BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kebangkrutan Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai ketidakmampuan
yang
dinyatakan
secara
legal
oleh
individu
atau
organisasi
untuk
membayar kreditur mereka. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kebangkrutan adalah keadaan dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti, Martin et.al (Setyahadi, 2012 : 7) : 1.
Kegagalan ekonomi (economic failure) Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan karena perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
9
2.
Kegagalan keuangan (financial failure) Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk: 1.
Insolvensi teknis (technical insolvency). Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan, tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga pembayaran kembali pokok pada tangga tertentu.
2.
Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.
2.1.2 Laporan Keuangan Laporan
keuangan
adalah
produk
manajemen
dalam
rangka
mempertanggungjawabkan (stewardship) penggunaan sumber daya dan sumber dana yang dipercayakan kepadanya (Syahyunan, 2013:25).
10
Menurut Djarwanto (2004), laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak berkepentingan dengan data keuangan perusahaan. Menurut IAI (2009 : 27), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral dari laporan keuangan. Dalam Standart Akuntansi keuangan 2002 dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu : 1.
Mudah dipahami Kualitas penting informasi yang ada dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pemakai atau penggunanya. Maksudnya adalah pemakai di asumsikan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dari laporan keuangan yang terkandung di dalamnya dengan wajar.
2.
Relevan Informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi dari laporan keuangan dikatakan memiliki kualitas yang relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa
11
kini dan masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. 3.
Keandalan Informasi dikatakan handal yaitu informasi harus bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya di sajikan atau yang secara wajar di harapkan dapat disajikan.
4.
Dapat dibandingkan Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan dari perusahaan tersebut. Pemakai harus juga dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relative agar pemakai betul-betul mengetahui hasil perbandingan dan perubahan laporan keuangan perusahaan yang di bandingkan tersebut.
2.1.3
Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan adalah proses penghitungan rasio-rasio yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu guna memprediksi kondisi dan kinerja perusahaan di masa mendatang (Brimantyo dkk, 2013).
12
Analisis laporan keuangan merupakan kumpulan proses yang merupakan bagian dari analisis bisnis (Subramanyam, 2010 : 23). Terdapat lima alat penting untuk analisis keuangan, yaitu: 1.
Analisis laporan keuangan komparatif Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, atau laporan arus kas yag berurutan dari suatu periode ke periode berikutnya.
2.
Analisis laporan common-size Menurut Fraser dan Ormiston (2008), analisis laporan keuangan common-size adalah analisis rasio keuangan memperkenalkan perbandingan perusahaan-perusahaan dengan tingkatan yang berbeda atas penjualan atau total aktiva dengan memakai suatu penyebut umum.
3.
Analisis rasio keuangan Yang dimaksud rasio dalam analisis laporan keuangan adalah suatu angka yang menunjukan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan (Djarwanto 2004 : 143). Menurut Kasmir (2008), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya.
4.
Valuasi Valuasi merupakan hasil penting dari berbagai jenis analisis bisnis dan laporan keuangan. Valuasi mengacu pada estimasi nilai instrinsik sebuah perusahaan atau sahamnya dengan dasar present value thoery dari
13
time value of money yang menyatakan bahwa sebuah entitas lebih menyukai konsumsi saat ini daripada konsumsi di masa depan (Subramanyam, 2010 : 47). 5.
Analisis arus kas Analisis arus kas digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi sumber dana dan penggunaan dana. Analisis arus kas menyediakan pandangan tentang
bagaimana
perusahaaan
memperoleh
pendanaanya
dan
menggunakan sumber dayanya (Subramanyam 2010 : 47).
2.1.4
Analisis Rasio Keuangan
Menurut Kasmir (2008), dalam praktiknya, analisis rasio keuangan suatu perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari neraca. 2) Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari laporan laba rugi. 3) Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua sumber (ata campuran), baik yang ada di neraca maupun di laporan laba rugi. Bentuk-bentuk rasio keuangan adalah sebagai berikut: 1.
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) a) Rasio Lancar ( Current Ratio) b) Rasio Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
2.
Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
14
a) Total utang dibandingkan dengan total aktiva atau rasio utang (Debt Ratio) b) Jumlah kali perolehan bunga (Times Interest Earned) c) Lingkup Biaya Tetap (Fixed Charge Covered) d) Lingkup Arus Kas (Cash Flow Coverage) e) Total Debt to Equity Ratio f) Long Term Debt to Equity g) Tangible Assets Debt Coverage 3.
Rasio Aktivitas (Activity Ratio) a) Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) b) Rata-rata jangka waktu penagihan/perputaran piutang (Average Collection Period) c) Perputara aktiva tetap (Fixed Assets Turn Over) d) Perputaran total aktiva (Total Asset Turn Over) e) Receivable Turn Over f) Average dayβs Inventory g) Working Capital Turn Over
4.
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) a) Margin laba penjualan (Profit Margin on Sales) b) Daya Laba dasar (Basic Earning Power) c) Hasil pengembalian total aktiva (Return on Total Assets) d) Hasil pengembalian ekuitas (Return on Total Equity) e) Gross Profit Margin f) Operating Income Ratio
15
g) Operating Ratio h) Net Profit Margin i) Earning Power to Total Investment j) Net Earning Power k) Rate of Return for Owners 5.
Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio) a) Pertumbuhan penjualan b) Pertumbuhan laba bersih c) Pertumbuhan pendapatan per saham d) Pertumbuhan dividen per saham
6.
Rasio Penilaian (Valuation Ratio) a) Rasio harga saham terhadap pendapatan b) Rasio nilai pasar saham terhadap nilai buku Analisis rasio keuangan adalah metode yang paling luas digunakan untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan suatu organisasi dalam area invetasi, pembiayaan, dan dividen ( David, 2011 : 204). Rasio keuangan merupakan paling populer digunakan dan banyak peneliti yang menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis keuangan. Menurut Weston ( dalam Kasmir, 2008 : 117), kelemahan rasio keuangan adalah sebagai berikut : 1.
Data keuangan disusun dari data akuntansi.
2.
Prosedur pelaporan yang berbeda, mengakibatkan laba yang dilaporkan berbeda pula.
16
3.
Adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak penyususn mungkin tidak jujur dalam memasukkan angka-angka ke pelaporan yang mereka buat.
4.
Perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antar satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda.
5.
Penggunaan tahun fiskal yang berbeda, juga dapat menghasilkan perbedaan.
6.
Pengaruh musiman mengakibatkan rasio komperatif akan ikut berpengaruh.
7.
Kesamaan rasio keuangan yag telah dibuat dengan standar industri belum menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik.
2.1.5
Financial distress Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga
perusahaan tidak mampu lagi menjalankan operasinya dengan baik. Sedangkan financial distress adalah kesulitan keuangan yang mungkin mengawali kebangkrutan (Setyahadi, 2012 : 7). Financial Distress merupakan suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kondisi yang tidak sehat ataupun kondisi dalam kesulitan keuangannya sehingga dikhawatirkan akan mengalami kebangkrutan (Wijaya, 2013). Financial distress atau kesulitan keuangan merupakan kondisi sebelum terjadinya kebangkrutan. Kesulitan keuangan berarti ketidakmampuan membayar hutang/kewajiban ketika jatuh tempo (Low et al, 2001 dalam Fachrudin, 2008).
17
Menurut Brigham dan Daves dalam Andre (2013:6 ), tanda-tanda potensi financial distress biasanya terbukti dalam analisis rasio jauh sebelum perusahaan gagal. Sulit untuk mengetahui tanda-tanda suatu perusahaan mengalami financial distress. Whitaker (Luciana 2003 : 547) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. Menurut Hofer dan Whitaker (Luciana 2003 : 547) mendefinisikan financial distress jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif. Prediksi Financial Distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi : 1.
Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberi suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
2.
Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
3.
Pembuat peraturan. Lembaga
regulator
mempunyai
tanggung
jawab
mengawasi
kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu, hal
18
ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan
perusahaan
membayar
hutang
dan
menilai
stabilitas
perusahaan. 4.
Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation.
5.
Auditor Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
6.
Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.
2.1.6
Rasio Keuangan Memprediksi Financial Distress Rasio keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan
(Syahyunan, 2013 : 103). 2.1.6.1 Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan. Menurut Kasmir (2008 : 128), rasio likuiditas atau sering disebut juga
19
dengan rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Menurut David (2011 : 207) rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo. Riyanto ( dalam Vianus, 2011 : 19 ) menyatakan bahwa : Current ratio yaitu kemampuan perusahaan untuk menyediakan alat-alat yang likuid, sehingga dapat memenuhi kewajiban finansial pada saat jatuh tempo, kewajiban itu sendiri bisa berkaitan dengan pihak intern maupun pihak ekstern perusahaan.menunjukan kemampuan perusahaan dalam menyediakan kas dan pos lancar yang sifatnya hampir mendekati kas yang berguna untuk memenuhi semua kewajiban yang akan segera jatuh tempo. Jadi, likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban finansial dengan alat-alat yang sangat likuid untuk jangka waktu dekat sesuai jatuh tempo yang telah ditetapkan baik dengan pihak intern dan ekstern perusahaan. Bila perusahaan mampu membayar kewajiban-kewajiban finansialnya, perusahaan dikatakan dalam keadaan likuid dan bila perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban finansialnya, perusahaan dapat dikatakan tidak likuid (Kasmir, 2008 : 128) Perusahaan yang likuid atau mampu membayar kewajiban-kewajiban finansialnya akan mendapat kepercayaan dari berbagai pihak, baik investor maupun pelanggan yang akan membantu kelancaran kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha lancar maka perusahaan akan terhindar dari financial distress. Triwahyuningtias dan Muharam (2012) menemukan bahwa likuiditas berpengaruh positif terhadap kondisi financial distress.
Rasio-rasio likuiditas yang sering
digunakan oleh peneliti, yaitu :
20
a.
Current ratio ( rasio lancar), menunjukan kemampuan dalam memenuhi kewajiban lancarnya dengan aktiva lancarnya. Aset lancar
b.
Current ratio = Kewajiban
lancar
Rasio modal kerja bersih tehadap total aktiva, menunjukkan teori. Rasio Modal Kerja bersih =
aset lancar β kewajiban lancar total aset
2.1.6.2 Leverage Isitilah
leverage
biasanya
dipergunakan
untuk
menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk menggunakan aset atau dana yang mempunyai beban
tetap
untuk
memprbesar
tingkat
penghasilan
(return)
bagi
pemilik/pemegang saham perusahaan (Syahyunan 2013 : 126). Menurut David (2011 : 208), rasio pengungkit ( leverage ratio) mengukur sejauh mana sebuah perusahaan didanai oleh utang. Menurut Kasmir (2008 : 113), leverage ratio (rasio solvabilitas)
merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh dengan utang. Hasil perhitungan rasio leverage digunakan untuk membandingkan besar utang yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha dengan modal sendiri. Bila dilihat dari laporan laba rugi ada 2 macam leverage, yaitu: 1) operating leverage, dan 2) financial leverage. Menurut Toto (dalam Andre, 2013 : 7), semakin besar jumlah utang maka semakin besar potensi perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan. Andre (2013) menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh positif terhadap kondisi financial distress perusahaan. 21
Rasio β rasio leverage yang digunakan dalam beberapa penelitian, yaitu: total utang
a.
Rasio Debt to total asset =
b.
Rasio Debt to equity = total
c.
Rasio long term debt to equity = total
d.
Rasio times interest earned =
total aset
total utang
ekuitas pemegang saham
utang jangka panjang
ekuitas pemegang saham
Laba sebelumbunga
total beban
dan pajak
2.1.6.3 Profitabilitas Rasio
profitabilitas
merupakan
rasio
untuk
menilai
kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu (Kasmir 2008:114). Menurut David (2011: 209), rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur keefektifan manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan oleh pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Beberapa rasio-rasio profitabilitas yang sering digunakan dalam penelitian, yaitu : penjualan βharga pokok penjualan
a.
Margin laba kotor =
b.
Margin laba operasi =
c.
Margin laba bersih =
d.
Return On Asset (ROA) =
e.
Return on Equity (ROE) = π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘π‘
penjualan
Pendapatan sebelum bunga (EBIT )
πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ β
penjualan
penjualan
laba bersih total aset
ππππππππ ππππππππππ β
ππππππππππππππ ππππππππππππππππ π π π π βππππ
22
f.
Earning per Share (EPS) = jumlah
2.1.6.4 Growth
laba bersih
saham yang beredar
Menurut David (2011 : 209), rasio growth adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisis ekonominya di tengah pertumbuhan ekonomi dan industri. Rasio-rasio growth yang sering digunakan oleh peniliti, yaitu : a.
Penjualan
: persentase pertumbuhan dalam total penjualan
b.
Laba berih
: persentase pertumbuhan tahunan dalam laba
c.
EPS
: persentase pertumbuhan tahunan dalam EPS
d.
Dividen per saham : persentase pertumbuhan dalam dividen per saham.
2.1.6.5 Rasio Keuangan dalam Penelitian Altman Rasio keuangan dalam penelitian Altman adalah rasio yang dihasilkan dalam penelitian Altman tahun 1968. Altman (1968) melakukan penelitian mengenai corporate failure di perusahaan manufaktur dengan menggunakan teknik multivariate discriminant analysis dan menghasilkan model Z-Score. Hasil penelitian Altman menyatakan bahwa lima rasio mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap financial distress yaitu working capital to total assets, retained earning to total assets, earning before interest and taxes to total assets, market value of equity to book value of total debt, dan sales to total assets. Formula Z-score Altman adalah sebagai berikut: ππ = 0,012 ππ1 + 0,014ππ2 + 0,033ππ3 + 0,006ππ4 + 0,999ππ5, X1 = working capital to total assets,
X2 = retained earning to total assets,
23
X3 = earning before interest and taxes to total assets, X4 = market value of equity to book value of total debt, dan X5 = sales to total assets. Analisis Z-score tahun 1968 kurang relevan dengan berbagai kekurangan sehingga pada tahun 1995 Altman kembali memodifikasi formula Z-score-nya dengan indikator-indikator baru yaitu net working capital to total assets, retained earning to total assets, earnings before interest and taxes to total assets, dan book value of equity to total liability.
2.2
Penelitian Terdahulu Adapun penelitian yang sejenis yang sebelumnya telah dilakukan untuk
menentukan financial distress diantaranya : Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Variabel
yang Hasil Penelitian
Nama Peneliti digunakan 1
2
Baimwera dan Muriuki (2014)
Variabel dependen: Financial Distress. Variabel independen: Liquidity, leverage, growth, dan profitability Alkhatib dan Variabel dependen : Al-Horani Financial distress (2012) Variabel independen : 24 rasio keuangan
Growth dan profitabilitas memiliki pengaruh signifikan.
ROA dan ROE adalah dua rasio keuangan yang paling penting, yang dapat membantu memprediksi financial distress pada perusahaan publik yang terdaftar di Amman Stock Exchange.
24
3.
Andre (2013)
4.
Almilia dan Variabel dependen : Kristijadi Financial distress (2003) Variabel independen : Profit margin, likuiditas, Efisiensi operasi, profitabilitas, Financial leverage, Posisi kas, dan pertumbuhan.
5
Nugroho Mawardi (2012)
2.3
Variabel Dependen : Financial Distress. Variabel Independen : ROA, Current Ratio, dan Debt Ratio.
dan Variabel dependen : Financial distress Variabel independen : Rasio-rasio dari Model Altman
Berdasarkan hasil analisis regresi logistik dengan tingkat signifikansi 5%, maka hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan dalam memprediksi financial distress dan leverage mempunyai pengaruh positif dan signifikan dalam memprediksi financial distress. Rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan financial distress suatu perusahaan, yaitu: β’ Rasio profit margin yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan (NI/S). β’ Rasio financial leverage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (CL/TA). β’ Rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (CA/CL)
Dalam penelitian ini rasio variabel Modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva ( X 1 ) , Saldo Laba terhadap Total Aset ( X 2 ) , Pendapatan sebelum bunga dan pajak terhadap Total Aset ( X 3 ) , dan Nilai Buku Ekuitas Total Kewajiban ( X 4 ) berpengaruh positif terhadap financial distress .
Kerangka Konseptual Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang mungkin mengawali kebangkrutan
25
suatu perusahaan. Pengukuran financial distress dapat dilakukan dengan cara adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang, mengalami laba operasi negatif, atau laba operasi lebih kecil atau negatif dari total aset. Prediksi financial distress penting untuk dipelajari karena memberikan keuntungan kepada berbagai pihak, salah satunya terhindar dari kebangkrutan. Kondisi kesulitan kuangan perusahaan dapat diketahui melalui analisis rasio keuangan. Rasio keuangan dalam penelitian ini yaitu likuiditas, leverage, profitabilitas, growth, dan rasio keuangan dalam penelitian Altman. Likuiditas merupakan rasio keuangan untuk mengukur likuid tidaknya suatu perusahaan. Likuid tidaknya suatu perusahaan dapat diukur dengan pemenuhan kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo terhadap aset lancar perusahaan. Perusahaan dikatakan likuid bila perusahaan mampu membayar kewajiban jangka pendeknya dan tidak likuid bila tidak mampu membayar. Leverage merupakan rasio keuangan keuangan mengukur sejauh mana aset atau aktiva perusahaan didanai oleh hutang . Hasil perhitungan tersebut digunakan untuk membandingkan besarnya utang dari modal sendiri yang digunakan untuk membiayai kegiatan usaha. Leverage yang tinggi akan berdampak kepada potensi perusahaan mengalami financial distress. Profitabilitas merupakan rasio keuangan untuk menilai kinerja perusahaan yaitu kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan
26
dalam satu periode. Perusahaan dikatakan baik, apabila mampu memenuh target keuntungan yang telah ditetapkan. Growth
adalah
rasio
yang
mengukur
pertumbuhan
suatu
pertumbuhan pada perusahaan. Perusahaan harus bertumbuh untuk dapat menyaingi pesaing. Perusahaan dikatakan baik, bila mengalami kenaikan pertumbuhan. Penelitian Altman menghasilkan beberapa rasio keuangan yang dapat memprediksi financial distress. Rasio keuangan tersebut yaitu net working capital to total assets, retained earning to total assets, earnings before interest and taxes to total assets, dan book value of equity to total liability. Likuiditas (X1) H1 Leverage (X2)
Profitabilitas (X3)
H2 H3
Financial distress (Y)
H4 Growth (X4) H5
Rasio Keuangan dalam Penelitian Altman (X5)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
27
2.4
Hipotesis Menurut Sugiyono (2010: 64) hipotesis merupakan βjawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimatβ. Sedangkan menurut Sekaran (2006:135) Hipotesis dapat didefinisikan sebagai βhubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. 2.4.1
Pengaruh Likuiditas Terhadap Financial Distress Likuiditas menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek. Perusahaan dikatakan likuid bila aktiva lancar lebih besar samadengan dari kewajiban lancar. Hasil penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap kondisi financial distress perusahaan. Penelitian tersebut menggunakan rasio lancar atau CA/CL. Berdasarkan penemuan tersebut, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H1 : Likuiditas berpengaruh terhadap financial distress 2.4.2
Pengaruh Leverage Terhadap Financial Distress Menurut
Kasmir (2008:13), rasio leverage merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauhmana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. Menurut Toto (dalam Andre, 2013 : 7), semakin besar jumlah utang maka semakin besar potensi perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan. Andre (2013) menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan.
28
Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah debt ratio yaitu total utang dibagi total aset. Penelitian yang dilakukan Andre (2013) menggunakan debt ratio untuk mengukur tingkat leverage perusahaan. Berdasarkan penemuan tersebut, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H2 : Leverage terhadap ekuitas berpengaruh terhadap financial distress. 2.4.3
Pengaruh Profitabilitas Terhadap Financial Distress Profitabilitas merupakan kemampuan manajemen dalam memperoleh laba
secara keseluruhan. Jika perusahaan tidak memperoleh keuntungan selama beberapa tahun, perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan. Semakin besar profitabilitas perusahaan maka semakin kecil probabilitas perusahaan mengalami financial distress. Baimwera dan Muriuki (2014) menemukan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan. Andre (2013) menggunakan rasio keuangan Return on asset (ROA). Berdasarkan penemuan tersebut, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H3 : Profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress 2.4.4
Pengaruh Growth terhadap Financial Distress Growth atau pertumbuhan menunjukkan
perkembangan perusahaan.
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan akan menurunkan kemungkinan financial distress perusahaan.Menurut Baimwera dan Muriuki (2014), growth memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress.Almilia dan Kristijadi
29
(2003) menggunakan prosentase pertumbuhan laba bersih untuk memprediksi financial distress. Berdasarkan penemuan tersebut, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H4 : Growth berpengaruh terhadap financial distress. 2.4.5 Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Penelitian Altman Terhadap Financial Distress Hasil penelitian Altman (1968) menemukan lima rasio yang dapat memprediksi financial distress perusahaan. Lima rasio dari model Altman yaitu: working capital to total assets, retained earning to total assets, earning before interest and taxes to total assets, market value of equity to book value of total debt, dan sales to total assets. Hasil penelitian Nugroho dan Mawardi (2012) bahwa rasio keuangan dalam penelitian Altman berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan penemuan tersebut, dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : H5 : Rasio keuangan dalam penelitian Altman berpengaruh terhadap terhadap financial distress.
30