BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1
Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah jalur tanah (trase) yang diberi bahan perkerasan dari
material yang keras seperti batu-batuan diatas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas sehingga roda kendaraan yang bekerja di atasnya tidak mengalami penurunan atau deformasi. Perkerasan jalan terdiri dari perkerasan lentur dan perkerasan kaku.
2.1.1
Perkerasan Lentur Perkerasan lentur jalan (flexible pavement) pada umumnya adalah kombinasi
antara aspal, agregat, filler serta aditif. Tujuan utama struktur perkerasanadalah untuk mengurangi tegangan akibat beban roda sehingga mencapai tingkatyang dapat diterima oleh tanah yang menyokong perkerasan tersebut (Amiruddin, 2012).Struktur perkerasan lentur (Gambar 2.1), umumnya terdiri dari 4 lapis (Sukirman, 1995) yang terdiri dari : a.
Lapis pondasi bawah
b.
Lapis pondasi atas
c.
Lapis permukaan
d.
Lapisan Aus Lapisan-lapisan tersebut berfungsi sebagaipenerima beban lalu lintas dan
kemudian menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Berikut ilustrasi masing-masing lapisan dibawah ini (Fatma, 2013):
Gambar 2.1 Lapisan-Lapisan Konstruksi Perkerasan (Fatma, 2013)
5
6 a.
Lapisan permukaan (surface course) adalah
lapisan yang terletak pada
lapisan paling atas dan berfungsi sebagai: •
lapis perkerasan penahan beban roda dan lapisan ini juga mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
•
lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
•
lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh atau tergenang di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya.
• b.
lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah.
Lapisan pondasi atas (base course) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan yang berfungsi sebagai: •
Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
c.
•
Bantalan terhadap lapisan permukaan.
•
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
Lapisan pondasi bawah (subbase course) adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar yang berfungsi sebagai: •
Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
•
Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.
•
Suatu bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
d.
Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan tanah setebal 50-100 cm yang kemudian akan diletakkan lapisan pondasi bawah atau dinamakan juga sebagai lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan.
Lapisan permukaan perkerasan lentur dipilih berdasarkan atas fungsi yangdiharapkan dari lapisan ini sehingga berkaitan langsung dengan pemilihan gradasi yang digunakan. Jenis gradasi yang sering digunakan adalah (Sukirman, 1995): a.
Gradasi menerus, yang sering digunakan pada hot mix lataston, laston, ATB,
7 AC-WC dan sebagainya. b.
Gradasi terbuka (gradasi seragam), yang sering digunakan pada lapis permukaan. Contohnya burtu atau burda, lapen dan aspal berpori.
c.
Gradasi senjang atau loncat, sering digunakan pada lapis permukaan hot rolled sheet,yang lebih mengutamakan sifat kelenturan.
Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Lentur Jalan (Sukirman, 1995)
a. Gradasi Terbuka
b. Gradasi Menerus
c. Gradasi Senjang
Gambar 2.3 Jenis Gradasi Agregat (Sukirman, 1995)
Gambar 2.4 Penyebaran Tegangan Perkerasan Lentur(Saodang, 2004)
8 2.1.2
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) Perkerasan kaku (Gambar 2.4) adalah perkerasan yang menggunakansemen
PC sebagai bahan pengikat agregat yang biasanya terbuat dalam bentuk plat beton empat persegi dan sifatnya kaku sehingga dikenal dengan rigid pavement. Perkerasan ini digunakan dalam bentuk plat beton cement portland dan lapisan pondasi dengan ukuran tertentu untuk mengantisipasi timbulnya retakan akibatpengaruh susut dan rangkak pada beton semen (Amiruddin, 2012).
