BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembiayaan Kesehatan (Health Care Financing) Menurut Azwar (1996) pembiayaan kesehatan adalah kecukupan dana yang
harus disediakan untuk menyeleggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang di perlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses serta pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu, reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan, pemerataan, efisiensi dan efektifitas. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Aspek yang harus menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan Desa Siaga adalah aspek pembiayaan. Dalam Penelitian Implementasi Desa Siaga di Kota Tidore Kepulauan yang dilaksanakan oleh Polisiri
dan kawan-kawan pada tahun 2008
terhadap 28 Desa Siaga dari 72 desa didapat gambaran bahwa Pemerintah pusat menyediakan semua sumber. Pemerintah secara penuh menyediakan dana bagi
a
Universitas Sumatera Utara
pembentukan desa siaga di Desa Bua-bua dengan memberikan dana sebesar Rp. 20.000.000, untuk proses pembentukan awal desa siaga ini. sedangkan desa selanjutnya dana yang tersedia semakin berkurang hanya sekitar Rp. 7.000.000 bagi masing-masing desa yang mengakibatkan pengembangan desa siaga tidak sebaik yang ada di Desa Bua-Bua. Penelitian lain yang dilakukan oleh Taufik Noor dan kawan-kawan terhadap pengembangan Desa Siaga di Cibatu, Purwakarta pada tahun 2007 mendapatkan bahwa Bantuan untuk pembangunan posyandu di 7 kecamatan terpilih sebesar Rp.17.500.000,-. per posyandu. Bantuan dana operasional posyandu diberikan untuk 192 desa yang meliputi 9 kelurahan dan 183 desa sebesar Rp.750.000,-. Dana yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana posyandu masing-masing sebesar Rp.250.000,-. Bagi usaha penguatan ekonomi kader diberi dana sebesar Rp.250.000,-. Penambahan pendapatan ini biasanya digunakan untuk membuka warung obat desa, membuat jamu-jamuan atau dapat digunakan untuk modal usaha dagang kader. Menurut Depkes RI (2000) sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :
a
Universitas Sumatera Utara
1. Penyedia pelayanan kesehatan, merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan. 2. Pemakai jasa pelayanan, yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Jumlah dana pembiayaan harus cukup untuk membiayai upaya kesehatan yang telah direncanakan. Bila biaya tidak mencukupi maka jenis dan bentuk pelayanan kesehatannya harus diubah sehingga sesuai dengan biaya yang disediakan. Distribusi atau penyebaran dana perlu disesuaikan dengan prioritas. Suatu perusahaan yang unit kerjanya banyak dan tersebar perlu ada perencanaan alokasi dana yang akurat.
2.1.1. Tujuan Pembiayaan Kesehatan Tujuan pembiayaan
kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan
dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2008)
2.1.2. Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan a. Dana Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk
a
Universitas Sumatera Utara
mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan. b. Sumber daya Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. c. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan (Depkes RI, 2009).
2.1.3. Prinsip Subsistem Pembiayaan Kesehatan a. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari
a
Universitas Sumatera Utara
berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasilguna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas. b. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai. Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan. c. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam
a
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. d.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.
e.
Pada dasarnya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan (matching grant) bagi daerah yang kurang mampu.
2.2.
Konsep Desa Siaga Sesuai dengan SK Menkes No.564 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Desa Siaga, yang dimaksud Desa Siaga adalah: Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan
kegawat daruratan kesehatan, secara
mandiri. Desa yang dimaksud disini dapat berarti kelurahan atau istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008).
a
Universitas Sumatera Utara
Desa Siaga digerakkan dengan melibatkan seluruh warga desa yang dimotori oleh kader-kader terlatih untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan dan ancaman bahaya potensial yang mengancam warga desa. Desa Siaga bertujuan untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat
desa
tentang
pentingnya
kesehatan,
Meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawat-daruratan dan sebagainya), meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat, meningkatnya kesehatan lingkungan di desa, dan
meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan. Menurut Depkes RI (2008), Desa Siaga merupakan desa yang mempunyai/ memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan, dengan demikian Desa Siaga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Memiliki pemimpin atau tokoh masyarakat yang peduli terhadap masalah kesehatan.
2.
Memiliki organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap masalah kesehatan.
3.
Mempunyai berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
4.
Mempunyai Poskesdes.
5.
Memiliki sistem surveilans penyakit.
6.
Mempunyai sistem pelayanan kegawat-daruratan (safe community).
a
Universitas Sumatera Utara
7.
Mempunyai sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.
8.
Warga desa menerapkan PHBS Dalam upaya mengembangkan Desa Siaga, perlu melibatkan berbagai unsur
pimpinan masyarakat. Unsur pimpinan masyarakat merupakan pendukung utama Program
Desa
Siaga.
Untuk
mempermudah
strategi
intervensi,
sasaran
pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1
Sasaran Primer yaitu semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2
Sasaran Sekunder yaitu pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut,seperti tokoh masyarakat. Termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader serta petugas kesehatan.
3.
Sasaran Tersier yaitu pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain, seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, LSM, swasta, para donatur dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam Kepmenkes RI No. 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dicantumkan indikator keberhasilan yang terdiri dari indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indikator dampak.
a
Universitas Sumatera Utara
1. Yang termasuk dalam Indikator Masukan adalah: a. Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa b. Ada/tidaknya Poskesdes c. Berfungsi/tidaknya UKBM dan sarana bangunan serta pelengkapan/peralatannya d. Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat e. Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan) 2. Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut: a. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa b. Berfungsi/tidaknya Poskesdes c. Berfungsi/tidaknya UKBM yang ada d. Berfungsi/tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatan dan bencana e. Berfungsi/tidaknya System Surveilance berbasis masyarakat f. Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS 3. Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal-hal sebagai berikut: a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes b. Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain
a
Universitas Sumatera Utara
c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB dilaporkan d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS 4. Indikator Dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator Dampak terdiri atas hal-hal berikut: a. Jumlah penduduk yang menderita sakit b. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia e. Jumlah balita dengan gizi buruk
2.2.1. Pengembangan Desa Siaga Tujuan utama Desa Siaga adalah untuk memeratakan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap pertama pengembangan Desa Siaga prioritas pengembangan diutamakan kepada desa-desa yang sama sekali tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Namun pada tahun 2007, prioritas pengembangan ditambah ke desa-desa yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan tetapi sarana tersebut dalam keadaan rusak atau kurang berfungsi (Depkes, 2006) Diamanatkan dalam SK Menkes no.564 tahun 2006, Sebagaimana pembentukan Desa Siaga tidak harus mempunyai gedung tersendiri namun dapat
a
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat seperti gedung Posyandu, Poskesdes dan UKBM lainnya. Sebuah desa layak membentuk Desa Siaga jika mempunyai beberapa syarat seperti: minimal mempunyai satu tenaga kesehatan yang menetap (Bidan Desa), mempunyai salah satu bentuk bangunan UKBM dan peralatannya serta mempunyai alat komunikasi ke masyarakat dan puskesmas. Pembentukan Desa Siaga dimulai dengan pergerakan dan pemberdayaan masyarakat, dilanjutkan dengan survey mawas diri, musyawarah masyarakat desa (MMD) dan rencana kegiatan dan tindak lanjut. Pada tahap pergerakan masyarakat, kegiatan yang dilakukan adalah melatih kader desa agar mampu melaksanakan survei mawas diri. Kader desa perlu diberikan pengetahuan tentang tata cara survei kesehatan yang meliputi kesehatan lingkungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi dan lain-lain. Hasil survei adalah gambaran desa dan permasalahannya, yang akan dibicarakan pada tahap Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut : a. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan, pengelola dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh puskesmas.
