II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Soemarwoto (1997) menyatakan pengelolaan lingkungan mempunyai ruang lingkup yang luas dengan cara yang beraneka pula. Pertama, ialah pengelolaan lingkungan secara rutin. Kedua, ialah perencanaan dini pengelolaan lingkungan yang menjadi dasar dan tuntutan bagi perencanaan pembangunan. Ketiga, ialah perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang sedang direncanakan.
Keempat,
ialah
perencanaan
pengelolaan
lingkungan
untuk
memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan, baik karena sebab alamiah maupun karena tindakan manusia. Siregar (2004) membagi aset berdasarkan perspektif pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: Pertama, sumberdaya alam adalah sumber kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kedua, sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, keterampilan dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Ketiga, infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik saat ini maupun keberkelanjutannya dimasa yang akan datang. Srinivas (2003) menyatakan dinamika lingkungan perkotaan terdiri dari sumber, proses dan dampak. Sumber meliputi manusia dan sumber-sumber alam seperti matahari, tanah, air, mineral, listrik, energi dan keuangan. Proses meliputi
Universitas Sumatera Utara
manufaktur, transportasi, konstruksi, migrasi dan pertumbuhan penduduk. Dampak merupakam hasil baik negatif (udara/air/polusi suara, produksi sampah, kemacetan, penuh sesak) maupun positif (produk dan pelayanan yang bernilai tambah, pendidikan, akses mendapatkan barang kebutuhan dan pelayanan). Dalam pengertian yang luas, lingkungan perkotaan dapat diartikan sebagai titik pertemuan dari lingkungan alam, bangunan lingkungan, dan lingkungan sosial ekonomi. Menghilangkan satu dimensi dan mengesampingkan satu dimensi lainnya sudah pasti memunculkan bahaya yang tidak dapat dielakkan. Saling ketergantungan dan hubungan antar cabang ilmu pengetahuan dari tiga dimensi ini harus sepenuhnya dipahami dalam rangka pengembangan dan kebijakan program yang koheren serta berkelanjutan bagi lingkungan perkotaan (Srinivas, 2003) Newman (2003) menjelaskan tujuan dari masyarakat ekologis berkelajutan adalah membuat kota menjadi tempat yang aman dan menyenangkan untuk bekerja, tempat tinggal dan membesarkan anak-anak tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk hal yang serupa. Cara-cara untuk mewujudkan tujuan tersebut dikemukakan berupa adanya kebutuhan mendesak untuk mengurangi beban lingkungan di kota besar, mengurangi polusi udara dan air, mengurangi limbah rumah tangga dan industri, mengelola sistem pengairan secara efisien, untuk mengelola tempat rekreasi yang alami dan menyenangkan, untuk mengembangkan sistem transportasi yang efisien dan secara sosial sepadan, untuk merencanakan pembangunan perumahan yang disesuaikan dengan kebutuhan manusia, dan untuk memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan manusia dalam manajemen perkotaan. Desai (2003) menyatakan kebijakan yang memungkinkan pengurangan dampak lingkungan dan sosial yang negatif dari transportasi mencakup langkah
Universitas Sumatera Utara
untuk mengurangi permintaan, langkah untuk mendukung perubahan model transportasi, langkah untuk meningkatkan efisiensi energi di dalam masing-masing model transportasi, dan langkah untuk mempromosikan penggunaan bahan bakar alternatif di sektor transportasi.
2.2 Sumber Daya Manusia sebagai Aset Terpenting Hardjasumantri (2002) menjelaskan bahwa Agenda 21 Global yang terdiri dari 39 bab yang dibagi dalam 4 bagian, pada bagian pertama berupa Dimensi Sosial dan Ekonomi yang membahas masalah pembangunan yang dititikberatkan pada segi manusia, serta isu-isu kunci seperti perdagangan dan keterpaduan pengambilan keputusan. Di dalam Agenda 21 juga diungkapkan hal-hal penting dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, antara lain pada poin 4 menyebutkan: Kemiskinan dipandang sebagai baik penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas lingkungan. Penanganannya tidak dapat dilakukan secara terpisah, melainkan harus secara bersama dengan memasukkan isu pelayanan kesehatan, kependudukan, hak perempuan, dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat lokal. Keharusan untuk mengembangkan penelitian untuk melindungi manusia dari dampak pembangunan dapat kita lihat pada pasal 10 Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup
Pemerintah
berkewajiban:
mewujudkan,
menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan
dalam
pengelolaan
lingkungan
hidup;
memanfaatkan
dan
Universitas Sumatera Utara
mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup dan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup (Hardjasumantri, 2002).
2.3 Pengelolaan Kualitas Udara Udara diperlukan manusia setiap saat dalam kehidupannya. Untuk itu kualitas udara yang layak harus tersedia untuk mendukung terciptanya kesehatan masyarakat. Ketentuan mengenai kualitas udara di Indonesia diatur dengan Undangundang dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Standard tentang batas-batas pencemar udara secara kuantitatif diatur dalam Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Emisi. Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda (Slamet, 2009). Zat pencemar timbal di udara perkotaan terutama dibentuk dari bahan bakar berupa bensin yang mengandung Pb Organik (TEL=tetra ethyl lead) yang digunakan kendaraan bermotor yang dilepaskan ke udara, untuk selanjutnya zat pencemar ditransfer melalui udara ambien ke masyarakat, yang akhirnya anggota masyarakat terganggu oleh karena adanya zat pencemar tersebut terutama mereka yang beresiko tinggi. Timbal adalah racun sistemik dimana keracunan timbal dapat menyebabkan encephalophathy. Pada keracunan akut akan terjadi gejala meninges dan serebral, diikuti dengan stupor, coma, kekanan Liquor Cerebrospinalis (LCS) yang tinggi, insomnia dan somnolence ( Slamet, 2009). Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional No
Parameter
Waktu Pengukuran 1 jam 24 jam 1 Thn 1 jam 24 jam 1 jam 24 jam 1 thn 1 jam 1 thn 3 jam 24 jam 24 jam 1 thn 24 jam 1 thn 24 jam 1 thn 30 hari
1
SO2
2
CO
3
NO2
4
O3 (Oksidan)
5 6
HC PM 10 PM 2,5
7
TSP (Debu)
8
Pb
9
Dustfall (Debu Jatuh)
10
Total Florides (as F) Flor Indeks
24 jam 30 hari 30 hari
Chlorine dan Khlorine Dioksida Sulphate Indeks
24 jam
11
12
13
30 hari
Baku Mutu 900 µg/ Nm3 365 µg/ Nm3 60 µg/ Nm3 30.000 µg/ Nm3 10.000 µg/ Nm3 400 µg/ Nm3 150 µg/ Nm3 100 µg/ Nm3 235 µg/ Nm3 50 µg/ Nm3 160 µg/ Nm3 150 µg/ Nm3 65 µg/ Nm3 153 µg/ Nm3 230 µg/ Nm3 90 µg/ Nm3 2 µg/ Nm3 1 µg/ Nm3 10 ton/Km2/Bln (Pemukiman) 20 ton/ Km2/Bln (industri) 3 µg/ Nm3 0,5 µg/ Nm3 40/100 cm2 Dari kertas limed filter 150 µg/ Nm3
1 mg SO3/100 Cm2 dari Lead Peroksida
Metode Analisisis pararosanilin
Spektophotometer
NIDR
NIDR analyzer
Saltzman
Spektophotometer
Chem-lum
Spektophotometer
Flame Ionization Gravimetric
Gas Chromatografi Hi-Vol
Gravimetric
Hi-Vol
Gravimetrik Ekstraksi Pengabuan Gravimetric
Hi-Vol AAS
Spesific Ion Electrode
Impinger atau Continous Analyzer Limed Filter Paper
Colourimetric
Peralatan
Cannister
Spesific Ion Electrode
Impinger atau Continous Analyzer
Colourmetric
Lead Peroxida Candle
Sumber: Lampiran PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Pencemaran timbal di udara perkotaan berasal dari Tetra Etil Lead (TEL) yang dibubuhkan ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak 0,42 mg/l sejak tahun 1990. Sebelumnya kadar yang dibubuhkan lebih tinggi lagi. Berbagai penelitian telah dilakukan tentang timbal dan dikorelasikan terhadap kepadatan lalu lintas menghasilkan korelasi yang baik sekali dilihat dari kepadatan dan jarak. Penelitian di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa logam berat sudah melampaui standar yang berlaku. Enam jenis ikan yang biasa dimakan oleh turis ternyata juga mengandung Cd, Cu, Pb, Zn dan Hg dalam konsentrasi yang jauh lebih besar dari yang diperbolehkan. Khusus untuk timbal Biokonsentrasi Factor (BCF) telah melampaui angka 11,20 yang diperbolehkan (Soemirat, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Sastrawijaya (2000) mengatakan bahwa pencemaran oleh emisi kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara kota. Di samping karbon monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, belerang oksida, partikel padatan dan senyawa-senyawa fosfor dan timbal. Senyawa-senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemar yang akan timbul. Pembakaran mesin yang tidak sempurna akan menghasilkan banyak bahan yang tidak diinginkan dan meningkatkan pencemaran. Di atmosfir kota-kota besar aerosol timbal merupakan pencemar yang telah dikenal. Untuk memperoleh bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal tetra etil dan timbal tetra metil. Pada pembakaran bensin, timbal akan tinggal di udara untuk beberapa hari sebanyak 25 sampai 50%. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin menambah pencemar timbal di udara, karena itu bahaya di kota makin meningkat. Sebaiknya dibuat mesin mobil yang memerlukan bahan bakar dengan angka oktan rendah, sehingga pencemar timbal menurun. Ada korelasi antara jumlah debu timbal dengan penyakit jantung (Satrawijaya,2000). Kadar timah hitam atau timbal di udara yang di kota besar berasal dari gas buang kendaraan bermotor dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran udara ( Chandra,2007). Wijoyo (2005) menyatakan bahwa sebagai langkah praktis dan ekonomis serta ramah lingkungan yang segera dapat ditempuh adalah memanfaatkan Knalpot buatan Institut Sains dan Teknonolgi Akprind Yogyakarta yang bernama Centrifuse Membrane Filter (CMF). Knalpot ini telah diujicoba dan mampu berfungsi meredam
Universitas Sumatera Utara
suara serta menurunkan gas buang kendaraan bermotor hampir 100%. CMF dilengkapi dengan filter Karbon monoksida (CO), sulfur monoksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan debu. Ternyata knalpot antipolusi produksi dalam negeri ini belum mendapat perhatian publik secara serius. Masyarakat cenderung tidak acuh dengan keadaan pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Masyarakat Indonesia seyogianya memahami dan menerima tuntutan zaman yang sangat menekankan kebutuhan atas kendaraan yang ramah lingkungan. Sepeda motor, mobil pribadi, mobil niaga dan truk, dan berbagai jenis kendaraan bermotor lainnya harus meminimalkan penyemburan polusi ke udara. Konsumsi premium untuk transportasi pada tahun 1999 adalah sebesar 11.515.401 kiloliter. Premium mengandung Pb 0,45 g/L sehingga jumlah Pb yang terlepas ke udara sebesar 5.181.930 ton. Dengan pertumbuhan penjualan mobil sebesar 300% dan sepeda motor sebesar 50%, diperkirakan pada tahun 2001 polusi Pb meningkat mencapai 1,7-5 µg/m3 (Widowati et al, 2008). Penelitian yang dilakukan Kozak di tahun 1993 menyatakan bahwa pencemaran udara terutama emisi Pb tahun 1991 sebesar 733.154,42 ton berasal dari 98,61% dari transportasi dan industri; 1,39% dari rumah tangga, dan dari pemusnahan sampah jumlahnya sangat rendah. Bensin premium dengan nilai oktan 87 dan bensin super dengan nilai oktan 98 mengandung 0,70-0,84 tetraetil-Pb dan tetrametil= Pb, sehingga menjadi sebesar 0,56-0,63 g Pb yang dibuang ke udara dalam setiap liter bensin (Widowati et al, 2008) Sumber utama pencemaran Pb berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor yang menempati 90% dari emisi Pb di atmosfir. Sekitar 10% Pb mengendap langsung di tanah dalam jarak 100 meter dari jalan; 45% mengendap
Universitas Sumatera Utara
dalam jarak 20 km; 10% mengendap dalam jarak 10-200 km; dan 35% dibawa ke atmosfir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Pb di udara di daerah lingkungan perkotaan yang padat lalu lintas adalah sebesar 0,1-0,2 ppm dan kandungan Pb dalam darah penduduk di sekitar lokasi adalah > 0,3 ppm ( Widowati et al, 2008). Berdasarkan penelitian diketahui bahwa tingkat kepadatan lalu lintas berpengaruh terhadap kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima. Pada ruas jalan Yos Sudarso, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0007-0,021 µg/ m3 dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,366-0,806 ppm; di ruas jalan Letjen Supratman, Surakarta, dengan kepadatan lalu lintas sedang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,005-0,015 µg/ m3 dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,124- 0,339 ppm, pada ruas jalan Veteran, Surakarta, dengan tingkat kepadatan lalu lintas rendah, yaitu 2.055 - 2.490 kendaraan/jam yang menunjukkan kadar Pb di udara sebesar 0,0048-0,0096 µg/ m3 dan kadar Pb dalam darah pedagang kaki lima sebesar 0,176-0,298 ppm (Widowati et al, 2008). Kadar Pb di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris di kota Medan yang diteliti oleh Girsang pada tahun 2008 mendapatkan sebesar > 2 µg/ m3 pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar Pb dalam udara adalah < 2 µg/ m3, sedangkan kadar Pb dalam darah petugas Dinas Perhubungan yang bertugas ditempat tersebut adalah 5-10 µg/dl. (Girsang 2008). Kualitas udara di Jakarta pada tahun 1990-1996 rata-rata memiliki kadar Pb dalam debu sebesar 0,5-1,3 µg/ m3. Pada tahun 1997, kadar Pb sebesar 0,9-1,0 µg/ m3 disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan
Universitas Sumatera Utara
bermotor dimana 79% kendaraan bermotor di Jakarta menyumbangkan debu yang mengandung Pb (Widowati et al, 2008). Hasil penelitian Gravitiani menunjukkan pada tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal. Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak. Bila kenaikan kandungan timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh masyarakat di wilayah Yogyakarta mencapai 119 miliar rupiah. Berdasarkan hasil survey di 14 kecamatan di DIY, total biaya yang dikeluarkan responden ketika sakit adalah Rp 5.308.718,00. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang rata-rata sebesar Rp 776.634,00, kerugian responden bila sakit rata-rata sebesar Rp 4.532.084,00. Bila kandungan timbal di udara Kota Yogyakarta diturunkan 10 persen, manfaat yang diperoleh sejumlah 47,5 miliar rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah. Jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen dari semua pohon yang ditanam. Penanaman pohon penyerap timbal penting dilakukan, terutama di wilayah dengan kandungan timbal yang mendekati atau bahkan melebihi ambang batas normal. Penanaman pohon dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta di jalan-jalan protokol, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati (Gravitiani, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Sumber Polusi Timbal Timbal atau yang sering juga disebut timah hitam, dalam bahasa Latin disebut Plumbun yang disimpulkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2, adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 3270C dan titik didih 16200C. Pada suhu 500-600 0C timbal menguap dan membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004). Timbal diketahui tidak mempunyai fungsi biologi apapun dalam tubuh manusia. Tidak ada bukti bahwa ada kadar terendah timbal dalam darah yang aman bagi kesehatan. Timbal seperti halnya zat besi dan kalsium diserap dengan cara yang sama di saluran pencernaan. Anak mengabsorbsi timbal lebih tinggi, lebih kurang 50% dibandingkan orang dewasa hanya 10%. Absorbsi timbal akan lebih banyak bila dalam makanan kurang mengandung kalsium dan zat besi. Tetraethyl lead yang dipakai sebagai pencampur bensin akan dibuang ke udara dan dapat diabsorbsi melalui kulit (Falken, 2003). Timbal yang masuk ke dalam tubuh akan disimpan dalam tulang yang pada keadaan-keadaan tertentu maka timbal di mobilisasi masuk ke dalam darah, seperti misalnya pada waktu wanita sedang hamil dan pada penderita osteoporosis. Penghitungan jumlah timbal dalam tulang lebih baik dipakai untuk menentukan kadar timbal dalam tubuh dengan mempergunakan alat X-ray fluorescence teknik. Namun ketersediaan alat ini masih sangat terbatas. Pengukuran dari efek timbal
Universitas Sumatera Utara
terhadap kesehatan pada saat ini lebih banyak berdasarkan studi epidemiologi yang menyatakan hubungan antara timbal dan kesehatan yang tidak dapat menunjukkan bahwa timbal adalah penyebab satu-satunya terhadap gangguan kesehatan tersebut. Namun penelitian dengan mempergunakan binatang percobaan mendukung penemuan-penemuan tersebut dan menunjukkan mekanisme dari timbulnya gangguan kesehatan tersebut. Banyak penelitian terhadap efek timbal terhadap jantung dan tekanan darah dimana peningkatan jumlah timbal dalam tulang dan dalam darah menyebabkan kenaikan pada gangguan jantung dan tekanan darah. Timbal juga terbukti menyebabkan peningkatan kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman untuk kesehatan (Spivey, 2007). Bahan bakar mobil yang secara umum disebut bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktananya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar (bensin) yang dikenal dengan istilah angka oktana. Dalam pengertian ini bahan bakar (bensin) dibandingkan dengan campuran isooktana atau 2,2,4,trimetil pentana dengan heptana. Pada penemuan pertama kali pada tahun 1927, isooktana dianggap sebagai bahan bakar yang paling baik, karena hanya pada kompressi tinggi saja isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil. Sebaliknya heptana dianggap sebagai bahan bakar yang paling buruk. Angka oktana 100, artinya bahan bakar (bensin) tersebut setara dengan isooktana murni. Angka oktana 80, artinya bensin tersebut merupakan campuran 80% isooktana dan 20% heptana(Wardhana, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengurangi ketukan atau menaikkan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberi bahan tambahan (additif). Bahan tambahan tersebut sering juga disebut dengan senyawa anti ketukan. Senyawa anti ketukan pertama kali ditemukan oleh Thomas Midgley dan Boyd pada tahun 1922, berupa TEL (Tetra Ethyl Lead). Hidrokarbon yang telah terhalogenkan (setelah diberikan ethyl fluid) menyebabkan timbal (Pb) akan diubah menjadi timbal dibromida yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil melalui knalpot. Apabila jumlah kendaran bermotor (mobil, sepeda motor dll) yang terdapat di suatu kota (atau negara) jumlahnya diketahui dan rata-rata pemakaian bahan bakarnya diketahui, maka jumlah gas buang hasil pembakaran yang dilepaskan ke udara per hari dapat dihitung. Kalau hasil pembakarannya tidak sempurna dan dianggap 1% dari hasil pembakaran berupa pencemar udara maka jumlah pencemar udara yang dilepaskan ke udara per hari dapat diperkirakan (Wardhana, 2004) Dalam bidang industri timbal banyak dipakai dalam industri baterai, kabel telepon, kabel listrik, bahan peledak, pewarnaan cat, pengkilap keramik, bahan anti api dan additive untuk bahan bakar kendaraan bermotor (dalam bentuk Trimetil Pb dan Tetraetil Pb). Di udara kota-kota besar timbal merupakan pencemar udara yang semakin jadi perhatian terutama yang berasal dari pembakaran bensin yang mengandung timbal, pembakaran batubara, limbah pabrik, penyemprotan pestisida dan pembakaran sampah. Untuk mencegah suara knocking dari mesin kendaraan bermotor diperlukan bensin dengan bilangan oktan yang tinggi, maka bensin diberi senyawa timbal Tetra Etil Lead (TEL)dengan rumus (C2H5)4-Pb)dan Tetra Metil Lead (TML)dengan rumus{(CH)3}4-Pb. Bahan additive yang biasa ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetra etil Pb,
Universitas Sumatera Utara
18% etilendikhlorida, 18% etilendibromida dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan lain. Pada pembakaran bensin, 25% s/d 50% timbal yang dikandungnya akan dilepas ke udara. Peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan bilangan oktan bensin akan menambah pencemaran timbal di udara, karena itu bahaya keracunan timbal di kota akan semakin meningkat. Timbal (Pb) adalah racun sistemik yang menimbulkan rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, mual, muntah-muntah, kolik abdomen, encephalitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan ( Slamet, 2009). Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diketahui kandungan bermacammacam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor seperti pada Tabel 2.2. berikut: Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Pb Dalam Gas Buang Kendaran Bermotor Senyawa Pb/Waktu/%: PbBrCl PbBrCl.2PbO PbCl2 Pb(OH)Cl PbBr2 PbCl2.2PbO Pb(OH)Br PbOx PbCO3 PbBr3.2PbO PbCO3.2PbO TOTAL Sumber: Palar, 2004
0 jam (%) 32,0 31,4 10,7 7,7 5,5 5,2 2,2 2,2 1,2 1,1 1,0 100
18 Jam (%) 12,0 1,6 8,3 7,2 0,5 5,6 0,1 21,2 13,8 0,1 29,6 100
Pada Tabel 2.2. dapat dilihat bahwa kandungan PbBrCl dan PbBrCl.2PbO merupakan senyawa Pb utama yang telah dihasilkan pada saat permulaan mesin kendaraan dihidupkan ( 0 jam). Selanjutnya jumlah senyawa ini berkurang setelah
Universitas Sumatera Utara
mesin dihidupkan lebih lama, sedangkan kandungan gas lain seperti PbOx dan PbCO3.2PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi kedua gas pertama setelah pembakaran berjalan sampai 18 jam. Senyawa tetrametil Pb dan tetra etil Pb ini akan terhirup oleh manusia sewaktu bernafas dan juga dapat diserap oleh kulit. Atau keracunan pada manusia juga dapat terjadi oleh karena tertelannya senyawa Pb dari kontaminasi terhadap makanan dan minuman. Pb di udara dapat mengalami pengkristalan oleh air hujan dan masuk ke dalam sumber air minum. Pada skema berikut dapat kita lihat bahwa banyak kemungkinan asal dari timbal baik dari emisi kendaraan bermotor, emisi industri dan pelepasan kerak-kerak bumi, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa sumber seperti udara, tanah, air permukaan, tumbuhan, hewan yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit dan saluran pencernaan. Khusus orang-orang yang bekerja di pinggir jalan raya yang ramai, berisiko tinggi terhadap keracunan timbal (National Health and Medical Research Councils, 2009). Timbal yang berasal dari alam, emisi kendaraan bermotor, limbah industri dan yang berasal dari pengikisan cat yang mengandung timbal akan masuk ke dalam air, tanah atau udara yang kemudian bisa langsung masuk ke tubuh manusia atau masuk melalui tumbuhan atau hewan yang dikonsumsi oleh manusia. Gambar 2.1 menunjukkan berbagai sumber timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Universitas Sumatera Utara
Timbal dari Emisi Kendaraan Bermotor
Timbal dari Alam
Timbal dari Emisi Industri
Timbal dari Renovasi/ Pengikisan Cat
Tanah Air
Udara
Hewan Ternak Air Minum
Tumbuhtumbuhan
Makanan
Udara Pernafasan
Tangan ke Mulut
Gambar 2.1 Perjalanan timbal yang berasal dari lingkungan sampai masuk ke dalam tubuh manusia (Sumber: Diterjemahkan dari National Health and Medical Research Councils (2009)
2.5 Timbal dalam Tubuh Manusia Pb yang dilepaskan oleh kendaraan bermotor atau sumber lain ke udara bisa dalam bentuk gas atau partikel yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur pernafasan, saluran pencernaan dan kulit. Partikel yang terhirup yang mempunyai diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama dalam hidung dan tenggorokan. Partikel yang berukuran diameter 0,5-5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai pada bronchioli, dan hanya sebagian kecil
Universitas Sumatera Utara
yang sampai pada alveoli. Diameter yang berukuran kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal dalam alveoli. Partikel yang tinggal dalam alveoli dapat terabsorbsi ke dalam darah (Wardhana, 2004) Pada tahun 370 BC Hipocrates menemukan kasus kolik abdomen pada pekerja yang berhubungan dengan timbal. Industri yang mempergunakan bahan bakar timbal masih terus berjalan sampai saat sekarang ini. Timbal merupakan metal yang toksis seumur hidup oleh karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam kasus yang terpapar polusi timbal dalam dosis rendah ternyata dapat menimbulkan ganggguan tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik (Nawrot, 2006). Soemirat (2005) menjelaskan bahwa jaringan target bagi timbal dalam tubuh adalah Sistem Urinaria, Sistem Syaraf, Sistem Gastro Intestinal, Sistem Hemapoietik dan Kulit. Berdasarkan The Departement of Labor and Industries The State of Washington (2000) menyatakan bahwa apabila pekerja telah mempunyai kadar timbal dalam darahnya mencapai 25 µg/dl darah maka pekerja harus dihindarkan dari keterpaparan timbal. Walaupun dinyatakan sebelumnya bahwa kadar timbal dalam darah kurang dari 40 µg/dl tidak berbahaya, namun sekarang sudah banyak penelitian yang menunjukkan gejala keracunan timbal telah terlihat pada kadar timbal
dibawah 25 µg/dl. Apabila kadar timbal dalam darah sudah mencapai 60
µg/dl atau lebih atau apabila 3 kali pemeriksaan kadar timbal darahnya melebihi 50 µg/dl maka pekerja harus dipindahkan
secepatnya dan dilakukan pemeriksaan
kesehatan yang menyeluruh. Apabila ditemukan pekerja yang mempunyai kadar timbal dalam darahnya 25- 40 µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap 6 bulan, jika ditemukan pekerja dengan kadar timbal 40 µg/dl maka harus dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan setiap 2 bulan, dan apabila dijumpai pekerja dengan kadar timbal 60 µg/dl maka harus dilakukan pemeriksaan setiap satu bulan. Public Health Services di Washington DC tidak lagi memakai nilai 40 µg/dl kadar maksimum timbal dalam darah, tapi mengusulkan agar kadar maksimum timbal dalam darah pekerja dewasa adalah 25 µg/dl dan kadar maksimum timbal dalam darah masyarakat umum adalah 5 µg/dl. Timbal adalah racun sistemik. Keracunan Pb akan menimbulkan gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan pencernaan, anorexia, muntahmuntah, kolik, encephalitis,
wrist drop, irritable, perubahan kepribadian,
kelumpuhan dan kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminuria. Pb organic cenderung menyebabkan encephalopathy. Pada keracunan akut terjadi gejala meninges dan cerebral, diikuti dengan stupor, coma, dan kematian. Tekanan liquor cerebrospinalis tinggi, insomnia, dan somnolence (Slamet, 2009). Penelitian yang dilakukan di Bandung pada tahun 1983 menunjukkan bahwa kadar Pb dalam darah polisi lalu lintas adalah yang tertinggi diikuti oleh pengemudi angkot, dan kadar Pb terendah adalah pada penduduk pedesaan. Sebanyak 46% polisi lalu lintas memiliki kandungan Pb dalam darah melampaui 40 µg/dL, 30% sopir angkot mengandung Pb dalam darah melampaui 40 µg/dL, dan 0% orang pedesaan mengandung Pb dalam darah yang melampaui 40 µg/dL (Widowati et al, 2008). Dari 30 orang polisi lalu lintas yang bertugas di kota Medan yang diteliti bahwa kadar timah hitam (Pb) dalam darah yang tertinggi pada responden yang
Universitas Sumatera Utara
berumur 44 tahun sejumlah 160,4 µg/100ml dengan lama kerja kurang dari 5 tahun dan kadar terendah terdapat pada responden umur 30 tahun sebesar 0,5 µg/ 100 ml dengan lama kerja kurang dari 5 tahun. Didapat ada hubungan antara lama kerja Polisi lalu lintas dengan kadar timah hitam dalam darah, tetapi tidak terdapat hubungan antara umur Polisi lalu lintas dengan kadar timah hitam dalam darah. (Tarigan , 2001) Penelitian terhadap 400 siswa sekolah dasar (usia kurang dari 12 tahun) secara acak di 25 kecamatan di kota Bandung menunjukkan bahwa 65,5% siswa memiliki kandungan Pb dalam darah sebesar 14,13 µg/dL, yang melebihi ambang batas yang ditentukan oleh WHO sebesar 10 µg/dL. Berdasarkan tipe kendaraan yang dipakai ke sekolah, kelompok siswa yang menggunakan angkutan umum memiliki kadar Pb darah tertinggi yaitu 14,49 µg/dL, kelompok siswa yang menumpang sepeda motor, kadar Pb dalam darah sebesar 13,9 µg/dL, sedangkan kelompok siswa pejalan kaki kadar Pb dalam darah sebesar 14,32 µg/dL (Widowati, 2008). Hasil Penelitian terhadap 200 anak usia taman kanak-kanak di 7 kecamatan di Makasar menunjukkan rata-rata kadar Pb dalam darah sebesar 23,96 µg/dL. Sebanyak 90% dari anak-anak yang diperiksa menunjukkan kadar Pb yang melampaui ambang batas, bahkan terdapat anak yang menunjukkan kadar Pb dalam darah mencapai 60 µg/dL. Hasil penelitian pada tahun 2001 terhadap kadar Pb dalam darah anak jalanan dan polisi lalu lintas di Surabaya menunjukkan angka 216,5-687 µg/dL (Widowati et al, 2008). Penelitian oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia pada Januari-Maret 2005 menunjukkan terjadinya penurunan kadar Pb di dalam darah
Universitas Sumatera Utara
anak sekolah SD, yaitu hanya 1,3% anak SD yang memiliki kandungan Pb dalam darah melampaui batas aman dengan rata-rata sebesar 4,2 µg/dL, lebih rendah bila dibandingkan hasil penelitian pada tahun 2003, dimana 35% anak SD memiliki kadar Pb dalam darah melampaui batas aman, yakni 10 µg/dL. Kadar Pb dalam darah rata-rata sebesar 8,6 µg/dL (Widowati et al, 2008). Mekanisme penyerapan timbal oleh usus dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Skema mekanisme penyerapan timbal di lumen usus (Sumber: EPA 540 (1994)
Kadar timbal dalam darah Timbal masuk ke dalam tubuh terutama melalui saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Mekanisme molekular dari absorbsi timbal melalui paru-paru belum jelas diketahui, namun diketahui bahwa molekul timbal berukuran kurang dari 1 µm yang dikeluarkan dari asap pembakaran bahan yang mengandung timbal diserap melalui paru-paru lebih dari 90%. Timbal dengan diamater lebih dari 2,5 µm
Universitas Sumatera Utara
tertumpuk di silia-silia di nasofaring akan tertelan masuk ke saluran pencernaan dan diserap melalui proses absorbsi usus (Hu et al, 2007). Setelah di absorbsi timbal disimpan di dalam berbagai jaringan terutama di tulang. Hanya 2% dari total timbal dalam tubuh berada dalam darah dengan half-life selama 30 sampai 40 hari. Timbal yang disimpan dalam tulang dan jaringan bisa mempunyai half life sampai berpuluh tahun (Riess, 2007). Zaotis
(2007)
menjelaskan bahwa pada anak sumber keracunana timbal terutama melalui saluran pencernaan, tapi pada orang dewasa lebih banyak melalui saluran pernafasan. Melalui saluran pencernaan timbal pada anak diserap 45 sampai 50% sedang pada dewasa hanya diserap 10 sampai 15%. Begitu diserap baik melalui pencernaan maupun pernafasan, 99% timbal akan terikat dengan eritrosit dan sisanya 1 % lagi berada dalam jaringan. Timbal bisa juga masuk kedalam tubuh manusia selain melalui saluran pencernaan (ingested) dan saluran pernafasan, yakni melalui kulit. Departement of Labor and Industries The State of Washington (2000) menyatakan bahwa timbal yang diserap oleh tubuh manusia dan berada dalam darah, secara bertahap akan dikeluarkan dari dalam tubuh, kadar timbal dalam darah akan akan turun secara normal menjadi setengahnya dalam waktu satu bulan apabila yang bersangkutan dibebaskan dari keterpaparan terhadap polusi timbal. Untuk pemeriksaan terhadap keracunan timbal sering dihubungkan dengan pemeriksaan ZPP (Zink Protoporphyrin) yaitu sejenis enzym di dalam darah yang selalu diukur bersamaan dengan pengukuran kadar timbal dalam darah. Kadar ZPP yang melebihi angka 70 menunjukkan kemungkinan telah terjadi peningkatan kadar timbal dalam darah penderita.
