BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit WHO memberikan batasan rumah sakit yaitu suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, selain itu rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial. Rumah Sakit Daerah adalah Rumah Sakit milik pemerintah propinsi, kabupaten/kota yang berlokasi di daerah propinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah daerah adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lain sebagai badan eksekutif daerah dan sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota dibidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam pengelolaannya rumah sakit publik berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan (PP No 44 thn 2009). Fungsi rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Maka sesuai dengan fungsi utama rumah sakit perlu adanya pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan efektif dan efisien (Ilyas, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yng diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003)
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan merupakan suatu produk yang unik jika dibandingkan dengan produk jasa lainnya, karena pelayanan kesehatan memiliki tiga ciri utama, yaitu: 1. Uncertainly Pelayanan kesehatan bersifat uncertainly artinya adalah pelayanan kesehatan tidak dapat dipastikan waktu, tenpat dan besarnya biaya yang dibutuhkan maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut. 2. Asymetry of Information Suatu keadaan kesehatan dengan penggunaan atau pembeli jasa pelayanan kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dan proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari
utilisasi
pelayanan
kesehatan.
Mengetahui
faktor-faktor
yang
memengaruhi pemanfatan/ utilisasi (Ilyas, 2003).
2.3. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.3.1. Definisi Perilaku Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli pelayanan kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari
utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan berarti juga mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan/ utilisasi. Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara yang sedang berkembang sangat bervariasi, respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action), alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti telah diuraian. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha sendiri sudah mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pengobatan keluar tidak diperlukan. Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun. Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukangtukang jamu dan kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang
Universitas Sumatera Utara
dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007). Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan, selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment delay (Sarafino, 2006). Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki pelayanan kesehatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku Prasetijo (2004). Menurut Prasetijo (2004) dalam memahami pasien sebagai konsumen dari jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit, dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk, yaitu merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari dan membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk maupun jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Tahap Perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing). b. Tahap Konsumsi (consumption) : menggunakan (using) dan mengevaluasi (evaluating). c. Tahap Tindakan Pasca Beli (disposition). Sedangkan perilaku pencarian dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat dijelaskan sebagai suatu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus dari luar individu, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon masing-masing orang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni : a. Determinan atau factor internal, yakni karakteristik individu yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dll. b. Determinan atau factor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku manusia dapat dibagi ke dalam 3 faktor yakni faktor kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan menurut WHO alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.
Pengalaman Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya
Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat
PERILAKU
Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia Bloom (1908) Menurut Smet (1994) keyakinan awam tentang kesehatan dan kesakitan akan memengaruhi perilaku mencari bantuan. Kondisi kesakitan dan perilaku seseorang dalam mencari bantuan medis adalah sangat kompleks dan individual tetapi
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh kepercayaan, norma dan budaya yang ada di lingkungannya. Perilaku kesakitan, perilaku peran orang sakit dan perilaku pasien merupakan rangkaian perilaku berurutan seperti terlihat dalam gambar berikut : Lay Treatment Illness Representation
Defining oneself as ill (cultural)
TREATMENT SEEKING
Folk Heating
ADHERENCE
Profesional Treatment
ILLNESS BEHAVIOR
PATIENT BEHAVIOR
SICK ROLE BEHAVIOR
Gambar 2.2 Konsep Kesakitan dan Perilaku Mencari Bantuan Smet (1994) Salan (1988) dalam Smet (1994) dengan menggunakan model Foster & Anderson, menyebutkan 5 tahap dalam proses menuju pemanfaatan medis yaitu: a. Keputusan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. b. Keputusan bahwa seorang sakit dan membutuhkan perawatan professional. c. Keputusan untuk mencari perawatan medis professional. d. Keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada dokter dan menerima serta mengikuti pengobatan yang ditetapkan. e. Keputusan untuk mengakhiri peran pasien. Sedangkan Sucham (1984) dalam Notoadmodjo (2007) mengungkapkan 5 tingkatan perilaku individu dalam mencari pertolongan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Tingkat pengalaman gejala-gejala b. Tingkat asumsi peranan sakit c. Tingkat peranan berhubungan dengan pelayanan kesehatan d. Tingkat ketergantungan pasien e. Tingkat penyembuhan Selanjutnya Zola dalam Smet (1994) menguraikan tentang pertimbangan lain yang mendorong orang memutuskan pergi ke pelayanan medis, yakni adanya sejumlah faktor non fisiologis, seperti adanya perawatan medis, kemampuan pasien untuk membayar, serta kegagalan dan kesuksesan perawatan. Ciri-ciri demografis seperti jenis kelamin, ras, umur, status ekonomi dan pendidikan, juga menjadi variabel penting dalam perilaku mencari bantuan. Menurut Green dalam Notoadmodjo (2007) faktor keputusan pasien untuk tetap memanfaatkan jasa pelayanan medis yang ditawarkan rumah sakit tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu : a) Faktor Predisposisi (Predisposing factors) Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.
Universitas Sumatera Utara
b) Faktor Pemungkin (Enabling factors) Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan. c) Faktor Penguat (Reinforcing factors) Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain dan keluarga. Apakah penguat positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien akan memutuskan menggunakan pelayanan kesehatan. Untuk menjelaskan tentang proses pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat atau pasien oleh Anderson (1974) dalam Notoadmodjo (2007) dikemukakan bahwa keputusan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada: a) Karakteristik Predisposisi (Predisposing characteristic) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni:
Universitas Sumatera Utara
a. Ciri-ciri Demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga b. Struktur Sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama, kesukuan. c. Kepercayaan Kesehatan : keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya. b) Karakteristik Pendukung (Enabling characteristic) a. Sumber Daya Keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b. Sumber Daya Masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana. c) Karakteristik Kebutuhan (Need characteristic) Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni : a. Perceived (subject assessment). b. Evaluated (clinical diagnosis).
2.4. Kepercayaan Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, karekteristik kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian (persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang pelayanan penyakit. Deutsch dalam Bruhen (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan (belief) suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Dan Mayer, Davis dan Schoorman dalam Bruhen (2003) menyatakan bahwa kepercayaan (belief) adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya. Psikologi kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Delgado-Ballester et al, 2003), sehingga faktor kepercayaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara suatu organisasi dengan mitra kerjanya (Morgant dan Hunt, 1994). Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah (Doney dan Canon dalam Bruhn, 2003) adalah : a. Proses yang Terkalkulasi. Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki konsekuensi biaya yang lebih rendah. b. Proses Prediktif. Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya. c. Proses Kemampuan. Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan pihak lain dalam memenuhi kewajibannya.
Universitas Sumatera Utara
d. Proses Intensi. Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan intensi pihak lain serta ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses. Belief atau kepercayaan, terdiri atas komponen sikap, selain komponen sikap, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kognitif (ide, konsep, pengetahuan terhadap objek). 2. Afektif (kehidupan emosional). 3. Konatif (kecenderungan orang untuk bertindak). Kepercayaan (belief) merupakan jenis kognitif (pemahaman), sehingga ketika ingin mengetahui proses munculnya belief, sama halnya dengan munculnya pemahaman seseorang, yakni secara umum, adanya sosialisasi nilai, adanya stimulus yang memengaruhi pandangan. Ketika stimulus ini semakin sering diterima oleh seseorang, maka lama-kelamaan akan terinternalisasi, atau juga ketika hanya satu kali stimulus namun merupakan suatu hal yang sangat sesuai dengan individu tersebut, maka akan langsung di-iya-kan dan akhirnya dipercayai/diyakini untuk menjadi belief. Kepercayaan (belief) merupakan salah satu variabel yang berpengaruh pada terbentuknya perilaku, baik perilaku individu maupun masyarakat. Variabel pembentuk perilaku selainnya yakni value dan norma. Untuk lebih jelasnya, dalam pembahasan lain, perlu dibedakan antara belief, norma dan value.
Universitas Sumatera Utara
Belief adalah kepercayaan yang dianut oleh seseorang, dengan adanya kepercayaan itu, maka berpengaruh pada perilaku yang dilakukan oleh seseorang tersebut. Mengingat bahwa sesuatu yang diimani, pastinya akan menuntut sebuah perilaku. Ketika mempercayai sesuatu, maka perilaku harus sesuai dengan kepercayaan tersebut. Sehingga, belief yang dimiliki oleh seseorang, akan sangat berpengaruh pada terbentuknya perilaku. Semua perilaku yang dijalankan akan diusahakan sesuai dengan belief tersebut, jika tidak sesuai, maka akan menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi individu tersebut. 2.4.1. Persepsi Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a) tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006) secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwaperistiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan atau bacaan ; (b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau
Universitas Sumatera Utara
rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan rumah sakit atau informasi yang tidak benar mengenai rumah sakit akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak, Persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyatakan persepsi “ sebagai satu proses dimana seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat memengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan Eveline, 2004). 2.4.2. Pengetahuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2006) kata “tahu” berarti mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta kepandaian. Dalam hal ini, dapat dikatakan efektif bila penerima pesan dapat
Universitas Sumatera Utara
memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus. c. Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Sikap Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. Menurut Fishben & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah (2003) menyatakan bahwa sikap menentukan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku. Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran: a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
Universitas Sumatera Utara
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus yang telah diberika. Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang (Azwar, 2007). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai komponen kognitif (pengetahuan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan) (Kothandapani, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap (Azwar. 2007) terdiri dari: (a) Pengalaman Pribadi Pengalaman
yang
terjadi
secara
tiba-tiba
atau
mengejutkan
yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. (b) Pengaruh Orang Lain Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya. (c) Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya. (d) Media Massa Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.
Universitas Sumatera Utara
(e) Faktor Emosional Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian Universitas Sumatera Utrara merupakan sikap sementara, dan segara berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, 1975).
2.5. Kebutuhan (Need) Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berbeda dengan makhluk lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia memandang manusia sebagai suatu keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia dipandang sebagai tekanan internal hasil dari perubahan keadaan sistem dan tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku yang dilakukan agar terpenuhinya suatu kebutuhan. Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i) kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan rasa aman dan keselamatan, (iii) kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v) kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh tenaga medis dan karena itu untuk meningkatkan derajat kesehatan pada perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Sebagai sesuatu yang bersifat objektif maka munculnya kebutuhan sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya. Berbeda halnya dengan kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut pada saat itu saja (Notoadmodjo, 2007). Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan seringkali disalahtafsirkan dengan permintaan terhadap perawatan, pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan belum tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan pelayanan kesehatan seseorang (Azwar, 1996). Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang dinyatakan, dan (iv) kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau seorang profesional sesuai dengan kebutuhan normatif, seperti peraturan kesehatan makanan, ditetapkan oleh undang-undang. Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orangorang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit
Universitas Sumatera Utara
atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang dapat tersedia. Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini, kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang memiliki kebutuhan. 2.6. Landasan Teori RSUD Tanjung Pura sebagai sarana kesehatan milik pemerintah di wilayah Kabupaten Langkat ditujukan untuk melayani masyarakat atau penduduk di wilayahnya. Dengan demikian seharusnya masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengacu teori Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 bagian yaitu (a) faktor predisposisi
yang
menggambarkan
karakteristik
pasien
yang
mempunyai
kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari demografi, struktur sosial, kepercayaan, (b) faktor pemungkin (enabling factor) yang terdiri dari kualitas pelayanan kesehatan, jarak pelayanan, status sosial ekonomi dan (c)
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pelayanan (need) yaitu keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang megambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan dan keputusan untuk memanfaatkan pelayann kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan. Anderson (1975) mengemukakan suatu model perilaku seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai berikut:
Predisposing
Enabling
Demographic (Age, Sex)
Family Recources (Income, Health insurance)
Social Structure (Ethniccity, beliefe, occupation of head family)
Community Resources (Health Facility and Personal)
Need
Health Service
Perceived (Symtoms, Diagnose)
Evaluated (Symtoms, Diagnose)
Health Service
Gambar 2.3. Model Perilaku Pemanfaatan Kesehatan Andersen Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian (persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang penyakit. Sehubungan dengan kajian dalam penelitian ini tentang pemanfaatan rumah sakit, maka aspek sikap, persepsi dan pengetahuan difokuskan tentang rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ewless dan Simnett ada tiga macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan yang dirasakan (ii) kebutuhan yang dinyatakan dan (iii) kebutuhan komparatif. Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang-orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang dapat tersedia. Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditetapkan ahli dengan membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini, kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang memiliki kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut : Kepercayaan Masyarakat - Sikap terhadap pelayanan kesehatan - Persepsi tentang pelayanan kesehatan - Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan
-
Faktor Kebutuhan Pelayanan (Need) Kebutuhan yang dirasakan Kebutuhan yang dinyatakan Kebutuhan komparatif
Pemanfaatan RSUD Tanjung Pura
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara