BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Faktor-faktor Penggunaan dan Pengelolaan Tata Ruang dan Lingkungan Rumah Sakit Rumah sakit (hospital) dalam arti sebenarnya adalah suatu tempat tinggal di mana orang yang dinyatakan sedang sakit diperiksa, diobati, untuk kemudian dirawat supaya mendapat kepulihan dari penyakit yang diderita. Tidak semua pasien yang diobati atau dirawat mendapat kepulihan penyakitnya, justru ada juga yang semakin parah lalu meninggal dunia. Rumah sakit idealnya dikelola oleh setidak-tidaknya kelompok dokter, kelompok perawat dan bidan, kelompok pelayanan diagnostik, pelayanan terapi khusus, pelayanan ambulan, pelayanan kerohanian dan pelayanan katering / gizi. Semua mereka diawasi secara ketat oleh pemerintah untuk melindungi konsumen (pasien) supaya tidak mendapat dampak negatif dari masalah malpraktek. Pernyataan ini diresume dari UU RI No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. 2.1.1. Faktor Tata Ruang Faktor tata ruang adalah penampilan fisik tata letak dari ruangan-ruangan dan fasilitas-fasilitas yang ada di rumah sakit. Tata ruang yang baik ditujukan untuk memberi kenyamanan yang optimal pada penghuni atau pengguna fasilitas. Tata ruang suatu rumah sakit misalnya, dikatakan baik bila disediakan sesuai dengan standar-standar yang disediakan oleh pihak pengendali standar perumah sakitan yaitu Departemen Kesehatan. Pernyataan ini diresume dari Kepmenkes RI No. 1203/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara
Bila dilihat dari sudut pemasaran jasa rumah sakit, dinyatakan oleh Parasuraman dkk bahwa faktor tangibilitas (tangibility) itu adalah penting. Pihak pengguna jasa rumah sakit secara umum akan selalu menilai tata ruang dan fasilitas bangunan sebagai suatu aspek dari penentu mutu pelayanan jasa di rumah sakit tersebut. (Kotler;2000). Tata ruang itu dapat diulas melingkupi aspek-aspek : (1). Pandangan mata terhadap bentuk bangunan, apakah serasi dengan selera dari pihak masyarakat yang ada di sekitar bangunan. (2). Tata letak bangunan dibuat bertingkat atau melebar di suatu lahan yang cukup luas dengan berbagai macam konsekwensi negatif atau positif. Pada ruangan yang tertata pada rumah mendatar (tidak bertingkat) lebih memudahkan transportasi atau mobilitas orang sakit dari suatu ruangan ke ruangan lain. Bila gedung bertingkat mobilitas dan transportasi itu dapat terganggu bila terlalu tinggi, terlalu terjal atau sistem lift yang selalu terganggu oleh arus listrik yang labil. (3). Suhu yang terkendali di dalam ruangan sehingga sesuai dengan kebutuhan orang sakit. (4). Luas ruangan yang rata-rata tidak terlalu padat penghuni. Bila ruangan terlalu padat, konsekwensinya akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
(5). Ventilasi ruangan perlu diperhatikan kecukupannya karena ventilasi dapat menimbulkan suasana dalam ruangan pengap, terasa sesak dan lain-lain. (6). Aspek penerangan di dalam ruangan dapat menimbulkan kesan psikologis buruk bagi penghuninya bila terlalu gelap atau terlalu silau. Silau di siang hari perlu dapat diredupkan dengan pemasangan kain jendela atau kaca yang gelap. Penerangan yang redup dapat dikoreksi dengan pemakaian lampu dengan watt yang sesuai. (7). Suplai air minum dan air mandi juga merupakan hal yang penting karena dapat memberikan efek kemudahan atau kesulitan pada sistem kebersihan di dalam ruangan orang sakit. 2.1.2. Aspek-aspek Faktor Lingkungan Rumah Sakit Faktor lingkungan di dalam suatu lokasi rumah sakit adalah multi komplek. Faktor lingkungan sendiri berarti apa saja yang dikondisikan oleh apa saja yang ada di lingkungan tertentu. Bila dikaitkan dengan rumah sakit maka faktor lingkungan itu dapat berupa masalah-masalah : 1. Lingkungan Fisik seperti temperatur, ukuran luas lantai, tinggi ruangan, kelicinan latai, masalah suplai air, kelembaban udara, ventilasi bangunan dan lain-lain. 2. Lingkungan Kimia seperti bau dari kamar mandi, paparan dari alergen 3. Lingkungan Biologis seperti serangga, tikus, nyamuk, lalat, lipas dan lainlain
Universitas Sumatera Utara
4. Lingkungan Sosial seperti kehadiran orang lain di ruangan tempat dirawat, perawat, dokter dan lain-lain 5. Lingkungan Psikologis seperti suasana lingkungan banyaknya orang sakit, ketinggian bangunan tempat pasien dirawat, disiplin ruang rawat inap. Prinsip lingkungan hidup (Darpito; 2000) Dari semua faktor lingkungan tersebut, faktor yang menonjol dapat diobservasi dimiliki oleh RSU Dr. Djoelham adalah adalah masalah bau, masalah ketinggian, kesesakan hunian dan masalah kebisingan kendaraan di depan rumah sakit. Terhadap faktor lingkungan tersebut : (1) bau; (2) ketinggian dan (3) bising suara akan diteliti bagaimana tanggapan pasien terhadap kenyaman yang mereka alami. Faktor lain diabaikan karena pada penelitian awal dicermati tidak menonjol. Pendapat ahli mengenai aspek lingkungan di rumah sakit khusus mengenai hal-hal yang biasa terpapar di sana dikaitkan dengan penggunaan dan pengendalian terhadap : suara bising dari mesin-mesin, polusi udara dengan bau tidak nyaman, zat kimia dan ventilasi dan temperatur di lingkungan rumah sakit, serta hal-hal lain terkait pelayanan kesehatan. Upaya yang dipertanggung jawabkan pada pihak pengelola adalah pengendalian : (1) kebersihan lingkungan dan ruangan, (2) ventilasi ruangan, (3) polusi udara oleh bau-bau kimiawi, (4) paparan bising suara dari mesinmesin, (5) radiasi kalau ada, (6) penyebaran uap-uap zat yang mudah terbakar. Semua hal-hal tersebut perlu dicermati dan diproteksi supaya tidak mengganggu kenyamanan pasien. (Rowland and Rowland; 1984).
Universitas Sumatera Utara
Masalah kesehatan lingkungan juga menjadi bagian yang dijadikan target oleh Pemerintah melalui peraturan pengolan limbah padat dan limbah cair yang harus diterapkan di lingkungan rumah sakit. Faktor keselamatan dan kenyamanan pasien, rumah sakit dan lingkungan, sebenarnya jauh hari sudah dilindungi dari masalah yang dapat mencederai semua orang di lingkungannya, tapi tidak semua pengelolaan tersebut sudah dalam taraf mampu membuat rasa nyaman pada pasien. Hal yang dapat langsung mengganggu kenyaman pasien sebenarnya bukan hanya bising suara, tapi juga bau-bauan zat kimiawi dan uap limbah, lantai licin dan kotor, ketinggian tempat unit rawat inap pada beberapa kasus. Pemeriksaan tingkat pengaruh lingkungan di RSU Dr. Djoelham pada penelitian ini akan dibatasi hanya terhadap masalah yang potensil ada di lingkungan tersebut. 2.1.3. Ukuran Kualitatif dan Kuantitatif Tata Ruang dan Lingkungan Rumah Sakit Perihal parameter tentang lingkungan rumah sakit, Pemerintah RI melalui Kepmenkes RI No.: 1204 /Menkes/ SK / X / 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Pada buku panduan yang diterbitkan oleh Dirjen Penyehatan Lingkungan Dijen PP & L Depkes tersebut dipaparkan nilai-nilai kuantitatif dari parameter-parameter lingkungan rumah sakit. Semua diatur / distandarisasi oleh pemerintah (Kepmenkes RI; 2006). Parameter-parameter yang dicermati sebagai indikator penting pada lingkungan rumah sakit secara “kualitatif” adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Penyehatan Ruang bangunan dan Halaman Rumah Sakit. (1) Pada parameter ini diterangkan mengenai ada pagar pembatas rumah sakit dan kelengkapannya digunakan khusus untuk keperluan kegiatan rumah sakit. Arus lalu lintas pasien masuk dan keluar pasien dengan pintu masuk dan keluar di buat terpisah. Pintu keluar masuk ambulans dari dan ke rumah sakit di buat satu arah. Artinya ambulans masuk dari pintu pertama lalu keluar dari pintu kedua. (2) Pencahayaan di diruang kerja harus dapat di atur menurut keperluan unit rawat inap supaya sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan diperlukan pemakai ruangan (3) Penghawaan dalam ruang bangunan harus memiliki aliran udara segar yang memadai. Kondisi yang diperkirakan nyaman adalah hangat, tidak terlalu dingin, tidak pengap karena polusi udara rokok dan bau-bauan gas lainnya. (4) Ruangan terhindar dari bunyi (bising suara) yang mengganggu. Mengganggu intensitas artinya tingkat kebisingan melebihi intensitas 45 atau 60 dBA (decibel). Kebisingan juga dapat disebabkan oleh jenis suara yang monoton dan tidak nyaman dari sumber suara tertentu termasuk percakapan tamu-tamu yang sering berlangsung seperti di pasar pagi. (5) Halaman dari RS terbebas dari masalah timbunan sampah yang memungkinkan terjadi infeksi silang (nosokomial). Halaman itu terbebas dari kemungkinan kebakaran akibat timbunan bahan bakar atau jumlah
Universitas Sumatera Utara
kendaraan parkir yang padat. Mobilitas dari kendaraan parkir harus bebas sewaktu-waktu ada bahaya mengancam. Halaman RS harus dapat dipergunakan sewaktu-waktu, cukup luas sebagai tempat briefing (berkumpul) dari pengunjung, bila ada masalah gempa bumi ataupun kebakaran yang mengancam. Untuk memperlengkapi masalah keselamatan pasien dan keselamatan kerja seperti ini, di RS diwajibkan ada sistem safety rumah sakit yang memiliki cukup fire hydrant, safety blanket, fire exringuisher, sistem pelatihan staf RS, fire alarm, pintu kecemasan, tanda-tanda petunjuk serta halaman tempat briefing area tersebut. (6) Diterangkan lebih jauh bahwa rumah sakit terbebas dari polusi termasuk asap rokok, debu, becek saluran air domestik terbuka dan yang bau. Di tempat parkir, halaman, tempat ruang tunggu harus terbebas genangan air, sampah domestik dan kotoran lain. Ruangan dan lingkungan rumah sakit harus terbebas dari gangguan akibat serangga seperti nyamuk, lalat, tikus, lipas. Lingkungan RS terbebas dari kerumunan binatang domestik seperti kucing, ayam, bebek, anjing ataupun binatang pengganggu lainnya. (7) Gangguan pengunjung dapat terjadi akibat kelalaian petugas di dalam mengendalikan arus dan waktu berkunjung ke ruang rawat inap. Pihak keluarga yang berkerumun dapat mengganggu ketenangan istirahat pasien yang sedang sakit. Untuk itu pihak rumah sakit membuat pembatasan jam
Universitas Sumatera Utara
berkunjung sesuai dengan jadwal yang diperkirakan nyaman buat pasien dan petugas yang melayani. (8) Gangguan keamanan di lingkungan rumah sakit dapat memberi efek yang langsung atau tidak langsung pada pasien unit rawat inap. Gangguan pencurian pada barang-barang pribadi pasien akan mengganggu rasa nyaman yang dibutuhkan pasien di dalam proses penyembuhan kesakitannya. 2. Konstruksi rumah sakit diberi parameter tentang : (1) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata tapi tidak licin, warna cerah dan mudah dibersihkan. (2) Dinding harus kuat, berwarna terang, menggunakan cat tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat. (3) Ventilasi dibuat cukup luas untuk menjamin proses aliran udara yang nyaman. Luas ventilasi > 15 % luas lantai, atau bila ventilasi awal normal tidak cukup, ruangan dilengkapi dengan peralatan pendingin atau kipas angin. (4) Atap harus kuat (tidak bocor), dan dilengkapi penangkal petir bila ketinggiannya melebihi ukuran 10 meter. (5) Langit-langit harus dibuat dari materi yang kuat, berwarna terang, mudah dibersihkan. Ketinggian langit-langit > 2,70 meter dari lantai. Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus dibuat anti rayap.
Universitas Sumatera Utara
3. Jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sarana komunikasi dan lain-lain memenuhi persyaratan teknis. 4. Instalasi listrik di RS Indonesia pada umumnya perlu didukung dengan power suply alternatif yang cukup sewaktu-waktu aliran listrik PLN mati. Perlu disediakan setidak-tidaknya genset dengan daya 100 KWH lebih untuk dapat menunjang kegiatan RS minimal. 5. Sarana lalulintas pergerakan penghuni, pengunjung antar ruangan didesain dengan kelengkapan petunjuk arah dan tata letak ruangan yang cukup dan mudah terlihat Penggunaan tangga, elevator atau lift
harus tertata baik
dilengkapi oleh sarana pencegahan kecelakaan yang mudah dipahami oleh pemakai sarana termasuk pengunjung RS. 6. Bangunan berlantai lebih dari 1 harus cukup dilengkapi pintu dan tangga darurat kebakaran atau sistem kerekan manual yang mampu menurunkan penghuni dari setiap lantai ke area briefing. 7. Ruangan harus dilengkapi dengan fasilitas komunikasi, alat-alat pemadam kebakaran, racun api, kampak pemadam kebakaran (fire axe), fire blanket, dan pipa hidran air pemadam kebakaran. (Kepmenkes RI No 1204 ; 2006) 2.1.4. Perasaan Nyaman pada Diri Manusia Perasaan nyaman (feeling of comfort) adalah kondisi emosi yang kualitasnya menyenangkan individu. Kutipan Webster’s menuliskan arti harfiah comfort = “a
Universitas Sumatera Utara
feeling of relief or encouragement“. Artinya bahwa kenyamanan itu adalah perasaan yang menyembuhkan atau memberikan penghiburan. (Webster’s Dictionary;2000). Perasaan nyaman dapat diperoleh berdasarkan toleransi dari seseorang terhadap nilai yang diperolehnya dari pengalaman yang dibandingkan dengan apa yang ia harapkan. Perasaan nyaman setiap individu dapat berbeda – beda sekalipun menilai suatu pengalaman yang serupa dalam pelayanan rumah sakit. Bila seseorang dapat menoleransi apa yang ia peroleh dalam pengalaman, dibandingkan dengan apa yang sebenarnya ia targetkan sebagai yang memuaskan, maka individu tersebut dapat menyatakan ada kenyamanan. Faktor persepsi yang terjadi di alam pikiran seseorang ketika menanggapi sesuatu dalam pengalamannya, ketika dibandingkan dengan apa yang ia harapkan sebelumnya bernilai memuaskan, maka individu itu memperoleh kenyamanan. Sebaliknya bila tanggapan itu bernilai jauh dari apa yang diharapkan, maka individu tersebut mengalami kekecewaan. Kekecewaan dapat disebut ketidak-nyamanan. Terkait dengan nilai kenyamanan yang dijadikan sebagai variabel dependent pada penelitian ini, kenyamanan itu ada, bila nilai perolehan pada pengalamannya terpapar tata ruang dan lingkungan rumah sakit, dapat ditoleransi seimbang atau patut seperti apa yang ia harapkan. Sebaliknya perasaan nyaman itu akan sirna bila nilai dalam pengalaman di rumah sakit tidak sebanding dengan apa diharapkan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Faktor Manusia adalah Sebagai Mahluk Penilai Kenyamanan Kutipan mengenai karakteristik manusia dalam penelitian ini perlu diutarakan secukupnya walau kemudian tetap tidak akan diperhitungkan ke dalam hitungan statistik regresi multivariat. Manfaat dari pengutipan ini dipercaya membuka wawasan ekstra yang perlu diperhitungkan dalam setiap penelitian perilaku ataupun persepsi individu menanggapi objek tertentu. Pada umumnya penelitian sosial terkait masalah persepsi dan komunikasi, variabel-variabel penentu yang tidak diikutkan ke dalam hitungan statistik regresi disebut sebagai variabel pengantara (variabel intervening). (Jalaludin; 1985) Manusia adalah mahluk yang komplet di latar belakangi oleh konsep-konsep psikologi. Konsepsi psikoanalisis mengatakan manusia adalah mahluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (homo volens). Teori behaviorisme mengatakan manusia dipengaruhi oleh lingkungan (environment) – teori ini juga menyebut manusaia homo mechaniscus. Teori manusia lain yaitu manusia sebagai mahluk homo sapiens. adalah mahluk yang mampu mengolah stimuli berdasarkan pengalaman sebelumnya. Bila manusia tersebut memakai pertimbangan yang beradab dalam psikologi humanistis, maka manusia itu merumuskan strategi yang berimbang sesuai dengan nilai falsafah yang ia miliki. Konsep ini
disebut homo ludens.
(Jalaludin; 1991). Terkait dengan teori di atas tentang perangai, penyikapan apa yang dibuat setiap individu sebelum melakukan suatu tindakan (perilaku), maka teori Precede Model dari L. Green (1990) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa perilaku ditunjukkan oleh seseorang (termasuk menentukan pilihan) adalah hasil proses dari faktor-fator fungsional yang ditulis seperti perumusan teori tersebut di bagian berikut ini: PRECEDE MODEL (GREEN, 1990) Predisporing Factors
Enabling Factors
Behavior
Reinforcing Factors Gambar 2.1. Preced Model (L.Green) Dikutip dari (Notoatmodjo 2010) Gambar di atas dapat dirumuskan dalam bentuk rumus matematik sebagai berikut : B = f (Pd, Ef, Rf)
B f Pf Ef Rf
= Behavior (Perilaku) sebagai variabel terikat = Fungsi = Predisposing factors = Enabling factors = Reinforcing factors Menurut perumusan di atas bahwa variabel terikat perilaku (B = behavior)
adalah fungsi multivariat dari Pf (Predisposing factors), Ef (Enforcing factors) dan Rf (Reinforcing factors). (Notoatmodjo, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Konsep perilaku yang diaplikasikan pada penelitian ini adalah konsep kenyamanan. Kenyamanan tersebut adalah kenyamanan dari hasil penyimpulan yang dibuat responden mencermati kondisi yang dialami ketika menjalani proses tinggal dan dilayani di RSU Dr. Djoelham Binjai. Aspek aspek yang diduga menciptakan kondisi yang dialami tersebut adalah kondisi dari tata ruang bangunan dan aspek lingkungan di rumah sakit. Kesimpulan itu sesungguhnya disimpan di dalam memori dan siap dipanggil ulang. Kalau seseorang merasa perlu membuat suatu keputusan memakai kembali jasa rumah sakit tertentu, informasi yang dimiliki tentang rumah sakit tersebut dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan. Indikator persepsi kenyamanan yang ia miliki bila positif, dapat dibaca ketika ia melakukan kunjungan ulang. Faktor-faktor berpengaruh di dalam penilaian stimulus – stimulus lingkungan (eksternal),
menurut Green adalah faktor predisposisi (demografis), faktor
pendukung yang memampukan (enabling),
faktor pendorong yang menguatkan
(enforcing) dan faktor yang penguat ulang (reinforcing). Faktor-faktor proceeding tersebut berperan dalam diri individu untuk untuk menjustifikasi tindakan apa yang kemudian ia lakukan. (Notoatmodjo; 2004). Di dalam perubahan perilaku, banyak model yang diungkapkan para psikologis untuk dicermati. Teori jarum hipodermis yang menyatakan bahwa manusia adalah ibarat target dari bombardir stimulus-stimulus eksternal, akan berubah perilaku sesuai dengan toleransinya terhadap stimulus-stimulus tersebut. Teori ini diperjelas oleh teori agenda setting dan goal keeping bahwa manusia itu memiliki
Universitas Sumatera Utara
daya memilih apa yang ia agendakan di dalam tujuan falsafah hidupnya. Bila stimulus atau pesan yang ia terima sesuai dengan persepsinya, individu memilih pesan itu sebagai pedoman, tetapi bila pesan itu tidak sesuai, ia dapat menolak dan mencari alternatif. (Jalaludin; 1991). Di dalam aplikasi penelitian ini, terciptanya nilai nyaman atau tidak nyaman yang dipersepsi individu pasien tentang keberadaan tata ruang dan lingkungan rumah sakit, setiap individu pasien bebas menentukan pilihannya menurut pertimbangan nilai-nilai proceeding yang ia miliki sendiri.
2.2. Perbandingan Tata Ruang dari 2 (dua) Rumah Sakit di Binjai Rumah Sakit Umum Dr. Djoelham di masa lalu terdiri dari 2 bangunan awal yaitu bangunan depan untuk menerima pasien di bagian registrasi kunjungan, ruangan pemeriksaan oleh menteri kesehatan, ruangan pemeriksaan oleh dokter, ruangan verban, ruangan suntik dan ruangan laboratorium terutama pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen lainnya. Pada masa lalu di era 1960 an, kondisi itu dapat dipertahankan seperti itu karena jumlah orang yang berobat juga belum berapa banyak, sementara status rumah sakit adalah rumah sakit pembantu di tempatkan di lokasi yang sepi, banyak rerimbunan pohon yang teduh di sudut kota, dilokasi di mana RSUD Djoelham berada sekarang. Pada masa tersebut RS cukup hening, dapat memberikan suasana nyaman sementara jalan raya yang berada di depannya masih sangat jarang dilalui oleh kendaraan bermotor.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pengamatan peneliti bahwa tata ruang dari rumah sakit tersebut sudahlah memadai memenuhi persyaratan arsitektur standar rumah sakit yang ada di daerah karena izin pendirian dari suatu RS milik pemerintah kota seharusnya telah melalui pemeriksaan yang ketat. Pencermatan ini dibuat berdasarkan pengalaman mencermati beberapa rumah sakit modern masa kini yang ada di Binjai dan Sumatera Utara pada umumnya. Tidak ada tata ruang yang dapat dikatakan terlalu buruk untuk lulus memenuhi persyaratan minimal suatu rumah sakit. Pengecualian adalah masalah kebisingan yang sungguh eksklusif tinggi dan tidak nyaman ada di ruangan rawat inap dan perkantoran RS disebabkan jarak dari bangunan ke jalan raya utama kota hanya beberapa meter. Sebagai pesaing terdekat adalah RS. Bangkatan milik PTPN II dan RS. Kesrem Binjai yang terletak tidak teralu jauh dari RSU Dr. RM. Djoelham, masih tetap memakai bangunan yang ditinggalkan oleh perkebunan di zaman Belanda. RS Bangkatan terlihat lebih hijau, lebih sepi dengan halaman yang lebih luas serta masih menyisakan sejumlah pepohonan dan taman-taman yang tertata rapi. Perbandingan kondisi tata letak dan lingkungan yang diterangkan di atas, perlu dicantumkan. Diestimasi bahwa perbedaan nilai / mutu dari hal yang diperbandingkan
tersebut
berperan
memberi
pengaruh
terhadap
nilai-nilai
kenyamanan pada masing-masing rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Penelitian Terdahulu Referensi terdekat yang dapat di jumpai pada penelitian ini adalah milik Muklis, FKM USU (2011) dengan judul Hubungan Desain Fisik dengan Kenyamanan Instalasi Gawat Darurat di BPK RSUD Kota Langsa 2010. Permasalahan mereka adalah penurunan angka kunjungan dari 10312 orang tahun 2007 menjadi hanya 3364 pada tahun 2008 penelitian ini dihubungkan pada masalah kenyamanan pasien terhadap desain fisik berkenaan dengan suhu, cahaya, suara dan kelembaban, dari hitung statistik chi kuadrat terhadap hasil kuesioner 97 orang ditemukan bahwa ada hubungan bermakna dari masalah, suhu, cahaya, suara dan kelembaban dengan kepuasan pasien.
2.4. Landasan Teori Di rumah sakit ada 5 aspek penentu mutu pelayanan jasa yang dikatakan oleh Parasuraman dan kawan-kawan. Prisnsip perhitungan dari terciptanya mutu, apakah nyaman atau tidak nyaman tergantung pada bagaimana pihak pasien (pelanggan) membuat penilaian. Ketika pihak pasien / pelanggan membuat penilaian tentang mutu, ia menggunakan patokan harapan yang dimiliki sebagai tolok ukur. Hal yang diukur adalah apa yang dirasakan pasien dalam pengalaman dilayani di sana. Bila nilai (kualitas) dari pengalaman itu dapat mencapai keselarasan dengan tolak ukur (harapan) yang dimiliki, kondisi emosi yang dirasakan adalah “nilai nyaman”. Di dalam aplikasi teori dasar tersebut, tidak semua dari 5 aspek yang dikatakan Parasuraman dkk ditelusuri pada penelitian ini. Peneliti membuat
Universitas Sumatera Utara
pembatasan penelitian hanya pada 1 aspek yaitu aspek tangibilitas. Aspek tersebut melingkupi unsur-unsur tata ruang dan kondisi lingkungan saja. Alasan mengapa pembatasan seperti itu dibuat adalah pertimbangan untuk membuat penelitan dapat dilaksanakan menurut kemampuan dari peneliti sendiri. Perasaan nyaman (feeling of comfort) seseorang adalah status emosi seseorang sebagai akibat persepsi menilai apa yang ia alami pada saat tertentu adalah aman dan menyenangkan atau sebaliknya. Perasaan nyaman dalam arti harfiah adalah suatu perasaan yang mampu menenteramkan atau memberi semangat, sesuatu yang membawa kebahagiaan, perasaan sejahtera, menghibur menguatkan pengharapan dll (Websters’ Dictionary).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep Variabel Independent
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
TATA RUANG RS Pandangan Mata Bangunan Bertingkat Suhu di Ruangan Kepadatan Pasien Ventilasi Ruangan Penerangan Suplai Air Bersih
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
LINGKUNGAN RS Gangguan Bising Suara Bau Polusi Udara Temperatur Ruangan Kebersihan Ruangan Gangguan Serangga Gangguan Pengunjung Gangguan Keamanan
Variabel Dependent
RASA NYAMAN Dipersepsi pasien (responden)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara