BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Aspal Beton Umumnya lapisan perkersan lentur di Indonesia, menggunakan Aspal
beton (Asphalt Concrete). Aspal beton merupakan campuran untuk perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal dengan proporsi yang ditentukan , serta pada dasarnya konstruksi perkerasan lentur ini terdiri dari beberapa lapisan-lapisan yang diletakkan pada tanah dasar. Lapisanlapisan tersebut berfungsi sebagai penerima beban lalu lintas dan kemudian menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Berikut ilustrasi masing-masing lapisan dibawah ini :
Gambar 2.1 Lapisan-lapisan Konstruksi Perkerasan a.
Lapisan permukaan (surface course) / (Asphalt Concrete-Wearing Course, ACWC) adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas dan berfungsi sebagai: • lapis perkerasan penahan beban roda dan lapisan ini
juga mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan 7
8 • lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus • lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh atau tergenang di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya • lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah b.
Lapisan pondasi atas (base course) / (Asphalt Concrete Binder Course, AC-BC) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan yang berfungsi sebagai : • Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya • Bantalan terhadap lapisan permukaan • Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah
c.
Lapisan pondasi bawah (subbase course) / (Asphalt Concrete – Base, AC-Base) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar yang berfungsi sebagai : • Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar • Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas • Suatu bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar
d.
Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas yang kemudian akan diletakkan lapisan pondasi bawah atau dinamakan juga sebagai lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan.
9 2.2
Macam-Macam Keretakan Pada Aspal Menurut Bina Marga No. 03/MN/B/1983 tentang Manual Pemeliharaan
Jalan, jenis keretakan jalan dibedakan atas :
a.
Retak halus (hair cracking), adalah retak yang memiliki lebar celah lebih kecil biasanya penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil.
Gambar 2.2 Retak halus (hair cracking) Sumber : Google Image
b.
Retak kulit buaya (alligator crack), adalah retak yang memiliki lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotakkotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).
10
Gambar 2.3 Retak Kulit Buaya (Alligator crack) Sumber : Google Image
c.
Retak pinggir (edge crack) adalah retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut.
Gambar 2.4 Retak pinggir (edge crack) Sumber : Google Image
d.
Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack) adalah retak memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan. Retak ini dapat disebabakan oleh kondisi penyusutan material bahu jalan atau akibat lintasan truk/kendaraan berat di bahu jalan.
11
Gambar 2.5 Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack) Sumber : Google Image
e.
Retak sambungan jalan (lane joint crack) adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan 2 jalur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua jalur.
Gambar 2.6 Retak sambungan jalan (lane joint crack) Sumber : Google Image
f.
Retak sambungan pelebaran jalan (widening crack) adalah retak memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan perlebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama.
12
Gambar 2.7 Retak sambungan pelebaran jalan (widening crack) Sumber : Google Image
g.
Retak refleksi (reflection crack) adalah retak memanjang, melintang, diagonal, atau membentuk kotak. Retak refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan.
Gambar 2.8 Retak refleksi (reflection crack) Sumber : Google Image
h.
Retak susut (shrinkage crack), adalah retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan penetrasi rendah atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
13
Gambar 2.9 Retak susut (shrinkage crack) Sumber : Google Image
i.
Retak selip (slippage crack) adalah retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya. Kurang baiknya ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non adhesif lainnya.
Gambar 2.10 Retak selip (slippage crack) Sumber : Google Image
2.3
Bahan Campuran Aspal Campuran beraspal didefinisikan sebagai suatu kombinasi campuran antara
agregat,aspal dan bahan tambah lainya. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat antar agregat dan agregat berperan sebagai tulangan (Manual Pekerjaan Campuran Beraspal).
