BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Kualitas hidup 1.1 Definisi Kualitas Hidup Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kreitler & Ben (2004) dalam Nofitri (2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu (Nofitri, 2009). Menurut WHO (1994) dalam (Bangun 2008), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.
18 Universitas Sumatera Utara
Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Wilson dkk dalam (Larasati, 2012). Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya WHOQOL Group (1998) dalam (Larasati, 2012). Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda dalam penelitian lain. Namun dalam penelitian ini kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan kualitas hidup seorang individu yang dapat dinilai berdasarkan konsep WHOQOL Group (1998) dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. 1.2 Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup Menurut WHOQOL group Lopez dan Sayder (2004) (dalam Sekarwiri 2008), kualitas hidup terdiri dari enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan. Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan
Universitas Sumatera Utara
Martonah (2010) aktivitas sehari – hari adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi. Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008). Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) istirahat merupakan suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dimensi psikologis yaitu bodily dan appearance, perasaan negatif , perasaan positif, self – esteem, berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi. Aspek sosial meliputi relasi personal, dukungan sosial dan aktivitas seksual. Kemudian aspek lingkungan yang meliputi sumber finansial, freedom, physical safety dan
Universitas Sumatera Utara
security , perawatan kesehatan dan sosial care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta lingkungan fisik dan transportasi (Sekarwiri, 2008). Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self – esteem melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008). Dimensi hubungan social mencakup relasi personal, dukungan social dan aktivitas sosial. Relasi personal merupakan hubungan individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Sedangkan aktivitas seksual merupakan gambaran kegiatan seksual yang dilakukan individu (Sekarwiri, 2008). Adapun dimensi lingkungan yaitu mencakup sumber financial, Freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan dan sosial care, lingkungan rumah,
kesempatan
untuk
mendapatkan
berbagai
informasi
baru
dan
keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan, lingkungan fisik serta transportasi (Sekarwiri, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Sumber finansial yaitu merupakan keadaan keuangan individu. Freedom, physical safety dan security yaitu menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya. Perawatan kesehatan dan sosial care merupakan ketersediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu. Lingkungan rumah menggambarkan keadaan tempat tinggal individu. Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan yaitu menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk memperoleh hal-hal baru yang berguna bagi individu. Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan merupakan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan menikmati waktu luang. Sedangkan lingkungan fisik menggambarkan keadaan lingkungan tempat tinggal individu (keadaan air, saluran udara, iklim, polusi, dll). Transportasi yaitu sarana kendaraan yang dapat dijangkau oleh individu (Sekarwiri, 2008). 1.3 Pengukuran Kualitas Hidup Skevington, Lotfy dan O’ Connell (2004)
dalam Sekarwiri (2008)
pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang. Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran kualitas hidup alat WHOQOL – BREF merupakan pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat ukur ini mengunakan empat dimensi yaitu fisik, psikologis, lingkungan dan sosial. 1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai degnan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayahsatu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Berbagai penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu : 1. Gender atau Jenis Kelamin Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009)mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara lakilaki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki. Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik. 2. Usia Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam (Nofitri, 2009), individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif. 3. Pendidikan Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.
Universitas Sumatera Utara
4. Pekerjaan Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita. 5. Status pernikahan Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009) .Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi. 6. Penghasilan Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani,
Universitas Sumatera Utara
Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. 7. Hubungan dengan orang lain Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup
besar
dalam
menjelaskan
kualitas
hidup
subjektif.
8. Standard referensi O’Connor (1993) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQoL (Power, 2003) dalam (Nofitri, 2009), bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Jadi, individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya. 2.
Wanita Lansia 2.1 Defenisi wanita lansia Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 yang dimaksud dengan
lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Zulsita, 2011). 2.2 Perubahan – Perubahan Pada Wanita Lansia Perubahan – perubahan yang terjadi pada wanita lansia: 2.2.1 Perubahan fisik Beberapa perubahan fisik yang terjadi pada wanita lansia: 1. Sel Jumlah sel berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun. 2. Kardiovaskular Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat. 3. Respirasi Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat,
Universitas Sumatera Utara
alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus. 4. Persarafan Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respons motorik dan refleks. 5. Muskuloskletal Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis. 6. Gastrointestinal Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan. 7. Genitourinaria Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun. 8. Vesika urinaria Otot – otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine.
Universitas Sumatera Utara
9. Vagina Selaput lendir mengering dan sekresi menurun. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. 10. Pendengaran Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan. 11. Penglihatan Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak. 12. Endokrin Produksi hormone menurun. 13. Kulit Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas menuru, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk. 14. Belajar dan Memori Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun. Memori ( daya ingat ) menurun karena proses encoding menurun.( Maryam, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, antara lain : 1.
Kehilangan financial (pendapatan berkurang)
2.
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas).
3.
Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4.
Kehilangan pekerjaan/kegiatan
5.
Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit).
6.
Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat pada penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
7.
Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.
8.
Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan social.
9.
Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian.
10. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 11. Rangakaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga. 12. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri). (Nugroho, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Perubahan Psikologis Perubahan psikologis pada wanita lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan. Psikis pada wanita usia lanjut perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah, curiga, bertambah pelit. Hal yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hamper setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat. Individu tetap mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin mempertahankan hak dan harkatnya serta ingin tetap berwibawa. Faktor yang mempengaruhi perubahan psikologis: 1. Perubahan fisik 2. Kesehatan umum 3. Tingkat pendidikan 4. Keturunan 5. Lingkungan (Nugroho, 2008) 2.3 Masalah Dan Penyakit Pada Wanita Lansia 2.3.1 Mudah jatuh Jatuh pada wanita usia lanjut merupakan masalah yang sering terjadi. Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya jatuh wanita lansia baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
Adapun faktor intinsik yaitu : 1. Gangguan jantung atau sirkulasi darah 2. Gangguan system susunan saraf 3. Gangguan system anggota gerak 4. Gangguan penglihatan dan pendengaran 5. Gangguan psikologis 6. Gangguan gaya berjalan Faktor ekstrinsik: 1. Cahaya ruangan yang kurang terang 2. Lingkungan yang asing bagi lanjut usia 3. Lantai yang licin 4. Obat-obatan yang diminum (diuretic, antidepresan, sedatif, anti-psikotik, alcohol, dan obat hipoglikemik). 2.3.2 Mudah lelah Hal ini dapat disebabkan oleh: 1. Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan, atau depresi) 2. Gangguan organis, misalnya : Anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolism (diabetes mellitus, hipertiroid), gangguan pencernaan, kelainan metabolism, gangguan ginjal dengan uremia, gangguan faal hati, gangguan system peredaran darah dan jantung. 3. Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, dan obat yang melelahkan daya kerja otot.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Gangguan Kardiovaskular 1. Nyeri dada Nyeri dada dapat disebabkan penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan iskemia jantung, Aneurisme aorta, radang selaput jantung, gangguan pada system alat pernafasan misalnya pleura-pneumonia/emboli paru dan gangguan pada saluran pencernaan bagian atas. 2. Sesak nafas pada kerja fisik Sesak nafas pada kerja fisik dapat disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan system salurn nafas, berat badan berlebihan atau anemia. 3. Palpitasi Palpitasi dapat disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis, dan faktor psikologis. 4. Edema kaki dapat disebabkan oleh kaki yang lama digantung, gagal jantung, bendungan pada vena bagian bawah, kekurangan vitamin B1, gangguan penyakit hati, penyakit ginjal, serta kelumpuhan pada kaki. 2.3.4 Nyeri atau Ketidaknyamanan 1. Nyeri pinggang atau punggung Nyeri dapat disebabkan oleh gangguan sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang (osteomalasia, osteoporosis, dan osteoartitis), gangguan pancreas, dan kelainan ginjal, gangguan pada rahim dan gangguan pada otot badan.
Universitas Sumatera Utara
2. Nyeri sendi pinggul Gangguan sendi pinggul, misalnya radang sendi, sendi tulang yang keropos, kelainan tulang sendi, dan akibat pada saraf punggung bagian bawah yang terjepit. 3. Keluhan pusing Keluhan pusing dapat disebabkan oleh gangguan lokal misalnya vaskular, migrain, mata. Selain itu penyakit sistemis yang menimbulkan hipoglikemia serta psikologis (perasaan cemas, depresi, kurang tidur dan lain-lain). 4. Kesemutan anggota badan Keluhan ini dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah lokal
,
gangguan persarafan umum dan gangguan persarafan lokal pada bagian anggota badan. 2.3.5
Berat Badan Menurun
Berat badan menurun disebabkan oleh nafsu makan menurun, adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu serta faktor sosio-ekonomis. 2.3.6 Gangguan Eliminasi 1. Inkontinensia urine Inkontinensia urine adalah pengeluaran urine tanpa disadari dalam jumlah frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Hasil penelitian pada populasi lanjut usia di masyarakat ( usia diatas 70 tahun) didapat 12% wanita mengalami inkontinensia urine.
Universitas Sumatera Utara
Inkontinensia urine dapat terjadi karena adanya factor pencetus yang mengiringi perubahan pada organ berkemih akibat prose menua, misalnya infeksi saluran kemih, obat-obatan, kesulitan bergerak, kepikunan, dan lain-lain. Penyebab inkontinensia urine ada dua yaitu penyebab akut dan penyebab kronis. Penyebab akut biasanya dapat diatasi sehingga inkontinensia urine dapat dihilangkan atau disembuhkan. Penyebab akut yaitu delirium, mobilitas terbatas, infeksi pada saluran kemih serta farmaseutikal. Sedangkan penyebab kronis inkontinensia urine tidak dapat dihilangkan secara
tuntas,
tetapi
dapat
dikurangi
dan
dikontrol
dengan
beberapa
nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Penyebab kronis tersebut antara lain kelemahan otot dasar panggul atau instabilitas otot kandung kemih yang sudah berat. Selain itu, adanya gangguan neurologis seperti stroke, penyakit parkinon, dan demensia dapat juga menyebabkan kesulitan dalam upaya menanggulangi inkontinensia urine, sehingga dapat dikategorikan sebagai penyebab kronis. 2. Inkontinensia Alvi Inkontinensia alvi didefenisikan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam menahan dan mengeluarkan tinja pada waktu dan tempat yang tepat. Penyebab inkontinensia alvi yaitu obat pencahar perut, gangguan saraf, keadaan diare, kelainan pada usus besar, kelainan pada ujung saluran pencernaan serta neurodiabetik. 2.3.7
Gangguan Ketajaman Penglihatan
Gangguan ini dapat disebabkan oleh presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada lensa, iris mengalami proses degenerasi dan mengalami
Universitas Sumatera Utara
depigmentasi, pupil kontriksi, reflek direk lemah, tekanan dalam mata meninggi, lapang pandang menyempit (glaukoma), Retina terjadi degenerasi dan radang saraf mata. 2.3.8
Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran yang utama adalah hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjut usia, bersifat simetris dengan perjalanan yang progresif lambat. 2.3.9 Gangguan Tidur Gangguan tidur dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik misalnya lingkungan yang kurang tenang, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu organik dan psikogenik. Organik berupa nyeri, gatal, kram betis, sakit gigi, sindrom tungkai bergerak (akatisia) dan penyakit tertentu yang membuat gelisah. Pada psikogenik yaitu depresi, kecemasan, stres, iritabilitas dan marah yang tidak tersalurkan. 2.3.10 Penyakit Pada Sistem Pernafasan dan Kardiovaskular 1. Paru Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada semakin berkurang. Berkurangnya fungsi paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Selain penurunan fungsi paru akibat proses menua, beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, antara lain debu, polusi udara, asap industri, kebiasaan merokok, obesitas, imobilitas dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi sistem pernafasan lanjut usia dan karena daya tahan tubuh menurun sehingga individu mudah terkena infeksi. 2. Jantung dan Pembuluh darah Pada lanjut usia umumnya mengalami pembesaran jantung. Rongga bilik kiri juga mengalami penurunan akibat semakin berkurangnya aktivitas. Pada lanjut usia, tekanan darah akan naik secara bertahap, elastisitas jantung pada usia 70 tahun menurun sekitar 50% dibandingkan dengan orang muda berusia 20 tahun. Oleh karena itu tekanan darah pada wanita lanjut usia mencapai 170/90 mmHg masih dianggap normal. Perubahan lain yang terjadi yaitu perubahan pada pembuluh darah. Proses yang disebut ateriosklerosis atau pengapuran dinding pembuluh darah dapat terjadi pada banyak lokasi. Proses pengapuran ini akan berlanjut menjadi proses yang menghambat aliran darah dan pada suatu saat dapat menutup pembuluh darah. Bila terjadi sumbatan jaringan yang dialiri zat asam oleh pembuluh darah akan menyebabkan rusak/mati yang disebut infark. Bila terjadi di otak akan terjadi stroke, sedangkan bila terjadi di jantung dapat menyebabkan infark jantung atau infark miokard atau gangguan koroner lainnya. Pada wanita biasanya menderita penyakit jantung koroner. Sekitar 12% wanita yang berusia 65 tahun keatas mengalami jntung koroner. 2.3.11 Hipertensi Dari banyak penelitian epidemiologi didapat bahwa dengan meningkatnya umur tekanan darah meninggi.
