnya. Tetapi berdasarkan riset, kontribusi radiasi baik jenis ionizing maupun non-ionizing dari pemakaian perangkat VDT (monitor) selama rata-rata 8 jam/hari sangatlah kecil dibandingkan dengan kontribusi radiasi dari consumer product lainnya (Anies, 2004).
2.4 Pengukuran Tingkat Kelelahan Mata Pengukuran kelelahan mata dilakukan dengan menggunakan Photostress Recovery Test. Photostress Test adalah suatu test yang mengevaluasi fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Dasar pemeriksaan ini adalah bahwa reaksi fotokimia pada retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen epithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan penyinaran menggunakan senter atau penlight berkekuatan 3 volt dengan jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24% - 86% pigmen penglihatan (Fauziah, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Landasan Teori Kelelahan mata pada pengguna komputer merupakan salah satu gangguan kesehatan khususnya kesehatan mata. Konsep kejadian penyakit tersebut relevan dengan konsep manajemen penyakit berbasis lingkungan dalam teori simpul. Menurut Achmadi (2008), bahwa teori simpul dalam mengidentifikasi kejadian penyakit khususnya penyakit tidak menular seperti keluhan penyakit akibat radiasi non peng-ion mencakup 4 simpul, yaitu: 1) Simpul A, merupakan simpul paling hulu, yaitu sumber penyakit, dalam hal ini berupa radiasi elektromagnetik. 2) Simpul B, merupakan komponen lingkungan yang berupa media transmisi penyakit tersebut, dalam hal ini ruang di sekeliling komputer serta bahan yang dapat menghantarkan listrik. 3) Simpul C adalah pengguna komputer dalam bekerja dengan berbagai variabel karakteristik pekerja, misalnya umur, pengetahuan, lama kerja dan masa kerja. Simpul ini seringkali terlupakan, karena lama bekerja mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan kejadian penyakit pada pekerja. 4) Simpul D atau simpul yang paling hilir, adalah pekerja dalam keadaan sakit atau terganggu kesehatannya, setelah mendapat pajanan (exposure) oleh komponen lingkungan, dalam hal ini radiasi elektromagnetik. Menurut Mangunkusumo (2002), determinan kelelahan mata disebabkan oleh faktor intrinsik yaitu kelainan mata dan faktor keadaan umum kesehatan individu, dan
Universitas Sumatera Utara
faktor ekstrinsik mencakup keadaan lingkungan pekerjaan atau dekorasi tempat kerja dan faktor intensitas pencahayaan.
2.6 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.3 Karakteristik Pekerja 1. Umur 2. Masa Kerja 3. Pengetahuan 4. Sikap 5. Lama terpapar dengan komputer 6. Jarak monitor dengan mata Kelelahan Mata Karyawan Biro Perjalanan
Keadaan Lingkungan Kerja 1. Intensitas Cahaya 2. Suhu Ruangan
Radiasi Non Peng-ion Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan Gambar 2.7 di atas diketahui variabel independen dalam penelitian ini adalah (1) variabel karakteristik (umur, masa kerja, pengetahuan, sikap, lama terpapar dengan komputer dan jarak monitor dengan mata), (2) variabel faktor lingkungan (intensitas cahaya dan suhu udara) dan (3) variabel radiasi non peng-ion. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelelahan mata karyawan biro perjalanan.
Universitas Sumatera Utara