BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Defenisi Pola Asuh Keluarga Pola asuh orang tua merupakan cara-cara yang diterapkan oleh orang tua dalam mengendalikan dan berespons terhadap kebutuhan anak (Santrock, 2007). Menurut Shanti (dalam Hilmansyah) pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya, yaitu bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat
berinteraksi
dengan
anak. Termasuk
caranya
menerapkan
aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Jadi pola asuh orang tua adalah keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak yang tampak dari cara-cara yang digunakan oleh orang tua dalam mengendalikan dan berespons terhadap kebutuhan anak serta caranya menerapkan aturan. 1.2. Tipe Pola Asuh Pengetahuan orangtua mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
perilaku
anak
tentunya
akan
sangat
membantu
dalam
mengupayakan lingkungan pengasuhan yang kompeten bagi pembentukan perilaku anak sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan tersebut tentunya tidak akan berarti jika orangtua sendiri tidak mengenal pola atau gaya pengasuhan yang dijalankannya. Penting bagi orangtua untuk mengenal gaya pengasuhannya
Universitas Sumatera Utara
dan memahami dampak dari gaya pengasuhan tersebut terhadap kompetensi anak (Sunarti, 2004). Menurut Baumrind (dalam Parke & Locke, 1999) ada 3 tipe pola asuh yang diterapkan orangtua terhadap anaknya, yaitu : 1. Demokrasi Pola asuh demokrasi merupakan gaya pengasuhan orang tua pada anak yang memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi, berpendapat, dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai kemampuannya, namun masih dalam bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian dari orang tua. Kasih sayang yang diberikan dan aturan-aturan yang ditetapkan orang tua memberikan perilaku yang matang pada anak-anaknya. Dengan pola asuh seperti ini, anak akan mampu mengembangkan kreativitasnya, mau berinisiatif, mampu mengembangkan
kontrol
terhadap
perilakunya,
menurunkan
perilaku
antisosial, meningkatkan harga dirinya, dan mengembangkan kemampuan adaptasinya. Pola asuh demokrasi dihubungkan dengan tingkah laku yang memperlihatkan perkembangan emosional, sosial, dan kognitif yang positif. 2. Otoriter Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat keras dan kaku di mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anakanaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Dalam hal ini, anak-anak tidak memiliki kebebasan karena orang tua cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Pola asuh otoriter cenderung menggunakan hukuman fisik. Anak-anak sering merasa terjebak dan marah tetapi juga takut untuk menyatakan pendapatnya dalam lingkungan yang tidak bersahabat seperti itu. Akibatnya anak-anak akan terganggu dalam perkembangan mental maupun psikisnya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter membuat anak menjadi penakut, tertutup, tidak bahagia, tidak berinisiatif, selalu tegang, tidak percaya diri, tidak mampu menyelesaikan masalah, mudah marah, dan rentan terhadap stres. 3. Permisif Pola asuh permisif merupakan gaya pengasuhan orang tua terhadap anak dengan memberikan kebebasan penuh terhadap anak dan sedikit kontrol dari orang tuanya. Orang tua tidak pernah memberikan aturan dan pengarahan dan memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa ada pertimbangan dari orang tua. Akibatnya, anak berbuat sesuai dengan keinginannya sendiri tanpa mengetahui sesuai atau tidak dengan norma masyarakat. Pola asuh permisif dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama sekali. Tipe pola asuh permisif memuat hubungan kasih sayang yang berlebihan antara anak dengan orang tua, sehingga anak-anaknya cenderung bersikap agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, kurang matang secara sosial dan berbuat menurut kata hatinya.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian tiga pengasuhan tersebut dikembangkan oleh Maccoby dan Martin (1993) dengan menambah tipe pola asuh yang keempat, yaitu involved (penelantar) parenting (dalam Parke & Locke, 1999). Involved (Penelantar) merupakan tipe pola asuh yang ditandai dengan sikap acuh tak acuh dari orang tua atau aktif melupakan anak mereka dan termotivasi untuk melakukan apapun yang diperlukan untuk meminimalkan biaya dan usaha untuk berinteraksi dengan anak. Orang tua tidak mau terlibat dalam kehidupan anaknya dan lebih terfokus pada kebutuhan mereka sendiri. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain dalam kehidupan orang tua lebih penting dari pada diri mereka. Pola asuh involved (penelantar) akan menimbulkan dampak buruk pada anak, diantaranya anak tumbuh menjadi seseorang yang kurang bertanggung jawab, agresif, harga diri yang rendah, kemampuan sosial yang buruk, dan anak akan merasa bahwa dia bukan bagian terpenting dari keluarganya. Pola asuh seperti ini ditemukan pada ibu-ibu yang mengalami depresi. Ibu yang depresi pada umumnya cenderung untuk fokus pada diri mereka sendiri dan merasa sulit untuk merespon orang lain, bahkan anak-anak mereka sendiri. 1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Hurlock (1993 dalam Maryam, 2007) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu: a. Pendidikan orang tua Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua
Universitas Sumatera Utara
yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak. b. Kelas sosial Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan dari kelas sosial bawah. c. Konsep tentang peran orang tua Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana orang tua seharusnya berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional. d. Kepribadian orang tua Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan konservativ cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter.
2. Kepribadian 2.1. Defenisi Kepribadian Kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang (Ahmadi, 2005). Menurut Sugyanto (dalam Pieter & Lubis, 2010) kepribadian merupakan suatu totalitas ciri-ciri seseorang yang tergambar dalam perilaku dan tak terbatas pada reaksi orang tersebut. Sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut merupakan aspekaspek yang menempel pada diri seseorang dan merupakan referensi yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu totalitas ciriciri seseorang yang meliputi sifat-sifat, tingkah laku, kecakapan bentuk tubuh serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang melekat pada diri seseorang dan membedakan dirinya dengan orang lain. 2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Kepribadian manusia selalu berkembang dan mengalami perubahanperubahan menurut usianya. Namun, di dalam perkembangan itu akan semakin terbentuk pola-polanya yang tetap dan khas yang merupakan ciri-ciri yang unik bagi setiap individu. Menurut Purwanto (2004) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kepribadian, yaitu : a. Faktor biologis Faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak itu masing-masing. Keadaan fisik/konstitusi tubuh yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula. Keadaan fisik, baik yang berasal dari keturunan maupun yang merupakan pembawaan yang dibawa sejak lahir itu memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang, tidak ada yang mengingkarinya. Namun demekian, itu hanya merupakan salah satu faktor saja. Kita mengetahui bahwa dalam
Universitas Sumatera Utara
perkembangan dan pembentukan kepribadian selanjutnya faktor-faktor lain terutama faktor lingkungan dan pendidikan tidak dapat diabaikan. b. Faktor sosial Faktor sosial yang dimaksud adalah masyarakat; yakni manusia–manusia lain di sekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Termasuk ke dalam faktor sosial ini juga tradisi-tradisi, adat-istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat. Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang di sekitarnya. Pertama-tama dengan keluarganya (terutama ibu dan ayahnya) kemudian dengan anggota keluarga lainnya, seperti: kakak, adik, dan pembantu rumah tangga. Dalam perkembangan anak pada masa bayi dan kanak-kanak, peranan keluarga, terutama ibu dan ayah sangat penting karena menentukan bagi pembentukan kepribadian anak selanjutnya. Demikian pula tradisi, adat-istiadat dan kebiasaankebiasaan yang berlaku dalam keluarga itu. Keadaan dan suasana keluarga yang berlain-lainan, memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan pribadi anak. Keluarga yang besar (banyak anggota keluarganya) berbeda pengaruhnya daripada keluarga yang kecil. Keluarga yang berpendidikan lain pula pengaruhnya dengan keluarga yang kurang berpendidikan. Demikian pula halnya dengan keluarga yang kaya dan keluarga yang miskin. Suasana keluarga yang dimaksud adalah bagaimana interrelasi antara anggotaanggota keluarga. Ada keluarga yang selalu diliputi ketenteraman dan kemesraan, ada pula keluarga yang selalu diliputi suasana permusuhan, perselisihan-
Universitas Sumatera Utara
perselisihan dan kericuhan, sehingga tidak ada keharmonisan. Suasana keluarga seperti itu dipengaruhi oleh utuh atau tidaknya keluarga itu. Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama-tama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh tinggi karena berlangsung terus-menerus siang dan malam, umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan bernada emosional. Semakin besar/banyak anggota keluarga, makin kompleks pula sifat interaksi personal yang diterima anak sebagai anggota keluarga. Semakin besar anak itu, pengaruh yang diterima anak dari lingkungan sosialnya semakin besar dan meluas. Dari lingkungan keluarga meluas kepada anggota-anggota keluarga yang lain, tamu-tamu yang datang ke rumah, teman-teman sepermainan, tetanggatetangga, lingkungan kampung/desa, kota, dan seterusnya. Setelah anak bersekolah juga akan memperoleh yang khusus dari lingkungan sekolahnya, seperti: guru-guru, teman-teman, peraturan-peraturan yang berlaku di sekolah. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pergaulan dan kehidupan serta perkembangan dan pembentukan kepribadian anak. c. Faktor kebudayaan Suatu kebudayaan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Kebudayaan yang
dimiliki
setiap
daerah/negara
berbeda-beda.
Perkembangan
dan
Universitas Sumatera Utara
pembentukan kepribadian pada diri masing-masing individu tidak dapat dipisahakan dari kebudayaan masyarakat tempat individu yang bersangkutan dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian, antara lain : Nilai – nilai ( Values ) Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Mentaati dan mematuhi nilai-nilai yang hidup di dalam kebudayaan menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan itu. Agar diterima sebagai anggota suatu masyarakat, harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai hidup yang berlaku di masyarakat sangat erat hubungannya dengan kepercayaan agama, adat istiadat, kebiasaan dan tradisi yang dianut oleh masyarakat tersebut. Adat dan Tradisi Di setiap daerah terdapat adat dan tradisi yang berlainan. Masing-masing memiliki ciri-ciri yang khas. Adat dan tradisi yang berlaku di suatu daerah menentukan nilai-nilai yang harus ditati oleh anggota-anggotanya dan cara-cara bertindak serta bertingkah laku individunya. Pengetahuan dan Keterampilan Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat mempengaruhi sikap dan tindakannya. Setiap orang memiliki pengetahuan dan jenis pengetahuan yang berbeda-beda. Demikian pula kecakapan dan keterampilan seseorang membuat
Universitas Sumatera Utara
atau mengerjakan sesuatu adalah merupakan bagian dari kebudayaannya. Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan dari masyarakat tersebut. Semakin tinggi kebudayaan suatu masyarakat maka semakin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupan individunya. Bahasa Disamping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa juga merupakan salah satu faktor yang turut menentukan ciri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Sangat erat hubungannya antara bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Hal tersebut dikarenakan bahasa merupakan alat komunikasi antara individu yang sangat penting dan alat berpikir bagi manusia. Dengan demikian jelas bahwa cara-cara hidup bermasyarakat, sebagian besar dipengaruhi oleh bahasa yang dimiliki dan bahasa yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Di setiap belahan dunia manapun, bahasa berkembang sejajar dengan perkembangan kebudayaan masyarakatnya. Jelaslah bahwa bahasa merupakan faktor kebudayaan yang sangat penting, dan turut mempengaruhi dan bahkan menentukan kepribadian seseorang. Milik Kebendaan Milik yang berupa benda-benda yang dipunyai serta dipergunakan oleh manusia, termasuk juga ke dalam kebudayaan. Alat-alat transportasi, alat-alat komunikasi, dan macam-macam produksi semua termasuk ke dalam pengertian kebudayaan.
Universitas Sumatera Utara
Milik kebendaan lain yang termasuk juga ke dalam kebudayaan adalah milik yang berupa/berbentuk kekayaan dan kemakmuran. Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, semakin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu. Dari uraian di atas, jelaslah bahwa betapa erat hubungannya antara kebudayaan dan kepribadian. Kepribadian seseorang tidak dapat diukur atau dinilai, tanpa menyelidiki latar belakang kebudayaannya.
2.3. Tipe Kepribadian Ada 4 tipe kepribadian yang diperkenalkan oleh Hippocrates (460-370 Sebelum Masehi). Hippocrates membahas kepribadian manusia berdasarkan titik tolak konstitusional. Terpengaruh oleh kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya ini tersusun dari empat unsur dasar, yaitu: tanah, air, udara, dan api. Dengan sifat-sifat yang didukungnya yaitu: kering, basah, dingin, dan panas, maka Hippocrates berpendapat bahwa dalam diri seseorang terdapat empat macam sifat tersebut yang didukung oleh keadaan konstitusional yang berupa cairan-cairan yang ada dalam tubuh orang tersebut, yaitu: a. Sifat kering terdapat dalam chole (empedu kuning), b. Sifat basah terdapat dalam melanchole (empedu hitam), c. Sifat dingin terdapat dalam phlegma (lendar), dan d. Sifat panas terdapat dalam sanguis (darah).
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Galenus menyempurnakan ajaran Hippocrates tersebut, dan membeda-bedakan kepribadian manusia atas dasar keadaan proporsi campuran cairan-cairan tersebut. Galenus mengemukakan bahwa cairan-cairan tersebut ada dalam tubuh manusia secara teoritis dalam proporsi tertentu. Kalau suatu cairan yang ada dalam tubuh itu melebihi proporsi yang seharusnya (dominan), maka akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas (Suryabrata, 1995). Ajaran Hippocrates-Galenus tentang tipe kepribadian manusia kemudian dikembangkan oleh Florence Littauer dalam bukunya yang berjudul Personality Plus. Florence Littauer menjelaskan lebih rinci masing-masing tipe kepribadian tersebut. Seorang sanguinis memiliki sifat ekstrovert, membicara, dan optimis. Dari segi emosi, seorang sanguinis memiliki kepribadian yang menarik, suka berbicara, pandai menghidupkan pesta, berhati tulus, memiliki rasa humor yang hebat, ingatan kuat untuk warna, secara fisik memukau pendengar, emosional dan demonstratif, antusias dan ekspresif, periang dan penuh semangat, penuh rasa ingin tahu, baik di panggung, lugu dan polos, hidup di masa sekarang, mudah diubah, dan selalu kekanak-kanakan. Dalam hal pekerjaan, seorang sangunis memiliki sifat yang sukarelawan untuk tugas, memikirkan kegiatan baru, tampak hebat di permukaan, kreatif dan inovatif, mempunyai energi dan antusiasme, memulai dengan cara cemerlang, mengilhami orang lain untuk ikut, dan mempesona orang lain untuk bekerja. Sosok sanguinis sebagai teman memiliki sifat mudah berteman, mencintai orang lain, suka dipuji, tampak menyenangkan, dicemburui orang lain, bukan pendendam, cepat minta maaf, mencegah saat membosankan, dan suka kegiatan spontan.