BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Bahan – Bahan Pembentuk Beton Beton umumnya tersusun dari tiga bahan penyusun utama yaitu semen, agregat
dan air. Jika diperlukan, bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan (Mulyono, 2005). 2.1.1
Agregat halus Agregat halus adalah agregat dengan ukuran lebih kecil dari 4,8 mm (Mulyono,
2005). Agregat halus dapat berupa pasir alam (hasil pembentukan alami dari batuan – batuan) atau pasir buatan (dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu). Fungsi utama agregat halus dalam campuran beton adalah mengisi ruang antara butir agregat kasar. Ukuran agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji gradasi. Tabel 2.1 Batas Gradasi Agregat halus Persentase Lolos Lubang Ayakan (mm)
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90-100
90-100
90-100
90-100
2,4
60-95
75-100
85-100
95-100
1,2
30-70
55-90
75-100
90-100
0,6
15-34
35-59
60-79
80-100
0,3
5-20
8-30
12-40
15-50
0,15
0-10
0-10
0-10
0-15
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Selain itupun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat halus yang akan digunakan sesuai dengan ASTM C.33 :
7 •
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) atau No.200) dalam persen ditambah berat maksimum, o
Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%.
o
Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%.
•
Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3%.
•
Kandungan arang dan lignit o
Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan diekspos), maksimum 0,5%.
o •
Beton jenis lainnya, maksimum 1%.
Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampurkan agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna standar. Jika warnanya lebih tua maka ditolak kecuali : o
Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang sejenis.
o
Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tean beton yang dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukan nilai lebih besar dari 95%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87.
•
Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak leih dari 0,6%.
•
Kekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimal 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15%.
8 2.1.2
Agregat Kasar Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,8 mm
(Mulyono, 2005). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil (koral) sebagai hasil pembentukan alami dari batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari pemecahan (Stone Crusher). Ukuran maksimal agregat kasar dibagi menjadi 3 golongan yang dapat diketahui melalui uji gradasi. Tabel 2.2 Analisa Saringan Agregat Kasar Ukuran Saringan (mm)
Persentase Lolos (%) Gradasi Agregat 40 mm 20 mm 10 mm
76
100
-
-
38
95-100
100
-
19
35-70
95-100
100
9,6
10-40
30-60
50-85
4,8
0-5
0-10
0-10
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agregat yang akan digunakan dalam campuran beton, yaitu : •
Kadar lumpur pada agregat kasar tidak boleh lebih besar daripada 1%, karena lumpur dapat mengurangi daya ikat antar permukaan agregat yang menyebabkan turunnya kekuatan beton. Apabila dari hasil percobaan didapatkan nilai kadar lumpur lebih besar daripada 1%, maka agregat kasar tersebut harus dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai dalam campuran beton.
9 2.1.3
Semen Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen yang
mengeras maka kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah lem, yang bila semakin tebal tentu semakin kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak menjamin kerekatan yang baik (Nugraha & Antoni, 2007). Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan degan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi fungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton setelah pengadukan selesai (Mulyono, 2005). Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen portland yang digunakan di Indonesia haru memenuhi syarat SII.0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut (Mulyono, 2005).
10 Tabel 2.3 Tipe – Tipe Semen Portland No
Tipe ASTM
1
Tipe Standar I
2
3
4
5
Tipe II Modified panas hidrasi, ketahanan terhadap sulfat sedang Tipe III Cepat mengeras, kekuatan awal tinggi Tipe IV Panas Hidrasi Rendah Tipe V Tahan terhadap Sulfat
Penggunaan Semua bangunan beton yang tidak akan mengalami perubahan cuaca yang dahsyat atau dibangun dalam lingkungan korosif. Untuk bangunan yang menggunakan pembetonan secara massal, seperti dam, panas hidrasi tertahan dalam bangunan untuk jangka waktu yang lama.
Untuk pembetonan musim dingin.
Pembetonan massal Untuk bangunan di air yang mengandung sulfat atau air laut.
*Sumber : ASTM (American Society for Testing Material)
Tabel 2.4 Komposisi Larutan Semen Portland Dan Notasi Kimia
Nama Kimia
Formula Kimia
Notasi
Trikalsium Silikat Dikalsium Silikat Trikalsium Aluminat Tetrakalsium Aluminoferit Kalsium Sulfat Dihidrat (Gypsum)
3CaO.SiO2 2CaO. SiO2 3CaO.Al2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
C3 S C2 S C3 A C4AF
CaSO4.2H2O
CSH2
Massa (%)
Pengaruh terhadap pengerasan (jam)
49-55 18-25 8-10 8-11
sampai 360 sampai 336 setelah 24 -
6 -
*Sumber : Mulyono (Teknologi Beton)
2.1.4
Air Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen,
membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton. Air yang dapat diminum umumnya digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahan
11 kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan. Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang biasa disebut sebagai Faktor Air Semen (water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah prose hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton. Untuk air yang tidak memenuhi syarat mutu, kekuatan beton pada umur 7 hari atau 28 hari tidak boleh kurang dari 90% jika dibandingkan dengan kekuatan beton yang menggunakan air standar/suling (Mulyono, 2005).
2.2 2.2.1
Properti Agregat Berat isi agregat Berat isi agregat adalah nilai banding antara berat dengan volume agregat
dalam keadaan kering. Di dalam perancangan campuran adukan beton,
untuk
menentukan volume padat bagian yang terpilih perlu diketahui ruangan-ruangan yang dipakai oleh partikel agregat, terlepas dari ada atau tidaknya pori dalam partikel. Nilai yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah berat isi keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition). Berat isi suatu agregat dipengaruhi oleh jumlah air yang ada. Untuk itu dalam menentukan campuran adukan beton di pakai nilai ratarata hasil pemeriksaan yang dilakukan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat isi agregat adalah:
12
Berat isi agregat kasar =
................................................................................... (2.1)
Dimana : V
= volume wadah (dm3)
W3
= berat contoh agregat kasar (kg)
2.2.2
Kadar Air Agregat Kadar air ini didefinisikan sebagai nilai banding antara berat butir agregat
dengan berat air. Menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan. Kadar nilai agregat adalah nilai banding antara berat air yang terkandung dalam agregat dengan agregat dalam keadaan kering. Nilai kadar
air
ini
digunakan
untuk
koreksi
takaran
air
dalam
perancangan adukan beton disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan kadar air agregat adalah: Kadar air agregat =
×100% ....................................................................... (2.2)
Dimana: W1
= berat agregat (gram)
W2
= berat kering agregat (gram)
2.2.3
Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Dalam perencanaan beton yang terutama digunakan adalah berat jenis pada
keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition)/jenuh
kering
permukaan. Berat jenis pada keadaan jenuh kering muka (saturated and surface dry condition) adalah perbandingan antara berat pada keadaan jenuh kering muka dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Volume disini termasuk pori-pori yang tidak tembus air, sedangkan pori-pori kapiler diisi oleh air atau jenuh.
13 Berat jenis dalam keadaan kering sama seperti berat jenis pada saturated and surface dry condition, tetapi dalam pengukuran volume termasuk volume seluruh pori-pori yang ada. Berat jenis permukaan berbeda satu sama lain, tergantung daru jenis batuan, susuan mineral, struktur butiran, dan porositas batuan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat halus adalah: Berat jenis kering =
.............................................................................. (2.3)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = Penyerapan =
...................................... (2.4)
× 100% ................................................................................. (2.5)
Dimana: B1 = berat agregat kondisi kering (gram) B2 = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram) B3 = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gram)
Sedangkan untuk agregat kasar digunakan rumus sebagai berikut :
Berat jenis kering =
.............................................................................. (2.6)
Berat jenis jenuh kering permukaan (SSD) = Penyerapan =
× 100%
...................................... (2.7)
................................................................................... (2.8)
Dimana: Bk = berat agregat kondisi kering (gram) Bj = berat agregat kondisi jenuh kering permukaan (gram)
14 W1 = berat bejama, air, dan agregat kasar (gram) W2 = Berat bejana dan air (gram)
2.3
Bahan Tambah Admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada
saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya. Admixture atau bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of Terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates (ASTM C.125-1995:60) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI SP-19) sebagai material selain air, agregat dan semen hidroloik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung (Mulyono, 2005). Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambakan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing) sedangkan bahan tambah aditif yaitu bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambah ini biasanya merupakan perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif yang merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan jadi bahan tambah aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatan. Berikut adalah penjelesan dan klasifikasi bahan tambah:
15 a.
Bahan Tambah Kimia Menurut standar ASTM. C.494 (2011) dan Pedoman Beton 1989 SKBI. 1.4.53.1989 (Ulasan Pedoman beton 1989), jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Pada dasarnya suatu bahan tambah harus mampu memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja yang sama sepanjang waktu pekerjaan selama bahan tersebut digunakan dalam racikan beton sesuai dengan pemilihan proporsi betonnya (PB, 1989).
b.
Bahan Tambah Mineral (additive) Bahan tambah mineral ini merupakan bahan tambah yang dimaksudkan untuk
memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton, sehingga bahan tambah mineral ini cendrung bersifat penyemenan. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzollan, fly ash, slag, dan silica fume. Beberapa keuntungan penggunaan bahan tambah mineral ini antara lain (Cain, 1994) : −
Memperbaiki kinerja workability
−
Mengurangi panas hidrasi
−
Mengurangi biaya pekerjaan beton
−
Mempertinggi daya ahan terhadap serangan sulfat
−
Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika
−
Mempertinggi usia beton
−
Mempertinggi kekuatan tekan beton
−
Mengurangi penyusutan
−
Mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton.
16 2.3.1 Fly Ash Fly ash (abu terbang) adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit tenaga listrik tenaga uap. Produk limbah dari PLTU tersebut mencapai 1 juta ton per tahun (Nugraha & Antoni, 2007) Fly Ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3), yaitu : a.
Kelas C Fly Ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batubara (batubara muda). 1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%. 2. Kadar CaO mencapai 10%. Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 35% dari berat binder.
b.
Kelas F Fly Ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batubara. 1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%. 2. Kadar CaO < 5%. Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15% - 25% dari berat binder.
c.
Kelas N Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik..
17 2.3.2 Kerak Tanur Tinggi Kerak tanur tinggi adalah kerak (slag), bahan sisa dari pengecoran besi (pig iron), di mana prosesnya memakai dapur (furnace) yang bahan bakarnya dari udara yang ditiupkan (blast). Material penyusun slag adalah kapur, silika dan alumina yang bereaksi pada temperatur 1600oC dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat. Namun bila cairan tersebut. Didinginkan secara cepat dan mendadak, maka akan membentu granulated glass yang sangat reaktif, yang cocok untuk pembuatan semen slag. Bijih dari blast tersebut kemudian digiling hingga halus, dapat dipakai sebagai bahan pengganti semen pada pembuatan beton (Nugraha & Antoni, 2007). 2.3.3 Uap Silika Uap silika terpadatkan (Condensed Silica Fume, CSF) adalah produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi silikon metal dan amalgam ferrosilikon (pada pabrik pembuatan mikrochip untuk komputer). Juga disebut silika fume (SF), microsilika, silica fume dust, amorphous silica, dan sebagainya. Namun SF yang dipakai untuk beton adalah yang mengandung lebih dari 75% silikon. Secara umum, SF mengandung SiO2 86-96%, ukuran butir rata-rata 0,1-0,2 micrometer, dan strukturnya amorphous (bersifat reaktif dan tidak terkristalisasi). Ukuran silika fume ini lebih halus dari pada asap rokok. Silika fume berbentuk seperti Fly Ash tetapi ukuran nya lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya. SF bisa didapat dalam bentuk bubuk , dipadatkan atau cairan yang dicampurkan dengan air 50%. Berat jenisnya sekitar 2,20 tetapi bulk density hanya 200-300 kg/m³. Specific suface area sangat besar, yaitu 15-25 m²/g.
18 SF bisa dipakai sebagai pengganti sebagian semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai bahan tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun beton keras.Untuk beton normal dengan kadar semen di atas 250 kg/m³, kebutuhan air bertambah dengan ditambahnya SF. Campuran lebih kohesif. Pada slump yang sama, lebih banyak energi dibutuhkan untuk menghasilkan aliran tertentu. Ini mengindikasikan stabilitas lebih baik dari beton cair. Pendarahan (bleeding) sangat berkurang sehingga perlu perawatan dini untuk mencegah retak susut plastis, khususnya pada cuaca panas dan berangin. SF biasanya dipakai bersama super plastisizer. Beton dari SF memperlihatkan kekuatan awal yang rendah. Namun perawatan temperatur tinggi memberi pengaruh percepatan yang besar. Potensi kekuatan adalah 3 sampai 5 kali dari semen portland per unit massa sehingga untuk kekuatan yang sama, umur 28 hari memberikan faktor air semen yang lebih besar. Panas hidrasi juga 2 kali lebih besar, namun karena potensi kekuatan tinggi, evolusi panas total bisa lebih rendah bila kadar semen dikurangi. Jadi beton dengan kekuatan tinggi (diatas 100 MPa) dapat dihasilkan. Sifat mekanis lainnya seperti kuat tarik dan lentur dan modulus elastisitas berkaitan dengan kuat tekan seperti halnya beton dari semen portland (Nugraha & Antoni, 2007). 2.3.4 Abu Kulit Gabah Penggilingan padi selalu menghasilkan gabah yang cukup banyak yang akan menjadi material sisa. Ketika bulir padi digiling, 78% dari beratnya akan menjadi beras dan akan menghasilkan 22% berat kulit gabah. Kulit gabah ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Kulit gabah terdiri dari 75% bahan mudah terbakar dan 25% berat akan berubah menjadi abu. Abu ini dikenal dengan Rice Husk Ash (RHA) yang mempunyai kandungan silika reaktif (amorphhous silica) sekitar 85-90%.
19 Jadi dari setiap 1000 kg padi yang digiling akan menghasilkan 220 kg (22%) kulit gabah. Bila kulit gabah itu dibakar pada tungku pembakaran maka akan menghasilkan sekitar 55 kg (25%) RHA (Paul Nugraha & Antoni, 2007: 108-109). Untuk membuat abu kulit gabah menjadi silika reaktif yang dapat digunakan sebagai material pozzolan dalam beton maka diperlukan kontrol pembakaran yang baik. Temperatur tungku pembakaran tidak boleh melebihi 800 derajat celcius sehingga dapat menghasilkan RHA yang terdiri dari silika yang tidak terkristalisasi. Jika kulit gabah ini terbakar pada suhu lebih dari 850 derajat celcius maka akan menghasilkan abu yang sudah terkristalisasi menjadi arang dan tidak reaktif lagi sehingga tidak mempunyai sifat pozzolan. Setelah pembakaran kulit gabah selama 15 jam dengan suhu yang terkontrol maka akan dihasilkan RHA yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu dengan sedikit warna hitam. Warna hitam menandakan bahwa temperatur tungku pembakaran terlalu tinggi yang menghasilkan abu yang tidak reaktif. RHA kemudian dapat digiling untuk mendapatkan ukuran butiran yang halus. RHA sebagai bahan tambahan dapat digunakan dengan mencampurkannya pada semen atau hanya memakai air kapur sebagai campuran untuk mendapatkan beton dengan kuat tekan rendah. 2.3.5 Debu Granit Batu granit berasal dari bauan volkanik (beku, terdiri dari quarts, feldsfar, hornblede, dan mika yang menjadi suatu susunan yang kokoh. Batu granit pada umumnya sangat keras. Beratnya berkisar antara 2670-3240 kg/m3, sedangkan kekuatan rata-rata berkisar antara 12,60 – 28,00 kN/cm2 dan daya serap 0,002 – 0,2% ukuran berat.
20 Granit ditemukan dalam pluton-pluton besar pada benua, ketika kerak bumi telah mengalami pengikisan yang besar. Granit mengalami proses pendinginan yang sangat lambat pada kedalaman jauh dari permukaan tanah, untuk membentuk butiran-butiran mineral besar. Selain itu, granit juga terbentuk dari letusan gunung berapi yang mengeluarkan lava pijar. Ketika lava keluar dari dalam perut bumi dan memenuhi daratan bumi, tetapi lava dengan komposisi sama dengan granit hanya ke luar pada permukaan bumi. Ini berarti, granit harus terbentuk melalui pelelehan batuan benua yang dapat terjadi karena dua alasan, yaitu penambahan panas dan penambahan volatil (air atau karbon dioksida atau keduanya). Permukaan benua relatif panas karena mengandung sebagian besar uranium dan potasium yang memanaskan daerah sekelilingnya melalui peluruhan radiokatif. Proses lempeng tektonik terutama subduksi dapat menyebabkan magma basaltik naik di bawah benua. Selain panas, karbon dioksida ini melepaskan magma dan air yang membantu semua jenis batuan meleleh pada suhu lebih rendah. Diperkirakan bahwa sejumlah besar magma basaltik dapat menempel ke bagian bawah sebuah benua dalam proses yang disebut underplating. Dengan pelepasan panas dan cairan yang lambat, sejumlah besar kerak benua bisa berubah menjadi granit pada waktu bersamaan. Ada tiga hal yang membedakan granit dengan batuan lainnya, yaitu : a.
Granit terbetuk dari butiran-butiran mineral besar yang bersatu erat.
b.
Granit selalu terdiri atas mineral kuarsa dan feldspar, dengan atau tanpa jenis mineral lain di dalamnya.
c.
Hampir semua jenis granit berbentuk beku dan plutonik. Pengaturan acak butiran pada batu granit merupakan bukti otentik asal plutoniknya.
Batuan dengan
komposisi yang sama seperti granit bisa terbentuk melalui proses metamorfisme
21 batuan sedimen yang lama. Akan tetapi, jenis batuan ini memiliki corak yang kuat dan biasanya disebut dengan granit gneiss. Karena Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung berapi aktif, maka banyak tempat – tempat di daerah Indonesia yang memiliki kandungan granit yang belum dimanfaatkan. Menurut Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, untuk pulau Jawa sendiri kandungan granit terbesar terdapat pada kabupaten Banjarnegara yang tersebar di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kalibening, Kecamatan Banjarmangu, Kecamatan Karangkobar, Kecamatan Pangentan, Kecamatan Sigaluh. Dengan besar cadangan di tiap kecamatan sebesar 204.800.500 ton, 9.165.000 ton, 15.958.028 ton, dan 55.438.331 ton. Debu granit adalah material yang berasal dari sisa pemotongan batu granit yang digunakan sebagai furniture rumah. Sisa pemotongan ini biasanya hanya didiamkan oleh pabrik granit hal ini disebabkan karena masyarakat tidak mengetahui potensi yang terdapat pada debu granit ini. Granit yang murni hanya salah satu jenis granitoid. Sebuah granitoid mengandung 20-60 % kuarsa dan kandungan feldspar. Granit adalah batuan yang kuat karena memiliki butiran mineral yang terbentuk selama periode proses pendinginan yang sangat lambat. Penambahan kuarsa dan feldspar menunjukkan kekuatan granit lebih kuat dibandingkan baja. Karena kekuatannya tersebut, granit banyak dipakai untuk bangunan dan benda hiasan seperti batu nisan. Kuarsa dan Feldspar umumnya memberikan granit bercahaya terang, dari warna merah muda sampai warna putih. Warna dasar tersebut disisipkan oleh mineral-mineral pengaya lainnya yang warnanya lebih tua. Mineral pelengkap yang paling umum adalah mika biotit hitam dan hornblenda amfibol hitam.
22 Granit merupakan batuan beku dalam bertekstur holokristalin, feneritik, berbutir kasar, mengandung mineral-mineral : kuarsa 10-4%, felsparkalium 30-60%, plagioklas natrium 0-35%, mineral mafis (biotit, hornblenda) 35-10%. Batuan leleran dari granit adalah Riolit. Secara fisik riolit berbutirhalus, bertekstur holokristalin hingga hipokristalin, afanitik. Mempunyai komposisi mineral sama dengan granit. Riolit terbentuk sebagai batuan gang dan batuan leleran dalam bentuk retas, sill, dan aliran. Berwarna abu-abu kemerahan hingga kehijauan, berbutir kasar dengan komposisi mineral feldspar, kuarsa, hornblende dan biotit.
Gambar 2.1. Debu Granit Silikon dioksida (SiO2) atau biasa juga disebut silika pada umumnya ditemukan di alam dalam batu pasir, pasir silika atau quartzite.
Zat ini merupakan material dasar
pembuatan semen. Silika merupakan salah satu material oksida yang keberadaannya berlimpah di alam, khususnya di kulit bumi. Keberadaanya biasa dalam bentuk amorf , dan kristal. Ada tiga bentuk kristal silika, yaitu quartz, tridymite, cristobalite, dan terdapat dua kristal yang merupakan perpaduan dari bentuk kristal tersebut.
23 Komposisi kimia daripada granit itu sendiri adalah : Tabel 2.5 Komposisi Kimia Batu Granit Komposisi SiO2 Al2O3 K2O Na2O CaO FeO Fe2O3 MgO TiO2 P2O5 MnO
Persentase (%) 72,04 14,42 4,12 3,69 1,82 1,68 1,22 0,71 0,3 0,12 0,05
*Sumber : Blatt, Harvey (Petrology)
Empat senyawa yang paling penting dalam reaksi hidrasi adalah Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 15 hari. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2 mengalami pengerasan yang signifikan sampai 14 hari. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3 mengalami pengerasan setelah 24 jam. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2 kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton. Senyawa dalam proses pengerasan semen Portland yang paling dominan pengaruhnya adalah senyawa silikat dibandingkan senyawa aluminat. Meskipun reaksi kimia yang terjadi pada senyawa aluminat jauh lebih cepat, namun proses pengerasan hanya 10 % dari keseluruhan proses pengerasan yang sempurna. Senyawa silikat yang
24 menyempurnakan pengerasan semen Portland tersebut karena komposisinya jauh lebih banyak dari senyawa aluminat. Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi gel kalsium silikat hidrat (gel tobermorite) dan kalsium hidroksida. Gel kalsium silikat hidrat, sering disingkat gel C-S-H, memiliki komposisi yang bervariasi berbentuk rongga sebanyak 70% dari semen. Kalsium hidroksida yang dihasilkan akan membuat sifat basa kuat (pH = 12,5). Ini menyebabkan semen sensitif terhadap asam dan akan mencegah timbulnya karat pada besi baja. 2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 2C3S + 6H
C-S-H gel
Trikalsium silikat
+ 3CH
gel tobermorite
kalsium hidrosikda
2(3CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2 2C3S + 6H
C-S-H gel
Dikalsium silikat
+ 3CH
gel tobermorite
kalsium hidrosikda
Tabel 2.6 Tabel Perbandingan Semen Portland Tipe 1 dengan Debu Granit Kimia Utama no
Uraian
1 2 3 4 5
SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO CaO
OPC I
Debu Granit
%
%
19,8 5,5 3,39 1,18 63
72,04 14,42 1,22 0,71 1,82
25 Fisika Utama no
Uraian
1
Kehalusan : Uji permebealitas udara, m2/kg Dengan alat: Turbidimeter Blaine
OPC I
Debu Granit
160 280
232
*sumber(Fatimah, 2010)
Gambar 2.2 Ikatan SiO2 2.4
Teori Kuat Tekan Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai berikut (PB, 1989). fc’
= Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck
= kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil uji kubus 150 mm atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa)
fc’r = kekuatan tekan beton rata – rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan percancangan campuran beton (MPa) S
= deviasi standar (s) (MPa)
26 Berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI, 1989), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus :
fc’ =
........................................................................................................... (2.9)
Dengan : fc’
= kuat tekan beton (Mpa)
P
= beban tekan maksimum (N)
A
= luas permukaan benda uji (mm2) Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat tekan
rata- rata yang distyaratkan. Pada tahap pelaksanaa konstruksi, beton yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari fc’ seperi yang telah disyaratkan. Kriteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 fc’ unutk kuat tekan rata – rata dua silinder dan memenuhi fc’ + 0,82 s unutk rata – rata empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan berikutnya (Mulyono, 2005).
2.5
Kuat Tekan Karakteristik dan fc’ Kekuatan tekan karakteristik ialah kekuatan tekan, dimana dari sejumlah besar
hasil-hasil pemeriksaan benda uji, kemungkinan adanya kekuatan tekan yang kurang dari itu terbatas sampai 5% saja. Yang diartikan dengan kekuatan tekan beton senantiasa
27 ialah kekuatan tekan yang diperoleh dari pemeriksaan benda uji kubus yang bersisi 15 (+0,06) cm pada umur 28 hari. Sedangkan fc’ adalah kuat tekan beton yang disyaratkan (dalam MPa), didapat berdasarkan pada hasil pengujian benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Penentuan nilai fc’ boleh juga didasarkan pada hasil pengujian pada nilai fck yang didapat dari hasil uji tekan benda uji kubus bersisi 150 mm. fck adalah kuat tekan beton (dalam MPa), didapat dari benda uji kubus bersisi 150 mm. Atau perbandingan kedua benda uji ini, untuk kebutuhan praktis bisa diambil berkisar 0,83.
Tabel 2.7 Perbandingan Kuat Tekan Antara Silinder dan Kubus Silinder (MPa)
2
4
6
8
Kubus 2,5 5 7,5 10 (MPa) Ratio Silinder 0,80 0,80 0,80 0,80 / Kubus *Sumber : ISO Standart 3893-1977)
2.6
10
12
16
20
25
30
35
40
45
50
12,5
15
20
25
30
35
40
45
50
55
0,80
0,80
0,80
0,80
0,83
0,86
0,88
0,89
0,90
0,91
Beton Mutu Tinggi Sesuai dengan perkembangan teknologi beton yang demikian pesat, ternyata
kriteria beton mutu tinggi juga selalu berubah sesuai dengan kemajuan tingkat mutu yang berhasil dicapai. Pada tahun 1950an, beton dengan kuat tekan 30 MPa sudah dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Pada tahun 1960an hingga awal 1970an, kriterianya lebih lazim menjadi 40 MPa. Saat ini, disebut mutu tinggi untuk kuat tekan diatas 50 MPa, dan 80 MPa sebagai beton mutu sangat tinggi, sedangkan 120 MPa bisa dikategorikan sebagai beton bermutu ultra tinggi (Supartono, 1998).
28 2.7
Mix Design Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan
metode SNI 03-2834-2000 : a.
Kekuatan tekan karakteristik Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu. Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
b.
Deviasi Standar Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula. Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus:
∑
.......... (2.10)
Dengan: fcr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa) fc
= Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
n
= Jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Bila suatu produksi tidak mempunyai hasil uji yang memenuhi persyaratan pasal 3.3.1 butir 1 (bila belum tersedia data hasil uji, sebagai pendekatan awal, maka tabel 2.8 memberikan perkiraan standar deviasi berdasarkan besarnya volume pekerjaan atau pendekatan yang diberikan pada tabel 2.9), tetapi hanya ada sebanyak 15 sampai 29 hasil uji yang berurutan, maka nilai deviasi standar yang dihitung dari data hasil uji tersebut dengan faktor pengali pada tabel 2.10.
29 Tabel 2.8 Mutu Pelaksanaan Diukur dengan Deviasi Standar Klas Operasi Pengujian Konst. Umumnya Percobaan Laboraturium
Variasi Keseluruhan Deviasi Standar Untuk Standar Kontrol yang Berbeda (kgf/cm2) terbaik sangat Baik Baik Cukup Kurang 35,2 42,2 di atas di bawah 28,1 28,1 - 35,2 42,2 49,2 49,2 17,6 21,1 di atas di bawah 14,1 14,1 - 17,6 21,1 24,6 24,6
(*Sumber : SNI 03 – 6815 – 2002)
Tabel 2.9 Kuat Tekan Rata – Rata Perlu, Jika Tidak Tersedia Untuk Menetapkan Deviasi Standar Persyaratan Kekuatan Kuat tekan Rata - Rata tekan, fc’, MPa perlu, fcr MPa Kurang dari 21 fc’ + 10,0 21 sampai dengan 35 fc’ + 8,5 Lebih dari 35 fc’ + 10,0 (*Sumber : SNI 03 – 2847 – 2000)
Tabel 2.10 Faktor Pengali Untuk Deviasi Standar Bila Data hasil Uji yang Tersisa Kurang Dari 30 Buah Jenis Penguji Faktor Pengali Kurang dari 15 Gunakan tabel 2.8 15 1,16 20 1,08 25 1,03 ≥ 30 1 (*Sumber : SNI – 2834 – 2000)
c.
Nilai tambah (Margin) Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus sebagai berikut :
...................................................................................................... (2.10)
Dimana: = Nilai tambah (MPa)
= tetapan yang nilainya diambil dari prosentase hasil uji yang ≤ fc’ dan untuk 5% diambil 1.64
= Deviasi standar (MPa)
30
d.
Kekuatan Tekan Rata – Rata (fcr) Kuat tekan yang direncanakan diperoleh dengan rumus: !"# !" $ %
............................................................................................... (2.10)
Dimana: !"& = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa) !"# = Kuat tekan rata-rata (MPa) = Nilai tambah (MPa) Tabel 2.11 Tipe Semen dan Fungsinya Tipe Semen
Deskripsi
I
Semen Portland jenis umum (normal PC) yaitu sejenis semen untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat - sifat khusus, misalnya trotoar, pasangan bata, dll.
II
Semen Portland jenis umum dengan perubahan - perubahan (modified Portland Cement). Semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dari jenis I. Semen ini digunakan untuk bangunan - bangunan tebal seperti pilar, kolom, dll.
III
Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength PC). Jenis ini akan menghasilkan beton dengan kekuatan yang besar pada waktu singkat, biasanya digunakan untuk struktur yang mendesak untuk digunakan, misalnya perbaikan jalan beton.
IV
Semen Portland dengan panas hidrasi rendah (Low Heat PC). Jenis ini merupakan jenis khusus dengan panas hidrasi yang serendah rendahnya. Digunakan untuk bangunan beton massa besar, seperti bendungan dll
V
Semen Portland tahan sulfat (Sulfat Resistant PC). Jenis PC yang khusus dimaksudkan untuk penggunaan pada bangunan bangunan yang kena sulfat seperti Industri Kimia dan lain - lain.
31 (*Sumber : SNI 03-2834-2000)
e.
Jenis Agregat Halus dan Kasar Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
f.
Faktor Air Semen Dengan berpedoman pada semen yang digunakan (Lihat tabel 2.10), jenis agegat kasar dan kuat tekan rata – rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen dengan Tabel 2.13 dan gambar 2.3
Tabel 2.12 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,5 Kekuatan tekan (MPa) Jenis semen
Semen Portland Tipe I Semen
Jenis agregat Umur (hari)
kasar
Bentuk
3
7
28
91
Batu tak dipecah
17
23
33
40
Batu pecah
19
27
37
45
Batu tak dipecah
20
28
40
48
Portland Tipe
Silinder
Kubus Batu pecah
23
32
45
54
Batu tak dipecah
21
28
38
44
Portland Tipe
Batu pecah
25
33
44
48
III
Batu tak dipecah
25
31
46
53
Batu pecah
30
40
53
60
II dan IV
benda uji
Semen
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Silinder
Kubus
32
(Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Kubus Panjang, Lebar, Tinggi 150 mm)
33 Langkah penetapan FAS dilakukan dengan cara sebagai berikut: •
Lihat Tabel 2.10, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50.
•
Lihat Gambar 2.3, buatlah titik A gambar 1 dengan nilai faktor air semen 0,50 (sebagai absis) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari Tabel 2.12 (sebagai ordinat). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan 2 grafik yang berdekatan.
•
Selanjutnya ditarik garis mendatar dari sumbu tegak si kiri pada kuat tekan ratarata yang dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong tersebut kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar sehingga diperoleh nilai faktor air semen.
g.
Faktor air semen maksimum Penetapan nilai faktor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan Tabel 2.13. Jika nilai faktor air semen ini lebih rendah daripada nilai faktor air semen yang sebelumnya, maka nilai faktor air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
34 Tabel 2.13 Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Semen min per Jenis pembetonan FAS maks 3 m beton (kg) Beton di dalam ruang bangunan a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
325
0,55
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung Beton yang masuk ke dalam tanah a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari Lihat tabel 2.11 tanah Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar b. Air laut (*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Lihat tabel 2.11
35 Tabel 2.14 Faktor Air Semen Maksimum Untuk Beton Yang Berhubungan Dengan Air Tanah Yang Mengandung Sulfat Konsentrasi Sulfat (SO3) dalam tanah Total (SO3) (%)
(SO3) dalam campuran air tanah = 2:1 (gr/lt)
<0,2
<1,0
0,2 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,9
1,9 – 3,1
(SO ) dalam air tanah (gr/lt)
Jenis Semen
<0,3
0,3 – 1,2
1,2 – 2,5
Kandungan semen min dengan ukuran agregat maks (kg/m3)
FAS maks
40 mm
20 mm
10 mm
Tipe I dengan atau tanpa Pozolan (15 – 40 %)
80
300
350
0,50
Tipe I tanpa Pozolan
290
330
350
0,50
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
270
310
360
0,55
Tipe II atau V
250
290
340
0,55
Tipe I dengan Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
430
0,45
Tipe II atau V
290
330
380
0,50
1,0 – 2,0
3,1 – 5,6
2,5 – 5,0
Tipe II atau V
330
370
420
0,45
>2,0
>5,6
>5,0
Tipe II atau V dan lapisan pelindung
330
370
420
0,45
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Tabel 2.15 Faktor Air Semen Untuk Beton Bertulang Dalam Air
Jenis beton
Berhubungan dengan:
Air tawar Bertula ng atau pra tegang
FAS
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Penetapan nilai slump
Tipe Semen
Ukuran agregat maks 40 mm
20 mm
0,50
Semua tipe I – V
280
300
0,45
Tipe I + Pozolan 15 – 40 % (semen Portland Pozolan)
340
380
0,50
Tipe II atau V
340
380
0,45
Tipe II atau V
340
380
Air payau
Air laut
h.
Kandungan semen min (kg/m3)
36 Nilai slump yang diinginkan ddapat diperoleh dari tabel 2.16 Tabel 2.16 Penetapan Nilai Slump (cm) Pemakaian Beton
Maksimum
Minimum
12,5
5,0
9,0
2,5
Plat, balok, kolom dan dinding
15,0
7,5
Pengerasan jalan
7,5
5,0
Pembetonan masal
7,5
2,5
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur di bawah tanah
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
i.
Penetapan besar butir agregat maksimum Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut: •
Tiga perempat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan.
•
Sepertiga kali tebal plat.
37 j.
Kadar air bebas Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan, lihat tabel 2.17. Tabel 2.17 Perkiraan Kebutuhan Air per m3 Beton (liter) Slump (mm)
Ukuran agregat
Jenis Batuan
60 – 0 – 10
10 – 30
30 – 60
maks
180 Batu tak dipecah
150
180
205
225
Batu Pecah
180
205
230
250
Batu tak dipecah
135
160
180
195
Batu Pecah
170
190
210
225
Batu tak dipecah
115
140
160
175
Batu Pecah
155
175
190
205
10 mm
20 mm
40 mm
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Dalam Tabel 2.12 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus: ' 0,67
', % 0,33
'. ............................................................................ (2.11)
Dimana: A = Jumlah air yang dibutuhkan (lt/m) Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
38 k.
Kadar Semen Kadar semen yang diperlukan dapat diperoleh dari perkalian kadar air bebas dengan perbandingan air semen, atau kadar air bebas dibagi dengan perbandingan air semen.
l.
Kebutuhan semen minimum Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan Tabel 2.18. Tabel 2.18 Kebutuhan semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus Semen min per Jenis pembetonan FAS maks m3 beton (kg) Beton di dalam ruang bangunan a. Keadaan kaliling non korosif
275
0,60
325
0,52
325
0,60
275
0,60
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosif Beton di luar ruang bangunan a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
39 Beton yang masuk ke dalam tanah a. Mengalami keadaan basah dan kering 325
0,55
berganti-ganti b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari Lihat tabel 2.10 tanah Beton yang selalu berhubungan dengan: a. Air tawar
Lihat tabel 2.10
b. Air laut (*Sumber : SNI 03-2834-2000)
m. Penyesuaian kebutuhan semen Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah k ternyata lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum (pada langkah l), maka kebutuhan semen minimum dipakai yang nilainya lebih besar.
n.
Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 14 maka nilai faktor air semen berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut: •
Faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum.
•
Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan faktor air semen.
o.
Daerah gradasi agregat halus
40 Susunan besar butir pasir dapat ditentukan dengan melakukan analisa ayakan, sehingga dapat digambarkan kurva grafik susunan butirnya dan dapat di masukkan ke salah satu daerah klasifikasi pada tabel 2.19. Tabel 2.19 Batas Gradasi Agregat Halus Lubang Ayakan
Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan
(mm)
Daerah I
Daerah II
Daerah III
Daerah IV
10
100
100
100
100
4,8
90 – 100
90 – 100
90 – 100
95 – 100
2,4
60 – 95
75 – 100
85 – 100
95 – 100
1,2
30 – 70
55 – 90
75 – 100
90 – 100
0,6
15 – 34
35 –59
60 – 79
80 – 100
0,3
5 – 20
8 – 30
12 – 40
15 – 50
0,15
0 – 10
0 – 10
0 – 10
0 – 15
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
p.
Perbandingan Agregat halus dan agregat kasar Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.3 atau Gambar 2.4 atau Gambar 2.5
41
. (*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.4 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.5 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm
42
(*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.6 Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm
q.
Berat jenis agregat campuran Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus: /0123 4
/01, % 5
/01. ..................................................................... (2.12)
Dimana: /0123 = Berat jenis agregat campuran
r.
/01,
= Berat jenis agregat halus
/01.
= Berat jenis agregat kasar
4
= Persentase berat agregat halus terhadap berat agregat campuran
5
= Persentase berat agregat kasar terhadap berat agregat campuran
Berat Jenis Beton
43 Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah 18 dan kebutuhan air tiap m3
beton, maka dengan grafik pada Gambar 2.6 dapat diperkirakan berat jenis
betonnya. Caranya adalah sebagai berikut: •
Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada Gambar 2.7.
•
Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu horizontal pada Gambar 2.7, kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
•
Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.
*Sumber : SNI 03-2834-2000)
Gambar 2.7 Penentuan Berat Isi Beton yang Dimampatkan Secara Penuh
s.
Kebutuhan agregat campuran
44 Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3 dengan kebutuhan air dan semen. t.
Berat agregat halus Berat agregat halus diperoleh dari hasil perkalian jumlah kadar agregat campuran (langkah q) dengan persentase fraksi pasir (langkap p) setelah dikoreksi dengan jumlah fraksi agregat halus yang terdapat di dalam agregat kasar.
u.
Berat agregat kasar Berat agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi berat agregat gabungan (langkah s) dengan berat agregat halus (langkah t).
v.
Koreksi kebutuhan bahan Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Air = ' 6 78
9: 9;
<=
/ 6 '. 6 '
Agregat halus = / % 78
9: 9;
> ..................................................... (2.13)
<=
/ ................................................................. (2.14)
Agregat kasar = > % '. 6 '
> ................................................................. (2.15)
Dimana: '
= Jumlah kebutuhan air (lt/m3)
/
= Jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
>
= Jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
', = Kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%) '. = Kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
45 ' = Kadar air salam agregat halus jenuh kering muka/absorbsi (penyerapan) (%) ' = Kadar air salam agregat kasar jenuh kering muka/absorbsi (%)
2.8
Perawatan Beton Perawatan yang baik terhadap beton akan memperbaiki beberapa segi dari
kualitasnya. Disamping lebih kuat dan awet terhadap agregsi kimia, beton juga lebih tahan terhadap aus dan kedap air. Sehari setelah pengecoran merupakan saat terpenting, periode sesudahnya diperlukan perwatan dengan air dalam jangka panjang untuk memperbaiki beton yang kurang baik perawatannya da kurang kekedapan airnya. Perawatan dilakukan dengan cara membasahi atau merencam beton dengan air. Untuk mendapakan beton yang baik, penempatan adukan yang sesuai harus diikuti dengan perawatan (Curing) pada lingkungan yang tepat selama tingkatan – tingkatan pengerasan awal. Jangka waktu perawatan yang tercantum dalam spesifikasi – spesifikasi pada umumnya dimaksudkan agar : •
Dapat dicegah terjadinya retak – retak permukaan beton yang diakibatkan oleh terlalu cepatnya penguapan air pada saat beton tersebut masih muda.
•
Tercapainya kekuatan beton yang disyaratkan.
•
Kekuatan tetap bertambah selama proses pembasahan. Pembasahan berguna untuk memperlancar hidrasi dari semen.
2.9
Umur Beton
46 Umur beton pada keadaan normal bertambah dengan bertambahnya umur beton itu sendiri. Perbandingan kekuatan beton pada berbagai umur dapat dilihat pada tabel 2.20 Tabel 2.20 Umur Beton Umur Beton (hari) Portland Semen Biasa
3 0,4
Portland semen dengan kuatan awal tinggi
0,55 0,75
7 14 21 0,65 0,88 0,95 0,9
0,95
28 1
90 1,2
365 1,35
1
1,15
1,2
*Sumber : ACI 211.1 (American Concerete Institue)
2.10 Peneletian Sebelumnya Penelitian yang berjudul Granite Powder Concrete ini dilakukan oleh (T. Felixkala and P. Partheenan) yang bertujuan untuk menggunakan limbah daripada pengrajin granit, yaitu berupa bubuk granit sebagai pengganti aggregat halus pada beton 30MPa. Ukuran butiran daripada bubuk granit ini terbesar adalah 2,36mm dan terkecil adalah 150µm. Penelitian ini menggunakan bahan aditif lainnya untuk mengganti semen, berupa debu terbang sebesar 10%, silica fume sejumlah 7,5%, slag sejumlah 10%, dan super plasticizer sebanyak 1% daripada berat semen total. Variasi campuran yang digunakan pada penelitian ini adalah 0%, 25%, 50%, 75%, 100% berat bubuk granit dibanding berat agregat halus. Sebagai landasan penelitian di buat juga 2 jenis beton yang tidak menggunakan bahan aditif apapun, jenis pertama dengan agregat halus menggunakan pasir normal, sedangkan jenis kedua menggunakan bubuk granit. Kesimpulan daripada penelitian ini adalah penstubstitusian bubuk granit dengan agregat halus lebih efektif pada 25% berat bubuk granit daripada agregat halus. Penelitian yang dilakukan oleh ( Slamet Widodo, ST, MT. dan Nuryadin Eko Raharjo, M.Pd) ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guruguru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bidang pembuatan
47 beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana dan memberikan pembelajaran yang berkelanjutan bagaimana cara pelaksanaan pembuatan beton mutu tinggi dengan menggunakan teknologi dan peralatan sederhana bagi guruguru SMK Jurusan Bangunan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada penelitian ini menggunakan material Abu Batu dengan komposisi pengganti semen : 0%, 12,5%, 25%, 37,5% dan Serbuk Bata Merah dengan komposisi pengganti semen : 0%, 10%, 20%, 33%, 50%. Penelitian ini menghasilkan hasil kuat tekan dengan menggunakan pengganti abu batu memiliki kadar optimum 12,5% dengan kuat tekan beton mecapai 62,5MPa dan pada bata merah tidak di rekomendasikan digunakan sebagai bahan pengganti, hal ini dikarenakan pada penelitian tidak dihasilkan serbuk bata merah dapat meningkatkan kuat tekan beton.
*Sumber : Widodo, Eko (Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat)
Gambar 2.8 Grafik Perbandingan Penambahan Abu Batu dengan Kuat Tekan
48
*Sumber : Widodo, Eko (Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat)
Gambar 2.9 Grafik Perbandingan Penambahan Serbuk Bata Merah dengan Kuat Tekan Penelitian yang dilakukan oleh ( M ardiono) ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kuat tekan beton mutu tinggi dengan penambahan Fly Ash pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Material yang digunakan adalah Fly ash dengan persentase 10%, 20%, 30%, dan 40% dari berat semen dan Superplastizicer yang digunakan bersamakan pada semua variasi campuran, yaitu sebesar 1% dari berat semen. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kuat tekan beton optimum rata-rata pada umur 28 hari yang dapat dicapai sebesar 41,57 MPa, pada campuran beton dengan Fly Ash 10% (B10). Kuat tekan beton terendah rata-rata pada umur 28 hari diperoleh sebesar 33,91 MPa, pada campuran beton dengan penggantian semen dengan Fly Ash 40% (B40). Kuat tekan rencana fc’ 40 MPa pada umur 28 hari dapat tercapai oleh 3 varian campuran, yaitu campuran tanpa Fly Ash (BN) sebesar 40,85 Mpa, campuran
49 dengan Fly Ash 10% dan 20%, masing-masing sebesar 41,57 Mpa dan 41,28 Mpa. Kuat tekan yang tidak memenuhi syarat fc’ rencana 40 Mpa pada umur 28 hari adalah campuran beton dengan Fly Ash 30% dan 40%, dengan kuat tekan 35,57 MPa dan 33,91 MPa. Pengaruh Fly Ash dalam beton mutu tinggi adalah butiran Fly Ash yang halus membuat beton lebih padat karena rongga antara butiran agregat diisi oleh Fly Ash sehingga dapat memperkecil pori-pori yang ada dan memanfaatkan sifat pozzolan dari Fly Ash. Selain itu penggunaan Fly Ash dengan takaran tertentu terbukti dapat meningkatkan kekuatan beton. Penelitian yang dilakukan oleh (Muhammad Shalahuddin) ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan abu terbang secara optimal pada campuran beton. Abu terbang diharapkan selain sebagai bahan alternatif juga sebagai filler. Material yang digunakan adalah abu terbang dengan persentase 0%, 5%, 10%, 15% dari berat semen. Pada penelitian ini di dapatkan kesimpulan bahwa penambahan abu terbang sebesar 5% terhadap berat semen meningkatkan kuat tekan beton sebesar 28,6%. Penambahan abu terbang sebsesar 15% terhadap berat semen menurunkan kuat tekan beton sebesar 27,8%. Pada saat penambahan debu granit 5%, CaOH2 dan SiO2 telah seluruhnya terikat secara kimia dan penambahan debu granit lebih dari 5% akan meningkatkan material halus (SiO2) bebas dan mengakibatkan penurunan kuat tekan beton. Penelitian yang dilakukan oleh (Celik Ozyildirim) bertujuan mengetahui kuat tekan dan permeabilitas dari perbandingan / proporsi total material semen dalam campuran Beton, yang dicampur Agregat Slag dan Silica fume dengan perbandingan tertentu. Proses pengujianya terdiri dari Mix Design Trial Mix (ditentukan dengan perbandingan tertentu), Semen Type II, III, Agregat (ASTM C 33), agregat halus, agregat kasar max ukuran butir (25mm), bahan tambahan, water-reducing (ASTM C
50 494 Tipe A), High Range Water Reducing (ASTM C 494 Type F), Test Air Content (ASTM C 231, pressure methode), slump (astm c 143), berat jenis (astm c 138), benda uji silinder 100x200mm (astm c 1202 ) diuji pada umur 1, 7 dan 28 hari untuk uji tekan. Benda uji silinder 100x200mm (ASTM C 1202) diuji umur 28 hari dan 1 tahun, untuk uji Permeabilitas. Proporsi pertama terdiri dari 9 benda uji, dimana total jumlah semen dibagi menjadi 2 jenis bahan yaitu: PC/SLAG/SF dengan perbandingan tertentu, dimana proporsinya per m3 terdiri agregat kasar = 1103 kg/m3, agregat halus = 651 kg/m3, semen = TIPE III, HRWR = bervariasi berdasarkan berat semen (1-2%)(ASTM C494F). Proporsi kedua terdiri dari 6 benda uji, yaitu 3 benda uji menggunakan semen tipe II & III, benda uji dengan semen tipe II I dengan total jumlah semen dibagi menjadi 3 jenis bahan yaitu; PC/Slag/SF dengan perbandingan terentu, begitu pula untuk agregat halus dan agregat kasar = 1103 kg/m3, HRWR= (ASTM C 494 –F). Dari proporsi pertama didapat kadar udara (%), Nilai slump (mm), Berat jenis (kg/m3) beton, dilanjutkan pengujian kuat tekan dari masing – masing benda uji dengan proporsi beton pada umur 1, 7, dan 28 hari dan tes permeabilitas umur 28 hari dan 1 tahun. Hasil penelitian tersebut didapat kuat tekan umur 1 hari untuk semen murni didapat 27.6 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 8.5 MPa, Kuat Tekan
Umur 7 hari
untuk semen murni didapat
37,2 MPa, sedangkan kuat tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 32,1 MPa, kuat tekan
umur 28 hari untuk semen murni didapat 44.3 M P a, sedangkan kuat
tekan dengan kombinasi slag dan silica fume 45.6 MPa, dengan penambahan bahan
51 Slag dan Silica Fume dapat memberikan konstribusi kenaikan kuat tekan pada umur 28 hari, untuk nilai permeabilitas pada umur 28 hari dari proporsi semen tanpa kombinasi bahan tambahan dengan nilai 3814 coulombs, sedang proporsi bahan kombinasi 50% semen/ 43% slag/ 7% silica fume didapat nilai permeabilitas 645 coulombs, ini menunjukkan penambahan bahan slag dan silica fume dengan perbandingan tersebut dapat menurunkan nilai permeabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh (H-Moosberg and Bustnes) bertujuan Penelitian ini menggunakan limbah pengolahan baja (steel slag jenis AOD) sebagai filler pada beton. Limbah yang digunakan mempunyai ukuran butiran lolos ayakan 45 µm mengandung unsur SiO2 sebanyak 27%, CaO sebesar 54 % dan FeO sebesar 2,6 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan steel slag sebagai filler menggantikan semen sebesar 20 % dan 40 % terhadap berat semen, faktor air semen 0,48 menghasilkan beton dengan kuat tekan 44,7 MPa dan 34,1 MPa. Kuat tekan ini lebih rendah dibandingkan beton tanpa limbah yang mencapai kuat tekan 52,9 MPa. Namun demikian penggunaan limbah steel slag sebagai filler pada beton menghasilkan kuat tekan lebih tinggi dibandingkan beton yang menggunakan filler quartz. Penelitian yang dilakukan oleh (B. Mobasher M. ASCE, R Devaguptapu, A.M. Arino) ini menggunakan debu copper slag sebagai cementitious pada beton. Komposisi kimia limbah terdiri dari SiO2 sebanyak 27,23%, CaO sebesar 5,14 % dan FeO sebesar 51,3 %. Debu copper slag ini memiliki komposisi kimia mirip dengan dry dust collector PT. Krakatau Steel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan beton pada umur 1 dan 7 hari lebih rendah dibandingkan beton tanpa copper slag, tetapi setelah umur 28 dan 90 hari kuat tekan beton copper slag meningkat lebih tinggi dibanding beton normal. Pada kadar 15 % debu copper slag dengan aktivator kapur sebanyak 1,5 %
52 menghasilkan kuat tekan beton 30 Mpa pada umur 28 hari dan 61 Mpa pada umur 90 hari. Pada penelitian ini kuat tekan tertinggi dihasilkan oleh beton dengan kadar debu copper slag optimum sebesar 10 % dari berat PC dengan aktivator kapur sebesar 1 %. Penelitian yang dilakukan oleh (S.I.Zaki and Khaled .S. Ragab) yang berjudul How Nanotechnology Can Change Concrete Industry ini menggunakan silica fume dan nano silica untuk membuat beton mutu tinggi. Zat aditif yang digunakan pada penelitian ini adalah 18% dari berat semen yang digantikan oleh silica fume serta variasi pencampuran nano silika, dengan variasi pencampuran 0,5%, 0,7%, 1%. Ditambahkan pula superplasticizer berupa lignosuplhonate superpasticizer dan polycarpoxylate superplasticizer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nano silika diketahui lebih efektif ketika dicampur terpisah dari superplasticizer dan kemudian baru ditambahkan 20% dari total air. Beton dengan nano silika membutuhkan penambahan air atu superplasticizer untuk menjaga workability. Hasil dari pembuatan beton dengan nano silika telah terbukti lebih meningkat setelah 28 hari hingga 1 tahun. Dan kadar optimum dari nano silika adalah 0,5% dari berat semen yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh (H. Katkhuda, B. Hanayneh and N. Shatarat) yang berjudul Influence of Silica Fume on High Strength Lightweight Concrete ini menggunanakn silica fume sebagai zat aditif pada pembuatan beton ringan mutu tinggi, dengan persentase pencampuran adalah 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%. Penelitian ini juga menggunakan 5 jenis rasio air semen yang berbeda, yaitu 0,26; 0,3; 0,34; 0,38; 0,42. Pada akhir penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa kadar optimum daripada silica fume yang digantikan ke berat semen adalah 15% sampai dengan 25% bergantung daripada rasio air semen yang digunakan.