Universitas Sumatera Utara
Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas: 1. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. 2. Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. 2.3.12 Penyakit Sistem Pencernaan Pada lanjut usia sudah mengalami kelemahan otot polos sehingga proses menelan sehingga proses menelan sering mengalami kesulitan. Penyakit dan gangguan pada lambung meliputi: 1. Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar, yang menyebabkan sekresi asam lambung dan pepsin dari faktor intrinsik kurang. 2. Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Insiden gastritis meningkat dengan lanjutnya proses menua dan sering kali asimtomatik. 3. Ulkus peptikum yang bisa terjadi di esofagus, lambung, dan duodenum walaupun kadar asam lambung pada lanjut usia sudah menurun, insiden ulkus di lambung masih lebih banyak dibanding ulkus duodenum. Gejalanya biasanya tidak spesifik, penurunan berat badan, mual, dan perut terasa tidak enak. 2.3.13 Penyakit Sistem Urogenital Peradangan dalam sistem urogenital ditemukan pada wanita usia lanjut berupa peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal akibat sisa urine dalam vesika urinaria.
Universitas Sumatera Utara
2.3.14 Penyakit Gangguan Endokrin (Metabolisme) Perubahan karena proses menua pada reseptor hormon, kerusakan permeabilitas sel, dan sebagainya dapat menyebabkan perubahan respons inti sel terhadap kompleks hormon reseptor. Penyakit metabolik pada lanjut usia terutama disebabkan menurunnya produksi hormon, antara lain terlihat pada wanita yang mendekati usia 50 tahun yang ditandai dengan menopause. Proses metabolik yang banyaj ditemukan ialah diabetes mellitus dan osteoporosis (berkurangnya zat kapur dan bahan mineral sehingga tulang lebih mudah rapuh dan menipis). (Nugroho, 2008) 2.4 Penanggulangan Masalah Terkait Proses Penuaan Alami 2.4.1 Penanggulangan masalah akibat perubahan fungsi tubuh 1. Perawatan diri sehari-hari 2. Senam/latihan pergerakan secara teratur 3. Pemeriksaan kesehatan secara rutin 4. Mengikuti kegiatan yang masih mampu dilakukan 5. Minum obat secara teratur jika sakit 6. Memakan makanan bergizi 7. Minum paling sedikit delapan gelas setiap hari 2.4.2 Penanggulangan akibat perubahan psikologis 1. Mengenal masalah yang sedang dihadapi 2. Memiliki keyakinan dalam memandang masalah 3. Menerima proses penuaan
Universitas Sumatera Utara
4. Memberi nasihat dan pandangan 5. Beribadah secara teratur 6. Terlibat dalam kegiatan sosial maupun keagamaan 7. Mempertahankan kehidupan seksual 2.4.3 Penanggulangan masalah akibat perubahan sosial/masyarakat 1. Memilki pandangan/wawasan 2. Saling mengunjungi 3. Melakukan kegiatan rekreasi (Maryam, 2008)
Universitas Sumatera Utara