a
Universitas Sumatera Utara
b. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelolaan dan kader Desa Siaga terpilih perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi/pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan mencakup kegiatan yang akan dikembangkan di Desa Siaga, antara lain pengelolaan Desa Siaga, pengelolaan Polkesdes, kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan perkarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan materi lain yang diperlukan. Pada waktu menyelenggarakan orientasi/pelatihan ini sekaligus juga disusun Rencana Kerja (Plan of Action) Desa Siaga yang akan dibentuk, lengkap dengan waktu dan tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta sarana dan prasarana yang diperlukan. c. Pembangunan Polkesdes Dalam hal ini rencana pembangunan Polkesdes sudah harus dibahas dan dicantumkan dalam Rencana Kerja. Dengan demikian sudah diketahui bagaimana Polkesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya
a
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, mengembangkan bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. d. Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Desa Siaga secara rutin, berpedoman pada panduan yang berlaku. Kegiatan Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan
yang dibantu tenaga kesehatan
profesional (bidan plus, tenaga gizi, dan sanatarian). Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral (Depkes RI, 2008).
2.2.2. Langkah-langkah Pengembangan Desa Siaga Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan Internal Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan provider, atau petugas kesehatan yang berada di puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi . Persiapan para provider ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
a
Universitas Sumatera Utara
Keluaran atau output dari langkah ini adalah diharapkan para provider memahami tugas dan fungsinya, serta siap untuk melakukan dan fungsinya, serta siap untuk melakukan pendekatan kepada stakeholders dan masyarakat. 2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau mendukung pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini termasuk kegiatan advokasi kepada penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa dana maupun kebijakan atau anjuran, serta restu, sehingga Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga. Jadi dukungan diharapkan dapat berupa moral, finansial atau material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika didaerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, Badan Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya hendaknya lembaga-lembaga ini diikut-sertakan dalam setiap pertemuan. a.
Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh
a
Universitas Sumatera Utara
masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desa nya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan ketrampilan bagi warga masyarakat yang dinilai mampu melakukan SMD. Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi permasalahan kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan tersebut. b.
Musyawarah Masyarakat Desa Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah hasil SMD dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukkan Desa Siaga. Peserta musyawarah ini adalah wakil-wakil tokoh masyarakat termasuk perempuan dan generasi muda. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan upaya advokasi). Data serta temuan lain yang diperoleh pada SMD disajikan utamanya adalah
daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat. Hasil pendapat tersebut di musyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilnya, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga (Depkes RI, 2008).
a
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Kegiatan Pokok Desa Siaga. Desa Siaga mempunyai beberapa kegiatan pokok antara lain adalah: 1. Menggerakkan PHBS Adalah masyarakat yang dapat menolong diri sendiri untuk mencegah dan menanggulagi masalah kesehatan, mengupayakan lingkungan sehat, memanfaatkan pelayanan kesehatan serta mengembangkan UKBM. Yang dimaksud dengan upaya mencegah : adalah mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dengan mempraktikkan gaya hidup sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk pola makan dengan gizi seimbang , menjaga kebersihan pribadi , berolah raga, menghindari kebiasaan yang buruk, serta berperan aktif (promotif
-
preventif). Yang
dalam pembangunan kesehatan masyarakat. dimaksud
dengan
menanggulangi
:
adalah
mengupayakan agar yang terlanjur sakit atau mengalami gangguan gizi tidak menjadi semakin parah, tidak menulari orang lain dan bahkan dapat disembuhkan, serta dipulihkan kesehatannya dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada (kuratif – rehabilitatif). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini terdiri dari ratusan praktik kehidupan sehari hari, tidak hanya terbatas pada indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja program kesehatan (Depkes RI, 2007) 2. Pengamatan Kesehatan Berbasis Masyarakat. Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap: a. Gejala atau penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk serta faktor risikonya.
a
Universitas Sumatera Utara
b. Kejadian lain di masyarakat. dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti, Contoh penyakit : 1. Penyakit menular : TBC, Frambusia, HIV /AIDS, Kusta 2. Penyakit Menular Potensial KLB antara lain : Diare, Typhus, Diphteri, Hepatitis, Polio / AFP, Malaria, Campak, DBD, Flu Burung, dan lain-lain. c. Faktor risiko antara lain : 1. Adanya penolakan masyarakat terhadap imunisasi 2. Adanya kematian unggas 3. Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk 4. Adanya migrasi penduduk (in / out) d. Perilaku yang tidak sehat. 1. Faktor risiko tinggi ibu hamil, bersalin , menyusui dan bayi baru lahir 2. Kejadian lain di masyarakat seperti keracunan makanan,bencana. 3. Bentuk
pengamatan
masyarakat
(anggota
keluarga,
Kerusuhan
tetangga,
kader)
disesuaikan dengan tatacara setempat, misalnya pengamatan terhadap tanda penyakit, batuk yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu bercak putih di kulit yang mati rasa 4. Ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi (4 terlalu, kedaruratan pada kehamilan sebelumnya,dan lain-lain) 5. Bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dan lain-lain 6. Balita yang tidak naik berat badannya Bentuk laporan adalah lisan atau menggunakan alat komunikasi yang ada di
a
Universitas Sumatera Utara
desa (telepon, telepon seluler ataupun Handy Talkie ) dan segera disampaikan kepada petugas kesehatan setempat atau Petugas Pembina Desa (Depkes RI, 2007). 3. Penyehatan Lingkungan Lingkungan yang bebas polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan memadai, perumahan pemukiman sehat, yaitu : a. Terpeliharanya kebersihan tempat-tempat umum dan institusi yang ada di desa, antara lain : pasar, tempat ibadah, perkantoran dan sekolah. b. Terpeliharanya kebersihan lingkungan rumah : lantai rumah bersih, sampah tak berserakan, saluran pembuangan air limbah terawat baik c. Membuka jendela setiap hari. d. Memiliki kecukupan akses air bersih (untuk minum, masak, mandi dan cuci) dan sanitasi dasar. e. Mempunyai pola pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk pemenuhan sanitasi dasar (ada jamban, mandi cuci di tempat khusus) 4. Kesehatan Ibu dan Anak Salah satu penetrasi pada aspek Kesehatan Ibu dan Anak adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). P4K dengan stiker merupakan upaya terobosan percepatan penurunan angka kematian ibu. Melalui P4K dengan stiker yang ditempel di rumah ibu hamil, maka setiap ibu hamil akan tercatat, terdata dan terpantau secara tepat. Stiker P4K berisi data tentang nama ibu hamil, taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transport yang digunakan dan calon donor darah.
a
Universitas Sumatera Utara
Dengan data dalam stiker tertera nama suami, keluarga, kader, dukun, bersama bidan di desa dapat memantau secara intensif keadaan dan perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai standar pada saat hamil, persalinan dan nifas, sehingga proses persalinan sampai dengan nifas termasuk rujukannya dapat berjalan dengan aman dan selamat, tidak terjadi kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan selamat dan sehat. Manfaat P4K ini adalah terjalinnya kemitraan antara tenaga kesehatan, dukun dan masyarakat yang tinggal di sekitar ibu hamil. Dengan demikian maka komplikasi dapat tertangani secara dini, terpantaunya kesakitan dan kematian ibu serta yang paling penting adalah menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu. Pelaksanaan di tingkat desa : a. Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa, tokoh masyarakat untuk mendata jumlah ibu hamil yang ada di wilayah desa serta membahas dan menyepakati calon donor darah, transport dan pembiayaan (asuransi kesehatan masyarakat miskin, tabungan ibu bersalin). b. Bidan di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca salin. c. Pemasangan stiker di rumah d. Suami, keluarga, kader dan dukun memantau secara intensif keadaan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar. e. Bidan melakukan pencatatan pada buku KIA sebagai pegangan ibu hamil dan di
a
Universitas Sumatera Utara
kartu kohort ibu untuk disimpan di polindes/puskesmas, memberikan pelayanan dan memantau ibu hamil serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu di wilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desa tersebut) ke puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahir hidup dan bayi lahir mati. f. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K, maka dibentuk wadah forum komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat (Depkes RI, 2007). 5. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil langkahlangkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya. Untuk mencapai Kadarzi diperlukan serangkaian kegiatan pemberdayaan di berbagai tingkat mulai dari keluarga, masyarakat dan petugas yang diarahkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap perbaikan gizi masyarakat melalui Gerakan Nasional. Tahap awal strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Dan identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga. Hasil pemetaan dibahas bersama masyarakat untuk merencanakan tindaklanjut. Apabila masalah tersebut bisa diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan,
a
Universitas Sumatera Utara
akan tetapi apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke petugas kesehatan dan petugas sektor lain. Strategi yang dilakukan dalam mewujudkan Kadarzi adalah : 1.
Pemberdayaan pengetahuan,
keluarga sikap
dan
dengan perilaku
menitikberatkan gizi
seimbang,
pada
peningkatan
misalnya
melalui
pengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat 2.
Melakukan advokasi dan mobilisasi para pengambil keputusan, pejabat pemerintah di berbagai tingkat administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan kepedulian/komitmen terhadap masalah gizi di tingkat keluarga
3.
Mengembangkan jaring kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya tujuan Kadarzi
4.
Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi (Hardinsyah, 2006).
6. Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan dan kesiapsiagaan bencana Suatu tatanan yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi situasi kedaruratan (bencana, situasi khusus, dan lain-lain). Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi darurat maka :
a
1.
Mereka tahu harus berbuat apa
2.
Mereka tahu tempat untuk mencari maupun memberi informasi kemana.
Universitas Sumatera Utara
3.
Masyarakat diharapkan memperhatikan gejala alam pada lingkungan setempat mampu mengenali tanda akan timbulnya bencana dan selanjutnya melakukan kegiatan tanggap darurat sebagaimana pernah dilatihkan untuk menghindari / mengurangi jatuhnya korban. Informasi mengenai tanda tanda bahaya tersebut berasal dari sumber yang bisa
dipercaya, misalnya dari perangkat desa ( yang memperolehnya dari kecamatan ), berita resmi di TVRI , RRI atau telepon dari Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Penyebaran informasi mengikuti tatacara setempat, misalnya menggunakan titir/ kentongan, pengeras suara dari musholla atau dari mulut ke mulut (Depkes RI, 2007). 7. Pengelolaan Obat Kegiatan di atas memerlukan dana yang besar sehingga untuk pengadaan seluruh kebutuhan sarana dan prasana diatas menjadi tanggung jawab pemerintah bekerjasama dengan lembaga donor, LSM dan peminat masalah kesehatan. Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa (Kasni, 2009).
a
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pembiayaan Desa Siaga 2.3.1. Tujuan Pembiayaan Desa Siaga Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa tujuan utama pembiayaan Desa Siaga adalah terselenggaranya pengembangan/operasional poskesdes secara optimal untuk mewujudkan Desa Siaga melalui tersedianya dana stimulan operasional. 2.3.2. Kecukupan Anggaran Seluruh kegiatan Desa Siaga difasilitasi oleh pemerintah melalui Depkes. Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai meliputi: 1. Musyawarah Desa 2. Pelatihan kader Desa Siaga 3. Insentif Kader 4. Kegiatan pemantauan 5. Pelaporan 6. Pengadaan sarana/prasarana 7. Kegiatan pengembangan Mengingat besarnya kegiatan Desa Siaga, pelatihan Kader tidak cukup sekali saja namun merupakan suatu paket yang berkesinambungan. Pada tahap pertama, pelatihan lebih difokuskan pada masalah PHBS dan Kadarzi. Tahap kedua dan ketiga materi yang diberikan berupa kegiatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB, pada tahap keempat, kader diberi pengetahuan dan praktek tentang
a
Universitas Sumatera Utara
kesiapsiagaan bencana, tindakan emergensi serta pengelolaan obat sederhana di desa. Jika dirasa perlu, pelatihan lainnya dapat juga ditambahkan (Depkes, 2007). Besarnya anggaran Desa Siaga sangat tergantung dari sumber dana, namun untuk pembentukan Desa Siaga rata-rata dana yang dikeluarkan adalah Rp. 1.500.000 per tahun per desa. Alokasi anggaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Alokasi Anggaran Pembentukan Desa Siaga tahun 2009 No
Kerangka anggaran
Jumlah (Rp)
1
Pemilihan kader
300,000.00
2
Pertemuan sosialisasi di Desa
300,000.00
3
Pembentukan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
300,000.00
4
Pembentukan dana sehat
300,000.00
5
Pembahasan hasil survey Mawas Diri
300,000.00
Sumber: Dokumen Pelaksanaan Anggaran Kab.Aceh Besar, 2009) 2.3.3. Sumber Anggaran Anggaran dana berasal dari dana dekonsentrasi pelimpahan dari APBN ke Provinsi, hanya saja yang menjadi masalah bahwa dana itu sudah tidak mencukupi, jadi sharing dengan dana Dana Anggaran Umum (DAU). Pengembangan Desa Siaga/poskesdes,
walaupun
bersumberdaya
masyarakat,
namun
mengingat
kemampuan masyarakat terbatas, pemerintah membantu stimulan biaya operasional Poskesdes melalui anggaran dana bantuan sosial pembangunan poskesdes (Depkes RI, 2008), sementara itu anggaran untuk operasional Desa Siaga berasal dari APBN yang dialokasikan pada DIPA Saket Sekretariat Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Tahun 2008 dengan jenis kegiatan dana bantuan sosial.
a
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah melalui Depkes juga telah mengalokasikan anggaran khusus yang bersumber dari APBN untuk pembentukan Desa Siaga. Pemanfaatan dana ini sebaiknya tidak berjalan sendiri, melainkan diintegrasikan dengan dana lain yang disediakan untuk pengadaan Poskesdes, pelatihan fasilitator, dan lain-lain sehingga saling menunjang dan mengisi (Depkes, 2006). Sumber dana lainnya berasal dari dana bantuan luar negeri seperti bantuan USAID yang disalurkan melalui APBN (Depkes, 2008). Sumber dana tidak terbatas dari APBN saja akan tetapi turut dibantu oleh beberapa lembaga seperti Unicef, Plan dan HSP (Dinkes NAD, 2008). Menurut Depkes RI (2007) Sumber pembiayaan kegiatan Desa Siaga adalah berasal dari : 1. Masyarakat a. Iuran pengguna/pengunjung poskesdes b. Iuran masyarakat umum dalam bentuk dana sehat c. Sumbangan/donatur dari perorangan atau kelompok masyarakat d. Mobilisasi dana sosial keagamaan 2. Swasta/Dunia Usaha Peran aktif swasta/dunia usaha juga diharapkan dapat menunjang pembiayaan desa siaga. Misalnya dengan menjadikan desa siaga sebagai anak-anak angkat swasta/dunia usaha. Bantuan yang diberikan dapat berupa dana sarana, prasarana atau tenaga yakni sebagai sukarelawan poskesdes.
a
Universitas Sumatera Utara
3. Hasil Usaha Pengelola dan kader desa siaga dapat melakukan usaha mandiri yang hasilnya disumbangkan untuk biaya pengelolaan desa siaga. 4. Pemerintah Bantuan dari pemerintah terutama diharapkan pada tahap awal pembentukan, yakni berupa dana stimulan atau bantuan lainnya dalam bentuk sarana dan prasarana desa siaga.
2.3.4. Mekanisme Pengelolaan Pengelolaan dana dilakukan oleh pengelola yang dipilih melalui musyawarah dan Kader Desa Siaga. Dana harus disimpan di tempat yang aman dan jika mungkin mendatangkan hasil. Untuk keperluan biaya rutin disediakan kas kecil yang dipegang oleh kader yang ditunjuk. Setiap pemasukan dan pengeluaran harus dicatat dan dikelola secara bertanggung jawab (Depkes RI, 2007) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.0305/B.I.4/3060/2008 tentang penerimaan bantuan sosial dana operasional tahun anggaran 2008 disebutkan bahwa mekanisme pengelolaan dana Desa Siaga adalah sebagai berikut : 1. Dirjen Bina Kesmas atas nama Menteri Kesehatan menetapkan SK Alokasi Penerima Dana Operasional Poskesdes 2. PK Satker Setdijen Bina Kesmas membuat kerjasama dengan PT. Pos dalam mendistribusikan dana
a
Universitas Sumatera Utara
3. Dana disalurkan langsung oleh PK Satker Setdijen Bina Kesehatan Masyarakat, DIPA tahun 2008 ke Kantor Pos Pusat yang selanjutnya akan mengirimkan kepada kantor pos dimana Dinas Kesehatan Kabupatan.Kota yang membina Poskesdes berdomisili. 4. Kantor pos Kabupaten / Kota akan mentransfer dana bantuan ke rekening masing-masing Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 5. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuat SK penyaluran dana Bansos operasional poskesdes/Desa Siaga 6. Dinas Kesehatan
Kabupaten menyalurkan dana kepada pengurus Desa
Siaga/poskesdes atau kepala desa bila pengurus belum ditunjuk 7. Dalam hal jumlah poskesdes yang ada lebih besar daripada yang diperhitungkan, dapat digunakan untuk semua poskesdes/Desa Siaga yang ada.
2.3.5. Kemampuan Sumber Daya Manusia Faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan. Dalam halnya pengelolaan dana Desa Siaga dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu mengelola dana dengan baik (Azwar, 1996).
a
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Pengawasan Pengawasan penggunaan dana Desa Siaga ditingkat kabupaten secara langsung dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan, sementara itu di tingkat desa penggunaan dana Desa Siaga diawasi langung oleh masyarakat melalui rapat dan juga oleh Kepala Desa (geusyik), hal-hal yang perlu dibicarakan mengenai penggunaan dana desa siaga diputuskan langsung dalam rapat tersebut.
2.4.
Landasan Teori Menurut Muninjaya (2008) keberhasilan pengelolaan anggaran pembiayaan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kecukupan dana, mekanisme pengelola dana, kemampuan SDM, dan pengawasan. Dana yang disediakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk didalamnya program Desa Siaga tidaklah memadai, hal ini secara langsung akan memengaruhi keberhasilan pelayanan kesehatan, disamping itu mekanisme pengelolaan dana yang belum sempurna juga merupakan suatu masalah yang cukup besar karena seandainya dana yang tersedia sangat terbatas, penyebaran dan pemanfaatannya belum begitu sempurna, namun jika apa yang dimiliki tersebut dapat dikelola dengan baik, dalam batas-batas tertentu tujuan dari pelayanan kesehatan termasuk tujuan pengembangan desa siaga masih dapat dicapai. Akhirnya perlu adanya suatu pengawasan pengelolaan dana yang bertujuan untuk mengetahui apakah dana sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan, ada tidaknya penyimpangan penggunaan dana, serta untuk mengetahui sifat-sifat dari penyimpangan tersebut, Menurut Depkes RI (2007)
a
Universitas Sumatera Utara
indikator keberhasilan Desa Siaga dapat dilihat dari beberapa cakupan yaitu cakupan pelayanan dasar poskesdes, cakupan pelayanan UKBM-UKBM yang ada, Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan dilaporkan/diatasi, cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS.
2.5.
Kerangka Konsep Berdasarkan teori tersebut pada landasan teori maka disusun sebuah kerangka
konsep penelitian sebagai berikut :
Pembiayaan
Pengembangan Desa Siaga -
-
Kecukupan dana Mekanisme pengelola dana Kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) Pengawasan
-
Cakupan pelayanan dasar poskesdes Cakupan pelayanan UKBMUKBM yang ada Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang ada dan dilaporkan/diatasi Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
a
Universitas Sumatera Utara