BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek pada penelitian ini adalah beton dengan tambahan bahan EPS (Expanded Polystyrene) sebagai bahan subtitusi parsial agregat halus. Mulai dari komposisi beton, persentase subtitusi, sampai kepada kuat tekan beton yang dihasilkan dan dibandingkan dengan nilai kuat tekan beton konvensional tanpa bahan tambahan pada umur pemeliharaan telah mencapai 28 hari. Pada penelitian kali ini nilai kuat tekan beton (f’c) yang direncanakan adalah sebesar 25 MPa.
2.2
Beton Beton merupakan material konstruksi yang paling banyak digunakan saat ini, baik itu dalam konstruksi bangunan, jalan, bendungan, dan lain-lain. Beton terbentuk dari percampuran antara agregat kasar, agregat halus, semen, dan air. Fungsi utama beton adalah sebagai penahan beban yang bekerja di atasnya, sehingga dalam perancangan beton harus terlebih dahulu dihitung besar beban yang akan bekerja nantinya serta kualitas dari bahan pembentuk beton itu sendiri. Mutu kuat tekan beton pada umumnya dilambangkan dengan K atau f’c. K atau f’c adalah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang membedakan adalah bentuk benda uji. Untuk K, benda uji yang digunakan adalah kubus, sedangkan f’c menggunakan benda uji silinder. Berdasarkan SNI – 2847 – 2002 pasal 7.1 dan 23.2, nilai f’c beton yang digunakan 6
dalam bangunan tidak boleh kurang dari 17,5 MPa, sedangkan untuk beton yang menanggung beban gempa mutunya tidak boleh kurang dari 20 MPa. Selain itu dalam perencanaan beton ringan, mutu beton tidak boleh melebihi 30 MPa. 2.2.1
Semen Merupakan bahan yang mempunyai sifat mengikat. Setelah dicampur dengan air maka semen akan menjadi pasta yang mengikat agregat dan menjadi beton. Oleh karena itu kualitas semen akan mempengaruhi juga kualitas beton yang akan dibuat.
Gambar 2.1 Semen Portland tipe I Menurut SNI 03-2834-2000, berdasarkan fungsinya, secara umum semen Portland dibagi menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Semen Portland tipe I adalah semen Portland yang umum digunakan tanpa persyaratan khusus. 2. Semen Portland tipe II adalah semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. 3. Semen Portland tipe III adalah semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
7
4. Semen Portland tipe IV adalah semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. 5. Semen Portland tipe V adalah semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. 2.2.2
Agregat Agregat merupakan bahan penyusun beton yang paling menentukan kekuatan dari beton itu sendiri. Agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu kerikil). Agregat yang termasuk ke dalam golongan agregat halus adalah agregat yang memiliki ukuran butiran maksimal 4,75 mm. Sedangkan agregat yang termasuk ke dalam golongan agregat kasar adalah agregat yang memiliki ukuran buturan antara 5 – 40 mm. Dalam perancangan beton, ukuran maksimal agregat kasar menentukan komposisi campuran. Ukuran maksimal agregat kasar dibagi menjadi 3 golongan yang dapat diketahui mAelalui uji gradasi. Tabel 2.1 Analisa Saringan Agregat Kasar (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Ukuran saringan (mm)
Persentase Lolos (%) Gradasi Agregat 40 mm 20 mm 10 mm
76
100
–
–
38
95 – 100
100
–
19
35 – 70
95 – 100
100
9,6
10 – 40
30 – 60
50 – 85
4,8
0–5
0 – 10
0 – 10
8
Selain itu pun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat yang akan digunakan dalam campuran beton, yaitu: 1.
Agregat yang akan digunakan tidak boleh mengandung banyak zat organik. Zat organik yang terdapat di dalam agregat biasanya berasal dari
proses
penghancuran
zat-zat
tumbuhan,
terutama
yang
mengandung asam tanin yang berbentuk humus dan lumpur organik. Zat organik ini biasanya terdapat pada agregat halus yang diambil dari sungai, agregat ini dibawa oleh air pada saat sungai banjir. Pengaruh zat organik pada beton dapat menurunkan mutu beton tersebut, oleh karena itu zat organik yang terdapat pada agregat halus harus dihilangkan sebelum dipergunakan untuk campuran beton, karena zat organik tersebut akan memperlambat dan menghalangi proses hidrasi semen. 2.
Kadar lumpur pada agregat kasar tidak boleh lebih besar daripada 1%, karena lumpur dapat mengurangi daya ikat antar permukaan agregat yang menyebabkan turunnya kekuatan beton. Apabila dari hasil percobaan didapatkan nilai kadar lumpur lebih besar daripada 1%, maka agregat kasar tersebut harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai dalam campuran beton.
Gambar 2.2
Agregat Halus
Gambar 2.3 Agregat Kasar 9
Selain syarat di atas, ada beberapa properti agregat yang menentukan besarnya komposisi agregat dalam campuran beton, yaitu: 1. Berat isi agregat Berat isi agregat adalah nilai banding antara berat dengan volume agregat dalam keadaan kering. Di dalam perancangan campuran adukan beton, untuk menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruangan-ruangan yang dipakai oleh partikel agregat, terlepas dari ada atau tidaknya pori dalam partikel. Nilai yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah berat isi keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition). Berat isi suatu agregat dipengaruhi oleh jumlah air yang ada. Untuk itu dalam menentukan campuran adukan beton di pakai nilai rata-rata hasil pemeriksaan yang dilakukan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat isi agregat adalah: Berat isi agregat kasar =
W3 .............................................................. (2.1) V
Dimana :
V
= Volume wadah (dm3)
W3
= Berat contoh agregat kasar (kg)
2. Kadar air agregat Kadar air ini didefinisikan sebagai nilai banding antara berat butir agregat dengan berat air. Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar nilai agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan agregat dalam keadaan kering.
10
Nilai kadar air ini digunakan untuk koreksi takaran air dalam perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar air agregat adalah: Kadar air agregat =
W1 − W2 × 100 % ................................................. (2.2) W1
Dimana: W1 = berat agregat (gram) W2 = berat kering agregat (gram) 3. Berat jenis dan penyerapan agregat Dalam perencanaan beton yang terutama digunakan adalah berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition)/jenuh kering permukaan. Berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition) adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering muka dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume disini termasuk pori-pori yang tidak tembus air, sedangkan pori-pori kapiler diisi oleh air atau jenuh. Berat jenis dalam keadaan kering sama seperti berat jenis pada saturated and surface dry condition, tetapi dalam pengukuran volume termasuk volume seluruh pori-pori yang ada. Berat jenis permukaan berbeda satu sama lain, tergantung daru jenis batuan, susuan mineral, struktur butiran, dan porositas batuan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat halus adalah:
11
Berat jenis kering =
B2 .................................................. (2.3) B3 + 250 − B1
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
Penyerapan =
250 .......... (2.4) B3 + 250 − B1
250 − B2 × 100 % ...................................................... (2.5) B2
Dimana: B1
= berat agregat kondisi kering (gram)
B2
= berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
B3
= berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
Sedangkan untuk agregat kasar digunakan rumus sebagai berikut : Berat jenis kering =
Bk ................................................ (2.3) B j − (W1 − W2 )
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) =
Penyerapan =
B j − Bk Bk
Bj
B j − (W1 − W2 )
......... (2.4)
× 100 % ........................................................ (2.5)
Dimana: Bk
= berat agregat kondisi kering (gram)
Bj
= berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
W1
= berat bejama, air, dan agregat kasar (gram)
W2
= Berat bejana dan air (gram)
12
2.2.3
Air
Air dibutuhkan dalam campuran beton karena air berfungsi untuk melarutkan semen menjadi pasta semen yang kemudian mengikat agregat halus dengan agregat kasar sehingga menjadi satu kesatuan dan dapat bekerja bersama-sama menahan beban yang bekerja nantinya. Selain itu air juga berfungsi untuk meningkatkan workability beton sehingga beton mudah diaduk dan dapat dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Yang terpenting dalam menentukan jumlah air yang harus digunakan dalam adukan beton adalah perbandingan jumlah air dengan semen atau yang biasa disebut dengan FAS (Faktor Air Semen). Jumlah air tidak boleh terlalu banyak atau sedikit. Jumlah air yang terlalu banyak dalam adukan beton akan menyebabkan banyak gelembung udara yang terbentuk pada saat hidrasi beton dan beton akan beresiko besar mengalami bleeding yang menyebabkan berkurangnya kekuatan beton itu sendiri. Sebaliknya jika air yang digunakan terlalu sedikit, maka akan menyebabkan rendahnya workability serta proses hidrasi beton tidak akan tercapai sepenuhnya.
Pada saat pengadukan air tidak boleh sembarangan ditambahkan ke dalam adukan. Penambahan air harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemudahan kerja serta kekuatan beton yang diinginkan. Banyaknya air yang harus ditambahkan ke dalam sebuah adukan beton dapat dicari melalui perhitungan mix design. Sesuai dengan persyaratan SNI 03-28342000, air yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton adalah sebagai berikut:
13
a. air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. b. air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. c. air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi: a. pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama b. hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
2.3
EPS (Expanded Polystyrene)
EPS dapat disebut juga sebagai agregat ringan. EPS terbuat dari bahan mentah styrene (C6H5CH9CH2) yang tersusun dari gugus phenyl secara tidak teratur serta dapat mengembang. Ketika material polystyrene mentah dipanaskan, maka polystyrene akan mengembang dan mengandung 98% udara.
14
Sebelum EPS digunakan, sebaiknya EPS didiamkan di udara terbuka selama 4 jam untuk dapat mengembang secara sempurna. Butiran EPS merupakan material tidak elastis sehingga dapat menahan tekanan yang terjadi ketika beton sedang diaduk dan dikompak. Selain itu EPS merupakan material yang tidak memiliki daya dukung yang besar, sehingga beton yang dibuat dengan tambahan material EPS tidak bisa merupakan beton mutu tinggi. Fungsi utama EPS dalam beton adalah meringankan beton dan meningkatkan tahanan termal beton. Spesifikasi EPS yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Ukuran butiran styrofoam
= 3 mm – 5 mm
Berat jenis styrofoam (Density)
= 16 – 27 kg/m3
Modulus young’s (E)
= 3000 – 3600 MPa
Kuat tarik styrofoam (Tensile strength)
= 46 – 60 MPa
Specific heat styrofoam (c)
= 1,3 kJ/(kg.K)
Thermal conductivity styrofoam (k)
= 0,08 W/(m.K)
Gambar 2.4 EPS (Expanded Polystyrene) (Sumber: www.cymaxstores.com/1-Refill-Pack-Pure-Bead-2-Cubes-30-0021-000.htm)
15
2.4
Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis rata-rata lebih ringan jika dibanding dengan beton konvensional. Berat jenis beton ringan berkisar di antara 300 – 1850 kg/m3, sedangkan berat jenis beton konvensional berkisar antara 2200 – 2400 kg/m3. Beton ringan sudah banyak diproduksi di luar negeri khususnya Eropa, dan mulai banyak juga digunakan di dalam negeri. hal ini dikarenakan beton ringan memiliki banyak keunggulan dibanding beton konvensional, yaitu harga yang cukup kompetitif jika dibanding dengan beton konvensional, biaya pengiriman lebih murah karena lebih ringan, dan juga beton ringan memiliki fungsi insulasi panas yang jauh lebih tinggi dibanding beton konvensional. Selain itu beton ringan tahan terhadap lumut dan kelembaban yang tinggi. Beton ringan adalah beton yang yang dibentuk dengan cara membentuk atau memperbesar rongga udara di dalam beton atau yang dikenal
juga
dengan
nama
beton
aerasi
(Autoclaved
Aerated
Concrete/AAC). Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di
Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995. 16
Ada tiga cara dalam membuat beton ringan aerasi ini, yaitu : 1.
memberikan agregat/campuran isian beton ringan. Agregat itu bisa berupa batu apung, stereofoam, batu alwa, atau abu terbang yang dijadikan batu.
2.
menghilangkan
agregat
halus
(agregat
halusnya
disaring,
contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan). 3.
meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi.
Pada penelitian kali ini digunakan EPS (Expanded Polystyrene) sebagai bahan tambahan pengganti agregat halus dengan menggunakan perbandingan volume. Besar volume pasir yang akan diganti dengan EPS sudah ditentukan sebelumnya. Sehingga komposisi beton pada penelitian ini terdiri dari agregat kasar, agregat halus, semen portland, air, dan bahan tambah EPS. Dengan memanfaatkan beton ringan sebagai bahan konstruksi maka diharapkan selain mengurangi pengeluaran pada saat kontruksi, tetapi juga dapat mengurangi pengeluaran pada saat bangunan telah digunakan terutama dalam bidang penggunaan pendingin udara karena sifat beton ringan yang lebih sejuk jika dibanding dengan beton biasa. Selain itu dengan semakin ringannya beban sendiri struktur, maka dimensi kolom dan balok dapat diperkecil sehingga area kosong di dalam ruangan akan semakin besar.
17
2.4.1
Komposisi Beton Ringan
Seperti pada beton pada umumnya, beton ringan juga terdiri dari semen portland, agregat halus, agregat kasar, air, dan bahan tambahan. Tidak ada perbedaan signifikan dalam material yang digunakan, hanya komposisi material saja yang berbeda. Dalam beton ringan, jumlah agregat yang digunakan harus dikurangi dan diganti dengan agregat ringan agar berat jenis beton dapat berkurang. Material yang digunakan dalam pembuatan beton ringan adalah : a. Semen Semen yang digunakan dalam beton berpori sama dengan beton konvensional, yaitu semen Portland. Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland tipe I. b. Agregat Pemakaian agregat halus di dalam beton berpori sangat dibatasi, bahkan jika perlu tidak digunakan. Dihindarinya pemakaian agregat halus ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya beton yang padat sehingga beton yang dihasilkan tidak berpori lagi. Agregat kasar yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua ukuran. Ukuran agregat kasar yang digunakan adalah agregat kasar yang lolos saringan 19 mm dan tertahan pada saringan 9,8 mm (ukuran agregat 1 – 2 cm) serta agregat halus yang lolos saringan 12,5 mm dan tertahan pada saringan 9,5 mm (ukuran agregat 9 – 12 mm).
18
c. Air Komposisi air dan semen di dalam beton berpori harus diatur sedemikian rupa agar beton yang terbentuk mempunyai pori-pori yang cukup sehingga mampu berfungsi sebagai saluran drainase air serta mampu mengikat butir-butir agregat yang ada dengan kuat menjadi satu kesatuan. Kesalahan dalam menghitung komposisi air dapat mengakibatkan beton berpori yang terbentuk memiliki kuat tekan yang rendah atau menghasilkan beton berpori yang ikatan antara pasta semen dan agregat lemah. Faktor air semen yang digunakan dalam campuran beton berpori antara 0,3-0,4. d. Agregat Ringan Agregat ringan adalah jenis agregat yang memiliki berat jenis yang lebih ringan jika dibandingkan dengan agregat pada umunya. Dalam penelitian ini digunakan agregat ringan EPS. Pemilihan bahan EPS didasarkan pada beberapa faktor terutama harga dan berat jenis. Harga serta berat jenis EPS termasuk yang paling rendah jika dibanding dibanding dengan bahan ringan lainnya seperti yang ditunjukkan Tabel 2.2
19
Tabel 2.2 Perbandingan Antara Agregat Ringan Bahan
Berat Jenis (kg/m3)
Harga (Rp/kg)
EPS
12 – 30
33.000
800 – 1200
1.500 – 2.250
Botol Plastik HDPE
5–7
12.000 – 15.000
Batu Ringan
800
50.000
ALWA (Artificial Lightweight Aggregate)
(Sumber : www.alibaba.com ; www.distributorplastik.com) Kegunaan EPS antara lain adalah untuk mengurangi berat jenis beton serta meningkatkan kandungan udara di dalam beton sehingga beton tidak menyerap panas. Persentase EPS yang digunakan adalah sebesar 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan 40% dengan mensubtitusi volume pasir yang digunakan dalam beton. Selain salah satu bahan yang paling ringan dan murah, penelitian beton ringan dengan tambahan EPS di Indonesia masih sedikit ditemukan, sehingga EPS dipilih sebagai bahan ringan untuk komposisi beton ringan. 2.4.2 Pembuatan Beton Ringan
Pembuatan beton ringan dengan memanfaatkan agregat ringan buatan berupa polystyrene guna memberikan inovasi dalam penggunaan agregat ringan buatan. Meski berbasis beton, namun justru memiliki berat jenis lebih ringan ketimbang material baja, beton bertulang, batu bata,
20
batako bahkan kayu. Bila beton ringan digunakan sebagai elemen non struktur seperti dinding, partisi maka beban yang diterima elemen dtsruktural seperti pelat, justru dapat mengurangi massa total struktur yang menyebabkan beban menjadi lebih kecil sehingga desain akan menjadi lebih ringan. Selain itu material ini juga memiliki karakter sebagai isolator kebisingan maupun panas yang baik sehingga tidak mudah terbakar sampai lebih dari 3 jam. Pembuatan beton ringan menggunakan metode pencampuran biasa, dengan cara pengeringan udara bebas, untuk memampatkan campuran betonnya. Tata cara pembuatan beton ringan dalam penelitian ini adalah: a. Menentukan kuat tekan beton ringan yaitu 25 MPa. b. Memilih jenis semen, yaitu semen Portland tipe I. c. Menentukan nilai faktor air semen yang digunakan. d. Menentukan berat jenis agregat kasar yang digunakan dalam campuran. e. Komposisi EPS yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20%, 25%, 30%, 35% dan 40% dengan mensubtitusi jumlah pasir yang digunakan dalam beton. f. Nilai slump 12±2 cm g. Mencari kadar air dan penyerapan dari agregat kasar, yang bertujuan untuk mencari hasil koreksi persentase jumlah air dalam campuran, agar didapatkan campuran pasta semen yang dapat mengikat agregat secara kuat.
21
h. Koreksi proporsi jumlah air dalam campuran beton berdasarkan kadar air dan penyerapan pada agregat kasar. i. Pengadukan dilakukan secara manual.
2.4.3
Keunggulan dan Kekurangan Beton Ringan
Menurut
Lightweight
Concrete
Company
(www.
lightweightconcreteco.com) beton ringan memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan beton konvensional, antara lain: 1. Harga yang kompetitif. Harga pembuatan beton ringan lebih murah jika dibandingkan dengan beton normal, karena sebagian dari agregat halus digantikan dengan bahan tambah yang dapat didapatkan dari hasil daur ulang maupun limbah. 2. Durabilitas tinggi, setara dengan beton konvensional 3. Menjadikan suhu ruangan lebih dingin. Hal ini disebabkan karena beton tidak terpengaruh oleh cuaca. Dengan begitu pula beton juga terhindar dari retak halus. 4. Tahan api. Beton ringan dengan tambahan EPS dapat tahan di dalam kobaran api selama 4 jam dengan ketebalan 15 cm. 5. Menghemat biaya pengiriman karena beban yang lebih ringan. Selain beberapa keunggulan di atas, terdapat pula beberapa kekurangan dari beton ringan, antara lain:
22
1. Kuat tekan beton tidak bisa mencapai terlalu tinggi sehingga beton ringan hanya cocok digunakan dalam konstruksi dinding. 2. Perlu ketelitian serta teknik khusus dalam pemasangan dinding beton ringan karena tergolong masih baru jika dibanding dengan beton konvensional.
2.5
Mix Design
Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan metode SNI 03-2834-2000
LANGKAH 1: PENETAPAN KUAT TEKAN BETON
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur tertentu, (f'c=…MPa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
LANGKAH 2: PENETAPAN NILAI DEVIASI STANDAR (s)
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi stansarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus: n
s=
∑( f
c
− f cr ) 2
1
n −1
............................................. (2.6)
23
Dengan: fc = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa) fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa) n = Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut: Tabel 2.3 Faktor Pengali Deviasi Standar (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jumlah data
≥30
25
20
15
<15
Faktor pengali
1,00
1,03
1,08
1,16
Lihat langkah 2
Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi persyaratan langkah 2 di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan sebesar:
f 'cr = f ' c + 12 MPa ........................................ (2.7) Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut:
24
Tabel 2.4
Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian
Mutu
Pekerjaan di Lapangan (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan
s (MPa)
Sangat Memuaskan
2.8
Memuaskan
3.5
Baik
4.2
Cukup
5.0
Jelek
7.0
Tanpa Kendali
8.4
LANGKAH 3: MENGHITUNG NILAI TAMBAH/MARGIN (m)
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut: m = k ⋅ s .......................................................(2.8)
Dimana:
m = Nilai tambah (MPa) k
= 1.64
s
= Deviasi standar (MPa)
LANGKAH 4: MENETAPKAN
KUAT
TEKAN
RATA-RATA
YANG
DIRENCANAKAN
Kuat tekan rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus: f cr′ = f c′ + m .....................................................(2.9) Dimana: f'c = Kuat tekan rata-rata (MPa) f'cr = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa) m = Nilai tambah (MPa) 25
LANGKAH 5: PENETAPAN JENIS SEMEN PORTLAND
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Jenis I merupakan jenis biasa atau semen Portland. Tabel 2.5 Tipe Semen dan Fungsinya (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tipe Semen
Deskripsi Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk
I
penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll. Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified
II
Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll. Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength
III
PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton. Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini
IV
merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang
V
khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
26
LANGKAH 6: PENETAPAN JENIS AGREGAT
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan) ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate). LANGKAH 7: PENETAPAN FAKTOR AIR SEMEN
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.6 dan Gambar 2.5. Tabel 2.6 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50 (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis semen
Kekuatan tekan (Mpa)
Jenis agregat
Umur (hari)
kasar
Bentuk
3
7
28
91
Batu tak dipecah
17
23
33
40
Batu pecah
19
27
37
45
Batu tak dipecah
20
28
40
48
Batu pecah
23
32
45
54
Batu tak dipecah
21
28
38
44
Portland Tipe
Batu pecah
25
33
44
48
III
Batu tak dipecah
25
31
46
53
Batu pecah
30
40
53
60
Semen Portland Tipe I Semen Portland Tipe II dan IV Semen
benda uji Silinder
Kubus
Silinder
Kubus
27
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm, Tinggi 300 mm)
28
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Lihat Tabel 2.6, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50. b. Lihat Gambar 2.5, buatlah titik A gambar 1 dengan nilai faktor air semen 0,50 (sebagai absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.6 (sebagai ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik yang berdekatan. c. Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak si kiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar sehingga diperoleh nilai faktor air semen. LANGKAH 8: PENETAPAN FAKTOR AIR SEMEN MAKSIMUM
Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan Tabel 2.7. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen dari langkah 7, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya
29
Tabel 2.7 Persyaratan
Faktor
Air
Semen
Maksimum
Untuk
Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Semen min per Jenis pembetonan
m3 beton (kg)
FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan
a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari Lihat tabel 2.7a tanah Beton yang selalu berhubungan dengan:
a. Air tawar
Lihat tabel 2.7b
b. Air laut
30
Tabel 2.7a
Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Konsentrasi Sulfat (SO3) dalam tanah Total (SO3) (%)
(SO3) dalam campuran air tanah = 2:1 (gr/lt)
<0,2
<1,0
0,2 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,9
1,9 – 3,1
(SO3) dalam air tanah (gr/lt)
Jenis Semen
<0,3
0,3 – 1,2
1,2 – 2,5
Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m3)
FAS maks
40 mm
20 mm
10 mm
Tipe I dengan atau tanpa Pozolan (15 – 40 %)
80
300
350
0,50
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,50
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
1,0 – 2,0
3,1 – 5,6
2,5 – 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
Tipe II atau V dan lapisan pelindung
330
370
420
0,45
Tabel 2.7b Faktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis beton
Berhubungan dengan:
Air tawar Bertulang atau pra tegang
Air payau
Air laut
Kandungan semen min (kg/m3) FAS
Tipe Semen
Ukuran agregat maks 40 mm
20 mm
0,50
Semua tipe I – V
280
300
0,45
Tipe I + Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
0,50
Tipe II atau V
340
380
0,45
Tipe II atau V
340
380
31
LANGKAH 9: PENETAPAN NILAI SLUMP
Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan Tabel 2.8. Tabel 2.8 Penetapan Nilai Slump (cm) (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Pemakaian Beton
Maksimum
Minimum
12,5
5,0
9,0
2,5
Plat, balok, kolom dan dinding
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal
7,5
2,5
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di bawah tanah
LANGKAH 10: PENETAPAN BESAR BUTIR AGREGAT MAKSIMUM
Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut: a. Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan. b. Sepertiga kali tebal plat.
32
LANGKAH 11: PENETAPAN JUMLAH AIR YANG DIPERLUKAN PER METER KUBIK BETON
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan, lihat tabel 2.9. Tabel 2.9 Perkiraan Kebutuhan Air per m3 Beton (liter) (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Slump (mm)
Ukuran agregat
Jenis Batuan
60 – 0 – 10
10 – 30
30 – 60
maks
180 Batu tak dipecah
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
Batu tak dipecah
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
Batu tak dipecah
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205
10 mm
20 mm
40 mm
Dalam Tabel 2.8 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus:
A = 0,67 ⋅ Ah + 0,33 ⋅ Ak .................................. (2.10) Dimana: A
= Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m)
Ah
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak
= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
33
LANGKAH 12: BERAT SEMEN YANG DIPERLUKAN DIHITUNG
Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah 11) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah 7 dan 8. Tabel 2.10
Kebutuhan semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Jenis pembetonan
Semen min per m3 beton (kg)
FAS maks
Beton di dalam ruang bangunan c. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
d. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan c. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung d. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah c. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti d. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari Lihat tabel 2.7a tanah Beton yang selalu berhubungan dengan: c. Air tawar
Lihat tabel 2.7b
d. Air laut
34
LANGKAH 13: KEBUTUHAN SEMEN MINIMUM
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan Tabel 2.10.
LANGKAH 14: PENYESUAIAN KEBUTUHAN SEMEN
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah 12 ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah 13), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
LANGKAH 15: PENYESUAIAN JUMLAH AIR ATAU FAKTOR AIR SEMEN
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 14 maka nilai faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut: a. Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum. b. Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen.
LANGKAH 16: PENENTUAN GRADASI AGREGAT HALUS
Berdasarkan gradasinya (lihat analisis ayakan), agregat halus yang akan dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam Tabel 2.11.
35
Tabel 2.11 Batas Gradasi Agregat Halus (Sumber : SNI 03-2834-2000)
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
Lubang Ayakan (mm)
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 – 100
90 – 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 – 100
85 – 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 – 90
75 – 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 –59
60 – 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 – 30
12 – 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 – 10
0 – 10
0 – 15
LANGKAH 17: PERBANDINGAN AGREGAT HALUS DAN AGREGAT KASAR
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.6 atau Gambar 2.7 atau Gambar 2.8.
36
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.7 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm 37
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.8 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm LANGKAH 18: BERAT JENIS AGREGAT CAMPURAN
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:
BJ camp = P ⋅ BJ ah + K ⋅ BJ ak ............................... (2.11) Dimana: BJcamp = Berat jenis agregat campuran BJah
= Berat jenis agregat halus
BJak
= Berat jenis agregat kasar
P
= Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
K
= Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
38
LANGKAH 19: PENENTUAN BERAT JENIS BETON
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah 18 dan kebutuhan air tiap m3 beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.9 dapat diperkirakan berat jenis betonnya. Caranya adalah sebagai berikut: a. Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada Gambar 2.9. b. Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu horizontal pada Gambar 2.9, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas. c. Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.9 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh 39
LANGKAH 20: KEBUTUHAN AGREGAT CAMPURAN
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3 dengan kebutuhan air dan semen.
LANGKAH 21: BERAT AGREGAT HALUS YANG DIPERLUKAN DIHITUNG BERDASARKAN HASIL DARI LANGKAH 17 DAN 20
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
LANGKAH 22: BERAT AGREGAT KASAR YANG DIPERLUKAN DIHITUNG BERDASARKAN HASIL DARI LANGKAH 20 DAN 21
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus. Catatan: Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ⎛ A − A1 ⎞ ⎛ A − A2 ⎞ Air = A − ⎜ h ⎟⋅ B −⎜ k ⎟ ⋅ C .......................................................... (2.12) ⎝ 100 ⎠ ⎝ 100 ⎠ ⎛ A − A1 ⎞ Agregat halus = B + ⎜ h ⎟ ⋅ B ................................................................. (2.13) ⎝ 100 ⎠ ⎛ A − A2 ⎞ Agregat kasar = C + ⎜ k ⎟ ⋅ C ................................................................ (2.14) ⎝ 100 ⎠
40
Dimana: A
= Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
B
= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C
= Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak
= Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi (penyerapan) (%) A2
= Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)
41