Gambar 2.5 Distribusi Tegangan pada Perkerasan Kaku dan Lentur (Sukirman, 1995)
2.2
Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course(HRS-WC) Hot rolled sheet (HRS) adalah salah satu jenis campuran beraspal panas yang
terbuat dari campuran agregat halus, agregat kasar dan filler dengan aspal sebagai bahan pengikat. Menurut Spesifikasi Bina Marga terakhir tahun 2010 campuran beraspal panas jenis HRS terbagi atas 2 jenis yaitu lapis fondasi (HRS-BC) dan lapis aus (HRS-WC) yang susunan agregatnya bergradasi senjang atau pun semi senjang. Dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, hot rolled sheet (HRS) telah banyak digunakan di Indonesia sebagai lapisan permukaan karena sifatnya yang kedap air serta tahan lama. Sifat agregat yang bergradasi senjang serta mengandung sangat sedikit agregat yang berukuran sedang sehingga campuran dapat menyerap kadar aspal yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan hot rolled sheet ini juga memberikan suatu permukaan yang sanggup menerima beban tanpa retak. Rancangan campuran perkerasan aspal meliputi pemilihan jenis aspal, pemilihan material agregat serta penentuan proporsi yang optimum dari agregat dan aspal dalam campuran (Mamangkey, 2013).
9 Rancangan campuran ini harus mempertimbangkan sifat-sifat kekuatan, ketahanan terhadap retak, ketahanan terhadap kelelahan, kelenturan, kekesatan, kedap air dan mudah dikerjakan. Tujuan dari rancangan campuran perkerasan aspal adalah mendapatkan hasil yang efektif dari campuran yang dihasilkan sehingga memiliki(Amiruddin, 2012): a.
Aspal yang cukup untuk menjamin keawetan perkerasan.
b.
Stabilitas campuran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas tanpa terjadi kerusakan atau penurunan.
c.
Rongga yang cukup di dalam total campuran yang telah dipadatkan untuk menyediakan sedikit penambahan pemadatan oleh beban lalu lintas dan untuk menyediakan sedikit ruang pemekaran aspal akibat kenaikan suhu tanpa terjadi pembilasan, bleeding dan kehilangan stabilitas.
d.
Membatasi kadar rongga untuk membatasi permeabilitas bahan terhadap masuknya udara dan kelembaban yang sangat berbahaya ke dalam perkerasan.
e.
Kemudahan pengerjaan yang cukup untuk memberikan kemudahan dan efisiensi
didalam
penghamparan
tanpa
terjadi
segresi
dan
tanpa
mengorbankan stabilitas dan performanya. Untuk campuran lapis permukaan, agregat harus memiliki tekstur permukaan dan kekerasan untuk menyediakan tahan gesek yang cukup pada kondisi cuaca buruk.
Keawetan campuran perkerasan aspal sebagian besar dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar aspal dan agregat dalam menahan air. Filosofi dasar dari campuran hot rolled sheet adalah campuran yang mengutamakan keawetan tinggi (durabilitas tinggi) tidak cepat teroksidasi. Keawetan diperoleh dari selimut aspal (film thickness) yang tebal. lni hanya mungkin diperoleh dengan membuat gradasi menjadi gradasi terbuka atau gradasi senjang dengan resiko stabilitas rendah (Amiruddin, 2012). Tujuan perencanaan campuran perkerasan aspal adalah untuk menentukan suatu campuran dengan biaya yang murah dengan gradasi dan aspal yang menghasilkan suatu campuran baik (Amiruddin, 2012). Ketentuan sifat-sifat campuran dan gradasi agregat untuk campuran aspal spesifikasi baru beton aspal campuran panas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
10 Tabel 2.1 Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Aspal LATASIR KELAS A & B
SIFAT - SIFAT CAMPURAN PENYERAPAN KADAR ASPAL JUMLAH TUMBUKAN LALU LINTAS (LL) > 1 JUTA ESA RONGGA > 0,5 JUTA ESA & < DALAM CAMPURAN 1 JUTA ESA (%) LALU LINTAS (LL) < 0,5 JUTA ESA RONGGA DALAM AGREGAT (VMA) (%) LALU LINTAS (LL) > 1 JUTA ESA RONGGA > 0,5 JUTA ESA & < TERISI ASPAL 1 JUTA ESA (%) LALU LINTAS (LL) < 0,5 JUTA ESA STABILITAS MARSHALL (Kg) KELELEHAN (mm)
MAX
2,0
MIN MAX MIN
50 TIDAK DIGUNAKAN UNTUK LALU LINTAS BERAT
MAX MIN MAX
MIN
2,0
LALU LINTAS (LL) > 1 JUTA ESA > 0,5 JUTA ESA & < 1 JUTA ESA
18
MIN MIN MAX MIN MAX MIN
MIN MAX MIN MAX
4,9 3,0 5,0 17
TIDAK DIGUNAKAN UNTUK LALU LINTAS BERAT
65
15
14
13
65
63
60
68 75
MARSHALL QUOTIENT (Kg/mm) STABILITAS MARSHALL SISA SETELAH PERENDAMAN SELAMA MIN 24 JAM - 60' PEMADATAN DENGAN KEPADATAN MUTLAK : JUMLAH TUMBUKAN MARSHALL 2X TIAP PERMUKAAN RONGGA DALAM CAMPURAN (%) PADA PEMADATAN MEMBAL (REFUSAL)
6,0 3,0 6,0
MIN MIN
LATASTON LASTON WC BASE WC BC BASE 1,2 UNTUK LALU LINTAS ≥ 1,000,000 ESA 1,7 UNTUK LALU LINTAS ≤ 1,000,000 ESA 75 112 4,9 5,9 4,0 3,9
73
200 800 850 2 2 3 80 200 85 UNTUK LALU LINTAS ≥ 1,000,000 ESA 80 UNTUK LALU LINTAS ≤ 1,000,000 ESA
TIDAK DIGUNAKAN UNTUK LALU LINTAS BERAT
LALU LINTAS (LL) < 0,5 JUTA ESA
400
600
-
2,5 2 1
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Agustus 2001. Catatan : 1)
Modifikasi Marshall.
2)
Untuk menetukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (Vibrator Hammer) disarankan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbuk manual jumlah tumbukan perbidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 inch.
3)
Untuk lalu lintas yang sangat lambat atau lajur padat, digunakan ESA yang tinggi.
4)
Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis Maksimum Agregat (Gmm Test, AASHTO T-209).
5)
800 2 200
Direksi pekerjaan dapat menyetujui prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternative pengujian kepekaan kadar air. Pengondisian beku cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Stadart minimum untukditerimanya prosedur T283 harus 80 % kuat tarik sisa.
11 Tabel 2.2 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Ukuran Ayakan ASTM
(mm)
1 ½" 1" ¾" ½" ⅜" No. 8 No. 16 No. 30 No. 200
37,5 25 19 12,5 9,5 2,36 1,18 0,6 0,075
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 50
4,75 2,36 1,18 0,6 0,3
Latasir (SS) KELAS KELAS A B
100
100
90 - 100 75 - 100
10 - 15
8 - 13
% Berat Yang Lolos Lataston (HRS) WC
100 90 - 100 77 - 85 50 - 72
Base
100 90 - 100 65 - 100 35 - 55
35 - 60 15 - 35 6 - 12 2-9 Daerah Larangan
Laston (AC)
WC
BC
Base 100 90 - 100 Maks 90
100 90 - 100 Maks 90 28 - 58
90 - 100 Maks 90 23 - 39
19 - 45
4 - 10
4-8
3-7
39,1 25,6 - 31,6 19,1 - 23,1 15,5
34,6 22,3 - 28,3 16,7 - 20,7 13,7
39,5 26,8 - 30,8 18,1 - 30,8 13,6 - 17,6 11,4
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Agustus 2001. Catatan : 1) Untuk HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus juga lolos No.30 (0,600 mm). Lihat contoh batas-batas “bahan bergradasi sejang” yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm) dan tertahan ayakan No.30 (0,600 mm) dalam tabel 2.3. 2)
Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,75 mm).
