BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsumsi Gizi Pekerja Gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi tubuh serta menghasilkan tenaga. Sementara itu, gizi kerja didefinisikan sebagai gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan kalorinya sesuai dengan jenis pekerjaannya. Gizi kerja sebagai salah satu aspek penting dari kesehatan kerja mempunyai peran penting, baik bagi kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan produktivitas. Kekurangan gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja akan membawa akibat buruk bagi mereka seperti pertahanan tubuh terhadap penyakit menurun, badan menjadi kurus, berat badan menurun, wajah pucat, kurang bersemangat, beraksi lamban, dan lain-lain. Dalam keadaan demikian, sulit tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal (Wisnoe, 2005). Secara umum, kebutuhan gizi bagi tenaga kerja lebih besar dibandingkan bukan tenaga kerja. Jumlah zat gizi yang dibutuhkan tenaga kerja sangat tergantung dari jumlah tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan suatu jenis pekerjaa. Jumlah ini tergantung dari jumlah otot-otot yang ikut bekerja dan lamanya otot-otot tersebut harus bekerja (Wirakusumah, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Kecukupan zat gizi pekerja terutama dipengaruhi oleh usia, ukuran tubuh, dan jenis kelamin. Faktor lain penentu kebutuhan gizi yaitu jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sehari-hari, kondisi fisiologis, keadaan khusus seperti pada pemulihan kesehatan dan anemia, serta keadaan lingkungan kerja. Faktor-faktor di atas harus menjadi dasar dalam perhitungan besarnya kecukupan zat gizi pekerja. Berikut adalah kecukupan zat gizi per hari pekerja menurut umur dan jenis kelamin. Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Usia Dewasa Laki-laki Zat Gizi 19-29 30-49 50-64 tahun tahun tahun Energi (kkal) 2550 2350 2250 Protein (gram) 60 60 60 Vitamin A (RE) 600 600 600 Vitamin D (mg) 5 5 10 Vitamin E (mg) 15 15 15 Vitamin K (µg) 65 65 65 Tiamin (mg) 1,2 1,2 1,2 Riboflavin (mg) 1,3 1,3 1,3 Niasin (mg) 16 16 16 Asam Folat (µg) 400 400 400 Piridoksin (mg) 1,3 1,3 1,7 Vitamin B 12 (µg) 2,4 2,4 2,4 Vitamin C (mg) 90 90 90 Kalsium (mg) 800 800 1000 Fosfor (mg) 600 600 600 Magnesium (mg) 290 300 300 Besi (mg) 13 13 13 Yodium (µg) 150 150 150 Seng (mg) 13,0 13,4 13,4 Selenium (µg) 30 30 30 Mangan (mg) 2,3 2,3 2,3 Fluor (mg) 3,0 3,1 3,1 Sumber : Kepmenkes RI No. 1593/Menkes/SK/XI/2005
Perempuan 19-29 30-49 tahun tahun 1900 1800 50 50 500 500 5 5 15 15 55 55 1,0 1,0 1,1 1,1 14 14 400 400 1,3 1,3 2,4 2,4 75 75 800 800 600 600 250 270 26 26 150 150 9,3 9,8 30 30 1,8 1,8 2,5 2,7
50-64 tahun 1750 50 500 10 15 55 1,0 1,1 14 400 1,5 2,4 75 1000 600 270 12 150 9,8 30 1,8 2,7
Universitas Sumatera Utara
Tingkat Kecukupan zat gizi pada usia dewasa antara lain : 1) Energi Kebutuhan energi pada usia dewasa menurun sesuai dengan bertambahnya usia, yang disebabkan oleh menurunnya metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Usia dewasa muda berkisar 19-49 tahun merupakan usia produktif, banyak kegiatan fisik yang dilakukan sehingga kebutuhan energi kelompok ini lebih tinggi dibandingkan usia 50-64 tahun. AKG energi pada laki-laki adalah 2550 kkal pada usia 19-29 tahun, 2350 kkal pada usia 30-49 tahun dan 2250 kkal pada usia 5064 tahun. Pada perempuan angka ini secara berturut-turut adalah 1900 kkal, 1800 kkal, dan 1750 kkal. Kelebihan asupan energi akan menyebabkan kenaikan berat badan. Berat badan perlu dimonitor dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk mengetahui
kesesuaiannya
dengan
tinggi
badan.
Kelebihan
berat
badan
meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, kencing manis, dan batu empedu. Upaya menurunkan berat badan hingga batas normal dapat mengurangi risiko tersebut. (Almatsier, 2011). 2) Protein Kebutuhan protein kelompok usia dewasa terutama digunakan untuk mengganti protein yang hilang sehari-hari melalui urin, kulit, feses, dan rambut, serta untuk mengganti sel-sel yang rusak-pada usia ini seseorang tidak mengalami pertumbuhan lagi. AKG Protein laki-laki usia 19-64 tahun adalah sebanyak 60 g/hari,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan untuk perempuan sebesar 50 g/hari. Seorang laki-laki dan perempuan dewasa membutuhkan protein kurang lebih 0,8
g/kg berat badan normal/hari.
Kebutuhan protein ibu hamil dan menyusui ditambah 17 g/hari untuk kebutuhan janin dan ASI. Konsumsi protein yang terlalu tinggi dapat meningkatkan kehilangan kalsium melalui urin, sehingga risiko menderita osteoporosis bertambah. Asupan protein lebih dari dua kali jumlah yang dianjurkan dapat meningkatkan kejadian kanker tertentu, penyakit jantung koroner, terutama sebagai akibat tingginya asupan lemak jenuh dan kolesterol yang terdapat pada makanan hewani. Untuk mengurangi asupan lemak jenuh dianjurkan sebagian dari protein berasal dari makanan nabati, yaitu kacang-kacangan, berupa kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe serta kacang merah dan kacang hijau. (Almatsier, 2011). 3) Ferrum (Besi) Angka Kecukupan Besi untuk laki-laki dewasa dan setengah tua adalah 13 mg/hari, untuk perempuan dewasa muda 26 mg/hari, dan dewasa setengah tua 12 mg/hari. Angka Kecukupan Besi perempuan dewasa muda lebih tinggi daripada dewasa setengah tua karena pada usia tua tersebut perempuan kehilangan besi tiap bulan melalui haid. Makanan sumber besi adalah daging merah, hati, kuning telur, sayuran hijau, serta kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe. (Almatsier, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Penentuan kecukupan zat gizi seseorang dalam keadaan sehat dilakukan berdasarkan umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. 1. Energi Komponen utama yang menentukan kecukupan energi adalah Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolic Rate (BMR) dan aktivitas fisik. AMB dipengaruhi oleh umur, berat badan, dan tinggi badan. Cara menentukan AMB ada beberapa cara, yaitu : (Almatsier, 2008) (1) Menggunakan Rumus Harris Benedict (1919) Laki-laki
= 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Perempuan
= 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U)
Keterangan : BB = berat badan dalam kg TB = tinggi badan dalam cm U = umur dalam tahun (2) Cara Cepat (2 Cara) (a) Laki-laki Perempuan (b) Laki-laki Perempuan
= 1 kkal x kg BB x 24 jam = 0,95 kkal x kg BB x 24 jam = 30 kkal x kg BB = 25 kkal x kg BB
(3) Cara FAO/WHO/UNU Cara ini dibedakan menurut kelompok umur, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Rumus FAO/WHO/UNU untuk Menentukan AMB Kelompok Umur 0 - 3 3 - 10 10 – 18 18 – 30 30 – 60 ≥ 60 Sumber : FAO/WHO/UNU 1985
AMB (kkal/hari) Laki-laki Perempuan 60,9 BB – 54 61,0 BB - 51 22,7 BB + 495 22,5 BB + 499 17,5 BB + 651 12,2 BB + 746 15,3 BB + 679 14,7 BB + 496 11,6 BB + 879 8,7 BB + 829 13,5 BB + 487 10,5 BB + 596
Menurut WHO dalam Santoso (2004) berdasarkan jenis pekerjaan beban kerja dapat dibedakan atas beban kerja ringan, sedang dan berat. Kerja ringan yaitu jenis pekerjaan di kantor, dokter, perawat, guru, dan pekerjaan rumah tangga (dengan menggunakan mesin). Kerja sedang yaitu jenis pekerjaan pada industri ringan, mahasiswa, buruh bangunan, petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga (tanpa menggunakan mesin). Kerja berat yaitu jenis pekerjaan petani tanpa mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin, tukang besi, penari dan atlit. Aktifitas fisik dapat dibagi dalam empat golongan, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, dan berat. Kebutuhan energi untuk berbagai aktifitas fisik dinyatakan dalam kelipatan AMB dapat dilihat pada tabel 2.4. (Almatsier, 2008) Tabel 2.3. Cara Menaksir Kebutuhan Energi Menurut Aktivitas dengan Menggunakan Kelipatan AMB Aktivitas Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sumber: Almatsier, 2008
Gender Laki-laki 1,30 1,65 1,76 2,10
Perempuan 1,30 1,55 1,70 2,00
Universitas Sumatera Utara
Contoh cara menaksir kebutuhan energi untuk seorang perempuan berumur 30 tahun dengan berat badan 52 kg dan tinggi badan 158 cm dengan aktivitas ringan dengan menggunakan 4 cara adalah sebagai brrikut: 1) Kebutuhan energi untuk AMB a.
Harris Benedict = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) = 655 + (9,6 x 52) + (1,8 x 158) – (4,7 x 30) = 1297,6 kkal (dibulatkan 1298 kkal)
b.
Rumus cepat 1 = 0,96 kkal x kg BB) x 24 jam = 0,96 kkal x 52 x 24 = 1185,8 kkal (dibulatkan 1186 kkal)
c.
Rumus cepat 2 = 25 kkal x kg BB = 25 kkal x 52 = 1300 kkal
d.
Rumus FAO/WHO/UNU = 14,7 BB + 496 kkal = 14,7 x 52 + 496 = 1260,4 kkal (dibulatkan 1260 kkal)
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan AMB menurut keempat cara diatas tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Oleh sebab itu, cara menghitung AMB dengan rumus cepat 1 dan 2 yang lebih praktis, dapat diterapkan di lapangan. 2) Kebutuhan energi dengan aktifitas fisik Kalikan nilai AMB dengan kelipatan yang sesuai dengan jenis aktivitas, dalam hal ini aktivitas ringan (Tabel 2.4): = 1,55 x 1300 kkal = 2015 kkal 2. Protein Cara menentukan kebutuhan protein menurut WHO dalam Almatsier (2008) adalah : 10 – 15 % dari kebutuhan energi total. Bila kebutuhan energi dalam sehari adalah 2015 kkal, energi yang berasal dari protein dalam satuan kkal hendaknya 202302 kkal, bila protein dalam satuan gram dibagi 4 menjadi 51 – 76 gr protein. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Adapun data tersebut sering dikumpulkan melalui metode konsumsi pangan, biokimia, pemeriksaan tanda-tanda klinik, dan antopometri. 2.1.1. Metode Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan/status gizi masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat dilakukan dengan cara survei dan akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang
Universitas Sumatera Utara
dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighing method. Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat dalam Daftar Kebutuhan Bahan Makanan (DKBM) maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis dan kelompok pangan. Menurut Supariasa, dkk (2002), salah satu cara untuk mendapatkan data konsumsi pangan masyarakat adalah metode 24 hour recall. Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran rumah tangga (urt) kemudian dikonversi ke ukuran metrik (g). Prinsip dari metode 24 hour recall ini adalah mencatat semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, dalam hal ini responden diminta untuk menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin), yang dimulai sejak bangun pagi kemarin sampai istirahat tidur pada malam harinya. Dapat juga dimulai dari waktu dilakukan wawancara mundur kebelakang 24 jam penuh. Kelebihan 24 hour recall adalah : a) Mudah dan pencatatan cepat hanya membutuhkan kurang lebih 20 menit b) Murah c) Mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi d) Beban responden rendah
Universitas Sumatera Utara
e) Dapat memperkirakan asupan zat gizi suatu kelompok f) Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk memperkirakan asupan gizi tingkat individu. Biasanya 2 atau 3 kali dipilih weekday dan weekend. g) Lebih objektif daripada metode riwayat diet h) Tidak mengubah kebiasaan diet i) Berguna untuk pasien di klinik Keterbatasan 24 hour recall adalah : a) Recall sekali tidak dapat mencerminkan secara representatif kebiasaan asupan individu b) Kadang terjadi under/over reporting c) Bergantung pada memori d) Kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang menyebabkan rendahnya asupan energi e) Memerlukan data entri Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi seseorang biasanya dilakukan dengan perbandingan pencapaian konsumsi zat gizi terhadap Angka kecukupan Gizi (AKG). Untuk zat gizi makro, Depkes RI dalam Supariasa (2002) membagi klasifikasi tingkat komsumsi menjadi 4 (empat) dengan cut of point masing-masing sebagai berikut : 1.
Baik
: ≥ 100% AKG
2.
Sedang
: 80 – 99% AKG
Universitas Sumatera Utara
3.
Kurang
: 70 – 79% AKG
4.
Defisit
: < 70% AKG
2.2. Anemia Gizi Besi pada Pekerja Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah akibat kekurangan zat besi (Fe) sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh jaringan. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto dkk, 2007). Defisiensi besi biasanya terjadi dalam beberapa tingkat sebelum menjadi anemia. Pertama adalah keadaan cadangan zat besi dalam hati menurun tetapi belum sampai penyediaan zat besi untuk pembentukan sel-sel darah merah terganggu. Tahap kedua adalah terjadinya defisiensi penyediaan zat besi untuk eritropoiesis, yaitu suatu keadaan dimana penyediaan zat besi tidak cukup untuk pembentukan sel-sel darah merah teapi kadar Hb belum terpengaruh. Tahap ketiga adalah terjadi penurunan kadar Hb yang disebut anemia. Hati merupakan cadangan besi terbesar pada manusia. Besi dilepaskan ke dalam plasma oleh sel-sel dan bentuk feron dan oleh enzim feroksidae dioksidasi menjadi bentuk ferri yang kemudian akan berikatan dengan transferring. Dalam keadaan defisiensi Cu, seseorang dapat menderita anemia walaupun cadangan besinya cukup. Setiap hari ada sejumlah zat besi yang hilang melalui urine, tinja, keringat, dan deskuamasi sel kulit, rambut, dan kuku yang bervariasi mulai dari 0,2
Universitas Sumatera Utara
mg – 0,5 mg/hr. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Ukuran hemoglobin normal pada laki-laki sehat adalah 14-18 gr% dan wanita sehat12-16 gr%. Ambang Batas Normal Kadar Hb untuk berbagai kelompok usia (Dep.Kes R.I, 2003). Tabel 2.4. Ambang Batas Normal Kadar Hb untuk Berbagai Kelompok Usia Usia Anak Balita Anak Sekolah Wanita Dewasa Laki-laki Dewasa Ibu Hamil Ibu Menyusui Eksklusif
Angka Kecukupan Zat Besi yang Dianjurkan 11 gram % 12 gram % 12 gram % 13 gram % 11 gram % 11 gram %
Seseorang dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gr% untuk pria dan kurang dari 12,0 gr% untuk wanita. Klasifikasi derajat anemia menurut WHO dalam buku Handayani W, dan Haribowo AS (2008) adalah: 1) ringan sekali
: Hb 10,00 gr%-13,00gr%;
2) ringan
: Hb 8,00 gr%-9,90gr%;
3) sedang
: Hb 6,00 gr%-7,90gr%;
4) berat
: Hb <6 gr%.
Hasil penelitian Widiastuti (2011) menyatakan bahwa 37,5% pekerja mengalami anemia gizi besi. Selanjutnya, hasil penelitian Rosmalina (2009) menyatakan sebanyak 32,2% pekerja mengalami anemia.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Penyebab Anemia Gizi Besi Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan yang tidak cukup, absorpsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe dalam tubuh akan memberikan dampak negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat ini merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuhan dan hewan. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot. Zat besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan (Soekirman, 2000). Dari ketiga sumber tersebut, besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi makanan yang masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pekerja (Hulu, 2004). Menurut Almatsier, (2001) pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan besi yang terdapat pada sebagian besar sayur-sayuran terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik yang rendah. Faktor penyebab anemia gizi besi yang tidak langsung meliputi praktik pemberian makanan yang kurang baik, komposisi makanan kurang beragam, pertumbuhan fisik, kehamilan dan menyusui, perdarahan kronis, parasit, infeksi, pelayanan kesehatan yang rendah, terdapatnya zat penghambat absorpsi, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat rendah (Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan pertanian, 1992). 2.2.2. Dampak Anemia Gizi Besi pada Pekerja Dampak anemia gizi besi sangat kompleks dan untuk pekerja erat kaitannya dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik). Anemia gizi besi dapat menyebakan rasa cepat lelah. Rasa cepat lelah terjadi karena pada penderita anemia gizi besi, metabolism energi oleh otot tidak berjalan sempurna akibat otot kekurangan oksigen. Studi mengenai anemia pada pekerja wanita di Jakarta, Tangerang, Jambi, dan Kudus membuktikan bahwa anemia dapat menurunkan produktivitas kerja. Dilaporkan bahwa anemia menurunkan produktivitas 5-10% dan kapasitas kerja 6,5 jam per minggu (Soekirman, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Cara Mengukur Kadar Hb Terdapat beberapa cara untuk mengukur kandungan Hb di dalam darah, antara lain dengan metode sahli dan cyanmethemoglobin. 2.3.1. Metode Sahli a. Dasar Metode sahli merupakan satu cara penetapan hemoglobin secara visual. Darah diencerkan dengan larutan HCl sehingga hemoglobin berubah menjadi hematin asam. Untuk dapat menentukan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengencerkan larutan campuran tersebut dengan aquadest sampai warnanya sama dengan warna batang gelas standar. b. Peralatan dan Pereaksi 1) Alat untuk mengambil darah vena atau darah kapiler 2) Hemometer sahli, yang terdiri atas: a. Tabung pengencer. panjang 12cm, dinding bergaris mulai angka 2(bawah) s/d 22(atas) b. Dua tabung standar warna c. Pipet Hb. dengan pipa karet panjang 12,5 cm terdapat angka 20 d. Pipet HCl e. Botol tempat aquadest dan HCl 0,1N f. Batang pengaduk (dari glass) g. Larutan HCl 0,1N h. Aquadest
Universitas Sumatera Utara
c. Spesimen Dapat berupa darah kapiler atau darah vena (darah EDTA) d. Cara Kerja 1) Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1N sampai angka 2 2) Dengan pipet Hb, hisap darah sampai angka 20 mm, jangan sampai ada gelembung udara yang ikut terhisap 3) Hapus darah yang ada pada ujung pipet dengan tissue 4) Tuangkan darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan aquadest bila masih ada darah dalam pipet 5) Biarkan satu menit 6) Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk 7) Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standar 8) Bila sudah sama penambahan aquades dihentikan, baca kadar Hb pada skala yang ada ditabung pengencer 2.3.2. Metode Cyanmethemoglobin a. Dasar Ferrosianida mengubah besi pada Hb dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk yang diukur fotometrok 540 nm. Kalium-hidrogen-fosfat digunakan agar pH tetap di mana reaksi
Universitas Sumatera Utara
dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisa darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma. b. Peralatan dan Pereaksi 1) Mikropipet 20 mikroliter / mmk atau pipet Sahli 2) Pipet volumetrik 5 ml 3) Tabung reaksi ukuran 75 x 10mm 4) Spektrofotometer/kolorimeter dengan panjang gelombang 540 nm 5) Larutan Drabkin atau modifikasinya (diperdagangkan dalam bentuk kit), yang berisi kandungan kalium ferrosianida 200mg, KCN 50 mg, Kalium Hydrogen fosfat 140 mg, detergen 0,5-1 ml, dan aquadest 1000 ml c. Spesimen Darah kapiler atau darah EDTA d. Cara Kerja 1) Ke dalam tabung reaksi 75 x 10 mm, pipetkan 5 ml pereaksi 2) Dengan mikropipet tambahkan 20mikroliter / mmk darah penderita ke dalam pereaksi tersebut serta hindarilah terjadinya gelembung dan bersihkan bagian mikropipet. 3) Campurkan isinya dan iarkan pada suhu kamar selama 3-5 menit dan serapannya dibaca dalam spektrofotometri pada panjang gelombang 540nm dengan pereaksi sebagai blangko
Universitas Sumatera Utara
4) Kadar hemoglobin dapat dibaca pada kurva kalibrasi atau dihitung dengan menggunakan faktor; dimana kadar Hb = serapan x faktor kurva kalibrasi dan faktor telah dipersiapkan sebelumnya. e. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor Sebelum fotometer dipergunakan untuk penetapan kadar hemoglobin, harus dikalibrasi dulu, atau dihitung faktornya. Untuk keperluan tersebut dipergunakan larutan standart hemisianida (sianmethemoglobin) dan pengenceran larutan tersebut dalam pereaksi Drapkin. Kadar Hb dari larutan standart hemisianida dapat dihitung dalam gr/100ml atau gr/dl sebagai berikut: Kadar Hb Larutan Standart = kadar hemisianida X 0,251 mg/dL Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25, dan 0% sebagai blanko dengan larutan Drapkin. Setelah masing-masing tercampur sempurna biarkan pada suhu kamar 3 menit dan baca serapan pada fotometer dengan 540 nm. Buatlah kurvanya dengan kadar Hb sebagai absisi dan serapan sebagai ordinat, maka hasil percobaan serapan pasien tinggi memplotkan pada kurva tera. Atau menggunakan faktor sebagai berikut: Faktor (F) =
Jumlah Kadar Hb Jumlah serapan
f. Pengawasan Mutu Hemolisat
yang
dipergunakan
atau
dibuat
sendiri
dengan
standar
hemosianida, CV optimal = 3% dan CV tidak boleh lebih dari 6%.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pengaruh Anemia Gizi Besi terhadap Produktivitas Pekerja Salah satu faktor yang menentukan produktivitas adalah status gizi tenaga pekerja yang baik, yang salah satunya adalah ferum (zat besi) di dalam tubuh jumlahnya harus mencukupi. Ferum (zat besi) adalah salah satu unsur untuk pembentukan Hb. Bila defisiensi zat besi ini maka pembentukan Hb akan berkurang yang dapat menyebabkan anemia zat besi. Kadar Hb yang rendah akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh. Untuk mengatasi hal ini dianjurkan untuk memberikan kebutuhan akan ferum secukupnya (Nasution, 2004). Hasil penelitian Widiastuti (2011) menunjukkan bahwa kadar Hb merupakan faktor yang paling berhubungan dengan produktivitas tenaga kerja. Selanjutnya, Husaini (1987) juga menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja penderita anemia gizi besi menurun sebesar 20%. Demikian juga dengan penelitian Farihah (1999) yang menyatakan bahwa produktivitas pekerja penderita anemia menurun sekitar 24%. Pada pekerja, anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit yang pada akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Menurunnya produktivitas kerja pada seseorang yang anemia dapat disebabkan oleh berkurangnya enzim-enzim yang mengandung zat besi yang merupakan kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi, serta menurunnya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah. Hal ini sebagai akibat terjadinya hipoksia yang lebih awal pada pekerja yang mengalami anemia sehingga akan mengganggu produktivitas kerja, karena rasa lelah, letih lesu membuat seseorang malas untuk bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi akan meningkatkan kemampuan sistem peredaran darah dan pernafasan untuk mendistribusikan oksigen ke otot-otot yang bekerja sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan tubuh dari efek bekerja. Pekerja yang membutuhkan tenaga besar merasa cepat lelah karena anemia menyebabkan tenaga berkurang. Dengan demikian hasil kerjanya akan rendah sehingga produktivitas kerja menurun. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktivitas yang baik, cenderung dilakukan oleh individu dengan tidak anemia. 2.5. Produktivitas Kerja Produktivitas dapat dianggap sebagai keluaran atau sebagai masukan dari suatu sistem. Sebagai masukan maka produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok lebih baik daripada hari ini. Produktivitas sebagai keluaran biasanya dirumuskan sebagai rasio dari apa yang dihasilkan terhadap keseluruhan masukan (baik Individu, kelompok, maupun organisasi perusahaan) untuk menghasilkan suatu produk atau jasa dalam kondisi dan situasi tertentu. Berdasarkan pengertian produktivitas sebagai keluaran maka produktivitas dapat dibedakan kedalam berbagai tingkatan yaitu produktivitas tingkat individu (tenaga kerja), tingkat satuan (kelompok Kerja), tingkat organisasi perusahaan (produktivitas dari subsistem, sistem, suprasistem).
Universitas Sumatera Utara
Produktivitas kerja ditunjukkan sebagai rasio jumlah keluaran yang dihasilkan per jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan. Masukan disini diukur dalam satuan jam manusia yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Produktivitas tenaga kerja ditunjukkan dari hasil kerja seorang tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk. Produktivitas Tenaga kerja = Jumlah Hasil Kerja Waktu Kerja Untuk jenis produk dimana tenaga kerja mencapai jumlah target produk tertentu selama jam kerja, maka produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan membandingkan jumlah produk yang dihasilkan selama jam kerja dengan jumlah target produk yang seharusnya diperoleh selama jam kerja (Ravianto, 1990). Jumlah hasil Kerja/Waktu Kerja Produktivitas Tenaga Kerja = ---------------------------------------------- x 100% Jumlah Target 2.5.1. Produktivitas Tenaga Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep menunjukkan adanya kaitan antara hasil kerja tenaga kerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk (pengertian mikro). Tenaga kerja dinilai produktif jikalau ia mampu menghasilkan keluaran (out put) yang lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja lain, dalam satuan waktu yang sama. Atau bila orang itu menghasilkan keluaran yang sama dengan memakai sumber daya yang lebih sedikit. Dengan kata lain, seorang tenaga kerja menunjukkan tingkat produktivitas yang sesuai dengan standar yang lebih tinggi bila ia mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
standar yang telah ditentukan dalam satuan waktu yang lebih singkat atau memakai sumber daya yang lebih sedikit (Ravianto, 1990) 2.5.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas Menurut Ravianto (1990) produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Pendidikan dan Latihan Pendidikan dan pelatihan pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Semakin terampil dan cekatan seseorang biasanya juga semakin produktif. b. Motivasi Motivasi seseorang yang produktif ialah untuk selalu berprestasi. Bila motivasi ini dilandasi oleh disiplin dan etika kerja yang baik, maka hasilnya akan semakin positif. Apalagi tenaga kerja tersebut memiliki kemampuan, mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri, mempunyai sasaran hidup, mendapatkan kesempatan untuk berprestasi, lingkungan menunjang, adanya peralatan yang memadai, maka produktivitasnya akan tinggi. c. Lingkungan dan Iklim Kerja Lingkungan dan iklim kerja dapat menghambat atau menunjang produktivitas seseorang. Lingkungan dan iklim kerja yang sehat akan mendorong seseorang bekerja produktif dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
d. Makanan dan Minuman yang Sehat, Cukup dan Bergizi Energi dalam tubuh bersumber dari makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan bergizi, berguna untuk membangun dan menggantikan sel sel tubuh yang aus, memberi energi, serta memelihara tubuh. Seseorang yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan bergizi serta didukung oleh gaya hidup yang teratur serta istirahat yang cukup akan menunjang produktivitasnya. e. Tingkat Upah Minimal yang Berlaku Tingkat upah yang terlalu rendah tidak memungkinkan tenaga kerja dapat memenuhi kebutuhan fisik minimal atau tidak mampu bekerja produktif atau malas bekerja akibat kekurangan gizi. Bila produktivitas tenaga kerja hanya dikaitkan dengan satuan waktu, maka tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja sangat tergantung dari aktivitas tenaga kerja itu sendiri. Secara teoritis, aktivitas ini sangat tergantung pada gizi yang diperoleh dari makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh tenaga kerja. Menurut Soerdjadibroto (1984) yang dikutip oleh putra (1990) produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan. Faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam enam faktor utama yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Gizi dan Kesehatan Jika hasil aktivitas persatuan waktu menjadi penyebab tinggi rendahnya produktivitas kerja maka secara teoritis aktivitas ini sangat tergantung dari kesehatan dan gizi yang diperoleh dari makanan. Bagi manusia dalam bekerja memerlukan bahan-bahan bergizi seperti karbohidrat, protein dan lemak sebagai sumber tenaga, pelindung seperti vitamin, garam garam mineral, zat besi dan lain lain. Dengan demikian tenaga kerja dapat bekerja baik selama ia memiliki tenga yang diperoleh dari makanan. Gizi yang cukup dan badan yang sehat merupakan syarat bagi produktivitas kerja yang tinggi. 2. Pendidikan dan Pelatihan Kemampuan seseorang untuk bekerja berawal dari pendidikan dan pelatihan yang dialaminya. Pendidikan dan pelatihan yang ditambah dengan praktek yang terus menerus akan menambah kecakapan seseorang, pekerjaannya akan semakin bermutu dan semakin cepat selesai, dengan kata lain produktivitasnya akan meningkat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memberikan peluang penghasilan yang lebih tinggi serta produktivitasnya yang lebih tinggi. Hal ini terbukti dari tingginya rata rata pendidikan di Negara maju dan produktivitas yang tinggi. 3. Penghasilan dan Jaminan Sosial Upah dapat diartikan sebagai imbalan yang diterima tenaga kerja dalam hubungan kerja berupa uang. Imbalan tersebut diperuntukkan bagi pemenuhan sebagian besar kebutuhan dirinya beserta keluarganya. Upah yang minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pada tingkat yang minimal. Tenga kerja dengan
Universitas Sumatera Utara
tingkat upah yang layak secara objektif barulah mampu memenuhi kebutuhan hidup dirinya serta keluarganya. Pada tingkat upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang layak, produktivitas kerja memperoleh peluang untuk meningkat. 4. Kesempatan Kesempatan yang terbuka bagi tenaga kerja untuk berbuat yang lebih baik merupakan persyaratan bagi perbaikan produktivitas kerja. Kesempatan dalam hal ini sekaligus mencakup kesempatan kerja, yaitu pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan serta minatnya dan kesempatan untuk berprestasi serta mengembangkan diri. 5. Manajemen Produktivitas juga dipengaruhi oleh manajemen dari kepemimpinan organisasi/ perusahaan. Faktor manajerial ini berpengaruh pada semangat kerja tenaga kerja melalui gaya kepemimpinan, kebijakan dan peraturan-peraturan perusahaan. Misalnya kebijaksanaan tentang insentif, pendidikan, pelatihan dan disiplin. Faktor manajerial lain adalah masukan tanda (signal masukan) sejauh mana petunjuk tanda-tanda yang diberikan kepada tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan sejauh mana hasilnya pekerjaan tenaga kerja diukur oleh manajer mereka. 6. Kebijaksanaan Pemerintah Upaya perbaikan produktivitas dapat didorong oleh kebijaksanaan dan peraturan pemerintah, misalnya dengan kebijaksanaan penanaman modal, investasi,
Universitas Sumatera Utara
teknologi, ketatalaksanaan, moneter dan perkreditan serta eksport yang menciptakan iklim berusaha yang merangsang perbaikan produktivitas Anoraga (2001) menyebutkan ada sepuluh faktor yang diinginkan oleh pekerja tetap untuk meningkatkan produktivitas kerja yaitu: 1. Pekerjaan yang menarik 2. Upah yang baik 3. Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan 4. Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan 5. Lingkungan atau suasana kerja yang baik 6. Promosi dan pengembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan perusahaan 7. Merasa terlibat dalam kegiatan organisasi 8. Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi 9. Kesetiaan pemimpin pada diri si pekerja 10. Disiplin kerja yang keras
2.6. Sektor Informal Istilah sektor informal pertama kali diperkenalkan oleh Keith Hart, Professor Emeritus of Anthropology dari Goldsmith’s College, University of London, pada 1971 melalui penelitiannya di kota Accra dan Nima, Ghana. Hart memperkenalkan terminologi baru yang membedakan antara sektor informal dan formal (Kamsari, 2013).
Universitas Sumatera Utara
ILO (International Labour Organization) mendefinisikan sektor informal sebagai cara melakukan pekerjaan apa pun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi dalam skala kecil, padat karya dan dengan teknologi yang adaptif, memiliki keahlian di luar sistem pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya yang kompetitif. Dengan karakteristik seperti ini tentu sektor informal menjadi lahan yang tepat bagi mereka yang berpendidikan rendah, miskin, tidak mempunyai keterampilan khusus untuk bekerja (Kamsari, 2013). Menurut Sethurahman (1996) dalam Budi (2008) istilah “sektor informal” biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap sebagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar. Hendri Saparini dan M. Chatib Basri menyebutkan bahwa tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak (UI, 2010). 2.6.1 Ciri-ciri Pekerjaan Sektor Informal Menurut Saparini (2010), ciri-ciri pekerjaan sektor informal adalah : a. Mudah masuk Artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini.
Universitas Sumatera Utara
b. Bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, c. Keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif. 2.6.2
Industri Rumah Tangga (industri kecil) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja kurang
dari lima orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri makanan ringan. Industri kecil merupakan salah satu sektor informal yang mempunya ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Kegiatan usahanya tidak terorganisir dengan baik.
2.
Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.
3.
Pola kegiatan usaha tidak terfokus dalam arti lokasi atau jam kerja.
4.
Pada umunya kebijaksanaan pemerintah untuk membangun golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor industri kecil.
5.
Unit usaha mudah beralih ke sektor lain.
6.
Teknologi yang digunakan masih bersifat sederhana.
7.
Skala usaha kecil, karena modal dan perputaran usahanya juga kecil.
Universitas Sumatera Utara
8.
Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya berdasarkan pengalaman sambil kerja.
9. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu karyawan atau kerabat/ keluarga yang tidak perlu dibayar. 10. Sumber modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi. 11. Sebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dikenali oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah atau sebagian kecil atau golongan ekonomi menengah. Berdasarkan pengertian dari BPS, menyebutkan bahwa industri kecil dibedakan menjadi 2, yaitu : industri rumah tangga dan pabrik kecil. Ciri-ciri dari industri rumah tangga yang menggunakan tenaga kerja kurang dari 5 orang adalah : -
Sebagian
besar
pekerjanya
adalah
anggota
keluarga
sendiri
dari
pemilik/pengusaha yang pada umumnya tidak dibayar. -
Proses produksinya masih manual dan dilakukan di rumah.
-
Produksinya bersifat musiman mengikuti kegiatan produksi di sektor pertanian yang juga bersifat musiman.
-
Jenis produksinya sederhana untuk konsumsi sederhana juga. Sektor informal adalah perusahaan yang tidak berstatus hukum dan tidak
memiliki izin kerja, sehingga tidak ada menerapkan upah minimum untuk pekerjanya. Pada umumnya pengusaha akan menyebutkan suatu jumlah dari upah yang akan
Universitas Sumatera Utara
dibayarkan. Selanjutnya terserah pada pekerja apakah mau menerima penawaran tersebut atau tidak. Tawar menawar upah disektor informal ini lebih didasarkan pada rujukan upah yang berlaku untuk usaha sejenis di wilayah yang bersangkutan. Sistem pembayaran upah sering dilakukan secara harian dan mingguan, secara bulanan sangat jarang dilakukan.
2.7. Industri Pengolahan Ubi di Desa Pegajahan Desa Pegajahan merupakan salah satu desa di Kecamatan Pegajahan yang mempunyai industri rumah tangga yang mengolah ubi kayu menjadi olahan pangan ubi yaitu kerupuk mie, opak lidah, balong kuok, rengginang dan opak koin. Dari hasil survey yang dilakukan pada bulan Juni 2013 di Desa Pegajahan terdapat 66 KK industri rumah tangga. Proses pekerjaan yang dilakukan dalam pengolahan pangan ubi kayu menjadi kerupuk mie adalah sortasi ubi kayu segar, pengupasan, pencucian, pemarutan, pencetakan/peletrekan, penjemuran ½ kering, pemotongan, dan dimasukkan ke ampia untuk mendapatkan kerupuk mie kemudian di jemur sampai kering. Dalam pembuatan kerupuk mie tersebut proses yang paling penting adalah pada saat proses mencetak/meletrek dengan menggunakan tenaga kerja wanita. Meletrek adalah adonan bubur ubi kayu mentah diletakkan diatas plastik bening berukuran persegi panjang (55x40 cm) lalu diratakan dengan alat bantu. Jumlah tenaga kerja dibagian pencetan/peletrekan berjumlah 92 orang.
Universitas Sumatera Utara
Adapun proses kerja pembuat kerupuk mie ubi kayu dari mulai pengupasan sampai mejadi kerupuk mie ubi kayu sesuai prosedur di Desa Pegajahan terdiri dari beberapa tahapan yaitu: 1. Proses Sortasi Proses sortasi adalah suatu kegiatan yang memisahkan ubi kayu berdasarkan tingkat keutuhan atau kerusakan ubi kayu, baik karena rusak disebabkan mekanis ataupun rusak karena bekas serangan hama atau penyakit. 2. Proses Pengupasan Setelah proses sortasi dilanjutkan dengan proses pengupasan yaitu untuk menghilangkan kulit ubi sebagai bagian dari ubi yang tidak berfungsi atau tidak dibutuhkan dalam pengolahan bahan kerupuk mie ubi kayu. 3. Proses Cleaning (Pembersihan) Proses selanjutnya adalah cleaning (pembersihan) ubi kayu, yaitu menghilangkan kotoran-kotoran pada ubi kayu dengan menggunakan air bersih kemudian ditiriskan. 4. Proses Pemarutan Tahapan berikutnya adalah Proses pemarutan, yaitu ubi kayu dimasukkan ke dalam mesin parutan sehingga menjadi bubur mentah kemudian ditiriskan. 5. Proses Penirisan Proses penirisan adalah kegiatan memisahkan air dari bubur ubi kayu. Air yang dipisahkan mengandung endapan bubur ubi kayu yang kemudian dicampur kembali
dengan
bubur
ubi
kayu
untuk
proses
selanjutnya,
yaitu
pencetakan/peletrekan.
Universitas Sumatera Utara
6. Poses Pencetakan/Peletrekan Proses pencetakan/peletrekan adalah adonan bubur ubi kayu sebanyak 0,5 kg diletakkan keatas plastik transparan dengan ukuran 55 x 40 cm lalu diratakan dengan ketebalan 0,25 cm. 7. Proses Pengukusan Setelah semua adonan bubur ubi kayu selesai di cetak/letrek, proses selanjutnya adalah pengukusan, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menghomogenkan adonan agar lebih merekat untuk proses penjemuran awal (setengah kering). 8. Proses Penjemuran Awal (Setengah Kering) Proses penjemuran setengah kering adalah kegiatan pengeringan hasil cetakan/letrekan dengan panas matahari sampai setengah kering yang bertujuan agar bisa dimasukkan ke mesin ampia untuk proses selanjutnya. 9. Proses Pemotongan Proses pemotongan adalah pengecilan ukuran cetakan/letrekan yang dilakukan melalui kerja mekanis menggunakan mesin ampia yang hasilnya berupa bentuk gumpalan mie. 10. Penjemuran Akhir (Kering) Proses selanjutnya adalah penjemuran akhir, yaitu pengeringan gumpalan mie ubi kayu dibawah sinar matahari sampai bahan mencapai kadar air tertentu (ditandai oleh bahan kering yang mudah dipatahkan dengan tangan atau mie ubi kayu menjadi getas atau rapuh). 11. Hasil Akhir (Mie Ubi Kayu) Hasil produksi mie ubi kayu dijual oleh pengusaha Industri Rumah Tangga di Desa pegajahan ke Sentral Pasar Medan dan kota-kota lain.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Landasan Teoritis Faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja salah satunya adalah makanan dan minuman yang sehat, cukup dan bergizi. Energi dalam tubuh bersumber dari makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan bergizi, berguna untuk membangun dan menggantikan sel sel tubuh yang aus, memberi energi, serta memelihara tubuh. Tenaga Kerja yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat, cukup, dan bergizi serta didukung oleh gaya hidup yang teratur serta istirahat yang cukup akan menunjang produktivitasnya. (Ravianto, 1990) Gizi kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan kalorinya sesuai dengan jenis pekerjaannya. Tujuannya adalah untuk mencapai tingkat kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja yang setingitingginya. Status Gizi tenaga kerja yang baik salah satunya adalah adanya ferum (zat besi) didalam tubuh dalam jumlah yang mencukupi. Ferum (zat besi) adalah salah satu unsur untuk pembentukan hemoglobin. Bila defisiensi zat besi ini maka pembentukan hemoglobin akan berkurang, yang dapat menyebabkan anemia zat besi. Kadar hemoglobin yang rendah akan mengganggu proses metabolisme dalam tubuh. Untuk mengatasi hal ini dianjurkan untuk memberikan kebutuhan akan ferum secukupnya (Mahdin, 1989). Pada wanita dewasa anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran. Pekerja yang membutuhkan tenaga besar hasil kerjanya akan rendah sehingga produktivitas
Universitas Sumatera Utara
kerja menurun. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk melakukan pekerjaan dengan produktivitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu dengan tidak anemia (Wirahakusumah, 1999).
2.9. Kerangka Konsep Berdasarkan teori-teori yang telah di bahas dalam tinjauan kepustakaan, maka kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai berikut : Konsumsi Gizi: - Energi: - Protein - Zat besi Masa Kerja
Kadar Hb
Produktivitas Kerja Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan : =
Diteliti
=
Tidak diteliti
Berdasarkan kerangka diatas, maka dapat dijelaskan bahwa kerangka konsep dalam penelitian ini adalah Kadar Hb dipengaruhi konsumsi gizi (Energi, Protein dan Zat Besi) mempengaruhi terhadap produktivitas Kerja yang dipengaruhi masa kerja.
Universitas Sumatera Utara