14 2.3.1 Aspal Aspal adalah material yang mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. Aspal terbuat dari minyak mentah melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan bersama-sama material lainnya seperti pada cekungan bumi yang mengandung aspal. AASHTO (1982) menyatakan bahwa jenis aspal keras ditandai dengan angka penetrasi aspal. Angka ini menyatakan tingkat kekerasan aspal atau tingkat konsistensi aspal. Semakin besar angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah, sebaliknya semakin kecil angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal makin tinggi. Terdapat bermacammacam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan dalam campuran aggregat aspal antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah penetrasi 60/70 dan penetrasi 80/100. Aspal pada lapis keras jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan agregat. Diantara sifat aspal lainnya adalah aspal mempunyai sifat Rheologic (mekanis), yaitu hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lambat, sifat aspal menjadi plastis (viscous). Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau semakin encer, demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan kerena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan
15 merata. Namun pemanasan yang berlebihan terhadap aspal akan merusak molekulmolekul dari aspal, misalnya aspal menjadi getas dan rapuh. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan-regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut penyelubung agregat dalam bentuk tebal film aspal yang berperan menahan gaya geser permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang lebih lanjut juga berarti mengurangi penetrasi air dalam campuran. Berikut karakteristik kimiawi aspal seperti pada Gambar 2.12, merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Oksigen (O) dalam jumlah yang kecil. Dimana unsurunsur yang terkandung dalam aspal atau bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).
Gambar 2.11 Struktur Kimiawi Aspal Sumber : Google Image
16 Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal : a. Asphaltene Asphaltene, seperti pada Gambar 2.13, merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat amorf, bersifat termoplatis memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan semakin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.
Gambar 2.12 Struktur Asphaltene Sumber : Google Image b. Maltene Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua
17 c. Aromatis Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, dengan komposisinya antara 40 - 65% dari total bitumen.
d. Saturate Merupakan senyawa yang berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis., serta tersusun dari campuran hidrokarbon berantai lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, dengan komposisinya berjumlah antara 5-20% dari total bitumen. Gambar 2.14 merupakan struktur kimia dari senyawa saturate dengan bentuk susunan rantai yang berbeda.
Gambar 2.13 Struktur Saturate Sumber : Google Image
Dengan demikian, untuk menunjang kualitas dari campuran aspal tersebut adapun maka yang harus dimiliki oleh aspal untuk menjamin kinerja campuran yang memuaskan yaitu rheologi aspal, sifat kohesi , sifat adhesi dan sifat durability. Secara rinci parametenya adalah sebagai berikut ini
18 a.
Kohesi Kohesi adalah kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara sesama
senyawa
aspal. Kemampuan daya kohesi suatu aspal dengan tingkat penetrasi
tertentu diukur dengan alat uji duktilitas pada temperatur rendah (suhu ruang). b.
Adhesi Adhesi merupakan kemampuan untuk mempertahankan ikatan antar bentuk
senyawa dengan senyawa lainnya, yakni aspal dengan agregat c.
Durabilitas Durabilitas Adalah kemampuan untuk mempertahankan secara baik kualitas
kohesi dan adhesi dari aspal. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat durabilitas aspal adalah Oxidative hardening dan Evavorative hardening (Shell Bitumen Handbook), 1990. Oxidative hardening (Oksidasi) adalah reaksi oksigen dengan aspal, proses ini tergantung dari sifat aspal dan temperaturnya. Oksidasi akan memberikan suatu lapisan film yang keras pada aspal tersebut, sedangkan Evavorative hardening (penguapan) adalah evaporasi dari bagian-bagian yang lebih ringan dari aspal, karena aspal merupakan campuran persenyawaan hydrocarbon yang kompleks dan mempunyai perbedaan berat molekul yang besar. Adapun dalam penelitian ini menggunakan dua jenis aspal, antara lain :
a.
Aspal Minyak Aspal minyak adalah kumpulan hasil destilasi minyak bumi dari pabrik kilang
minyak. Pada penelitian ini menggunakan aspal Pertamina Pen 60/70. Berikut spesifikasi pengujian Aspal Pen. 60/70 yang dapat disajikan dibawah ini.
19 Tabel 2.1 Spesifikasi Pengujian Aspal Pen. 60/70 NO Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi 25˚C,100 gr, 5 detik SNI 06-2456-1991 60-79 2 Titik Lembek 0˚C SNI 06-2434-1991 Min 50 3 Titik Nyala 0˚C SNI 06-2433-1991 Min 200 4 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min 1.0 5 Kelekatan SNI 03-2439-1991 Min 95% 6 Duktilitas SNI 03-2439-1991 Min 100 Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013 b.
Aspal Modifikasi Aspal modifikasi adalah aspal minyak yang ditambahkan untuk meningkatkan
kinerja dari aspal minyak. Bahan tambah yang digunakan bisa berasal dari asbuton yang diproses, elastomer alam (latex) maupun elastomer sintesis. Aspal modifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal minyak ditambah dengan Gilsonite Resin, Polystyrene, dan LDPE. Tabel 2.2 Spesifikasi Pengujian Aspal Modifikasi NO 1 2 3 5 6 7
Jenis Pengujian Penetrasi 25˚C,100 gr, 5 detik Titik Lembek 0˚C Titik Nyala 0˚C Kelekatan Duktilitas Berat Jenis
Metode SNI 06-2456-1991 SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 03-2439-1991 SNI 03-2439-1991 SNI 06-2441-1991
Persyaratan 50-75 Min 55 Min 225 Min 95% Min 50 Min.1,0
Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013 2.3.2 Agregat Agregat merupakan kombinasi
dari batu pecah, kerikil dan pasir atau
kombinasi material lain yang dapat digunakan dalam campuran beton aspal. Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang telahditentukan . Jumlah agregat di dalam campuran aspal biasanya 90 sampai 95 persen dari berat, atau 75 sampai 85 persen dari volume. Agregat
20 dapat diperoleh secara alami atau buatan. Adapun peninjaun klasifikasi agregat antara lain : a.
Jenis Agregat Menurut Shell (1990) jenis agregat menjadi 3 (tiga), yakni :
1.
Agregat Kasar Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan di saringan 2,36 mm, atau sama dengan saringan standar ASTM No. 8. Umumnya agregat kasar sangat penting dalam membentuk kinerja, karena stabilitas dari campuran diperoleh dari interlocking antar agregat.
2.
Agregat halus Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel.
3. Mineral pengisi (filler) Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.
21 Berikut tabel spesifikasi pengujian agregat kasar dan halus,yang dapat disajikan dibawah ini. Tabel 2.3 Spesifikasi Agregat Kasar dan Halus Pengujian
Standar Pengujian
Spesifikasi
A. Agregat Kasar Berat Jenis
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
SSD
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
Berat Jenis Semu
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
Penyerapan
SNI 03-1970-1990
Maks. 3%
Los Angles /Abrasi
SNI 03-2417-1991
Maks. 40%
Berat Jenis
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
SSD
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
Berat Jenis Semu
SNI 03-1970-1990
Min. 2,5 gr/cm3
Penyerapan Hot Bin
SNI 03-1970-1990
Maks. 3%
B. Agregat Halus
Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013 b.
Macam-macam gradasi agregat Macam-macam gradasi agregat dapat dibedakan atas :
1.
Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.
2.
Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik. Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.
22 3.
Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak memenuhi 2 (dua) kategori di atas. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis di atas. Dalam spesifikasi agregat juga ditentukan dengan syarat kebersihan dan batasan tipe dan jumlah material yang tidak diinginkan seperti tanaman, partikel lunak dan lumpur yang melekat pada agregat. Agregat yang kotor dapat mempengaruhi perkerasan karena berkurangnya ikatan aspal dengan agregat. Kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh setiap ukuran agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan. Uji kekuatan agregat dilaboratorium dilakukan dengan uji abrasi (Los Angles Abration Test).
c.
Gradasi Campuran AC-WC Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi
merata dalam satu rentang ukuran butir. Agregat bergradasi baik disebut pula agregat bergradasi rapat. Campuran agregat bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan dan mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam memilih gradasi agregat campuran, kecuali untuk gradasi Latasir dan Lataston, maka campuran jenis Laston perlu memperhatikan
Kurva Fuller, Titik Kontrol dan Zona Terbatas Gradasi.
Menurut Fredy, pada campuran Laston lapis aus (AC-WC) terdapat persyaratan khusus, yaitu kurva Fuller dan daerah larangan (restricted zona). Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga diantara mineral agregat (VMA) yang minimum. Pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2010, beton aspal campuran panas menetapkan gradasi dengan 2 (dua) spesifikasi khusus yaitu target gradasi berada di titik kontrol
23 dan menghindari daerah larangan. Seperti terlihat pada tabel 2.4 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal AC-WC. Tabel 2.4 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal AC-WC Ukuran Saringan
DAERAH LARANGAN
TITIK KONTROL
(Inc) (mm) 1,5" 38,10 1" 25,40 3/4" 19,00 100 1/2" 12,50 90 - 100 MAX 90 3/8" 9,51 #4 4,75 #8 2,36 39,1 39,1 25 - 58 #16 1,18 25,6 31,6 #30 0,60 19,1 23,1 #50 0,30 15.5 15,5 #200 0,08 4 - 10 Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013
Titik Kontrol
KETERANGAN : : TITIK KONTROL : DAERAH BATASAN / LARANGAN
Gambar 2.14 Grafik Pembagian Butir
24 2.4
Bahan Tambahan Bahan tambahan pada penelitian ini menggunakan tiga material yaitu,
Polystyrene, LDPE dan Gilsonite Resin. Untuk Polystyrene dan LDPE merupakan salah satu katagori aspal modifikasi polimer. Berikut penjelasan dibawah ini. 2.4.1 Polimer Polimer adalah suatu rantai panjang molekul, terdiri dari ratusan molekul yang dibentuk secara berurutan dengan satu atau lebih rantai molekul atau struktur jaringan. Polimer secara umum dibagi kedalam dua kategori yaitu plastomer dan elastomer. Plastomer adalah suatu Polimer yang membentuk jaringan tiga dimensi yang kaku dan tahan terhadap deformasi. Jenis Polimer ini akan cepat memberikan kekuatan jika diberi beban, akan tetapi mudah patah bila diberi regangan yang berlebihan, contoh dari plastomer adalah plastik. Sedangkan elastomer merupakan suatu Polimer yang mempunyai karakteristik respon elastik yang tinggi, tahan terhadap deformasi yang disebabkan oleh tarikan dan segera kembali ke bentuk asalnya jika beban tarikan tersebut dihilangkan. Namun dengan demikian kategori polimer yang digunakan pada penelitian ini adalah plastomer (plastik). Adapun suatu alasan mengapa digunakan Polimer untuk modifikasi aspal karena aspal mempunyai keterbatasan sedangkan modifikasi dengan polimer menaikkan sifat-sifat secara nyata antara lain : a. Dapat digunakan pada kondisi lalu lintas tinggi sehingga dapat mengurangi deformasi pada suhu tinggi karena aspal dan Polimer mempunyai titik leleh lebih tinggi dari pada aspal biasa. b. Dapat menahan gaya geser, karena aspal dan Polimer akan menaikkan ketahanan terhadap gaya geser, ini terutama pada penempatan atau tikungan.
25 c.
Dapat menaikkan umur layanan, karena aspal yang semakin tinggi kekentalanya maka lapisan akan semakin tebal.
d. Tahan pada suhu tinggi, karena aspal dan Polimer mempunyai titik leleh yang tinggi lebih dari 50ºC sehingga Polimer dan aspal dapat menahan bleeding (tidak meleleh). Berikut tabel perbandingan beberapa jenis polimer dan aplikasinya,yang dapat disajikan pada tabel 2.5 dibawah ini. Tabel 2.5 Jenis Polimer dan Aplikasinya
Jenis Material
Polyvynilchloride (PVC)
Sifat Kemampuan peregangan tinggi, mudah dibuat dalam bentuk lembaran dan murah
Aplikasi
Clear,plastic,wrapper
Sifat mekanik dan ketahan panas yang baik
Botol susu,botol juice,botol minyak
Low Density Polyethelene (LDPE)
Kekuatan tarik tinggi.sifat penahan yang baik, harga murah
Plastik Pebungkus
Polyethalene Threpthalte (PET)
Kuat tarik tinggi dan transparan
Botol soft drink dan air mineral
High Density Polyethelen (HDPE)
Styrofoam pembungkus makanan Sumber : Buletin Teknologi Terapan Populer Vol.1 No.1 Tahun 2013 Polystyrene (PS)
Kaku dan Tahan Panas
Dengan demikian, yang termasuk bahan tambahan penelitian pada campuran aspal beton modifikasi ini yaitu, yaitu : a.
Polystyrene Polystyrene atau dikenal sebagai gabus putih yang biasa digunakan untuk
membungkus barang elektronik atau makanan. Pembuatan Polystyrene dilakukan
26 melalui proses pembusaan dengan cara gelembung gas dihantarkan ke dalam stiren cair dengan reaksi kimia, yaitu dengan memanaskan cairan yang mudah menguap atau dengan memasukkan gas dengan cara menekan. Namun keuntungannya, memiliki kekuatan tarik, sehingga dapat bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan khusunya elastisitas aspal dan Polystyrene merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, serta terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik. Menurut penelitian sebelumnya, Mashuri (2010), penambahan Polystyrene ke dalam aspal cenderung akan menurunkan nilai penetrasi aspal yang berarti aspal menjadi lebih keras.
Gambar 2.15 Polystyrene
b.
Low Density Poly Ethilen (LDPE) Menurut Tjitjik Wasdiah Suroso (2008), aspal dengan mutu yang baik yaitu
mempunyai titik lembek yang lebih tinggi agar ketahanan terhadap temperatur, Stifness Modulus aspal dan campuran beraspal lebih besar dari pada aspal konvensional. Dengan demikian, perkerasan akan tahan terhadap repetisi beban berat dan padat. Adapun suatu cara meningkatkan titik lembek aspal adalah dengan menambahkan plastik yang pada penelitian ini menggunakan plastik mutu rendah
27 jenis Low Density Polietilen (LDPE). LDPE dapat didaur ulang dan baik untuk barang-barang yang memerlukan fleksibilitas tetapi kuat.
Gambar 2.16 LDPE 2.4.2 Gilsonite Resin Gilsonite Resin adalah mineral hidrokarbon yang menyerupai aspal sangat rapuh dan terdapat dalam kondisi murni. Hasil galian bahan ini adalah
90%
Gilsonite Resin, dan hanya 0,6 - 1% kadar abu yang dikandungnya. Gilsonite Resin mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu pada 175ºC dan titik nyala 315ºC. hal ini menunjukkan bahwa bahan ini tidak mudah terbakar, serta sifat resin sebagai penambahan pelekat adesi yang mudah hilang pada aspal sehingga memungkinkan untuk diadakan pencampuran pada campuran aspal panas. Gilsonite mempunyai kandungan asphaltene yang tinggi (70,9%), maltene (27%) dan minyak (2%). Untuk kandungan nitrogen Gilsonite juga mempunyai kadar yang lebih tinggi dibanding bahan lainnya yaitu 3,2%. Dari sifat-sifat kimia yang dimiliki oleh Gilsonite ini diharapkan agar material ini dapat memperbaiki adhesi agregat dan juga water stripping.
28 Gambar 2.17 Gilsonite Resin yang sudah ditumbuk
2.5
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.6 Penelitian terdahulu yang memiliki kelebihan dan Kekurangab ADDITIVE KELEBIHAN Gilsonite Resin Menurut penelitian Rachmad Basuki & Machsus (2007) dengan penambahan Gilsonite Resin pada aspal prima 55 hasil yang didapatkan yaitu : a. Meningkatkan harga Stabilitas Marshall dan Stabilitas Dinamis yang cukup besar. Bedasarkan hasil pencampuran yang dengan penambahan kadar Gilsonite 6%, 8%, 10% dan 12% dari berat aspal, maka kecenderungan nilai penetrasi aspal semakin menurun. b. Pengaruh perendaman perkerasan terhadap penurunan kekuatannya ternyata dapat direduksi, sehingga pemakaian Gilsonite ini sangat cocok untuk daerah yang rawan banjir.
KEKURANGAN Pada hasil uji perendaman 2 hari, baik pada Uji Marshall maupun Wheel Tracking terjadi penurunan stabilitas yang cukup signifikan yaitu hasilnya berada dibawah spesifikasi yang ditetapkan.
Polystyrene
Penambahan kadar Styrofoam ke dalam aspal hingga 16,0% cenderung akan menurunkan sifat daktilitasnya.Hal ini mengidikasikan bahwa aspal tersebut bersifat getas
Menurut Mashuri, hasil yang diperoleh dari penambahan Polystyrene dengan produk Styrofoam ke dalam aspal antara lain : a. cenderung akan menurunkan nilai penetrasi aspal yang berarti aspal menjadi lebih keras. b. Penambahan Styrofoam ke dalam aspal hingga 16,0% akan
29 membuat aspal akan semakin tidak peka dengan temperatur.
LDPE
2.6
Menurut penelitian Tjitjik Wasdiah Suroso (2008) hasil yang didapakan yaitu : a. Campuran aspal plus plastik mutu rendah jenis LDPE cara kering maupun cara basah lebih baik dari aspal konvensional, seperti ditunjukkan dari nilai density,Stabilitas Marshall, MQ, dan VFB. b. Pengaruh penambahan plastik mutu rendah aspal pen 60 ( 3%, 3,5% dan 4%) dapat menurunkan nilai penetrasi. c. Dari pengujian pengaruh waktu penyimpanan terhadap nilai penetrasi dan titik lembek aspal plus plastik mutu rendah perbedaan nilai uji tidak terlalu besar sehingga dapat dikatakan aspal plus plastik mutu rendah relatif stabil terhadap waktu penyimpanan.
kecepatan deformasi campuran cara basah 20 % lebih rendah dari campuran cara basah hal ini kemungkinan disebabkan pada campuran secara basah plastik yang ditambahkan seluruhnya dapat bercampur dengan aspal. Hal ini kemungkinan tidak seluruh plastik bercampur dengan agregat atau sebagian menempel ke wadah tempat pencampuran sehingga kadar plastik yang ditambahkan pada cara kering lebih rendah dari cara basah)
Perencanaan Campuran Beraspal Di dalam, campuran beraspal merupakan bagian perkerasan lentur yang
terletak di bagian atas atau di atas lapis pondasi. Karena letaknya di bagian atas maka campuran beraspal harus tahan terhadap pengausan akibat beban roda kendaraan dan pengaruh lingkungan. Untuk itu, agar campuran beraspal sesuai yang diharapkan maka komposisi bahan dalam campuran beraspal terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan yang memenuhi kriteria :
30 a. Stabilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu mendukung beban lalu lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen. b.
Durabilitas atau keawetan yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, serta gesekan antara roda kendaraan dengan permukaan perkerasan jalan.
c. Kelenturan atau fleksibilitas yang cukup, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu menahan lendutan akibat beban lalu lintas dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar tanpa mengalami retak. d.
Cukup kedap air, yaitu lapisan campuran beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e. Kekesatan yang cukup, yaitu campuran beraspal untuk lapis permukaaan harus cukup kesat terutama pada kondisi basah, sehingga tidak membahayakan pemakai jalan (kendaraan tidak tergelincir atau selip). f. Ketahanan terhadap kelelahan, yaitu lapisan campuran beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu lintas tanpa terjadi kelelahan retak dan alur selama umur rencana. g. Kemudahan kerja, yaitu lapisan campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah dihamparkan dan dipadatkan. Namun, dengan demikian menurut Silvia Sukirman (1999), ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Berdasarkan kriteria diatas, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan stabilitas sehingga dapat meningkatkan umur kelelahan adalah dengan menggunakan Polysteryne, LDPE dan Gilsonite Resin.
31 2.7
Uji Marshall Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap
kelelahan plastis (Flow) dari campuran aspal dan agregat. Adapun dasar teori ini mengacu pada akibat kendaraan yang melewati permukaan jalan maka lapisan keras akan mengalami dua macam beban kendaraan yaitu beban statis dan dinamis. a. Beban Statis terjadi pada saat kendaraan berhenti lama pada lapis keras yang menimbulkan gaya tekan vertikal statis. b. Beban Dinamis dari kendaraan pada lapis keras beruba gaya : • Vertikal • Horizontal yang berupa gaya hisap, pengereman, traksi dan lain sebagainya. Uji tekan pada pemeriksaan alat Marshall dapat mewakili gaya vertical beban statis dari kendaraan yang diterima oleh lapisan permukaan keras. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corps of Engineer. Saat pemeriksaan Marshall mengikuti prosedur PC – 0201 76 atau AASHTO T 245 – 74 atau ASTM D 1559-62 T. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (Flow) dari campuran aspal dan agregat. Ketahanan (stabilitas) ialah suatu kemampuan campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Sedangkan, kelelehan plastis adalah suatu perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampau batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin pengunci) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (Flow meter) untuk mengukur kelelehan plastik (Flow).
32 Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.
2.8
Parameter Pengujian Marshall Pengujian campuran ini menggunakan uji Marshall pada kadar aspal
optimum yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik perkerasan. a.
Stabilitas Sifat-sifat campuran beton aspal berdasarkan nilai masing-masing yang
ditunjukkan oleh jarum dial. Pembacaan stabilitas merupakan parameter yang menunjukan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram, serta diberkan rumus : Stabilitas (kg) = Pembacaan arloji × Angka Korelasi× proving ring calibration.(2.1)
b. Kelelehan ( Flow) Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan dari masingmasing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow dalam satuan mm atau dikonversikan dari inchi ke mm. Menurut ferdy, suatu campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan kecendrungan untuk mengalami retak dini.
c. Rongga Udara (VIM)
33 Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus
……………………….………………(2.2)
Keterangan : VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume Gmm = Berat jenis maksimum campuran Gmb = Berat jenis campuran padat
Gambar 2.18 Skema Volume Aspal d.
Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat
pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif(tidak termasuk volume aspal yang diserap oleh agregat). Maka VMA dapat dihitung dengan persamaan berikut :
VMA =
Keterangan :
….……….………………………..……(2.3)
34 VMA = ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif g
= berat isi benda uji (gram/ml)
a
= persentase aspal terhadap batuan (%)
Gsb = Berat Jenis Bulk Dan Apparent Total Agregat e.
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara
partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal plastik, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat.
VFA =
………………………………………..(2.4)
Keterangan : VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA % VMA : Rongga udara pada mineral agregat, presentase dari volume total % VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan
f.
Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel
agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan pengujian kepadatan maksimum teoritis sebagai berikut :
Gse =
Gse
……………….…………………………..…….(2.5)
= berat jenis efektif agregat
Gmm = berat jenis maksimum campuran (metode AASHTO T 209 – 1990)
35 Pmm = persen berat total campuran (=100) Pb
=
kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum campuran yang diuji
dengan metode AASHTO T 209 – 90 Gb g.
= berat jenis aspal Berat jenis Bulk dan Apperent Total agregat Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar halus dan bahanpengisi/filler
yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, balk berat jenis semu. Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dihitung dalam persamaan sebagai berikut :
GSb total agregat =
………….….………(2.6)
Keterangan : GSb
= Gavity Spesific bulk
P1,P2,P3,
= Persentase agregat dari fraksi masing-masing
Adapun nilai parameter yang harus memenuhi spesifikasi adalah sebagai berikut : Tabel 2.7 Spesifikasi Aspal normal Parameter Keterangan Spesifikasi Bulk Density 2 gr/cc VIM 3,5-5,5% VMA > 15% VFA Min.65% Stabilitas 1000 kg Flow 3mm-5mm Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013
36 Tabel 2.8 Spesifikasi Aspal Modifikasi Parameter Keterangan Spesifikasi Bulk Density Min.2 gr/cc VIM 3,5%-5,5% VMA > 15% VFA Min. 65 Stabilitas 1200Kg-1800 kg Flow 3mm-5mm Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum JASAMARGA 2013