Tabel 2.3 Contoh Batas – Batas “Bahan Bergradasi Senjang” % lolos No. 8 40 50 60 % lolos No. 30 Paling sedikit 32 Paling sedikit 40 Paling sedikit 48 % kesenjangan S atau kurang 10 atau kurang 12 atau kurang Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Agustus 2001.
70 Paling sedikit 40 10 atau kurang
2.3
Bahan Campuran Hot Rolled Sheet Wearing Course (HRS-WC)
2.3.1
Aspal Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam
konsistensinya dimana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Christianto, 2012). Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh dam pecahan batu batuan. Pada umumnya aspal berwarna coklat gelap sampai hitam, dan jika dipanaskan pada suhu tertentu maka aspal tersebut akan mencair,
12 sedangkan pada suhu ruang bentuk aspal akan menjadi padat. Sebelum digunakan, material aspal perlu menjalani beberapa pengujian yang akan menentukan bahwa aspal tersebut layak untuk digunakan. Beberapa pengujian tersebut antara lain uji penetrasi, uji titik nyala dan titik bakar, uji berat jenis aspal, titik lembek dan lainlain. Aspal yang akan digunakan pada penelitian ini adalah aspal pertamina penetrasi 60/70 (Christianto, 2012). Berikut spesifikasi pengujian aspal penetrasi 60/70 yang dapat disajikan dibawah ini.
Tabel 2.4 Spesifikasi Pengujian Aspal Pen. 60/70 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Pengujian Penetrasi 25˚C,100 gr, 5 detik Titik Lembek 0˚C Titik Nyala 0˚C Berat Jenis Kelekatan Duktilitas
Metode SNI 06-2456-1991 SNI 06-2434-1991 SNI 06-2433-1991 SNI 06-2441-1991 SNI 03-2439-1991 SNI 03-2439-1991
Persyaratan 60-79 Min 50 Min 200 Min 1.0 Min 95% Min 100
Sumber : Dokumen Pengadaan Spesifikasi Umum Jasamarga 2013
2.3.2
Agregat Agregat merupakan sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau
mineral lainnya baik yang berasal dari alam maupun buatan. Seringkali agregat juga diartikan sebagai suatu bahan untuk yang bersifat keras dan kaku dan digunakan sebagai bahan pengisi campuran. Agregat dapat berupa berbagai jenis butiran atau pecahan batuan, termasuk di dalamnya antara lain :pasir, kerikil, agregat pecah, abu/debu agregat dan lain-lain (Christianto, 2012). Menurut Buku Petunjuk Umum Edisi 2008 mengenai manual pekerjaan campuran beraspal panas yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal
Bina Marga, terdapat
ketentuan-ketentuan
yang harus
dipenuhi untuk bahan campuran aspal panas sehingga diperoleh campuran rencana yang memenuhi persyaratan, ketentuan tersebut antara lain :
13 Tabel 2.5 Ketentuan Agregat Ketentuan Analisa saringan agregat halus dan kasar Berat jenis dan penyerapan agregat halus Berat jenis dan penyerapan agregat kasar Keausan terhadap abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal
Metode Pengujian SNI 03-1968-1990 SNI 03-1970-1990 SNI 03-1969-1991 SNI 03-2417-1991 SNI 03-2439-1991
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008
Sifat dan kualitas dari agregat menentukan kemampuan lapisan pemukaan lentur tersebut untuk menahan beban yang melintas diatasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya hingga ke permukaan tanah (Christianto, 2012). Hotbin adalah tempat menyimpan sementara agregat panas sebelum dicampur ke dalam pugmill. Berikut pembagian hotbin berdasarkan nomor saringan.
Tabel 2.6 Pembagian Hotbin Tipe Hotbin 1 Hotbin 2 Hotbin 3 Hotbin 4
No Saringan Lolos Tertahan #3/4 #3/8 #3/8 #4 #4 #8 #8 Pan
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008
2.3.3
Filler Mineral pengisi (filler) yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075
mm). Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, namun demikian jumlah filler harus dibatasi pada suatu batas yang menguntungkan. Terlampau tinggi kadar filler cenderung menyebabkan campuran menjadi getas dan akibatnya akan mudah retak akibat beban lalu lintas, pada sisi lain kadar filler yang terlampau rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.
2.4
Getah karet (Lateks) Bahan tambah yang digunakan pada penelitian ini adalah getah karet cair
(lateks) dengan kandungan 65% getah karet cair alami, 20% air, 5% protein dan selebihnya kandungan lain. Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih
14 kekuning - kuningan yang terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi di dalam air. Lateks merupakan sistem koloid karena partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi didalam air. Protein di lapisan luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks merupakan suatu disperse butir-butir karet dalam air, dimana di dalam dispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Yusa, 2010).
2.4.1
Karet Alam Karet alam adalah jenis karet pertama yang ditemukan oleh manusia. Setelah
penemuan proses vulkanisasi sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficuselatica maupun neveabrassiiensis (Amiruddin, 2012). Sifat-sifat atau kelebihan karet alam sebagai berikut: a.
Daya elastisnya atau daya lentingnya sempurna
b.
Sangat plastis, sehingga mudah diolah
c.
Tidak mudah panas
d.
Tidak mudah retak
Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet alam tidak bisa mengenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung tinggi. Jenis-jenis karet alam (Amiruddin, 2012): a.
Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump )
b.
Karet konvensional
c.
Lateks pekat
d.
Karet bongkah (block rubber)
e.
Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
f.
Karet siap olah (tyre rubber) dan
g.
Karet reklim (reclaimed rubber).
15 2.4.2
Kualitas Karet Unsur-unsur dalam penetapan kualitas karet secara spesifikasi teknis adalah
sebagai berikut (Amiruddin, 2012): a.
Kadar Kotoran (Dirt content) Kadar kotoran menjadi dasar pokok kriterium terpenting dalam spesifikasi teknis karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang - barang dari karet.
b.
Kadar Abu (Ash content) Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan - bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan.
c.
Kadar Menguap (Volatile Content) Penentuan kadar zat menguap ini dimaksud dan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering. Selain penentuan ketiga bahan tersebut, masih dianalisis juga kadar tembaga,
mangan dan nitrogen.
2.4.3
Kadar Karet Kering (KKK) Kadar Karet Kering adalah jumlah karet yang terkandung dalam bahan
olahan karet, yang dinyatakan dalam persen (SNl-06-2047-2002), kadar karet kering pada karet tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan laut. Cara menentukan kadar karet kering adalah dengan melakukan pengujian laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian dan pengeringan. Alat yang diperlukan adalah gelas piala 50 ml, mangkuk bersih, penangas air, desikator, timbangan analitik, dan oven. Sebagai bahan pembeku digunakan asam asetat atau asam semut 2%. Prosedur pengujian dengan metode laboratorium adalah sebagai berikut (Amiruddin, 2012) : a.
Lateks dituangkan ke dalam gelas ukur 50 ml yang sebelumnya telah diketahui beratnya secara perlahan - lahan, kemudian catat beratnya (berat lateks adalah berat total dikurangi dengan berat gelas ukur/ wadah).
b.
Lateks dibekukan dengan asam asetat atau asam format 2% dan dipanaskan di atas pemanas air pada suhu 80oC sampai serumnya menjadi jernih.
16 c.
Koagulump atau bekuan digiling menjadi krep dengan ketebalan 1-2 mm, dan dicuci.
d.
Krep kemudian dikeringkan di dalam oven, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Rumus perhitungan KKK adalah ditunjukkan pada persamaan berikut:
Kadar Karet Kering =
2.4.4
...................................................... (2.1)
Efektifitas Aspal Karet dalam Campuran Beraspal Panas Besarnya efektifitas penambahan karet ke dalam aspal tergantung dari luas
partikel karet yang distribusi dalam aspal. Campuran sangat efektif jika semua partikel karet terdistribusi dengan baik di dalam aspal. Faktor lain yang mempengaruhi efektifitas campuran adalah jenis, jumlah dan ukuran partikel karet, besarnya temperatur dan lamanya pemanasan, interaksi antara karet dan aspal secara kimiawi, serta jenis aspal. Karet dapat ditambahkan dalam aspal dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk cair, lembaran karet maupun dengan bubuk karet selama pemanasan pada temperatur tinggi, sifat karet bisa menurun. Untuk memperkecil terjadinya penurunan sifat selama percobaan suhu yang di syaratkan adalah 150oC – 160oC (Amiruddin, 2012).
2.4.4.1 Interaksi Antara Aspal dan Karet Karet alam adalah termoplastik yang mengandung bahan dengan berat molekul yang sama dengan molekul dari fraksi aspal. Bila karet ditambahkan ke dalam aspal, sebagian “fraksi ringan” aspal diserap ke dalam karet. Jika terdapat kesesuaian antara karet dan aspal, maka akan menghasilkan penambahan kekentalan dan elastisitas dari aspal. Perubahan sifat bahan pengikat aspal diatas akan membuat perkerasan jalan beraspal lebih tahan terhadap deformasi dan retak. Karet seperti itu juga aspal dapat teroksidasi terutama pada suhu tinggi. Perubahan ini terjadi pada sifat kimia dan fisik. Walaupun aspal karet lebih tahan terhadap oksidasi dibandingkan aspal atau karet saja, aspal karet tetap harus dilindungi dari proses oksidasi. Dalam praktek ini, aspal karet tidak boleh disimpan lama pada suhu diatas 130oC (Amiruddin, 2012).
17 2.4.4.2 Ketahanan Terhadap Oksidasi Semua aspal teroksidasi dan mengeras selama pencampuran, penghamparan dan selama masa pelayanan dimana hal ini tidak diinginkan. Bila penetrasinya turun tajam dibawah kira - kira 30, maka perkerasan beraspal cenderung dapat menjadi retak. Tambahan karet ke dalam aspal mengurangi pengaruh-pengaruh tersebut (Amiruddin, 2012).
2.4.4.3 Ketahanan Terhadap Retak Penambahan karet ke dalam aspal meningkatkan ketahanan terhadap retak. Lapisan campuran beraspal karet lebih mampu menahan retak refleksi dari pada campuran beraspaltanpa karet. Dengan semakin tua dan mengeras, maka campuran beraspal karet dapat menahan pengaruh oksidasi yang lebih baik daripada campuran beraspal tanpa karet. Dengan demikian ketahan retak campuran beraspal karet relatif lebih baik (Amiruddin, 2012).
2.4.4.4 Kekakuan Struktur Karet dapat meningkatkan kekakuan aspal tanpa membuatnya rapuh. Dengan demikian, campuran beraspal karet memiliki kemampuan penyebaran yang lebih besar. Jika dua jalan dibangun dengan ketebalan yang sama, perkerasan aspal karet akan melendut lebih kecil akibat lalu lintas dan akan diperkirakan berumur lebih lama dari pada menggunakan aspal tanpa karet (Amiruddin, 2012).
2.5
Metode Pengujian Laboratorium Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran dari
material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhhi spesifikasi campuran yang ditetapkan. Saat ini, metode rancangan campuran yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan alat Marshall. Rancangan campuran berdasarkan metode marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM maupun AASTHO melalui beberapa modifikasi yaitu ASTM D 1559-76 atau AASTHO T-245-90. Prinsip dasar dari metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow) serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk.
18 Metode rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4 tahap yaitu: a.
Menguji sifat agregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai bahan dasar campuran.
b.
Rancangan
campuran
di
laboratorium
yang
menghasilkan rumus
campuran rancangan. c.
Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampur yang akan digunakan.
d.
Berdasarkan hasil kedua tahap di atas, dilakukan percobaan produksi di instalasi pencampur, dilanjutkan dengan penghamparan dan pemadatan dari hasil campuran percobaan.
Langkah-langkah rancangan campuran metode marshall adalah: a.
Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan dari spesifikasi campuran pekerjaan.
b.
Merancang proporsi dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai butir.
c.
Menentukan kadar aspal total dalam campuran.
d.
Membuat benda uji.
e.
Melakukan penimbangan terhadap benda uji tersebut, dalam hal ini ada 3 macam penimbangan, yaitu ditimbang: dalam keadaan kering, dalam air, dalam keadaan basah (SSD).
f.
Melakukan perendaman benda uji didalam waterbath dengan suhu 60°C selama 30 menit.
g.
Melakukan uji marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelahan (flow) benda uji.
h.
Menghitung parameter marshall yaitu VIM, VMA, VFB, Stabilitas, flow dan MQ sesuai dengan parameter yang ada pada spesifikasi campuran.
i.
Menggambarkan
hubungan
antara
kadar
aspal
dan
parameter
marshall. j.
Menentukan nilai kadar aspal optimum dari hubungan antara kadar aspal dan parameter marshall.
k.
Menghasilkan rumus rancangan campuran.
19 Penggunaan aspal harus memperhatikan hal-hal berikut: a.
Suhu saat aspal mulai menyala. Hal ini terkait dengan batas pemanasan izin dengan tanpa menimBulkan bahaya kebakaran.
b.
Suhu pada saat aspal mulai meleleh. Hal ini terkait dengan proses pencampuran, penghamparan dan pemadatan.
c.
Penetrasi aspal. Hal ini terkait dengan dengan lokasi penggunaan aspal, jenis struktur.
d.
Kehilangan berat akibat pemanasan, hal ini terkait dengan pencegahan kerapuhan aspal.
Kekerasan aspal dinyatakan dengan angka penetrasinya. Semakin besar angka penetrasinya, maka tingkat kekerasannya makin rendah. Sebagai bahan untuk campuran perkerasan, aspal harus mempunyai kinerja, kekuatan dan keawetan yang memadai. Oleh karena itu, pemilihan jenis aspal harus meninjau dari segi jenis, sifat dan maksud penggunaan yang terkait dengan syarat teknis dan kondisi di lapangan (Amiruddin, 2012).
2.5.1
Parameter Perhitungan Parameter yang digunakan dalam metode marshall adalah (Ghofar, 2010):
a.
Nilai VIM (Voids in Mixed) menunjukkan banyaknya rongga yang ada dalam suatu campuran untuk memungkinkan tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas yang berulang. Rongga yang kecil/sedikit akan memberikan campuran yang kedap sehingga akan meningkatkan ketahanan campuran tersebut terhadap stripping (lepasnya aspal dari agregat), Perkerasan yang memiliki nilai VIM yang terlalu rendah akan mudah mengalami deformasi plastis, VIM yang terlalu besar akan mengurangi kekedapan campuran dan dapat mengakibatkan terjadinya retakan sehingga keawetan campuran menjadi menurun. Nilai VIM yang disyaratkan untuk lataston adalah 3 – 6%. VIM = 100 x
........................................................................... (2.2)
Keterangan: Gmm = Berat jenis curah maksimum campuran (gr/cm3) Gmb = Berat jenis campuran padat (gr/cm3) VIM = Rongga dalam udara (%)
20 b.
VMA, rongga dalam agregat mineral adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan Berat jenis agregat curah (Bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut: VMA = 100 –
............................................................................. (2.3)
Keterangan: Gmb = Berat jenis campuran padat (gr/cm3) Gsb
= Berat jenis kering masing-masing agregat (gr/cm3)
a
= Kadar aspal dalam campuran (%)
VMA = Rongga dalam mineral agregat (%)
c.
VFA adalah rongga udara terisi aspal, merupakan persentase rongga antar agregat pertikel (VMA) yang terisi aspal. Nilai VFA menunjukkan besarnya rongga yang dapat terisi aspal. Besarnya nilai VFA menentukan tingkat keawetan campuran. Semakin besar nilai VFA berarti rongga yang terisi aspal semakin besar dan kekedapan campuran semakin besar. VFA yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya bleeding pada saat suhu tinggi, yang disebabkan VIM yang terlalu kecil, sehingga apabila perkerasan menerima beban maka aspal akan naik ke permukaan. Sebaliknya, nilai VFA yang terlalu kecil akan mengakibatkan kekedapan perkerasan semakin kecil sehingga air dan udara akan dapat mengoksidasi aspal dalam dan keawetan campuran menjadi berkurang. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: VFA =
.......................................................................... (2.4)
Keterangan: VIM
= Rongga dalam udara (%)
VMA = Rongga dalam mineral agregat (%) VFA = Rongga terisi aspal (%)
21 d.
Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan suatu lapisan permukaan untuk menahan deformasi akibat adanya beban yang bekerja di atasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang dan alur. Stabilitas yang terlalu tinggi menyebabkan campuran terlalu kaku sehingga akan mudah terjadi retak pada waktu menerima beban. Sebaliknya, dengan stabilitas yang rendah akan mudah mengalami rutting oleh beban lalu lintas atau oleh perubahan bentuk subgrade. Kuat tidaknya suatu lapisan perkerasan dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan, gradasi agregat, gesekan antar butir agregat, penguncian antara gregat, daya lekat serta kadar aspal dalam campuran. Stabilitas cenderung naik seiring naiknya kadar aspal yang berfungsi sebagai film aspal untuk menyelimuti agregat pada campuran. Sebaliknya, penurunan nilai stabilitas pada kadar aspal tinggi disebabkan aspal yang awalnya berfungsi sebagai pengikat agregat dalam campuran telah berubah menjadi pelumas setelah melewati nilai optimum. Nilai stabilitas dinyatakan dalam kilogram dengan rumus dibawah ini: Stabilitas
= Pembacaan dial x PRC x 0,4536 x faktor volume ......... (2.5)
Keterangan: PRC
= Proving Ring Calibration
Faktor Volume= Volume agregat (m2/kg) Stabilitas
e.
= Kemampuan menahan deformasi akibat beban (kg)
Flow Flow atau kelelehan adalah besarnya deformasi yang terjadi pada awal pembebanan sampai stabilitas menurun yang menunjukkan besarnya deformasi dari campuran perkerasan akibat beban yang bekerja. Nilai flow campuran dipengaruhi oleh viskositas dan kadar aspal, gradasi agregat serta suhu pemadatan. Campuran yang memiliki nilai kelelehan tinggi dengan nilai stabilitas rendah cenderung bersifat plastis dan mudah mengalami perubahan bentuk apabila mengalami pembebanan lalu lintas, sedangkan campuran dengan kelelehan rendah dan stabilitas yang tinggi cenderung bersifat getas. Kenaikan stabilitas cenderung berbanding terbalik terhadap nilai flow. Nilai flow dinyatakan dalam mm dalam pembacaan dial alat marshall.
22
f.
Nilai MQ Nilai MQ (Marshall Quotient) adalah hasil bagi antara stabilitas dengan nilai flow. Nilai MQ mengindikasikan pendekatan terhadap kekuatan dan fleksibilitas suatu campuran aspal. Campuran yang memiliki MQ yang terlalu tinggi berarti campuran kaku dan fleksibilitasnya rendah sehingga campuran akan lebih mudah mengalami retak - retak (cracking). Sebaliknya, campuran yang memiliki MQ yang terlalu rendah akan bersifat fleksibel (lentur) dan cenderung menjadi plastis sehingga mudah mengalami deformasi pada saat menerima beban lalu lintas. MQ
=
.................................................................................... (2.6)
Stabilitas = Kemampuan menahan deformasi akibat beban (kg) Flow
= Kelelehan campuran perkerasan (mm)
MQ
= Keflesibilitasan campuran perkerasan (kg/mm)