BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan teori – teori yang berkaitan dengan pola asuh orang tua, remaja, narkoba, kerangka berpikir dan hipotesis 2.1
Pola Asuh Orang Tua
2.1.1
Definisi Pola Asuh Orang Tua Baumrind (dalam Marini & Andriani, 2005) mengatakan bahwa pola asuh orang
tua merupakan sikap - sikap yang ditunjukan orang tua kepada anak yang bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Menurut Santrock (2011) pola asuh merupakan gabungan dari penerimaan, respon, aturan serta tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Kohn (dalam Sipahutar, 2010) mengatakan bahwa pola asuh merupakan prilaku yang ditampilkan orang tua saat berhubungan dengan anak mereka. Perilaku – perilaku tersebut antara lain seperti cara orang tua menunjukan kekuasaannya dengan memberikan aturan dan hukuman, serta cara – cara orang tua memberikan perhatian seperti menunjukan kasih sayang, dukungan dan juga pujian untuk anak. Dari definisi –definisi yang telah disebutkan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan cara orang tua membentuk kepribadian dan mengkontrol prilaku anak yang ditunjukan melalui sikap-sikap yang diberikan oleh anak.
2.1.2
Pola Asuh Oang Tua Menurut Baumrind Menurut Baumrind (Papila, Olds & Feldman, 2009) terdapat 3 jenis pola asuh
orang tua yaitu: otoritarian, permisif dan otoritatif. a. Pola asuh otoritarian merupakan jenis pola asuh dimana orang tua memberikan peraturan – peraturan yang harus dipenuhi tanpa adanya negosiasi dengan anak. Orang tua yang melakukan pola asuh otoritatif juga tidak akan segan memberikan hukuman yang keras sebagai cara mendisiplinkan anak. Menurut Santrock (2011) Anak dengan pola asuh otoritarian akan membentuk sikap hormat dan taat pada anak, namun sisi negatif dari pola asuh otoritarian ini adalah anak akan membangun perasaan takut, cemas, tidak bahagia, inisiatif tidak terbentuk dan juga kurang dapat membangun komunikasi dengan baik. b. Pola asuh permisif merupakan jenis pola asuh dimana orang tua memberikan segala sesuatu yang diminta oleh anak. Orang tua juga kurang memberikan batasan dan kendali yang jelas pada anak. Menurut Santrock (2011) Anak dengan pola asuh permisif akan lebih kreatif dan percaya diri, namun disamping itu anak dengan pola asuh ini cenderung kurang memiliki kontrol diri yang baik, mendominasi, kurang dapat menghormati dan tidak dapat menjalin hubungan yang baik dengan temannya. c. Pola asuh otoritatif, memberikan batasan dan juga kontrol terhadap anak, namun masih memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mandiri dan juga memiliki tanggung jawab pribadi. Orang tua dengan pola asuh otoritatif sangat menghargai minat dan pendapat dari anak dan juga anak merasakan kasih sayang yang diberikan orang tuanya kepada mereka. Menurut Santrock (2011) anak dengan pola asuh otoritatif lebih percaya diri, memiliki pengendalian diri yang baik, mampu mengelola stress dan dapat bekerja sama dengan teman sebaya maupun orang – orang yang lebih tua.
2.2 Remaja 2.2.1 Definisi Remaja Adolescene atau remaja berasal dari bahasa latin yang memiliki arti tumbuh menjadi dewasa, dan dengan artian yang lebih luas lagi merupakan kematangan mental, sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Menurut Santrock (2011) remaja didefinisikan sebagai peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa yang dimulai dari usia 10 tahun dan berakhir pada usia 22 tahun serta ditandai dengan perubahan dan perkembangan dari segi fisik, kognitif dan sosioemosi. Dari definisi – definisi di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu usia dimana anak – anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, ditandai dengan perubahan serta perkembangan pada area fisik, kognitif, sosioemosi dan melakukan usaha untuk menemukan identitas yang sesuai dengan dirinya sendiri untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dewasa. 2.2.2
Perkembangan Fisik Remaja Perkembangan fisik pada usia remaja berlangsung dengan cepat dan perubahan
hormonal juga terjadi pada usia ini. Perkembangan fisik yang dialami oleh remaja pria antara lain seperti: bertambahnya tinggi badan, bertambahnya berat badan, perubahan pada suara, meningkatnya ukuran testis dan penis, mengalami ejakulasi pertama serta tumbuhnya rambut pada bagian – bagian tubuh. Sedangkan pada remaja wanita perubahan - perubahan fisik yang terjadi seperti: bertambahnya tinggi dan berat badan, ukuran pinggul melebihi ukuran bahu, mengalami menstruasi pertama kali, bertambahnya ukuran payudara serta tumbuhnya rambut pada bagian – bagian tubuh (Santrock, 2011). Pertumbuhan fisik yang dialami oleh pria lebih lambat dibandingkan dengan remaja wanita namun saat memasuki usia dewasa otot dan kekuatan pada pria akan lebih besar dibandingkan dengan wanita (Hurlock, 1992). Perubahan fisik yang terjadi pada usia remaja ini menimbulkan ketidakpuasan pada remaja wanita. Remaja
wanita merasa kurang puas pada citra tubuh mereka karena meningkatnya lemak pada tubuh, sedangkan pada remaja pria merasa lebih puas karena bertambahnya massa otot (Santrock, 2011). 2.2.3
Perkembangan Kognitif Remaja Perkembangan kognitif pada usia remaja ditandai dengan kemampuan untuk
dapat menjalankan fungsi eksekutif seperti penalaran, berpikir logis, berpikir kritis, membuat keputusan, memecahkan masalah dan memahami kognitif orang lain Kuhn (dalam Santrock, 2011). Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (Santrock, 2003) tahap operasional formal terjadi pada usia remaja. Pada tahap ini pemikiran remaja akan menjadi lebih abstrak, mereka sudah dapat membuat suatu kemungkinan – kemungkinan sementara yang kemudian akan diolah melalui pemikiran logis untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Apabila anak terbiasa menggunakan pemikiran abstrak, logis dan konkret maka mereka akan membentuk suatu pemikiran yang idealistis. Pemikiran idealis ini merupakan perbandingan antara karakteristik serta keinginan yang dimiliki oleh remaja dengan karakteristik - karakteristik yang dimiliki oleh orang lain, sehingga remaja akan mendapatkan suatu gambaran yang ideal/sesuai pada dirinya sendiri. Namun terdapat juga resiko pada pemikiran idealis remaja yang terbentuk pada tahap operasional formal ini. Piaget (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa pemikiran idealistis yang terbentuk karena keyakinan akan kekuatan pikiran seolah-olah membuat dunia akan takluk pada kekuatan remaja tersebut. 2.2.4
Perkembangan Sosioemosi Remaja Erikson (dalam Santrock, 2011) usia remaja berada pada tahap identity vs
identity confusion atau disebut juga sebagai fase pencarian jati diri. Pada tahap ini remaja berusaha menemukan gambaran diri yang ideal dengan melakukan berbagai macam peran dan juga kepribadian. Apabila remaja gagal dalam pencarian identias
maka mereka akan menarik diri dari lingkungan teman sebaya dan peer grup serta hilangnya identitas diri pada remaja tersebut. Dalam proses peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa, remaja mulai mencoba untuk melepaskan diri dari orang tua dikarenakan mereka memiliki keinginan untuk mandiri dan memiliki tanggung jawab pribadi (Santrock, 2011). Pada usia remaja ini peran dari orang tua digantikan oleh peer group atau sahabat. Sullivan (dalam Santrock, 2011) mengatakan peer group dibutuhkan oleh remaja untuk dapat memenuhi kebutuhan remaja akan intimasi dan kebersamaan. Kebutuhan remaja akan intimasi membuat remaja berusaha melakukan sesuatu agar dapat diterima oleh kelompoknya. Prinstein (dalam Santrock, 2011) mengatakan bawa remaja cenderung akan menyesuaikan diri dengan kelompok pergaulannya apabila mereka tidak memiliki keyakinan terhadap identitas sosialnya. Rasa kesepian dan juga penilaian diri yang rendah akan didapatkan remaja apabila kebutuhan intimasi mereka tidak terpenuhi Sullivan (dalam Santrock, 2011). 2.3
Narkoba
2.3.1
Definisi Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif
lainnya (BNN, 2006). Joewana dan Martono (2006) mendefinisikan narkoba sebagai bahan atau zat – zat tertentu yang apabila dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi kerja otak dan saraf pada tubuh serta mengakibatkan ketergantungan. Indrawan (2007) mendefinisikan narkoba sebagai narkotik, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap kerja saraf pusat dan memiliki ketergantungan dalam jangka panjang. Dari definisi tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa narkoba merupakan suatu zat yang berupa senyawa kimia maupun non kimia yang dapat mempengaruhi kerja saraf serta organ – organ vital tubuh dan akan menjadi berbahaya
apabila digunakan dengan tujuan non medis serta dapat menimbulkan ketergantungan dalam waktu yang lama. 2.3.2
Jenis – Jenis Narkoba Di Indonesia terdapat 3 jenis Narkoba yang dilarang untuk dimiliki dan juga
digunakan secara bebas BNN (2006) yaitu: 1. Narkotika golongan I Narkotika yang digunakan hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk proses terapi serta mengakibatkan pengaruh ketergantungan yang tinggi. Contoh : heroin, kokain, ganja 2. Narkotika golongan II Narkotika yang memiliki khasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir untuk digunakan dalam terapi serta digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
mempunyai
potensi
tinggi
ketergantungan, contoh; morfin, petidin, turunan/garam dalam golongan tersebut. 3. Narkotika golongan III Narkotika yang memiliki khasiat pengobatan dan sering digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan juga mempunyai potensi ringan ketergantungan. Contoh : kodein, garam – garam narkotika dalam golongan tersebut. Sedangkan jenis – jenis psikotropika yang dilarang untuk dimiliki dan juga digunakan dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1. Psikotropika golongan I Psikotroika yang digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, mempunyai potensi sangat kuat untuk menjadi ketergantungan. Contoh: MDMA, ekstasi, LSD, STP
2. Psikotropika golongan II Psikotropika yang bertujuan untuk pengobatan dan dipakai untuk proses terapi, pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat untuk menjadi ketergantungan. Contoh: Amfetamin, Fensiklidin, Sekobartial. 3. Psikotropika golongan III Psikotropika yang bertujuan untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi serta untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi sedang menjadi ketergantungan. Contoh : fenobarbital, flunitrazepam 4. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang bertujuan untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi juga bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan menjadi ketergantungan. Contoh; diazepam, nitrazepam. 2.3.3
Pola Pemakaian Narkoba Penyalahgunaan narkoba adalah pemakaian narkoba yang dilakukan bukan untuk
tujuan pengobatan namun karena ingin merasakan sensasi dari zat tersebut. Karena zat – zat tersebut menimbulkan suatu sensasi maka menjadi disalahgunakan. Berikut ini terdapat beberapa pola pemakaian narkoba, yaitu (Joewana & Martono, 2006): a. Pola coba – coba: pemakaian narkoba yang tujuannya untuk memenuhi rasa ingin tahu dan juga bisa disebabkan karena pengaruh dari kelompok teman sebaya atau dari orang lain yang menawarkan b. Pola pemakaian sosial / rekreasi: yaitu pemakaian narkoba dengan tujuan hiburan dan juga digunakan agar dapat diterima dan diakui oleh kelompoknya
c. Pola pemakaian situasional: yaitu pemakaian narkoba pada situasi tertentu seperti saat mengalami stress, kesepian dan kesedihan. Pada tahap ini seorang pemakai berusaha untuk mendapatkan narkoba secara aktif. d. Pola habituasi: yaitu pemakaian narkoba yang dilakukan secara teratur atau sering. Pada tahap ini telah terjadi perubahan pada fungsi tubuh serta gaya hidup. e. Pola ketergantungan: Pada tahap ini pemakai hampir setiap waktu menggunakan narkoba. Jumlah dan jenis yang dibutuhkan menjadi semakin dan tinggi. Pada tahap ini juga seorang pemakai akan melakukan apapun untuk mendapatkan narkoba meskipun sampai melakukan kriminalitas.
2.3.4
Adiksi Soetjipto (2007) mendefinisikan adiksi sebagai penggunaan suatu zat secara
berlebihan sehingga seseorang tidak dapat mengkontrol lagi pola pemakaian zat tersebut. BNN (2006) mengatakan bahwa adiksi merupakan penggunaan obat atau zat psikoatif yang tidak terkontrol atau berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan menurut Joewana & Martono (2006) mendefinisikan adiksi sebagai gejala yang berlangsung secara terus menerus meliputi gangguan fisik, psikologis dan juga sosial, disebabkan karena penggunaan suatu zat secara berlebihan. Dari beberapa definisi tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa adiksi merupakan gejala-gejala baik secara fisik, psikologis dan juga sosial yang disebabkan karena penggunaan zat psikoatif secara berlebihan dalam jangka waktu tertentu.
2.3.5
Efek – Efek Penggunaan Narkoba Pada awalnya pemakaian narkoba akan menghadirkan perasaan –perasaan
senang dan juga kebebasan, namun efek tersebut akan berubah menjadi negatif apabila pemakiannya dilakukan terus menerus dan menjadi ketergantungan (Gordon dkk, 2004). Ketergantungan narkoba ini akan menimbulkan efek – efek negatif pada fisik dan juga
psikologis jika pemakaiannya dihentikan, contohnya seperti: rasa nyeri pada badan, kejang – kejang, gelisah, sulit tidur, takut air, cemas, mudah tersinggung, melakukan kekerasan dan cenderung untuk bunuh diri (Joewana & Martono, 2006). Efek yang paling berbahaya dalam penyalahgunaan narkoba adalah menurunnya sistem kekebalan tubuh yang akan meningkatkan kemungkinan terjangkit virus HIV, hepatitis C bahkan sampai menyebabkan kematian (Anonymous ,2005). Kring dkk (2006) menyebutkan efek – efek yang ditimbulkan dari jenis – jenis narkoba yang umumnya banyak disalahgunakan antara lain: a. Marijuana Pemakaian narkoba jenis ini akan menyebabkan seseorang menjadi tenang dan ramah dengan orang lain. Namun pemakaian marijuana ini juga akan mengakibatkan pikiran menjadi tumpul, emosi yang berubah dengan cepat, mengurangi fungsi memori dan juga membuat waktu berjalan dengan lambat. Sedangkan efek negatif yang terjadi pada fisik adalah seperti mempengaruhi fungsi hati dan paru – paru serta berpotensi mengakibatkan kanker. b. Opium Heroin dan barbiturat juga merupakan turunan dari opium. Efek yang dihasilkan dari opium dan barbiturat adalah euforia, sering mengantuk, sering melamun dan kurangnya koordinasi tubuh. Sedangkan efek pada heroin adalah tidak muculnya rasa takut dan juga meningkatkan rasa percaya diri pada beberapa jam saja. Sedangkan efek negatif yang ditimbulkan dari pemakaian zat ini adalah seperti kecelakaan, meninggal karena overdosis, bunuh diri, membunuh orang (dalam Anglin & Powers, 2003) c. Stimulan Amfetamin dan kokain masuk ke dalam golongan tersebut. Efek yang ditimbulkan dari kokain dan amfetamin adalah meningkatkan gairah seksual, meningkatkan rasa percaya diri, merasa bahagia dan tidak merasakan lelah.
Sedangkan efek negatif yang dapat ditimbulkan jika melebihi dosis adalah seperti rasa ketakutan yang berlebihan, insomnia, halusinasi yang kuat, mual – mual dan menggigil. d. Ecstasy Efek yang ditimbulkan dari penggunaan ecstacy adalah dapat meningkatkan hubungan dengan orang lain, membuat mood menjadi lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri serta meningkatkan kesadaran estetika. Sedangkan efek negatif yang dapat ditimbulkan antara lain seperti: bola mata bergerak dengan cepat, munculnya kecemasan yang berlebihan, depresi, serta menjadi sering bingung.
2.4 Kerangka Berpikir
Pola Asuh Orang Tua
Remaja
Narkoba
Terdapat pola hubungan antara narkoba, individu dan lingkungan yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan narkoba.
Penggunaan narkoba berkaitan
dengan jenis, dosis, cara pakai, efek pada tubuh, ketersediaan
dan pengendalian
peredarannya. Dari faktor individu yang meliputi kepribadian, prilaku serta keyakinan – keyakinan akan diri sendiri dan orang lain dapat menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkoba. Sedangkan lingkungan memiliki hubungannya dengan teman sebaya dan keluarga.
Pengasuhan orang tua kepada anak telah dibangun sejak tahun pertama kehidupan. Pengasuhan yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan membentuk kepribadian, rasa kepercayaan, keterampilan dan juga penilaian diri yang nantinya atribut – atribut tersebut akan membantu remaja untuk dapat beradaptasi dengan dunia orang dewasa. Apabila seorang anak mendapatkan pengasuhan yang buruk dari orang tua mereka maka perkembangan diri yang negatif juga akan dibentuk oleh anak. Perkembangan diri yang negatif inilah yang dapat memungkinkan bagi seorang remaja yang sedang berada pada tahap pencarian identitas diri untuk melakukan penyalahgunaan narkoba. 2.5 Hipotesis Bagaimana gambaran pengasuhan / pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada remaja yang menyalahgunakan narkoba.