BAB II LANDASAN TEORI
A. Kebangkrutan 1. Pengertian Kebangkrutan Kebangkrutan atau kepailitan adalah biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba sesuai tujuan utamanya untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin. Sedangkan menurut (Darsono dan Ashari) dalam Restmen (2012) dijelaskan bahwa kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Kebangkrutan
juga
sering
disebut
kegagalan
perusahaan
dalam
menjalankan roda kehidupan perusahaan. Kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti dalam penelitian Winy (2013): a. Kegagalan Ekonomi Kegagalan dalam arti ekonomi berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Kegagalan juga
6
7
berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan. Dan Kegagalan dapat diartikan juga sebagai pendapatan nyata perusahaan telah turun dibawah pendapatan yang diharapkan. Tidak ada kesatuan pendapat mengenai definisi kegagalan dalam arti ekonomi. b. Kegagalan keuangan Kegagalan keuangan mempunyai dua segi yang diakui secara umum. Perusahaan dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada waktu harus dipenuhi, walaupun total hartanya melebihi total hutang. Hal ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan membayar secara teknik ( technical insolvency atau insovensi teknik ). Perusahaan itu gagal atau bangkrut, jika hutang total melebihi penilaian wajar dari harta totalnya (yaitu jika nilai bersih dari perusahaannya itu negatif). Selanjutnya, apabila dipakai perkataan gagal atau failure, maka ini akan dikatakan insolvensi teknis maupun kebangkrutan. Umumnya,
perusahaan
dianggap
bangkrut
jika
hutang
perusahaan lebih besar dari aktiva perusahaan dan jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban – kewajiban kepada kreditur pada saat jatuh tempo. Insolvensi atas arus kas ada dua bentuk yaitu:
8
1) Insolvensi Teknis Perusahaan dapat dianggap bangkrut jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva memenuhi total hutang atau terjadi bila perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar yang telah ditetapkan atau rasio kelayakan bersih terhadap total aktiva yang diisyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran kembali pada tanggal tertentu.
2) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan a) Dalam
pengertian
ini
kebangkrutan
didefinisikan sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional/nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. b) Likuidasi perusahaan penutupan perusahaan atau insolvabilitas
9
Sedangkan menurut Supardi (2003:79) dalam Dini (2009) ada beberapa jenis kebangkrutan yang didefinisikan sebagai berikut: a. Economic Failure Perusahaan tidak dapat menutup biaya total, termasuk biaya modal. Usaha yang mengalami economic failure dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditur berkeinginan untuk menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian (return) dibawah tingkat bunga pasar. b. Business Failure Istilah ini digunakan oleh Dun & Bradstreet yang merupakan penyusun utama failure statistic, untuk mendefinisikan usaha yang menghentikan operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditur. Dengan demikian suatu usaha dapat diklasifikasikan sebagai gagal meskipun tidak mengalami kebangkrutan secara normal. Juga suatu usaha dapat menghentikan/ menutup usahanya tetapi tidak dianggap seagai gagal. c. Technical Insolvency Sebuah perusahaan dapat dinilai bangkrut apabila tidak memenuhi kewajiban yang jatuh tempo. Technical Insolvency mungkin menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara. Dimana suatu waktu perusahaan dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan tetap hidup. Di lain pihak, apabila technical insolvency ini merupakan gejala awal dari economic failure, maka hal ini merupakan tanda akan mengalami bencana keuangan (financial disaster). d. Insolvency in Bankruptcy Sebuah perusahaan dikatakan insolvency bankruptcy bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset perusahaan. Hal ini merupakan suatu keadaan yang lebih serius bila
10
dibandingkan dengan technical insolvency. Sebab umumnya hal ini merupakan pertanda dari economic failure yang mengarah ke likuidasi suatu usaha. Perlu dicatat bahwa perusahaan yang mengalami insolvency in bankruptcy tidak perlu melalui legal bankcruptcy. e. Legal bankcruptcy Istilah kebangkrutan digunakan untuk setiap perusahaan yang gagal. Perusahaan tidak dapat dikatakan bangkut secara hukum, kecuali diajukan resmi dengan undang – undang. Menurut penelitian Dun dan Bradstreet dalam Bambang (2006) membuat presentase sebab – sebab kebangkrutan sebagai berikut, manajemen tidak kompeten 45,6%, kurang pengalaman dibidang manajerial 12,5%, pengalaman tidak seimbang dalam permodalan, penjualan, produksi dana lain – lain 19,2%, kurang pengalaman dibidang produksi yang ditangani 11,1%, kelalaian 0,7%, musibah 0,5%, penipuan 0,3%, dan alasan yang tidak diketahui 10,1%. Yang dimaksud dengan tidak kompetennya manajer antara lain kegagalan mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan resesi dan trend industri yang tidak menguntungkan. Kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan biasanya akibat dari kesalahan perhitungan, kesalahan pertimbangan, dan kelemahan lain yang saling berkaitan. Dimana secara langsung ataupun tidak menggambarkan kemampuan manajemen.
11
2. Penyebab Kebangkrutan Kebangkrutan sering dan cepat terjadi pada negara – negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini dikarenakan kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sulit, semakin sulit keuangannya dan akhirnya bangkrut. Bukan hanya itu saja, perusahaan yang pada mulanya sehat dalam kondisi keuangannya juga akan mengalami kesulitan dalam kegiatan operasinya dan tidak menutup kemungkinan perusahaan itu akan bangkrut. Penyebab kebangkrutan secara garis besar terjadi pada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal di dalam manajemen perusahaan. menurut (Darsono dan Ashari) dalam Restmen (2012) faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: a. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan
oleh
pemborosan
dalam
biaya,
kurangnya
keterampilan, dan keahlian manajemen. b. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dan jumlah utang – piutang yang dimiliki. Utang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil
12
laba sehingga bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena assets yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan. c. Moral Hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen
bisa
mengakibatkan
kebangkrutan.
Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor. Sedangkan untuk faktor eksternal menurut (Darsono dan Ashari) dalam Restmen (2012) disebabkan sebagai berikut: a. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. b. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. c. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitur dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aset yang menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan.
13
d. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditor juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. e. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. f. Kondisi perekonomian secara global juga harus diantisipasi oleh perusahaan 3. Identifikasi Kebangkrutan Menurut Mahmud M. Hanafi, dan Abdul Halim Analisis Laporan Keuangan Terutama Mengenai Prediksi Kebangkrutan dalam Dwi (2012) adalah sebagai berikut: “Analisis Kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda – tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda – tanda kebangkrutan diketahui maka, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa dilakukan perbaikan – perbaikan”. Saat
perusahaan
menggunakan
utang
untuk
membiayai
investasinya maka perusahaan tersebut terlibat dalam kontrak untuk membayar bunga dan dana yang dipinjamnya. Jika perusahaan tersebut tidak
mampu
menghasilkan
kas
yang
cukup
untuk
membayar
14
kewajibannya kepada kreditur, maka kreditur akan melakukan gugatan kepailitan kepada perusahaan. Dan jika perusahaan sampai diputuskan pailit oleh pengadilan maka aset perusahaan tersebut harus dijadikan utang dan dijual untuk melunasi. Dalam ilmu manajemen hal ini disebut failure. Saat perusahaan mengalami kondisi keuangan seperti ini menyebabkan investor menghadapi resiko kebangkrutan. Pada kondisi seperti ini ada biaya kebangkrutan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya yang muncul akibat kondisi ini dibedakan menjadi dua yaitu: a. Biaya langsung yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menjalani proses likuidasi atau restrukutrisasi. b. Biaya tak langsung seperti kehilangan penjualan dan profit karena memutuskan untuk tidak membeli produk dari perusahaan yang berpotensi untuk bangkrut. Biaya kebangkrutan ini merupakan merupakan tambahan resiko yang harus dihadapi oleh pemegang saham perusahaan. Tentu saja investor yang berinvestasi pada perusahaan seperti ini mengharapkan akan adanya kompensasi terhadap resiko tambahan tersebut. Perusahaan yang berada dalam kondisi keuangan memiliki risiko kebangkrutan yang tinggi. Untuk mengatasi kondisi ini perusahaan bisa
15
menempuh dua cara penyelesaian, bisa melakukan restrukturisasi atau likuidasi. Melalui penyelesaian ini nilai perusahaan yang sempat turun akan cenderung naik kembali seiring dengan perbaikan kesehatan keuangan perusahaan, dan pemegang saham akan memiliki kemungkinan untuk mendapatkan return yang tinggi. Sedangkan likuidasi adalah solusi yang lebih ekstrim. Yaitu terjadi ketika perusahaan berhenti beroperasi dan menjual aset – asetnya lalu menggunakan kas hasil penjualan aset tersebut untuk membayar kewajiban senioritasnya. Pada kondisi ini investor cenderung mengalami kerugian. Tingkat resiko keuangan semakin merendah dan tingkat kesehatan semakin membaik setelah perusahaan dimasa akan datang tetapi hanya digunakan untuk menentukan posisi keuangan perusahaan karena perusahaan tersebut masih berdiri dan beroperasi. 4. Prediksi Kebangkrutan Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari
sebuah
perusahaan
adalah
kegunaaannya
untuk
meramal
kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan memiliki perusahaan untuk kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.
16
Model prediksi kebangkrutan perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi keuangan perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan perusahaan dinyatakan dalam kondisi kesulitan keuangan ketika perusahaan tersebut mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar utang sesuai kontrak. Dalam peraturan perundang – undangan di Indonesia kesulitan keuangan yang mengakibatkan gagal bayar disebut juga sebagai pailit. Ciri – ciri perusahaan yang mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat atau krisis (Indri) dalam Dwi (2012) adalah: a. Pertumbuhan perusahaan negatif b. Kesulitan keuangan yang semakin menurun c. Pangsa pasar yang menciut secara drastis d. Kehilangan kepercayaan karyawan, pemegang saham, dan masyarakat luas e. Terancam bangkrut karena profit perusahaan yang semakin menurun Ada empat hal yang menunjukkan perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut, yaitu (Supardi,2003:77) dalam Dwi (2012) :
17
a. Tingkat Rate of return : Perusahaan bangkrut cenderung mempunyai tingkat return yang lebih rendah dibanding return perusahaan sejenis yang bangkrut. b. Penggunaan hutang : Perusahaan yang bangkrut cenderung menggunakan hutang yang lebih tinggi. c. Perlindungan terhadap biaya tetap: Perusahaan yang bangkrut cenderung mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil. d. Fluktuasi return saham : Perusahaan yang bangkrut cenderung mempunyai rata – rata return yang lebih rendah dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi. Kondisi kesulitan keuangan perusahaan biasa terjadi karena keburukan atau kemerosotan kegiatan bisnis perusahaan. Kemerosotan ini bisa disebabkan oleh manajemen yang lemah, kesalahan keputusan ekspansi, kuatnya kompetisi, terlalu banyak hutang atau masalah lain yang memungkinkan untuk mengganggu kelangsungan bisnis perusahaan. B. Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah hasil akhir dari pencatatan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan posisi keuangan dan hasil – hasil yang dicapai oleh perusahaan, serta dapat digunakan sebagai petunjuk untuk kebijakan perusahaan dimasa yang akan datang.
18
“Laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan, yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan”. Agnes (2005:2) dalam Laila (2009). Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan juga sebagai pertanggung jawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. 2. Tujuan Laporan keuangan Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan perusahaan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam Standar Akuntansi Keuangan IAI (revisi 2009) menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat
keputusan
–
keputusan
ekonomi
serta
menunjukkan
pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas pengguna sumber –
19
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi perusahaan yang berisi: a. Aset b. Kewajiban c. Ekuitas d. Pendapatan dan beban – beban termasuk didalamnya keuntungan dan kerugian e. Arus kas Informasi yang dijelaskan diatas beserta catatan atas laporan keuangan
untuk
membantu
pengguna
laporan
keuangan
dalam
memprediksi arus kas dimasa yang akan datang. 3. Pengguna Laporan Keuangan Menurut IAI (revisi 2009), pengguna laporan keuangan meliputi: a. Investor Membutuhkan informasi untuk menentukan apakah harus membeli, menanam, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
20
b. Karyawan Menggunakan laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan kesempatan kerja. c. Pemberi Pinjaman Menggunakan informasi keuangan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. d. Pemasok dan Kreditor usaha lainnya Mereka tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang dibayar pada saat jatuh tempo. e. Pelanggan Berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terikat dengan perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan. Pemerintah, membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
21
f. Masyarakat laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
C. Model Altman Z-Score Analisis kebangkrutan Z-Score adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukkan dengan suatu persamaan diskriminan. Z-Score pertama kali dikenalkan oleh seorang professor pada pertengahan tahun 1968 di New York University, yaitu Edward I. Altman, melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan perusahaan yang mengalami kebangkrutan dengan kinerja keuangan yang sehat.Penelitian ini dikembangkan untuk menentukan kebangkrutan perusahaan dan dapat digunakan sebagai ukuran dari kinerja keuangan. Di dalam penelitian ini, ia menemukan lima rasio yang dapat dipadukan dalam suatu rumusan matematis yang akurat dalam meramalkan potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Dalam Restmen (2012:13) dijelaskan bahwa metode altman Z-Score menggunakan rasio keuangan seperti working capital to total assets, retained earning to total assets, earning
22
before interest and taxes, book value of debt to market value of equity, sales total assets. Altman menggunakan multivariable discriminant analysis untuk menemukan rasio – rasio keuangan yang berguna dalam memprediksi kebangkrutan pada suatu perusahaan. Analisis diskriminan Altman merupakan salah satu teknik statistik yang bisa digunakan untuk memprediksi adanya kebangkrutan suatu perusahaan. Menurut (Wardhani 2007: 33 – 34) dalam Restmen (2012: 13) rasio –rasio keuangan model altman Z-Score adalah: 1. Modal Kerja Terhadap Total Aset (working capital to total assets) Digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total
kapitalisasinya atau
untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pendeknya. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator – indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang yang membengkak. Utilisasi modal menurun, penambahan utang yang tak terkendali, dan beberapa indikator lainnya. Modal perusahaan merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva jangka pendek. Besarnya nilai rasio ini merupakan gambaran seberapa efektif perusahaan menggunakan modal kerja yang tersedia untuk
23
membiayai aktivitas perusahaan dan nilai rasio ini tergantung dari nilai modal kerja dan aktivitas perusahaan itu sendiri. Semakin besar nilai rasio modal kerja terhadap total aktiva, berarti semakin besar pula dana yang tertanam dalam aktiva lancar. Apabila aktiva lancar lebih kecil dari kewajiban lancar, maka nilai yang dihasilkan dari rasio ini akan negatif. Begitu pula sebaliknya, apabila aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancar, menunjukkan kepercayaan kepada kreditor pihak perusahaan sehingga kelangsungan operasi perusahaan akan lebih terjamin dengan dana pinjaman dari kreditor. 2. Laba Ditahan Terhadap Total Aset (retained earning to total assets) Digunakan untuk mengukur profitalitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya. Laba ditahan merupakan sumber dana modal sendiri. Semakin besar dari hasil rasio ini menunjukkan semakin besarnya laba ditahan dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan dana perusahaan dan mengurangi besarnya sumber dana
24
eksternal. Rasio laba ditahan terhadap total aktiva menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 aktiva perusahaan dijamin oleh saldo laba ditahan. 3. Pendapatan Sebelum Pajak dan Bunga (Earning Before Interest and Taxes) Digunakan untuk mengukur produksivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya masalah
pada kemampuan
profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus menerus, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaannya memberi kredit pada konsumen yang tidak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan. Laba sebelum bunga dan pajak adalah laba operasional perusahaan sebelum dikenakan pajak dan kebijakan keuangan lainnya. Dapat diartikan bahwa rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dari aktiva yang digunakan (earning power). Rasio ini mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan seluruh sumber dana (seluruh aset yang dimiliki) dan merupakan hasil pengembalian (sebelum dikurangi bunga dan pajak) terhadap total aktiva.
25
4. Nilai Pasar Ekuitas Terhadap nilai buku dari hutang (Book Value of Debt to Market value of equity) Digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan dari nilai pasar dari modal biasa dari saham preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang. Rasio ini mengukur kemampuan
permodalan
perusahaan
menanggung
seluruh
beban
hutangnya. Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio hutang per modal sendiri (DER) yang lebih terkenal. Rasio ini menambahkan nilai pasar yang tidak ditentukan oleh studi mengenai kebangkrutan lainnya dengan alasan bahwa nilai pasar ekuitas lebih akurat untuk mengetahui tingkat kesehatan/kinerja perusahaan daripada nilai buku ekuitasnya, atau perusahaan mengandalkan goodwill dalam menentukan nilai pasar modal sendiri terhadap nilai buku total kewajiban menunjukkan setiap Rp 1,00 dari total kewajiban digunakan untuk membiayai modal saham. 5. Penjualan Terhadap Total Aset (Sales to Total Assets) Digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi persaingan. Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan. Rasio ini
26
mencerminkan seberapa efektif perusahaan memanfaatkan seluruh sumber dana yang ada. Hasil dari rasio ini menunjukkan perputaran saham menghadapi
persaingan.
Rasio
penjualan
terhadap
total
aktiva
menunjukkan efektifitas penggunaan seluruh aktiva perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan bersih yang dapat dihasilkan oleh setiap Rp 1,00 yang diinvestasikan dalam bentuk aktiva perusahaan. Maka persamaan yang digunakan dalam penelitian ini menurut Hanafi dan Halim (2009:274) adalah original Z-Score atau model pertama yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Z-Score= 1,2WCTA + 1,4RETA + 3,3EBITTA + 0,6MAVE + 1,0STA Keterangan : Z-Score
= bankcruptcy index
WCTA
= working capital / total assets
RETA
= retained earnings / total assets
EBITTA
= earning before interest and taxes / total assets
MAVE
= market value of equity / book value of total debt
STA
= sales / total assets
27
Dengan demikian cut off point yang diteliti oleh Altman sebagai dasar klasifikasi adalah sebagai berikut: a. Z < 1,80
= Untuk perusahaan yang bangkrut.
b. 1,88 < Z < 2,99 c. Z > 2,99
= Grey area atau daerah abu – abu.
=Daerah untuk perusahaan yang sehat.
Keterangan: a. Jika perusahaan mempunyai hasil Z-Score > 2,99 maka diprediksi perusahaan sehat atau tidak mengalami kesulitan keuangan. b. Jika perusahaan mempunyai hasil Z-Score < 1,81 maka diprediksi perusahaan mengalami kesulitan dan mengalami kebangkrutan. c. Jika perusahaan memperoleh hasil 2,99 > Z-Score > 1,81 kesulitan keuangan dan bila manajemen tidak memperbaiki kinerjanya akan berakibat fatal bagi perusahaan.
28
D. Kelebihan dan Kekurangan Model Altman Z-Score 1. Kelebihan Model Altman Z-Score Kelebihan dari MDA (Multivariate Discriminant Analysis) sesuai dengan Hadad & Santoso (2003:06) dalam Dwi (2012) sebagai berikut: a. Seluruh ciri karakteristik variabel yang diobservasi dimasukkan, bersamaan dengan interaksi mereka (secara simultant). b. Mengurangi jarak pengukuran dari para peneliti dengan menggunakan cut off point. c. MDA mudah digunakan dan diinterpretasikan sehingga sering menjadi pilihan para peneliti corporate failure selama ini. d. MDA mempunyai high degree of accuracy over time (ketepatan tingkat tinggi pada waktu yang telah lalu).
2. Kekurangan Model Z-Score Sedangkan kekurangannya adalah menurut Hadad & Santoso (2003:06) dalam Dwi (2012) adalah sebagai berikut: a. Variabel – variabel terpilih merupakan variabel yang paling efisien ditempatkan dalam fungsi diskriminan dan bukan berdasarkan oleh suatu teori tertentu.
29
b. MDA menggunakan teknik pengujian statistic yang masih terbatas dibandingkan dngan logit model yang dimiliki keunggulan secara statistik. c. Variabel yang tergabung dengan fungsi diskriminan berdasarkan pada laporan keuangan dengan data akuntansi yang dipengaruhi oleh penafsiran yang berbeda.
E. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: Altman (1968) memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score atau disebut juga multiple discriminant analysis dengan menggunakan lima variabel atau rasio yang dikenal dengan nama zeta models. Lima kategori rasio yang diklasifikasikan menjadi rasio standar adalah likuiditas, profitabilitas, leverage, solvabilitas, dan aktivitas. Lima rasio ini sebagai yang terbaik dalam prediksi kebangkrutan perusahaan adalah working capital/total assets, retained earning/total assets, EBIT/total assets, market value equity/book value of total debt, dan sales/total assets. Sampel yang digunakan yaitu 66 perusahaan dengan 33 perusahaan pada masing – masing dari dua grup. Yulia (2005) menggunakan metode yang membuktikan apakah benar rasio keuangan (diluar model Altman) berpengaruh signifikan terhadap kondisi
30
financial distress adalah regresi logit. Dan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi financial distress perusahaan selain rasio – rasio keuangan yang digunakan dalam model altman. Agung (2006) melakukan penelitian menggunakan 23 rasio keuangan sebagai variabel bebas. Persamaan penelitian terletak pada penggunaan discriminant analysis sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan. Perbedaan diantara kedua penelitian terletak pada rasio keuangan yang digunakan sebagai variabel bebas. Dengan menggunakan model pendekatan Altman dengan discriminant analysis sehingga fungsi diskriminan yang dihasilkan adalah Z= 4,045 =+ 2,645 L4 – 0,460 L9 + 1,478 P1 + 6,973 P3 – 5,826 S5, dimana L4 = Current assets to current liabilities, L9 = Quick assets to current liabilities, P1 = Net income to total assets, P3 = Operating income to total assets, S5 = Retained earnings to total assets. Suharman (2007) melakukan penelitian menggunakan variabel yang diamati Risiko keuangan: liquidity risk, credit risk, solvency risk, interest rate risk, efficiency risk. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Diskriminan dan hasil dari penelitian tersebut adalah model prediksi 1 tahun mendatang lebih akurat. Variabel yang membentuk model diskriminan linear 1 tahun sebelum risiko kegagalan usaha adalah liquidity ratio, NPL, capital ratio, Interst Cost Ratio (ICR), dan Net Interest Margin (NIM).
31
Ibrahim (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan lima variabel bebasnya yaitu rasio Net Working Capital to Total Assets (X1), Retained Earning to Total Assets (X2), Earning Before Interest and Tax to Total Assets (X3), Market Value of Equity to Book Value (X4), dan Sales to Total Assets (X5) terhadap financial distress. Menggunakan model pendekatan Altman dengan discriminant analysis dan hasil fungsi diskriminan yang dihasilkan adalah Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,108X3 + 0,42X4 + 0,988X5. Yanuar Imas Kasmaya (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan lima variabel yaitu rasio Net Working Capital to Total Assets (X1), Retained Earning to Total Assets (X2), Earning Before Interest and Tax to Total Assets (X3), Market Value of Equity to Book Value (X4), dan Sales to Total Assets (X5) terhadap financial distress. Menggunakan perhitungan Altman Z-Score dan hasil dari perhitungan tersebut diketahui terdapat 14 perusahaan yang memiliki sehat dimasa
datang
dan
16
perusahaan
diprediksi
mungkin
mengalami
kebangkrutandimasa yang akan datang. F. Kerangka Pemikiran Bentuk kerangka pemikiran untuk mengetahui hasil dari tingkat kebangkrutan dengan menggunakan metode altman Z-Score pada perusahaan ritel berdasarkan teori dan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:
32
Laporan keuangan perusahaan Ritel Penelitian terdahulu:
Analisis Prediksi Kebangkrutan digunakan peringatan awal kebangkrutan
Analisis Rasio Keuangan
Yulia (2005), Agung (2006), Suharman (2007), Ibrahim (2010), Yanuar (2011)
Rasio Likuiditas, rasio profitabilitas, dan rasio solvabilitas
Analisis Altman Z-Score perusahaan go public Indikator: Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2+ 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 X1 = WCTA
1. Jika Z-Score > 2,99 maka perusahaan dalam kondisi sehat laporan keuangannya. 2. Jika 2,99 > Z-Score > 1,81 maka kemungkinan gagal sulit dipastikan / grey area.
X2 = RETA X3 = EBITTA X4 = MAVE
3. Jika Z-Score < 1,81 maka kemungkinan gagal atau bangkrut sangat besar.
X5 = STA
Hasil
Rekomendasi
Gambar 2.1 Model Konseptual