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan seorang sangunis, yaitu suka pamer, terlalu banyak bicara, tidak disiplin, pelupa, senang menceritakan kejadian berulang kali, suka memotong pembicaraan orang, tidak konsisten, kurang bijaksana, terlalu bersuara, tidak dewasa (Littauer, 1996) Seorang melankolis adalah sosok yang memiliki sifat introvert, pemikir, dan pesimis. Kekuatan seorang melankolis dari segi emosi, yaitu penuh pikiran, analitis, serius dan tekun, cenderung jenius, berbakat dan kreatif, artistik atau musikal, filosofis dan puitis, menghargai keindahan, perasa terhadap orang lain, suka berkorban, penuh kesadaran, dan idealis. Dari segi pekerjaan, seorang sanguinis memiliki sifat perfeksionis, standar tinggi, berorientasi pada jadwal, sadar perincian, gigih dan cermat, tertib dan terorganisasi, teratur dan rapi, ekonomis, melihat masalah, mendapat pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan apa yang dimulai, suka diagram, grfik, bagan, dan daftar. Dalam hal sosialisasi seorang melankolis mempunyai sifat berhati-hati dalam berteman, puas tinggal di latar belakang, menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, sangat memperhatikan orang lain, terharu oleh air mata penuh belas kasihan, dan mencari teman hidup yang ideal (Littauer, 1996). Kelemahan sosok melankolis adalah suka menghindari perhatian karena rasa malu, sulit memaafkan, pendendam, mudah tersinggung, terlalu introspektif, mudah tertekan, sering merasa sedih atau kurang kepercayaan, dan punya citra diri rendah (Littauer, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Sifat dasar yang dimiliki oleh seorang koleris, yaitu ekstrovert, dan optimis. Dalam hal emosi sosok koleris memiliki sifat yang tidak emosional dalam bertindak, berbakat pemimpin, dinamis dan aktif, sangat memerlukan perubahan, harus memperbaiki kesalahan, berkemauan kuat dan tegas, tidak mudah patah semangat, bebas dan mandiri, memancarkan keyakinan, dan bisa menjalankan apa saja. Dari segi pekerjaan, koleris bersifat berorientasi pada target, melihat seluruh gambaran, terorganisasi dengan baik, mencari pemecahan praktis, bergerak cepat untuk bertindak, mendelegasikan pekerjaan, menekankan pada hasil, membuat target, merangsang kegiatan, dan berkembang karena saingan. Sifat yang dimiliki seorang koleris dalam hal pertemanan, yaitu tidak terlalu perlu teman, mau bekerja untuk kegiatan, mau memimpin dan mengorganisasi, biasanya selalu benar, dan unggul dalam keadaan darurat. Kelemahan
seseorang
koleris,
yaitu
bersifat
suka
memerintah,
mendominasi, sulit memahami perasaan orang lain, sulit memperlihatkan kasih sayang secara terbuka, menganggap dirinya paling benar, keras kepala, dan tidak bisa menerima pandangan orang lain (Littauer, 1996) Phlegmatis mempunyai sifat dasar yang introvert, pengamat, dan pesimis. Dari segi emosi, sosok phlegmatis pandai menyembunyikan emosinya, memiliki kepribadian rendah hati, mudah bergaul dan santai, diam, tenang, dan mampu, sabar, baik keseimbangannya, hidup konsisten, tenang tetapi cerdas, simpatik dan baik hati, bahagia menerima kehidupan, dan serba guna. Dalam hal pekerjaan, seorang phlegmatis adalah sosok yang cakap dan mantap, damai dan mudah sepakat,
punya
kemampuan
administratif,
menjadi
penengah
masalah,
Universitas Sumatera Utara
menghindari konflik, baik di bawah tekanan, dan pandai menemukan cara yang mudah. Dalam bersosialisasi sosok phlegmatis bersifat menyenangkan, mudah diajak bergaul, tidak suka menyinggung, pendengar yang baik, selera humor yang menggigit, suka mengawasi orang, mempunyai banyak teman, dan mempunyai rasa belas kasihan serta perhatian. Kelemahan yang ada pada diri seorang phlegmatis, yaitu jarang memperlihatkan emosi atau ekspresinya, cenderung tidak bergairah, sering mengalami perasaan khawatir, gelisah, sedih, memiliki sifat tidak peduli, lambat dalam bertindak dan berfikir, serta kurang memiliki keyakinan (Littauer, 1996) 2.4. Tahap-tahap perkembangan Kepribadian Pandangan Allport (dalam Pieter & Lubis, 2010) mengenai perkembangan kepribadian manusia disesuaikan dengan perubahan perkembangannya, yaitu : a. Kanak-kanak Dimulai dari masa neonatus, di mana merupakan awal dari perkembangan kepribadian anak, seperti gerakan-gerakan refleks yang masih belum terdiferensiasi. Pada masa ini, anak telah mampu memberikan reaksi ekspresi emosi yang cenderung menetap dan akan berlanjut pada masa-masa berikutnya. b. Transformasi Kanak-kanak Perubahan dan perkembangan kepribadian manusia akan terlihat dari diferensiasi, integrasi, pematangan, belajar, kesadaran, harga diri, kompensasi, mekanisme psikoanalitis, extension self, insting, humor, dan pandangan hidup. c. Masa Dewasa
Universitas Sumatera Utara
Pada orang dewasa faktor yang terpenting dalam menentukan tingkah laku dan kepribadian adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasi dan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dan kelengkapannya yang telah diperolehnya sejak masa neonatus. Menurut Allport (dalam Pieter & Lubis, 2010) orang dikatakan telah dewasa kepribadian apabila memiliki: a. Memiliki extension self, yaitu kehidupannya tidak sepenuhnya terikat pada kebutuhan-kebutuhan yang langsung, namun ada proyeksi ke masa depan (planning and hoping) b. Self objection, yaitu kemampuan memiliki insight dan humor. Insight adalah kecakapan seseorang untuk mengenal dirinya. Humor adalah kecakapan dalam mendapatkan kesenangan, mempertahankan diri pada objek-objek yang disenangi dan dapat menyadari ketidakselarasan. c. Filsafat hidup, yaitu latar belakang yang mendasari segala sesuatu yang dikerjakan yang dapat memberikan arti dan tujuan. 2.5. Konsistensi Kepribadian Asumsi dasar sebagian besar teori-teori kepribadian adalah bahwa individu menampilkan perilaku secara konsisten dari satu situasi ke situasi lain sepanjang waktu. Teori trait berasumsi bahwa trait kepribadian dasar tertentu menentukan karakteristik seseorang dalam berbagai situasi dari hari ke hari dan sampai tahap tertentu selama hidup. Dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Block tentang individu (1971) yaitu, adanya konsistensi karakteristik kepribadian yang cukup tinggi. Meskipun beberapa individu menunjukkan karakteristik yang cukup
Universitas Sumatera Utara
stabil selama hidupnya, namun individu yang lain memperlihatkan perubahan kepribadian yang cukup dramatis. Hal tersebut dikarenakan dalam proses sosialisasi, individu dihadapkan pada konflik antara usaha mempertahankan identitas dan usaha mengembangkan potensi diri (menjajaki peranan dan perilaku baru). Pada umumnya, orang yang mengalami perubahan adalah mereka yang masa remajanya ditandai dengan konflik dan ketegangan, baik dalam diri mereka sendiri maupun dalam hubungannya dengan nilai masyarakat (Atkinson, 1999). Teori psikoanalisis juga mengasumsikan konsistensi yaitu konflik pada masa anak yang tidak terpecahkan, akan mengarah pada sejumlah karakteristik kepribadian yang akan menjadi ciri orang itu sepanjang hidupnya. Konsistensi dalam pikiran dan perilaku merupakan hal penting untuk kesehatan mental. Hilangnya perasaan konsisten merupakan karakteristik kekacauan kepribadian (Atkinson, 1999).
Universitas Sumatera Utara