Universitas Sumatera Utara
Wahyudiono (2006) melakukan penelitian di Surabaya terhadap kadar timbal dalam darah polisi lalu lintas yang memakai masker waktu bertugas dibandingkan dengan polisi yang tidak memakai masker. Dari 24 orang polisi yang bertugas di perempatan jalan yang padat lalu lintasnya, didapat kandungan timbal dalam darah sebanyak 31,6 ug/100 ml sedangkan yang tidak memakai masker rata-rata sebanyak 49,2 ug/100 ml darah. Gangguan kesehatan yang mereka rasakan adalah hipertensi, nafas tersengal, dada berdebar, sakit pinggang, nafsu makan berkurang, sakit kepala, sukar berkonsentrasi, sakit pada otot-otot dan tulang. Erawati (2003) dalam penelitiannya terhadap 30 orang polisi lalu lintas di kota Medan menemukan bahwa 87,7% (26 orang) mengandung Pb dalam darahnya melebihi 40 ug/dl. Hartono (2005) yang mempelajari efek pemberian Plumbum (timah hitam) anorganik pada tikus putih melaporkan bahwa pemberian senyawa Plumbum asetat netral 0,5 g/kg BB/oral/hari/tikus selama 16 minggu tidak menyebabkan gejala syaraf, namun mengakibatkan anemia disertai penurunan berat badan. Absorbsi plumbum via traktus gastrointestinal mencapai sekitar 16% dan diekskresikan via ginjal sekitar 0,006%. Akumulasi plumbum tertinggi dalam jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal, disusul hati, otak, paru, jantung, otot dan testis. Kadar plumbum tertinggi dalam jaringan keras ditemukan di tulang rusuk, kepala, paha dan gigi serta paling rendah di bulu.
Hasil penelitian Environmental
Protection Agency ((1994) melaporkan bahwa semakin tinggi intake timbal oleh tubuh maka semakin tinggi kadar timbal dalam darah, sebagaimana tampak pada Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Peningkatan Jumlah Intake Timbal akan Menyebabkan Kenaikan Kadar Timbal dalam Darah (Sumber: EPA 540 (1994)
Timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, minuman, tanah, debu dan cat yang mengandung timbal masuk ke dalam lambung, sedangkan timbal yang berada di udara masuk melalui paru-paru dan saluran pencernaan, kemudian masuk ke dalam aliran darah dan organ-organ, lalu dikeluarkan melalui kulit, feses dan urine dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4. Perjalanan Timbal dalam Tubuh Manusia (Sumber: EPA 540 (1994)
Universitas Sumatera Utara
Muldoon et al. (1994) dalam penelitiannya terhadap 205 orang penduduk Baltimore yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan 325 orang penduduk Pensylvania yang tinggal di daerah pedesaan pada tahun 1990 sampai 1991 mendapatkan hasil sebagai berikut: rata-rata kadar timbal dalam darah pada peneltian ini lebih rendah 60% dari kadar timbal dalam darah pada penelitian tahun 1976-1980 yaitu dari 12,8 ug/dl turun menjadi 5,3 µg/dl. Kesimpulan lain yang didapatnya adalah bahwa penduduk kota mempunyai kadar timbal dalam darah lebih tinggi dari penduduk pedesaan secara bermakna. Pada penduduk perkotaan didapatnya bahwa perokok, peminum alkohol, dan tahun sesudah menopause pada wanita menunjukkan asosiasi positif terhadap kadar timbal dalam darah . Jin et al (1995) dalam penelitiannya terhadap anak berumur 24 sampai 36 bulan sebanyak 172 orang yang tinggal di Vancouver, Canada, mendapatkan ratarata kadar timbal dalam darah 0,29 µmol/l dengan standard deviasi 0,13 µmol/l , range 0,06 µmol/l sampai 0,85 µmol/l. Disimpulkannya bahwa kadar timbal dalam darah anak menurun dari kadar timbal dalam darah dari penelitian sebelumnya. Tidak ada faktor yang signifikan yang ditemukan yang dapat menyebabkan kenaikan kadar timbal dalam darah sampel. Nash et al. (2004) meneliti hubungan kadar timbal dalam tulang dengan kadar timbal dalam darah pada wanita peri-menopause dibandingkan dengan wanita postmenopause dan premenopause. Didapat hasil bahwa kadar timbal dalam darah pada wanita postmenopause yang dibagi menjadi naturally menopause (25% lebih tinggi) dan surgically menopause (30% lebih tinggi) dari kadar timbal dalam darah wanita premenopause. Pada wanita yang baru saja memakai hormone replacement therapy menunjukkan penurunan kadar timbal dalam darah (1,8 µg/dl), bagi wanita
Universitas Sumatera Utara
yang sudah lama memakainya didapat kadar timbal dalam darahnya 2,6
µg/dl
sedangkan bagi wanita yang tidak pernah memakainya didapat kadar timbal dalam darahnya 2,2 µg/dl. Kesimpulannya bahwa timbal yang disimpan dalam tulang pada masa menopause akan masuk ke dalam darah sehingga kadar timbal dalam darah menjadi lebih tinggi.
Kadar timbal dalam darah perokok Penelitian yang dilakukan oleh McKelvey et al (2007) dengan menganalisis data dari survey yang dilakukan oleh NYC HANES pada tahun 2004 dengan jumlah sampel
1.811 penduduk New York , mendapatkan kadar timbal dalam darah
tertinggi pada perokok berat ( 2,49 ug/dl). Mantan perokok mempunyai kadar timbal dalam darah 8% lebih tinggi dari sampel yang tidak pernah merokok. Mohammadi et al. (2008), melaporkan seorang kasus di Taheran, dengan keluhan sakit yang sangat pada perut sejak 4 bulan yang lalu. Pasien diopname dengan diagnose appendisitis, yang kemudian dilakukan appendectomi. Namun setelah dilakukan appendectomi tidak ditemukan kelainan pada appendix, sedangkan keluhan sakit perut disertai sakit kepala, lethargia, capek, irritability, insomnia, muscle pain, constipasi, decreased libido, nausea, vomiting, tremor, loss of appetite dan penuruan berat badan. Pada pemeriksaan selanjutnya ditemukan bahwa pasien adalah perokok berat dengan kadar timbal dalam darahnya 138 µg/dl. Dilakukan pengobatan dengan CaNa2-EDTA dengan dosis 1 gram dua kali sehari selama 5 hari. Setelah pengobatan pasien merasakan keluhann sakitnya berkurang dan dipulangkan dari rumah sakit. Setelah 2 minggu kemudian pemeriksaan kadar timbal dalam darahnya
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan angka 38,3. Setelah pasien merasakan sehat penuh, ia kembali bekerja ke tempat semula. Lin et al. (2004) melaporkan hasil penelitiannya terhadap 84 orang berumur 31 sampai 72 tahun di Boston menemukan kadar timbal dalam darah rata-rata 3 µg/dl. Dari 36 kasus non perokok didapatnya kadar timbal dalam darah rata-rata 2,7±1,9 µg/dl, dari 38 kasus perokok 1-19 pak per tahun 3,0±2,1 dan dari perokok lebih dari 20 pak per tahun 4,1±3,3 µg/dl yang dalam pengujian secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Kadar timbal dalam darah pencandu alkohol Lee et al. (2005) dalam penelitiannya terhadap para ibu yang dalam masa reproduksi di Amerika Serikat menemukan bahwa gaya hidup seperti peminum alkohol dan perokok mempunyai hubungan dengan kadar timbal dalam darah. Peminum alkohol mempunyai kemungkinan 5,6 kali mempunyai kecendrungan kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena Alkohol akan membantu meningkatkan absobsi timbal di saluran pencernaan atau oleh karena adanya kontaminasi timbal pada foil pelapis botol – botol wine.
2.6 Pengaruh Timbal Terhadap Kesehatan Dari banyak penelitian yang telah dilakukan di negara-negara maju polusi udara telah terbukti dapat menyebabkan timbulnya penyakit gangguan pernafasan seperti kekambuhan penyakit asma
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Penelitian terakhir juga menunjukkan bahwa ada hubungan polusi udara dengan kelahiran bayi prematur, kematian bayi, paru-paru bayi yang kurang berkembang
Universitas Sumatera Utara
dan peningkatan serangan asma.( Committee on Environmental Health, Pediatrics 2004) Lipsett (1999) mendapatkan hubungan antara polusi yang dikeluarkan oleh gas buang mesin diesel dengan timbulnya kanker pada paru-paru. Salah satu bahan pencemar yang sangat mengkhawatirkan peningkatannya adalah timbal yang berasal dari emisi gas buang kendaraan bermotor dan proses industri lainnya. Pada tahun 2002 di Amerika lebih kurang 146 juta orang masih terpapar dengan udara yang melebihi Standar Kualitas Udara yang dikeluarkan pada tahun 1997, setidaknya satu dari enam kriteria kualiatas udara yakni Ozone, Particulate Matter, Sulfur Dioxide, Nitrogen Dioxide, Carbon Monoksida dan Timbal. (Lanphear,1998) Menurut penelitian Bruce et al. (1998) ada beberapa kharakteristik yang bisa dipakai untuk menentukan apakah seorang
beresiko untuk mengandung kadar
timbal yang tinggi di dalam darahnya antara lain, tempat tinggal di kota atau di desa, rumah tempat tinggal menggunakan cat yang mengandung timbal, kondisi perumahan yang tidak sehat, tempat tinggal ditempat yang padat penduduknya, tingkat pendidikan yang rendah dan lain-lain. Hasil penelitian dari tahun 1979 -1985 di Montreal Canada, menyatakan bahwa polusi yang ditimbulkan oleh kenderaan bermotor merupakan problem pencemaran lingkungan yang utama, serta mendapat hubungan antara gas buang mesin diesel dan timbulnya kanker paru-paru. (Parent et al, 2007). Richiardi et al. (2006) menemukan beberapa hubungan antara populasi yang bekerja di tempat yang sering mendapat polusi dari gas buang mesin diesel seperti pekerja pengisian bahan bakar, petugas disepanjang rel kereta api, pengemudi kenderaan bermesin diesel, mekanik mesin-mesin diesel,
yang selalu terpapar
Universitas Sumatera Utara
dengan gas buang mesin diesel dengan peningkatan resiko timbulnya kanker paru, yang walaupun ini secara statistik tidak signifikan. Efek kesehatan secara umum yang disebabkan oleh keterpaparan terhadap polusi timbale dapat kita lihat pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3. Efek Kesehatan Secara Umum yang Timbul Akibat Keterpaparan Timbal Kadar Timbal Pengaruh pada Tubuh yang Darah (µ/dl) Sudah Terdeteksi Sesuai dengan Kadar Timbal Darah. Gangguan kesehatan yang Kerusakan jaringan otak berbahaya terjadi segera 110 dan bersifat permanen 100 Penurunan berbahaya atas kemam90 puan darah untuk membawa oksigen
Tingkat Masalah Kesehatan yang Timbul
80 70 60
Penurunan produksi darah
Dapat timbul kerusakan tapi belum menunjukkan gejala
50
Kemandulan pada pria
40
Kerusakan jaringan syaraf
Timbal mulai mengganggu system tubuh
30
Penurunan pendengaran
20
Peningkatan tekanan darah
Bisa timbul gangguan kesehatan yang lain
10 Kadar rata-rata untuk 3 manusia sehat 0 Sumber: diterjemahkan dari Fewtrell (2003)
Pengaruh pada bayi dalam kandungan pada wanita hamil
Keracunan Pb terhadap manusia dapat bersifat akut maupun kronis. Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai tetapi pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan. Pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan pada pekerja di
Universitas Sumatera Utara
pertambangan dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil pada proses pengecatan sistem semprot, pengolahan baterei, pencetakan, pembuatan keramik dan pelapisan logam. Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihan jalan, pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang sehari-hari menghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas buang kendaraan bermotor. Orang-orang yang bekerja di tempat dimana terdapat gas buang dari mesin diesel mempunyai resiko yang lebih besar untuk mendapat penyakit kanker paru, dan bila sudah bekerja dalam waktu lama ditempat ini maka resikonya juga akan lebih tinggi (Frumkin, 2001).
Penelitian terhadap pengaruh polusi udara yang
ditimbulkan oleh lalu lintas terhadap timbulnya kanker pada manusia yang dimulai dari sejak mulai terjadinya kehamilan sampai dengan didiagnose timbulnya kanker sebanyak 1989 kasus yang didiagnose sebagai leukemia, tumor dari central nervus system dan tumor ganas limfoma selama tahun 1968 s/d 1991 di Danish Cancer Registry di Denmark. Disimpulkannya bahwa resiko timbulnya leukemia, tumor central nervus system tidak ada hubungan dengan benzene dan nitrogen dioxide selama periode pengukuran, namun didapatnya bahwa resiko terjadinya lymphoma meningkat 25% (Nielsen et al.2001). Connel et al. (2003) meneliti hubungan antara kambuhnya penyakit asma, dihubungkan dengan adanya polusi debu, Organic Carbon (OC) dan Nitrogen Dioxide (NO2) dan polutan udara lain menyimpulkan bahawa OC dan NO2 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap timbulnya bronchitis khronis disertai asma pada anak-anak. Katsouyanni (2003) menjelaskan hubungan antara polusi udara dan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan terutama dalam jangka waktu lama pollusi udara menunjukkan pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Pope (2006) melaporkan bahwa particulate matter (PM), salah satu komponen polusi udara mempunyai pengaruh terhadap kesehatan jantung dan paruparu. Dilaporkan juga bahwa perubahan PM setiap hari berpegaruh terhadap angka kematian di beberapa kota di Amerika Serikat. The Harvard Six Cities dan American Cancer Society (ACS) dengan prospective cohort study mendapatkan bahwa pemaparan dalam waktu lama terhadap PM sangat berhubungan dengan timbulnya penyakit saluran nafas pada anak dan meningkatnya kematian pada penderita penyakit jantung dan paru pada orang dewasa. Beberapa penelitian di Utah melaporkan bahwa polusi PM berpengaruh terhadap beberapa hal kesehatan seperti jumlah penderita paru yang diopname, gangguan fungsi paru dan saluran nafas, ketidak hadiran di sekolah dan jumlah kematian. Hal serupa juga dilaporkan oleh peneliti dari Jerman, Canada, Finlandia dan Czech Republik. Kim et al. (1995) dalam penelitiannya terhadap pengaruh keracunan timbal kronis terhadap pertumbuhan 58 orang anak di Boston dari tahun 1975 sampai tahun 1978. Didapat kadar rata-rata timbal dalam dentin sebesar 14,9 µg/g kadar timbal dalam tibia 1,2 µg/g dan dalam patella 5,0 µg/g. Dari penelitan ini didapatnya kesimpulan bahwa kadar timbal dalam dentin mempunyai hubungan positif dengan body mass index. Kadar timbal dalam tibia dan patella tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan badan. Mereka menyimpulkan bahwa keracunan timbal kronis pada anak menyebabkan obesity yang bertahan sampai mereka dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh timbal terhadap tekanan darah Vupputuri et al. (2003) melakukan penelitian terhadap 14.592 orang berkulit putih dan berkulit hitam dengan umur diatas 18 tahun yang terdaftar sebagai peserta Third National Health and Nutrition Survey. Kadar timbal dalam darah diukur dengan
spectrophotometry
dan
tekanan
darah
diukur
dengan
standard
sphygmomanometry. Kadar timbal dalam darah lebih tinggi pada orang negro baik laki-laki maupun perempuan dengan rata-rata 5,4 dan 3,4
µg/dl, dibandingkan
dengan kulit putih laki-laki dan perempuan adalah 4,4 dan 3,0 µg/dl. Menggunakan pengujian multivariat didapat kesimpulan bahwa kadar timbal dalam darah menyebabkan kenaikan tekanan darah pada orang negro, tetapi tidak terjadi pada orang kulit putih. Glenn et al. (2006) melakukan penelitian dari tahun 1997-2001 terhadap 575 pekerja yang terpapar dengan timbal di Korea yang berumur rata-rata 41 tahun dan sudah bekerja di tempat tersebut selama 8,5 tahun di bagian yang terpapar timbal. Kadar timbal dalam darah rata-rata 31,4 ± 14,2 µg/dl. Perubahan tekanan darah sistolik selama penelitian sejalan dengan perubahan kadar timbal dalam darah, dengan nilai kenaikan rata-rata 0,9 mm Hg untuk setiap kenaikan 10 µg/dl kadar timbal dalam darah. Dalam penelitian ini pekerja yang mempunyai riwayat hipertensi dan mengalami hipertensi tidak dimasukkan kedalam responden penelitian. Muntner et al. (2005) melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey 1988-1994 (n=16.609) dan the National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002
Universitas Sumatera Utara
(n=9.961) mendapatkan rata-rata hasil penurunan dari kadar timbal dalam darah responden sebesar 41% yaitu dari 2,76 µg/dl (1988-1994) menjadi 1,64 µg/dl (19992002). Persentasi dari orang dewasa yang mengandung kadar timbal dalam darah sama atau lebih tinggi dari 10 µg/dl menurun dari 3,3% menjadi 0,7%. Mereka juga menemukan bahwa kadar timbal dalam darah yang lebih tinggi berhubungan dengan timbulnya prnyakit ginjal dan penyakit arteri perifer diantara seluruh populasi dan adanya hipertensi pada non-Hispanic Blacks dan Mexican Americans.
Pengaruh timbal terhadap Sistem Hemopoietik Timbal
menghambat
sistem
pembentukan
hemoglobin
sehingga
menyebabkan anemia. Timbal dalam tubuh terutama terikat dalam gugus SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim. Timbal mengganggu sintesis hemoglobin (Hb) dengan jalan menghambat konversi delta aminolevulinik asid (delta-ALA) menjadi forfobilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe kedalam portoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim delta-aminolevulinik asid-dehidrase (delta-ALAD) dan feroketalase. Hal ini menyebabkan meningkatnya ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta menghambat sintesa hemoglobin. Untuk kompensasi dari penurunan sintesis Hb karena hambatan oleh Pb, sumsum tulang meningkatkan produksi sel darah merah. Sel darah merah yang masih muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian terbebaskan. Sel stipel basofil (basophilic stippling) ditemukan sebagai bagian dari gangguan pembentukan Hb yang merupakan tanda-tanda keracunan Pb. Meskipun anemia klinis hanya tampak jelas bila kadar Pb dalam darah sudah mencapai 50 ug/dl, namun penghambatan
Universitas Sumatera Utara
ALAD telah terjadi pada kadar Pb 10 ug/dl darah. Karena itu pada kadar demikian dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya pajanan. Keracunan akibat akumulasi Pb dalam tubuh dapat menimbulkan: meningkatnya kadar ALA dalam darah dan urin meningkatnya kadar protoporpirin dalam sel darah merah memperpendek umur sel darah merah menurunkan jumlah sel darah merah (anemia) menurunkan kadar retikulosit (sel darah merah yang masih muda) meningkatkan kandungan logam Fe dalam darah.
Pengaruh timbal terhadap Ginjal Yu et al. (2004) meneliti 121 pasien yang menderita gangguan ginjal kronis dengan normal body lead burden (BLB), dan tidak ada sejarah terpapar timbal selama 48 bulan observasi. Hubungan dengan kadar timbal dalam darah dan BLB dievaluasi secara longitudinal. Hasilnya disimpulkan bahwa BLB dan kadar timbal dalam darah merupakan faktor resiko yang sangat penting dalam gangguan ginjal kronis. Setiap peningkatan 10 µg dari BLB atau 1 µg/dl kadar timbal dalam darah akan menyebabkan penurunan Glomerulo Filtration Rate (GFR) sebesar 1,3 sampai 4 ml/menit selama masa studi. Kesimpulan dari studi ini adalah keterpaparan dengan timbal dalam kadar rendah berhubungan dengan peningkatan gangguan ginjal kronis walaupun pada kadar yang jauh dibawah kadar normal baik pada BLB maupun kadar timbal dalam darah. Jung et al. (1998) dalam penelitian terhadap 75 laki-laki pekerja yang terpapar dengan timbal yang mendapat pemeriksaan kesehatan secara reguler setiap
Universitas Sumatera Utara
6 bulan di Korea. Mereka terdiri dari 27 pekerja industri pelebur timbal dengan kadar timbal di udara 0,0063 mg/m3, 18 pekerja dari industri plastik stabilizer dengan kadar timbal di udara 0,0013 mg/m3 dan 30 pekerja industri radiator dengan kadar timbal di udara 0,0023 mg/m3. Pekerja dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kadar timbal dalam darah yakni kelompok diatas 60 µg/dl, kelompok 40-60 µg/dl dan kelompok dibawah 40 µg/dl. Sebagai kelompok kontrol diambil 60 orang pekerja kantor yang selama bekerja tidak terpapar dengan polusi timbal. Kesimpulan penelitian mereka adalah bahwa kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) meninggi sehubungan dengan kenaikan kadar timbal
dalam darah, tapi secara
statistik hal ini hanya ditemukan pada keadaan kadar timbal dalam darah diatas 60 µg/dl dibandingkan dengan kelompok kontrol. Lin et al. (2001) meneliti 110 pasien dengan gangguan ginjal kronis (serum kreatinin 133-354 µmol/L (1,5-4,0 mg/dL) dan mengandung Body Lead Burden (BLB) normal (EDTA mobilization test < 600 µg per 72-hour urine collection) dan tidak ada sejarah terpapar dengan polusi timbal yang tinggi. Pasien dibagi 2 kelompok berdasar kan nilai BLB yaitu high-normal BLB group (80 µg-600 µg) dan kelompok BLB rendah (< 80 µg). Pasien difolow secara prospektif selama 2 tahun. Hasil yang didapat disimpulkan bahwa keterpaparan dengan timbal dalam dosis rendah di lingkungan pada waktu yang lama secara pelan-pelan dapat mempengaruhi peningkatan kegagalan ginjal pada masyarakat umum. Setelah diberikan pengobatan chelation terapi selama satu tahun dapat menahan penurunan fungsi ginjal. Lin et al. (2006) meneliti 108 pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis (serum kreatinin 1,5-2,9 mg/dL) dengan kadar BLB rendah (< 80 µg) dan tidak
Universitas Sumatera Utara
mendapat paparan terhadap timbal, diobservasi selama 2 tahun. Sebagai pembanding adalah 32 pasien dengan kegagalan ginjal kronis dengan kadar BLB rendah (20-80 µg yang diberi pengobatan dengan chelation secara random dan kelompok kontrol. Kelompok ini diberi chelation terapi EDTA selama 3 bulan dan kemudian diikuti terapi ulang selama 24 bulan untuk mempertahankan kadar BLB tetap < 20 µg, sedang kelompok kontrol diberi placebo. Kesimpulannya adalah bahwa keterpaparan dengan polusi timbal walaupun dengan kadar rendah dapat meningkatkan kegagalan ginjal pada pasien yang bukan penderita diabetes. Tan et al.(2007) dalam penelitiannya terhadap 116 pasien yang menderita kegagalan ginjal kronis (serum kreatini 1,5-3,9 mg/dl) dengan kadar BLB 80-600 µg dan tidak mengalami keterpaparan timbal dipilih untuk melaksanakan klinikal trial memakai chelation terapi dan kelompok kontrol selama 4 tahun. 58 pasien diberi chelation terapi EDTA dan 58 pasien lagi menerima plasebo sebagai kontrol. Selama 48 bulan dilakukan repeated chelation terapi untuk menjaga BLB tidak lebih dari 60 µg. Untuk kelompok kontrol diberi infus plasebo setiap minggu selama 5 minggu dan diulangi dengan interval 6 bulan. Kesimpulan yang didapat adalah repeated chelation therapy selama 4 tahun akan memperlambat penurunan fungsi ginjal pada pasien non diabetes dengan kadar BLB 60-600 µg. Lin et al. (1999) meneliti 32 pasien dengan gangguan ginjal kronis dengan serum kreatinin >1,5 mg/dl-4 mg/dl dengan BLL 150 µg-600 µg dan tidak ada sejarah terpapar dengan timbal dalam kadar tinggi. Pasien dapat perlakuan chelation terapi selama 2 bulan dibanding dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi. Setelah pengobatan selama satu bulan belum ada perbedaan antara kelompok
Universitas Sumatera Utara
perlakuan dan kelompok kontrol dalam hal kadar kreatinin serum, namun setelah perlakuan sampai dengan dua bulan terlihat bahwa kelompok yang dapat perlakuan menunjukkan perbaikan fungsi ginjal lebih baik pada
kelompok yang dapat
pengobatan. Keterpaparan dengan timbal dalam kadar rendah dapat menyebabkan semakin beratnya penyakit ginjal kronis.
Pengaruh timbal terhadap Saraf Pusat dan Tepi Brochin et al. (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa timbal dalam tubuh mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sistem syaraf, dimana timbal memblok reseptor yang dikenal dengan N-methyl-D-aspartate suatu reseptor yang berfungsi dalam pematangan sel otak. Pelindung peredaran darah otak (blood brain barrier)
terdiri dari sejumlah endotelial sel yang diikat erat satu sama lain.
Endotelial sel ini dikelilingi oleh sel astrocyte yang merupakan sel syaraf terbanyak dalam otak. Penelitian menunjukkan bahwa daya racun timbal memegang peranan dalam komunikasi dari astrocyte dan endotelial sel. Blood brain barrier mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan cairan dalam sistem syaraf dan melakukan skrening yang sangat ketat terhadap zat-zat terlarut dalam plasma seperti asam amino, glucose, kalsium, sodium dan potassium. Bila blood brain barrier terpapar kadar timbal yang tinggi maka plasma akan merembes ke dalam jaringan interstitial dan terjadilah edema, maka timbul ensefalopati yang sangat memengaruhi serebelum. Edema menyebabkan terjadinya tekanan terhadap otak yang bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen (Brochin et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan otak ini juga akan menimbulkan gejala kurangnya perhatian, gangguan social behaviour, mathematic skill dan kemampuan membaca, penurunan kemampuan kognitif, penurunan IQ dari 0-5 setiap kenaikan dari 10 µg/dl kadar timbal dalam darah. Sewaktu masih dalam kandungan, Astrocyte, sel syaraf pada fetus merupakan sel yang mengalami resiko sangat tinggi oleh keracunan timbal sebab endotelial sel yang immature dari kapiler otak menyebabkan menurunnya ketahanan terhadap timbal, mengakibatkan Pb2+ masuk ke dalam sel otak (Brochin et al, 2008). Timbal menggantikan kalsium sebagai pengantar rangsangan dalam sel syaraf, berikatan dengan calmodulin lebih kuat dari pada kalsium, sehingga terjadi gangguan pembentukan protein. Pb dapat menyebabkan gangguan ensefalopati dan gangguan saraf perifer terutama jika kadar Pb dalam darah sudah mencapai 80 ug/dl. Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang mengakibatkan edema otak, meningkatkan tekanan cairan serebspinal, degenerasi neuron. Secara klinis keadaan ini disertai dengan munculnya ataksia, stupor, koma dan kejang-kejang (Brochin et al, 2008). Pada percobaan secara invitro, akumulasi dari delta-ALA dan protoporpirin dapat menyebabkan pengaruh toksik terhadap jaringan. Akumulasi delta ALA dalam hipotalamus dan protoporpirin dalam saraf dorsal dapat menyebabkan ensefalopati karena keracunan Pb. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala epilepsi, halusinasi dan delirium. Terjadinya neuropati pada saraf tepi karena toksisitas kronis Pb disebabkan oleh demyelinasi dan degenerasi sel Schwann saraf tersebut diikuti degenerasi akson. Gangguan neuromuskular nyata terlihat pada paralise dari otot-
Universitas Sumatera Utara
otot ekstensor pergelangan tangan menyebabkan wrist drop dan pada pergelangan kaki menyebabkan foot drop yang terjadi pada pekerja pabrik (Brochin et al, 2008).
2.7 Toksisitas Timbal Toksisitas timbal pada anak Penelitian toksisitas Pb pada anak yang belum sekolah (umur sekitar 3 tahun) yang tinggal di kawasan kumuh dan di bawah standard hidup layak, dan cenderung mempunyai kebiasaan makan sembarangan, makan dan minum bahan yang terkontaminasi Pb menunjukkan gejala hilangnya nafsu makan
(anoreksia),
kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata, ensepalopati (Molina, 1983). Pada keracunan kronis Pb dilaporkan oleh Molina (1983) terjadi pada keluarga pembuat kerajinan tembikar (tanah liat) di daerah Meksiko yang membandingkan kecerdasan (IQ) diantara anak yang mengandung kadar Pb rendah dan kadar Pb yang lebih tinggi dalam darah, dapat dilihat pada tabel 2.4. berikut. Tabel 2.4. Perbandingan Tingkat Kecerdasan (IQ) Rata-rata antara Anak yang Kandungan Pb dalam Darahnya Rendah dan Tinggi.
Kelompok I II
Pb Darah (ug/dl) 63,39 26,27
Anak umur 2-3 tahun: Perempuan Laki-laki 16 17 19 11
n A* 33 64,81 30 75,13
IQ B** 68,64 79,67
C*** 65,79 74,47
Sumber: Darmono (2001) A* = full scale, B** = verbal, C*** = performance Tabel 2.4 menggambarkan bahwa pada kelompok II, IQ anak dengan kadar timbal dalam darah rata-rata 26,27 ug/dl lebih tinggi yaitu A=75,13; B=79,67 dan C=74,47 dibanding IQ anak kelompok I dengan kadar timbal dalam darah rata-rata 63,39 ug/dl yaitu A=64,8: B=68,64 dan C=65,79. Tingkat kecerdasan (IQ) pada
Universitas Sumatera Utara
anak yang kadar Pb dalam darahnya tinggi (>40ug/dl) lebih rendah dari IQ anak yang kadar Pb dalam darahnya rendah (<40ug/dl). Kadar Pb yang tinggi dalam darah ibu hamil ternyata menyebabkan lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Dietrich et al, 1987). Rachel Albalak dalam laporannya pada tahun 2001 menemukan kadar timbal yang tinggi dalam darah anak-anak di Jakarta sebelum diberlakukannya penghapusan bensin bertimbal di DKI Jakarta pada tahun 2001. Di negara-negara yang telah melakukan penghapusan pemakaian bensin bertimbal terlebih dahulu menunjukkan penurunan yang sangat berarti terhadap kadar timbal dalam darah. (Albalak, 2001). Brochin et al. (2008) menemukan saat ini 3% anak-anak di Amerika masih mengandung timbal dalam darahnya melebihi 10 µg/dl. Namun demikian data terakhir menyatakan bahwa gangguan cognitive skill pada anak dapat dijumpai pada kadar timbal dalam darh sebesar 5 µg/dl. Jika dipakai angka ini sebagai nilai ambang batas maka 26% dari anak-anak di Amerika Serikat terancam keracunan timbal. Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa timbal menyebabkan gangguan kognitif. Kira-kira ¼ sampai ½ kehilangan IQ point untuk setiap 0,04826
µmol/L
peningkatan kadar timbal dalam darah pada anak umur pra-sekolah.. Kehilangan IQ ini bersifat permanen. Studi lain menemukan terjadi deficit IQ sebesar 0-5 point untuk setiap kenaikan 10 µg/dl. kadar timbal dalam darah. Penurunan kemampuan kognitif tergambar dalam pengurangan perhatian dan kelakuan antisosial.
Universitas Sumatera Utara
Toksisitas timbal pada dewasa Keracunan Pb pada orang dewasa kebanyakan terjadi di tempat bekerja. Gejala yang terlihat adalah penderita terlihat pucat, sakit perut, konstipasi, muntah, anemia, hipertensi, adanya garis biru di daerah gusi diatas gigi. Pada pemeriksaan psikologi dan neuropsikologi ditemukan adanya gejala sulit mengingat-ingat (sistem memori sangat berkurang), konsentrasi menurun, kurang lancar berbicara dan gejala syaraf lainnya. Konsentrasi Pb dalam darah tergantung kepada lama bekerja di tempat yang terpapar polusi timbal dan jenis pekerjaan seperti terlihat pada tabel 2.5. berikut.
Tabel 2.5 Konsentrasi Pb dalam Darah Pekerja Pria di kota Tokyo Sekitar Tahun 1975-1980 (Setelah Minimum Bekerja Selama 5 Tahun) Pekerja Pemelihara Jalan Raya N Umur Pb dalam Darah (th) (ug/dl) 860 18-58 11,2 633 18-58 11,4 750 18-58 11,5 18-58 10,4 618 664 18-58 10,6 295 18-58 9,6 Sumber: Darmono (2001).
N 5 6 6 6 8 5
Pekerja Pabrik Listrik Umur Pb dalam Darah (th) (ug/dl) 43 17,8 42 27,4 33 29,8 50 35,9 28 43,4 27 78,0
Timbal, kadmium, selenium, nikel dan arsenik dapat menyebabkan mutasi pada percobaan manusia dan sel-sel lainnya di laboratorium, namun tidak ditemukan penyakit genetis lainnya selain kanker yang dapat secara jelas dihubungkan dengan pemaparan terhadap logam. Mutasi adalah perubahan materi genetik yang dapat mengarah kepada timbulnya kanker, berbagai penyakit atau kerusakan genetik kelak pada generasi kemudian seperti gangguan mental dan cacat fisik bila mutasi terjadi pada sel reproduksi dari ovarium atau buah zakar (Kusnoputranto, 1995).
Universitas Sumatera Utara
I Made Jaya dalam penelitiannya di Jakarta mendapatkan dari 115 orang, 95 orang bekerja di jalan raya secara bergantian sift pagi dan siang hari dan 20 orang bekerja di kantor, kadar Pb dalam darah 2 orang polisi telah melebihi ambang batas 25 µg/dl darah(Wirahadikusuma, 2001). Harlan et al. (1985) dalam penelitiannya mempergunakan data Second National Health and Nutrition Examination, pada dewasa pria dan wanita , berkulit putih dan berkulit hitam berumur 12 sampai 74 tahun menemukan hubungan yang kuat antara kadar timbal dalam darah dengan tekanan darah sistolik dan tekanan diastolik dimana kadar timbal yang tinggi dalam darah menyebabkan tekanan darah yang lebih tinggi. Pengaruh ini terlihat pada rata-rata kadar timbal dalam darah 16,9 µg/dl dengan tekanan darah diastolik yang tinggi dan 16,5 µg/dl dengan tekanan darah sistolik yang tinggi.
2.8 Interaksi Kalsium dan Timbal dalam Tubuh Manusia Absorbsi timbal dari saluran pencernaan dapat diganggu oleh kehadiran ion kalsium karena ion kalsium dan timbal saling berkompetisi. Kalsium mengganggu ikatan timbal dengan hemoglobin darah dengan adanya kompetisi antara ion Ca dan Pb sewaktu berikatan dengan hemoglobin darah. Ikatan timbal dalam tulang sama prosesnya seperti ikatan kalsium dalam tulang. Faktor yang mengganggu terhadap distribusi kalsium dalam darah juga mengganggu distribusi timbal dalam darah (Goodman, 2001). Sehubungan dengan mobilisasi timbal yang disimpan dalam tulang yang biasanya terjadi pada waktu wanita hamil sehingga memungkinkan terjadinya kenaikan kadar timbal dalam darah bayi, maka dengan pemberian suplemen kalsium
Universitas Sumatera Utara
kepada si ibu (n=8) sebanyak 1 gr perhari selama kehamilan dan selama 6 bulan setelah melahirkan. Kadar timbal dalam darah rata-rata 2,4 µg/dl (range 1,4-6,5 µg/dl ). Pemeriksaan darah menunjukkan bahwa mobilisasi timbal dari tulang selama kehamilan dapat ditunda sehingga kemungkinan kenaikan kadar timbal dalam darah bayi dapat dihindari, yang dengan sendirinya akan mengurangi efek kesehatan yang dapat timbul karena keberadaan timbal dalam darah bayi yang biasanya sangat sensitif (Gulson et al, 2004). Markowitz et al. (2004) meneliti anak-anak yang mengalami keracunan timbal kronis yang berumur 1 sampai 6 tahun dengan kadar timbal dalam darah antara 10 sampai 45 µg/dl yang dipilih secara random dengan double-blinded, placebo control trial untuk mempelajari efek dari Kalsium suplemen terhadap kadar timbal dalam darah. Dari 68 pasien, sebanyak 67 orang menyelesaikan pengobatan selama 3 bulan. Pada pemeriksaan kadar kalsium di darah dan urin pada setiap saat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada akhir penelitian didapat penurunan kadar timbal dalam darah kedua group menurun, pemberian kalsium dengan dosis 1800 mg sehari tidak menunjukkan penurunan kadar timbal dalam darah secara signifikan dibanding kelompok kontrol. Mereka tidak merekomendasikan pemberian kalsium suplemen untuk menurunkan kadar timbal dalam darah yang ringan dan sedang pada anak dengan diet kalsium cukup.
2.9 Manajemen Sule (2009) menyatakan manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
mewujudkan
tujuan
organisasi
melalui
rangkaian
kegiatan
berupa
Universitas Sumatera Utara
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumberdaya organisasi lainnya. Dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen ada beberapa kegiatan yang terkait dengan setiap fungsi manajemen sperti berikut: Fungsi Perencanaan (Planning) •
Menetapkan tujuan dan target bisnis
•
Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target bisnis tersebut.
•
Menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan
•
Menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis.
Fungsi Pengorganisasian (Organizing) •
Mengalokasikan sumberdaya, merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan
•
Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung jawab
•
Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja
•
Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat
Fungsi Pengimplementasian (Directing) •
Mengimplementasikan
proses
kepemimpinan,
pembimbingan,
dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan •
Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan
•
Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan
Fungsi Pengawasan (Controlling)
Universitas Sumatera Utara
•
Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang ditetapkan
•
Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan
•
Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis
Sistem manajemen lingkungan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) adalah suatu sistem yang mengatur proses dan prosedur yang memungkinkan suatu organisasi dapat menganalisis, mengontrol dan mengurangi pengaruh lingkungan akibat dari aktivitas organisasi tersebut. EMS sangat cocok untuk semua organisasi baik organisasi pemerintahan maupun bisnis pribadi. Standar internasional untuk sistem manjemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah Republik Indonesia ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 (BENEFITA, 2003). ISO 14001 merupakan standard lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary) yang dapat dipergunakan oleh organisasi/perusahaan yang ingin: •
Menerapkan, mempertahankan, dan menyempurnakan sistem manajemen lingkungannya
•
Membuktikan kepada pihak lain atas kesesuaian sistem manajemen lingkungannya dengan standard
•
memperoleh sertifikat
Beberapa manfaat penerapan ISO adalah:
Universitas Sumatera Utara
•
menurunkan potensi dampak terhadap lingkungan
•
meningkatkan kinerja lingkungan
•
memperbaiki tingkat pemenuhan (compiance) peraturan
•
menurunkan resiko pertanggung jawaban lingkungan
•
sebagai alat promosi untuk menaikkan citra perusahaan.
ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada aktivitas PDCA (Plan-Do-Check-Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi 6 prinsip dasar EMS yaitu: •
Kebijakan (dan komitmen) lingkungan
•
Perencanaan
•
Penerapan dan Operasi
•
Pemeriksaan dan tindakan koreksi
•
Tinjauan manajemen
•
Penyempurnaan terus menerus
Pada
prinsipnya
keenam
prinsip
ISO
14001-Environmental
Management
System=EMS (Sitem Manajemen Lingkungan =SML) diatas dapat dibagi menjadi 17 elemen yaitu: 1. Environmental Policy (kebijakan lingkungan): Pengembangan sebuah pernyataan kemitraan lingkungan dari suatu organisasi. Kebijakan ini akan dipergunakan sebagai kerangka bagi penyusunan rencana lingkungan. 2. Environmental aspects (aspek lingkungan): Identifikasi aspek lingkungan dari produk, kegiatan dan jasa suatu perusahaan, untuk kemudian menentukan dampak-dampak penting yang timbul terhadap lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
3. Legal and other requirements (persyaratan perundang-undangan dan persyaratan lain): Mengidentifikasi dan mengakses berbagai peraturan dan perundangan yang terkait dengan kegiatan perusahaan. 4. Objectives and tagets (tujuan dan sasaran): Menetapkan tujuan dan sasaran lingkungan, yang terkait dengan kebijakan yang telah dibuat, dampak lingkungan, stakeholders, dan faktor lainnya. 5. Environmental management program(program manajemen lingkungan): rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarn. 6. Structure and reponsibility(struktur dan tanggung jawab): Menetapkan peran dan tanggung jawab serta menyediakan sumber daya yang diperlukan. 7. Training awareness and competence (pelatihan, kepedulian dan kompetensi): Memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu mengemban tanggung jawab lingkungan. 8. Communication (komunikasi): Menetapkan proses komunikasi internal dan eksternal berkaitan dengan isu lingkungan. 9. EMS documentation (dokumantasi SML): Mmemelihara informasi SML dan sistem dokumantasi lain. 10. Document
Control
(pengendalian
dokuman):
Menjamin
keefektifan
pengelolaan dokumen prosedur dan dokumen lain 11. Operational
Control
(pengendalian
operasional):
Mengidentifikasi,
merencanakan dan mengelola operasi dan kegiatan perusahaan agar sejalan dengan kebijakan, tujuan dan sasaran.
Universitas Sumatera Utara
12. Emergency preparedness and response (kesiapan dan tanggap darurat): Mengidentifikasi potensi emergency dan mengembangkan prosedur untuk mencegah dan menaggapinya. 13. Monitoring and measurement (pemantauan dan pengukuran): memantau aktifitas kunci dan melacak kinerjanya. 14. Nonconformance and corrective and preventive action (ketidaksesuaian dan tindakan koreksi dan pencegahan): Mengidentifikasi dan melakukan tindakan koreksi terhadap permasalahan dan mencegah terulang kejadiannya. 15. Records (rekaman): Memelihara rekaman kinerja SML 16. EMS audits (audit SML): Melakukan verifikasi secara periodik bahwa SML berjalan dengan baik. 17. Management Review (pengkajian manajemen): Mengkaji SML secara periodik
untuk
melihat
kemungkinan-kemungkinan
penyempurnaan
berkelanjutan.
2.10 Manajemen Pencegahan Penyakit Patogenesis
penyakit
dalam
perspektif
lingkungan
dan
variabel
kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul dimana hubungan simpul satu dengan yang lain merupakan mata rantai yang dapat diputus agar satu penyakit dapat dicegah. Teori simpul ini dapat diterapkan dalam pencegahan penyakit infeksi maupun penyakit non infeksi seperti halnya keracunan timbal kronis, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5 berikut.
Universitas Sumatera Utara
SUMBER PENYAKIT
KOMPONEN LINGKUNGAN
PENDUDUK: -Umur -Prilaku -Kepadatan,dll
SAKIT/ SEHAT
Variabel Lain yang Berpengaruh Gambar 2.5
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan variabel kependudukan. Sumber: Achmadi (2008)
Patogenesis atau proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 kita sebut sebagai sumber penyakit, simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit, simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender, sedangkan simpul 4, penduduk dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau terpapar komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Titik simpul pada dasarnya menuntun kita sebagai titik simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit tertentu, tidak perlu menunggu sampai simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses kejadian hingga simpul 3 atau 4 (Achmadi, 2008)
2.11 Manajemen Kesehatan Kerja Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk (Buchari 2007):
Universitas Sumatera Utara
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya. 2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan keja. 3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan. 4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja. Khusus bagi pekerja yang melakukan aktivitasnya di sektor nonformal seperti tukang beca, pedagang pinggir jalan, pekerja pinggir jalan yang melakukan pekerjaan secara mandiri/wiraswasta tanpa dilindungi oleh suatu perusahaan, maka organisasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan kerjanya dalam hal ini adalah pemerintah (Ridley, 2008).
Lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja
Universitas Sumatera Utara
Penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh pemajanan lingkungan kerja. Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama yakni (Buchari, 2007): 1. Pengenalan lingkungan kerja, ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan langkah dasar yang pertama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja. 2. Evaluasi lingkungan kerja, merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga dapat ditentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan. 3. Pengendalian lingkungan kerja, dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja.
Strategi kesehatan kerja meliputi: 1. Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan kerja 2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kerja 3. Surveilans epidemiologi Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK). 4. Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja 5. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIM-KK) 6. Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah
Universitas Sumatera Utara
7. Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerja(Buchari, 2007).
Kebijakan kesehatan kerja: 1. Menggali sumber daya untuk optimalisasi tugas dan fungsi institusi pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pemerintah maupun swasta di bidang pelayanan kesehatan dan Keselamatan Kerja 2. Meningkatkan profesionalisme para perlaku dalam pembinaan dan pelayanan kesehatan kerja di pusat, propinsi dan kabupaten/kota. 3. Mengembangkan jaringan kerjasama pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kerja bagi angkatan kerja. 4. Mengembangkan tenaga ahli kesehatan kerja dan dokter kesehatan kerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama dengan pelayanan kesehatan paripurna. 5.
Mengembangkan kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat, serta organisasi profesi.
6. Mendorong agar setiap angkatan kerja menjadi peserta dana sehat/asuransi kesehatan sebagai pewujudan keikutsertaannya dalam upaya pemeliharaan kesehatan diri, keluarga dan lingkungannya. 7. Mengembangkan iklim yang mendorong dunia usaha yang partisipatif dalam kelembagaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat kerja 8. Mengembangkan peranserta masyarakat pekerja dengan meningkatkan pembentukan Pos Usaha Kesehatan Kerja (UKK).
Universitas Sumatera Utara
9. Mengembangkan sistem informasi Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai usaha pemantapan surveilans epidemiologi penyakit dan kecelakaan akibat kerja(Buchari, 2007).
Promosi kesehatan kerja perlu dilakukan dengan tujuan: 1. Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya hidup yang sehat dan positif 2. mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang optimal 3. Mempengaruhi pekerja untuk berhenti merokok 4. Mempengaruhi pekerja untuk mengurangi/menurunkan atau menghilangkan penyalahgunaan obat dan alkohol 5. membantu pkerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya 6. Mengajarkan pekerja mengenai kemampuan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) 7. Mengajarkan pekerja mengenai penyakit umum yang berhubungan dengan pekerjaannya serta bagaimana mencegah serta meminimalisasi akibatnya. 8. Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis (Buchari, 2007). Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit
Universitas Sumatera Utara
akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2003). Silalahi (1985) menyatakan bahwa manajemen sebagai suatu ilmu prilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik dari segi perencanaan, maupun pengambilan keputusan dan organisasi. Baik kecelakaan kerja, gangguan kesehatan, maupun pencemaran lingkungan harus merupakan bagian dari biaya produksi. Sekalipun sifatnya sosial, setiap kecelakaan atau tingkat keparahannya tidak dapat dilepaskan dari faktor ekonomi dalam suatu lingkungan kerja.
Masalah pemakaian alat pelindung diri (APD) Masalah umum APD: tidak semua APD melalui pengujian laboratorium sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya, tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja, APD dapat menciptakan bahaya baru, perlindungan yang diberikan APD sulit untuk dimonitor, kewajiban pemeliharaan APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja, efektifitas APD sering tergantung ”good
feet”para
pekerja,
kepercayaan
kepada
APD
akan
menghambat
pengembangan kontrol teknologi yang baru. Pekerja tidak mau memakai APD dengan alasan: tidak sadar/tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, atasan juga tidak pakai. Dari pihak perusahaan: tidak disediakan oleh perusahaan, ketidak mengertian, pura-pura tidak mengerti, alasan bahaya, dianggap sia-sia karena pekerja tidak mau
Universitas Sumatera Utara
memakai. Pengadaan oleh perusahaan: tidak sesuai dengan bahaya yang ada dan asal beli terutama memilih yang murah (Santoso, 2004).
2.12 Landasan Teori Dari berbagai penelitian yang telah dikemukakan diatas diketahui bahwa keracunan timbal kronis walaupun dalam kadar rendah dapat menyebabkan berbagai gangguan terhadap kesehatan manusia, terutama terhadap sistem hemopoietik, sistem syaraf, sistem reproduksi, sistem pernafasan, ginjal dan lain-lain, yang diketahui bahwa hampir semua gangguan kesehatan yang ditimbulkan ini bersifat permanen. Oleh karena itu harus ditemukan suatu cara pencegahan bagi orang-orang yang sehari-harinya harus bekerja dalam lingkungan yang tercemar timbal seperti penarik beca dayung, petugas pengatur lalu lintas, pedagang asongan, pedagang kaki lima, sopir angkot, sopir taksi dan lain-lain. Untuk mencari formula pencegahan ini, dalam penelitian ini ditujukan kepada pekerja dewasa yang beresiko tinggi yang bekerja dan beristirahat di pinggir jalan yang padat lalu lintasnya sehingga tanpa disadarinya telah terpapar polusi timbal. Dari penelitian-penelitian terdahulu diketahui bahwa pemberian suplemen kalsium pada anak sekolah dan pada ibu-ibu hamil dan menyusui dapat menurunkan kadar timbal dalam darah, namun belum ada penelitian yang dapat menunjukkan efek kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko tinggi Secara konseptual penelitian ini ingin melihat terjadinya perubahan pada kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko tinggi di kota Medan pada saat sebelum dilakukan intervensi suplemen kalsium dan
tiga bulan sesudah
Universitas Sumatera Utara
intervensi suplemen kalsium setiap hari, secara berturut-turut. Untuk melihat apakah pemberian suplemen kalsium setiap hari sebesar 1500 mg mampu menurunkan kadar timbal dalam darah pekeja dewasa beresiko tinggi, maka dilakukan pengukuran kadar timbal dalam darah yaitu pertama pada saat sebelum diberikan suplemen kalsium, kedua setelah tiga bulan pemberian suplemen kalsium. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh terhadap penurunan kadar timbal dalam darah juga diukur sebagai independen variabel, seperti jenis kelamin, umur, lamanya waktu bekerja setiap hari, tempat tinggal berada dipinggir jalan yang ramai lalu lintasnya, lokasi tempat istirahat yang dipergunakan dan kekerapan mengkonsumsi makanan kaya kalsium. Guna melihat pengaruh pemberian suplemen kalsium terhadap kadar timbal dalam darah pekerja dewasa yang beresiko tinggi maka responden dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat suplemen kalsium sebesar 1500 mg sehari dan kelompok yang tidak mendapat suplemen kalsium yang diposisikan sebagai kelompok kontrol. Landasan teori dari penelitian ini dapat disimpulkan pada Gambar 2.6 berikut:
Universitas Sumatera Utara
KALSIUM BERKOMPETISI DENGAN TIMBAL PARU KALSIUM
PERORAL
TIMBAL SALURAN PENCERNAAN
DARAH
-Tulang -Otak -Hati -Ginjal -Rambut -Kuku -Cairan intra sel -cairan ekstra sel -dll DARAH
EKSKRESI: FAECES
EKSKRESI: KULIT
EKSKRESI: GINJAL
Gambar 2.6 Kerangka Teori
2.13 Kerangka Konsep Kerangka konsep dari penelitian ini menggambarkan timbal yang ada di udara ambien terhirup oleh pekerja yang beresiko tinggi yang kemudian diberikan suplemen kalsium untuk menurunkan kadar timbal dalam darahnya, dapat dilihat pada Gambar 6.7 berikut:
Universitas Sumatera Utara
POLUSI TIMBAL DI UDARA (LINGKUNGAN)
KADAR TIMBAL DARAH PEKERJA DEWASA YANG BERESIKO TINGGI
• • • • • • • • • • •
PEMBERIAN SUPLEMEN KALSIUM (SUMBERDAYA ALAM)
KADAR TIMBAL DARAH PEKERJA DEWASA YANG BERESIKO TINGGI
Jenis Kelamin Pekerjaan Lama Bekerja Kebiasaan Merokok Pendidikan Tempat Istirahat Tempat Tinggal Kebiasaan Minum Susu Tekanan darah Hemoglobin Darah Creatinin Darah
REKOMENDASI DALAM USAHA PENCEGAHAN KERACUNAN TIMBAL DARI UDARA AMBIEN PADA PEKERJA DEWASA YANG BERESIKO TINGGI
Gambar: 2.7 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara