BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Jembatan Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti danau, lembah, jurang, saluran irigasi, jalan kereta api dan semacamnya. Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan yang pesat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang kompleks. Jenis jembatan sendiri dapat dibedakan berdasarkan fungsi, lokasi, dan bahan konstruksinya. Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Jembatan jalan raya (highway bridge)
Gambar 2.1 Jembatan Jalan Raya (Sumber : news.rutgers.edu)
5
6
b. Jembatan jalan kereta api (railway bridge)
Gambar 2.2 Jembatan Jalan Kereta Api (Sumber : .theodora.com) c. Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge)
Gambar 2.3 Jembatan Pejalan Kaki (Sumber : galinsky.com) Kalau berdasarkan lokasinya, jenis jembatan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Jembatan di atas sungai atau danau b. Jembatan di atas lembah
7
c. Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert) d. Jembatan di atas jalan yang sudah ada (fly over) e. Jembatan di dermaga (jetty) Sedangkan berdasarkan bahan konstruksinya,jembatan dapat dibedakan sebagai berikut : a. Jembatan kayu (log bridge) b. Jembatan beton (concrete bridge) c. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge) d. Jembatan baja (steel bridge) e. Jembatan komposit (composite bridge) Jembatan memiliki beberapa bagian antara lain : a.
Struktur atas (super structure), yaitu semua bagian jembatan atas tumpuan yang terdiri dari tumpuannya sendiri, balok utama longitudinal atau stringer/girder, sistem lantai dan pengaku (bracing/stiffener). Bagian-bagian sekunder lain adalah parapet, dinding railing, anti kembang-susu, alat sambung dek dan sebagainya.
b.
Struktur bawah (sub structure), dibagi menjadi 2 bagian yaitu kepala jembatan (abutments) atau pilar (pier) dan pondasi untuk kepala jembatan atau pilar. Struktur bangunan bawah perlu didesain khusus sesuai dengan jenis kekuatan tanah dasar dan elevasi jembatan.
8
Tabel 2.1 Jenis Jembatan berdasarkan Bentang
Sumber : Bridge Management System 1992
2.2
Evaluasi Kekuatan Jembatan Tata cara evaluasi kelayakan jembatan berdasarkan kemampuan jembatan
menahan beban yang dimunculkan dalam bentuk faktor ketahanan (resistance factor) dibahas dalam tulisan di bawah ini. Faktor ketahanan dibagi dalam dua jenis : a.
Faktor ketahanan yang mendasarkan pada beban tertinggi (operating rating)
b.
Faktor ketahanan yang mendasarkan pada pada beban lebih rendah (inventory
rating, inv). Beban tertinggi (operating rating) bersifat sementara, tidak terlalu sering dilakukan dan mendasarkan pada tegangan 75% tegangan lelehnya, sedang beban lebih
9
rendah (inventory rating) mendasarkan pada 55% tegangan lelehnya, sering dilakukan dan berjangka panjang 2.3
Jembatan Beton Prategang
2.3.1
Pengertian Beton Prategang Beton merupakan material yang lemah menahan gaya tarik tetapi kuat menahan
gaya tekan. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik beton menimbulkan tejadinya retak lentur pada taraf
pembebanan
yang
masih
rendah.
Untuk
mengurangi
atau
mencegah
berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya longitudinal tersebut disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberian prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal aau beban hidup horizontal transien. Gaya prategang ini berupa tendon yang diberikan tegangan awal sebelum memikul beban kerjanya yang berfungsi mengurangi atau menghilangkan tegangan tarik pada saat beton mengalami beban kerja, menggantikan tulangan tarik pada struktur beton bertulang biasa. Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam konstruksi. Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah beton yang mempunyai kuat tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c min K-300, modulus
10
elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimate yang lebih kecil yang menghasilkan kehilangan prategangan yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran tendon, mencegah terjadinya keretakan. Tipikal diagram tegangan-regangan beton dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Diagram Tegangan-Regangan pada Beton 2.3.2
Pemakaian Baja Prategang Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada
tiga macam, yaitu : a. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik (pre-tension) b. Kawat untaian (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pasca tarik (post-tension)
11
c. Kawat batangan (bar), biasanya digunakan untuk baja prategang pada beton prategang dengan sistem pratarik (pre-tension) Pada tabel 2.2 di bawah akan ditunjukkan tipikal baja yang biasa digunakan Tabel 2.2 Tipikal Baja Prategang
Jenis Material
Kawat Tunggal (Wire) Untaian Kawat (Strand) Kawat Batangan (Bar)
2.3.3
Diameter (mm)
Luas (mm²)
Beban Putus (kN)
Tegangan Tarik (Mpa)
3 4 5 7 8 9,3 12,7 15,2 23 26 29 32 38
7,1 12,6 19,6 38,5 50,3 54,7 100 143 415 530 660 804 1140
13,5 22,1 31,4 57,8 70,4 102 184 250 450 570 710 870 1230
1900 1750 1600 1500 1400 1860 1840 1750 1080 1080 1080 1080 1080
Prinsip Dasar Prategang Pemberian gaya prategang ditentukan berdasarkan jenis sistem yang
dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang dikehendaki. Gaya prategang yang diberikan secara longitudinal di sepanjang atau sejajar dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian prategang linier. Pemberian gaya prategang dapat dilakukan sebelum atau sesudah beton dicor. Pemberian prategang yang dilakukan sebelum pengecoran disebut sistem pratarik (pre-tensioned), sedangkan pemberian prategang setelah dilakukan
12
pengecoran disebut sistem pascatarik (post-tensioned). Pemberian gaya prategang pada beton akan memberikan tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini akan menahan beban luar yang bekerja pada penampang. Beton prategang sendiri dapat mengalami gaya prategang penuh (fully stressed) atau gaya prategang sebagian (partial stressed). Prategang penuh adalah struktur tidak diizinkan ada tegangan tarik pada penampang baik pada tahap transfer sampai dengan masa layan dan tegangan pada serat bawah dianggap tidak ada. Sedangkan prategang sebagian adalah penampang struktur direncanakan untuk dapat menerima tegangan tarik pada lokasi penampang selama masa transfer sampai masa layan dan tegangan serat bawah tidak sama dengan nol. Ada tiga konsep berbeda yang dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifatsifat dasar dari beton prategang : a.
Konsep pertama, sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis.
Ini
merupakan
buah
pemikiran
Eugene
Freyssinet
yang
memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton. berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.
13
Gambar 2.5 Distribusi Tegangan Beton Prategang Dalam bentuk yang paling sederhana, ambillah balok persegi panjang yang diberi gaya prategang oleh sebuah tendon sentris. Akibat gaya prategang F, akan timbul tegangan tekan merata seperti pada gambar 2.6. ............................................................................................................. (2.1)
Akibat beban merata (termasuk berat sendiri beton) akan memberikan tegangan tarik di bawah garis netral dan tegangan tekan di atas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :
............................................................................................. (2.2)
Dimana M
= Momen lentur pada penampang yang ditinjau
c
= Jarak garis netral ke serat terluar penampang
I
= Momen Inersia Penampang
14
Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah: ● Di atas garis netral:
(tidak boleh melampaui tegangan hancur beton) .........(2.3)
● Di bawah garis netral: (tidak boleh < 0) ...........................................................(2.4)
Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul beban tarik. b.
Konsep kedua, sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal (gambar 2.7). Pada beton prategang, baja mutu tinggi ditanam pada beton, seperti pada beton bertulang biasa, beton di sekitarnya akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja digunakan (gambar 2.8). Oleh karena itu, baja perlu ditarik sebelumnya (pratarik) terhadap beton. Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini memungkinkan pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua bahan dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan dalam bentuk seperti pada beton bertulang biasa.
15
Gambar 2.6 Momen Penahan Internal pada Balok Beton Prategang dan Beton Bertulang
Gambar 2.7 Balok Beton menggunakan Baja Mutu Tinggi c. Konsep ketiga, sistem prategang untuk mencapai keseiimbangan beban. Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat keseimbangan gaya-gaya pada sebuah balok. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada sepanjang beton.
Gambar 2.8 Balok Prategang dengan Tendon Parabola
16
Suatu balok beton di atas dua perletakan (simple beam) yang diberi gaya prategang F melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang yang terdistribusi secara merata ke arah atas dinyatakan ; ......................................................................................................(2.5)
Dimana: = Beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F
h
= Tinggi parabola lintasan kabel prategang
L
= Bentangan Balok
F
= Gaya prategang
Jadi beban merata akibat beban (mengarah ke bawah) diimbangi oleh gaya merata akibat prategang
2.4
yang mengarah ke atas.
Metode Prategangan Ada dua jenis metode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu : a. Metode Pratarik (Pre-Tension Method) Metode ini yaitu baja prategang diberi gaya prategang dulu sebelum beton dicor, oleh karena itu disebut metode pratarik. Adapun prinsip pratarik secara singkat dijelaskan seperti pada gambar 2.10
17
Gambar 2.9 Prinsip Metode Pratarik Tahap (A) : Kabel (tendon) prategang ditarik atau diberi gaya prategang kemudian diangker pada suatu abutment tetap. Tahap (B) : Beton dicor pada cetakan (formwork) dan landasan yang sudah disediakan sedemikian sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya prategang dan dibiarkan mengering. Tahap (C) : Setelah beton mongering dan cukup umur dan kuat untuk menerima gaya prategang, tendon dipotong dan dilepas, sehingga gaya prategang ditransfer ke beton. Setelah gaya prategang ditransfer ke beton, balok beton tersebut akan melengkung ke atas sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut akan rata.
18
b.
Metode Pascatarik (Post-Tension Method) Pada metode pascatarik, beton dicor terlebih dahulu, dimana sebelumnya telah disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Metode pascatarik dapat dijelaskan secara singkat seperti pada gambar 2.11.
Gambar 2.10 Prinsip Metode Pascatarik Tahap (A) :
Dengan cetakan (formwork) yang telah disediakan lengkap
dengan saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct) yang dipasang melengkung sesuai bisang momen balok, beton dicor. Tahap (B) : Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel prategang dimasukkan dalam selongsong (tendon duct), kemudian ditarik untuk mendapat gaya prategang. Metode pemberian gaya prategang ini, salah satu ujung kabel diangker, kemudian ujung lainnya ditarik (ditarik dari satu sisi). Ada pula yang ditarik di kedua
19
sisinya dan diangker secara bersamaan. Setelah diangkur, kemudian saluran di grouting melalui lubang yang telah disediakan. Tahap (C) : Setelah diangkur, balok beton menjadi tertekan, jadi gaya prategang telah ditransfer ke beton. Karena tendon dipasang melengkung, maka akibat gaya prategang tendon memberikan beban merata ke balok yang arahnya ke atas, akibatnya balok melengkung ke atas. Karena alasan transportasi dari pabrik beton ke lokasi proyek, maka biasanya beton prategang dengan sistem post-tension ini dilaksanakan secara segmental (balok dibagi-bagi, misalnya dengan panjang 1-1,5 m), kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan di lokasi proyek, setelah balok segmental tersebut dirangkai. 2.5
Tahap Pembebanan Tidak seperti pada perencanaan beton bertulang biasa, pada perencanaan beton
prategang ada dua tahap pembebanan yang harus dianalisa. Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap pembebanan pada beton prategang yaitu tahap transfer dan tahap layan (service). a. Tahap transfer Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya prategang ditransfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi pada saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi
20
beban yang bekerja sangat minimum. Sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum karena belum ada kehilangan gaya prategang. b.
Tahap layan Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka mulailah masuk ke tahap service atau tahap layan dari beton prategang tersebut. Pada tahap ini beban luar seperti live load, angin, gempa, dan lain-lain mulai harus bekerja, sedangkan pada tahap ini semua kehilangan gaya prategang sudah harus dipertimbangkan di dalam analisa strukturnya.
2.6
Kehilangan Prategang Gaya prategang pada beton mengalami proses reduksi yang progresif
(pengurangan secara perlahan) sejak gaya prategang awal diberikan. Pada dasarnya nilai masing-masing kehilangan gaya prategang adalah kecil, tetapi apabila dijumlahkan dapat menyebabkan penurunan gaya yang cukup signifikan yaitu ± 15% - 20%, sehingga kehilangan gaya prategang harus dipertimbangkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk meminimalkan kehilangan gaya prategang adalah : a.
Mutu beton yang digunakan minimal 40 MPa untuk memperkecil rangkak.
b.
Tendon yang digunakan adalah mutu tinggi yang memiliki relaksasi rendah.
Secara umum, reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: a.
Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi,
termasuk perpendekan (deformasi) beton secara elastis, kehilangan karena pengangkuran dan kehilangan karena gesekan.
21
b.
Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan akibat efek temperatur dan relaksasi baja, yang semuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam beton prategang. 2.6.1
Kehilangan Akibat Gesekan Kehilangan gaya prategang akibat gesekan antara tendon dan saluran
beton sekitarnya dan juga sistem pengangkuran yang digunakan. Gesekan dalam saluran tendon disebabkan oleh : a.
Gesekan fisis yang normal terjadi antara dua benda yang bergeser satu terhadap lainnya, dalam hal ini tendon yang bergerak terhadap dinding saluran yang diam, terutama pada tracee tendon berbentuk lengkung.
b.
Melendut-lendutnya letak saluran tendon disebut biasanya dengan efek goyangan (Wobble effect)
c.
Karatan-karatan yang terdapat pada tendons dan dinding saluran tendons yang terbuat dari baja.
d.
Kemungkinan adanya beton yang masuk (bocor) dalam saluran tendon.
e.
Kebersihan saluran. Perhitungan berkurangnya prategangan sampai sekarang merupakan cara
pendekatan. Dalam garis besarnya hanya menghitung 2 (dua) macam gesekan yaitu : gesekan pada tendons ( µ ) yang melengkung dan wobble effect ( k1 ).
22
Gambar 2.11 Penampang beton Prategangan dalam penampang sejauh x dari jack dihitung dengan rumus EULER – COOLEY – MONTAGNON :
Px= Po . e – ( µ ϕ + kx) ................................................................................................................................ (2.6) dimana :
µ = Koefisien gesekan tendon terhadap salurannya. ϕ = Perubahan sudut lengkungan (radial) k1 = Koefisien Wobble – Effect x = Panjang tendon dari tempat Jack Rumus ini bisa mendekati keadaan sebenarnya bila dibarengi ketelitian pelaksanaan sedemikian sehingga sebab-sebab yang membesarkan gesekan diatas diperkecil, misalnya Wobble – effect, karatan, kebersihan dalam saluran. Koefisien gesekan dan Wobble – effect ini memiliki nilai seperti tabel di bawah sebagai berikut :
23
Tabel 2.3 Koefisien gesekan dan Wobble – effect
Tipe tendon
Koefisien Wobble, k1 tiap meter
Koefisien Kelengkungan,
µ
Tendon pada selubung logam fleksibel Tendon kawat
0,0033 – 0,0049
0,15 – 0,25
Strand (7 kawat)
0,0016 – 0,0066
0,15 – 0,25
Batang baja mutu tinggi
0,0003 – 0,0020
0,08 – 0,30
0,0007
0,15 – 0,25
0,0010 – 0,0066
0,03 – 0,15
0,0033 – 0,0066
0,05 – 0,15
Tendon pada selubung logam kaku Strand (7 kawat) Tendon yang diminyaki terlebih dahulu Tendon kawat dan strand (7 kawat) Tendon yang diberi lapisan mastik Tendon kawat dan strand (7 kawat) 2.6.2
Kehilangan Akibat Perpendekan Elastis Beton Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton, harus
memperhitungkan secara cermat nilai modulus elastisitas beton pada saat transfer tegangan, modulus elastisitas baja prategang, dan tegangan beton pada titik berat baja prategang yang diakibatkan oleh gaya prategang dan beban mati segera setelah transfer. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, maka kehilangan tegangan dalam tendon
akibat perpendekan elastis beton dapat dihitung sebagai
berikut: Untuk komponen pratarik
.................................................................................... (2.7)
Untuk komponen pasca tarik
24
................................................................................................(2.8)
2.6.3
Kehilangan Prategang Akibat Slip Pengangkuran Pada komponen pasca tarik, kehilangan prategang saat transfer gaya
prategang dari alat penegang ke angkur harus diperhitungkan, berdasarkan panjang pengaruh tendon yang diperkirakan mengalami pengaruh perubahan tegangan akibat slip pengangkuran. Besar kehilangan dari hasil perhitungan harus diperiksa di lapangan pada saat pra-penegangan, dan harus dilakukan penyesuaian di mana perlu. 2.6.4
Kehilangan Akibat Susut pada Beton Pada strktur beton prategang, susut beton harus diperhitungkan sebagai
faktor yang mempengaruhi kehilangan gaya prategang, yang besarnya tergantung pada waktu. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, maka kehilangan tegangan dalam tendon
akibat susut pada beton harus diambil sebesar :
...................................................................................................(2.9)
Dimana
menyatakan besarnya deformasi susut beton yang dihitung sesuai
ketentuan yang ada. Bila tulangan baja non-prategang digunakan dan disebar ke seluruh penampang komponen struktur prategang, maka pengaruhnya terhadap susut perlu dipertimbangkan terutama dalam arah aksial, sehingga jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, kehilangan gaya prategang dalam tendon dapat diambil sebesar :
25
...............................................................................................(2.10)
2.6.5
Kehilangan Akibat Rangkak pada Beton Kehilangan
gaya
prategang
akibat
rangkak
pada
beton
harus
diperhitungkan dari analisis regangan rangkak yang tergantung pada waktu. Kecuali jika ada perhitungan yang lebih rinci dan bila tegangan tekan (akibat prategang) dalam beton pada posisi tendon tidak melebihi 0,5f’c, kehilangan akibat rangkak tersebut dapat dihitung sebesar : .................................................................................................(2.11)
Dimana : ...............................................................................................(2.12)
= Faktor rangkak rencana
2.6.6
Kehilangan Akibat Relaksasi Baja Prategang Relaksasi baja prategang harus diperhitungkan sebagai faktor yang
mempengaruhi kehilangan gaya prategang, yang besarnya tergantung pada waktu. Jika tidak ada perhitungan yang lebih teliti, maka kehilangan tegangan dalam tendon
akibat relaksasi baja prategang harus diambil sebesar :
................................................................................(2.13)
26
Dimana
menyatakan faktor relaksasi rencana tendon, yang dipengaruhi oleh
jenis tendon. 2.6.7
Kehilangan Akibat Pengaruh Lain Bilamana dianggap perlu, dalam perencanaan harus diperhitungkan
kehilangan tegangan akibat pengaruh lain yang belum disebutka di atas, tergantung dari jenis dan kepentingan struktur beton prategang, antara lain untuk faktor kehilangan seketika : a. Perubahan suhu antara saat penegangan tendon dan saat pengecoran beton b. Deformasi pada sambungan struktur pracetak c. Relaksasi tendon sebelum transfer d. Deformasi acuan pada komponen pracetak e. Perbedaan suhu antara tendon yang ditegangkan dan struktur yang di prategang selama perawatan pemanasan beton. Demikian juga bila dianggap perlu, diperhitungkan kehilangan yang tergantung waktu, yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : a. Deformasi pada sambungan struktur pracetak yang dipasang pada penampang b. Pengaruh penambahan rangkak yang disebabkan oleh beban berulang yang sering terjadi. 2.7
Perencanaan Beton Prategang Ada dua metode perencanaan beton prategang, yaitu :
a.
Metode Beban Kerja (Working Stress Method)
27
Prinsip perencanaan ini adalah menghitung tegangan yang terjadi akibat pembebanan (tanpa dikalikan dengan faktor beban) dan membandingkan dengan tegangan yang diijinkan. Tegangan yang diijinkan dikalikan dengan suat faktor kelebihan tegangan (overstress factor) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang diijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman. b.
Metode Beban Batas (Limit State Method) Prinsip perencanaan ini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh suatu sistem struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api, kelelahan dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur tersebut. Dalam menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu faktor beban (load factor), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan (reduction factor). Tahap batas (limit state) adalah suatu batas tidak diinginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit state), menetapkan bahwa aksi design (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan .
......................................................................................................(2.14)
Dimana: = Aksi desain
28
= Kapasitas bahan
= Faktor reduksi
Sehingga untuk aksi desain momen, geser, puntir, dan gaya aksial berlaku: .....................................................................................................(2.15)
.........................................................................................................(2.16)
........................................................................................................(2.17)
........................................................................................................(2.18)
Harga-harga
,
,
,
maksimum, sedangkan
diperoleh dari kombinasi pembebanan yang paling
,
,
,
adalah kapasitas penampang terhadap
momen.geser,puntir, dan gaya aksial. Faktor reduksi kekuatan menurut SNI Beton 03-2847-2002 Lentur tanpa gaya aksial
:
= 0,80
Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur
:
= 0,80
Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur tulangan spiral
:
= 0,70
Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur tulangan sengkang :
= 0,65
Gaya geser dan Puntir
= 0,75
:
29
Sedangkan batas ijin tegangan untuk masa peralihan dan masa layan sesuai dengan RSNI 2005 tentang pembebanan pada jembatan. -
Masa peralihan
Serat Tertekan
= 0,6 f’ci ....................................................................... (2.19)
Serat Tertarik
= 0,25
-
................................................................ (2.20)
Masa Layan
Serat Tertekan
= 0,45 f’c ..................................................................... (2.21)
Serat Tertarik
= 0,5
Dengan f’ci
= 0,8 f’c ...................................................................... (2.23)
................................................................... (2.22)
Dan batas lendutan yang digunakan adalah sebesar
2.8
............................... (2.24)
Analisa Dinamik Pada ilmu statika keseimbangan gaya-gaya didasarkan atas kondisi statik, artinya
gaya-gaya tersebut tetap intensitasnya, tetap tempatnya dan tetap arah/garis kerjanya. Gaya-gaya tersebut dikategorikan sebagai beban statik. Kondisi seperti ini akan berbeda dengan beban dinamik dengan pokok-pokok perbedaan sebagai berikut ini: a.
Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying) sehingga beban dinamik merupakan fungsi dari waktu.
b.
Beban dinamik umumnya hanya bekerja pada rentang waktu tertentu. Untuk beban gempa bumi maka rentang waktu tersebut kadang-kadang hanya beberapa detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun beban angin dan beban gempa misalnya dapat merusak struktur dengan kerugian yang sangat besar.
30
c.
Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan.
d.
Beban dinamik lebih kompleks dibanding dengan beban statik, baik dari bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan.
e.
Karena beban dinamik berubah-ubah intensitasnya menurut waktu, maka pengaruhnya terhadap struktur juga berubah-ubah menurut waktu. Oleh karena itu penyelesaian problem dinamik harus dilakukan seara berulang-ulang menyertai sejarah pembebanan yang ada. Kalau penyelesaian problem statik bersifat penyelesaian tunggal (single solution), maka penyelesaian problem dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang (multiple solutions).
f.
Karena beban dinamik menimbulkan respon yang berubah-ubah menurut waktu, maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar/ada gerakan. Dalam hal ini bahan akan melakukan resistensi terhadap gerakan dan umumnya dikatakan
bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran. Dengan demikian pada pembebanan dinamik, akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak ada pada pembebanan statik. Pada problem dinamik, setiap titik atau massa umumnya hanya diperhitungkan berpindah tempat dalam satu arah saja yaitu arah horisontal. Karena simpangan yang terjadi hanya terjadi dalam satu bidang (2-dimensi) maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi/ordinat tertentu baik bertanda positif maupun negatif. Pada kondisi 2-D tersebut simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu y(t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal. Secara umum bangunan 1-tingkat dianngap hanya mempunyai derajat kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dan struktur
31
yang mempunyai n-tingkat akan mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak (multi degree of freedom, MDOF). Banyaknya derajat kebebasan menyatakan banyaknya perpindahan yang independent yang diperlukan untuk mendefinisikan perpindahan posisi dari massa terhadap posisi awal. Respon struktur akan bergantung pada properti dinamik struktur (kekakuan, massa dan redaman) dan juga akan bergantung dari beban dinamik serta macam/jenis/asumsi getaran yang dipakai. Secara umum struktur bangunan gedung tidaklah selalu dapat dinyatakan di dalam suatu sistem yang mempunyai derajat kebebasan tunggal (SDOF). Struktur bangunan gedung justru banyak yang mempunyai derajat kebebasan banyak (MDOF). Pada struktur bangunan gedung bertingkat banyak umumnya massa struktur dapat digumpalkan pada tempat-tempat tertentu (lumped mass) yang umumnya pada tiap-tiap lantai-tingkat, maka struktur yang tadinya mempunyai derajat kebebasan tak terhingga akan menjadi struktur dengan derajat kebebasan terbatas.
2.8.1
Tipe Getaran Secara umum gerakan massa suatu struktur dapat disebabkan baik oleh
adanya gangguan luar maupun adanya suatu nilai awal (initial conditions). Peristiwa dengan gerakan massa akibat adanya nilai awal, misalnya simpangan awal atau kecepatan awal, biasa disebut dengan getaran bebas (free vibration systems). Sedangkan apabila goyangan suatu struktur yang diakibatkan oleh adanya gaya luar ataupun adanya getaran tanah akibat gempa, biasa disebut dengan getaran dipaksa (forced vibration systems). Namun gerakan suatu massa
32
umumnya akan dihambat/diredam baik karena gesekan dengan benda-benda sekelilingnya maupun oleh peristiwa intern yang ada pada benda yang bersangkutan, sehingga gerakan massa tersebut lambat laun akan melemah. Gerakan massa struktur yang memperhitungkan adanya gaya redam disebut damped systems atau sistem gerakan yang diredam. Walaupun demikian, suatu struktur kadang-kadang dianggap tidak mempunyai redaman atau undamped systems. Tipe gerakan pada struktur dapat dirangkum menjadi: a.
Getaran bebas tanpa redaman (Undamped Free Vibration Systems)
b.
Getaran bebas yang diredam (Damped free Vibration)
c.
Getaran dipaksa yang tidak diredam (Undamped Forced Vibration Systems)
d.
Getaran dipaksa yang diredam (Damped Forced Vibration Systems)
2.8.2
Persamaan Differensial Struktur SDOF Persamaan keseimbangan dinamik dapat diturunkan dari model
matematik dari struktur SDOF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Pada Gambar 2.12, P(t) merupakan beban dinamik yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Akibat beban dinamik, struktur akan bergoyang berganti-ganti ke kanan maupun ke kiri. Terdapat beberapa parameter penting yang mempengaruhi besar kecilnya goyangan yaitu massa (m), kekakuan kolom (k) dan koefisien redaman (c). Struktur tersebut kemudian digambar secara ideal seperti pada Gambar 2.13 dimana pada gambar ini telah memperhatikan parameter-parameter yang berpengaruh. Pada Gambar 2.15 ditampilkan model matematik untuk struktur SDOF yang mempunyai redaman. Apabila beban
33
dinamik P(t) seperti pada Gambar 2.14 bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat perlawanan pegas, damper dan gaya inersia. Gambar 2.15 adalah gambar keseimbangandinamik yang bekerja pada massa (m), gambar ini umumnya disebut free body diagram.
Gambar 2.12 Struktur SDOF
Gambar 2.14 Model Matematik
Gambar 2.13 Model Fisik Struktur SDOF
Gambar 2.15 Free Body Diagram
Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut, maka dapat diperoleh hubungan: .....................................................................................(2.25)
dimana: ........................................................................................................(2.26)
.........................................................................................................(2.27)
.........................................................................................................(2.28)
34
dimana FI, FD, FS berturut-turut adalah gaya inersia, gaya redaman dan gaya pegas, sedangkan
,
dan y berturut-turut adalah percepatan, kecepatan dan
simpangan. Apabila persamaan (2.26), (2.27), (2.28) disubstitusikan pada persamaan (2.25) maka akan diperoleh persamaan kesimbangan dinamik sebagai berikut: m⋅
+c⋅
+ k ⋅ y = P(t) ............................................................................ (2.29)
Struktur/sistem seperti balok kantilever atau balok diatas 2 tumpuan sebenarnya mempunyai infinite DOF (derajat kebebasan tak hingga) tetapi tidak dapat disederhanakan menjadi suatu sistem SDOF dengan menggunakan shape function = fungsi bentuk = Fungsi bentuk
(x).
(x) menyatakan bentuk deformasi dari struktur yang
bergetar, sehingga jika nilai suatu deformasi di suatu lokasi tertentu diketahui, maka dengan menggunakan fungsi bentuk tersebut dapat dicari nilai deformasi di tiap lokasi pada struktur. Dengan kata lain cukup 1 nilai deformasi yang harus dicari. Penyerdehanaan seperti ini disebut generalized SDOF MDOF SDOF Nilai massa m, kekakuan k, redaman c dan gaya luar p yang didapat dengan memasukkan fungsi bentuk disebut: -
Generalized massa
m*
-
Generalized spring constant
k*
-
Generalized damping coeffisient
c*
-
Generalized force
p*
35
Ada 2 cara untuk memodelkan struktur MDOF menjadi SDOF dengan GSDOF : -
Model kontinyu/distributed
-
Model tergumpal/diskrit
2.8.2.1 Fungsi bentuk / Shape Function /
(x)
Fungsi bentuk / shape function yang dipilih harus memenuhi syarat batas untuk kasus struktur kantilever, ada banyak sekali kemungkinan bentuk deformasi akibat gaya dinamik dan sebagainya. Sehingga dapat ditentukan syarat batasnya. Misalnya pada x = 0
(x = 0) = 0
Berdasarkan syarat batas tersebut, masih banyak kemungkinan persamaan yang bisa memenuhi untuk digunakan sebagai fungsi bentuk / shape factor diantaranya
............................................................................... (2.30)
...................................................................................................(2.31)
Dan sebagainya Pada analisis GSDOF, diasumsikan bahwa struktur berdeformasi dalam 1 bentuk tertentu atau mengikuti suatu shape function tertentu. Shape function sendiri ditentukan sebagai suatu pendekatan sehingga hasil analisa juga merupakan susatu hasil pendekatan. Setelah shape function ditentukan, langkah berikutnya adalah menghitung: -
Generalized m
= m*
-
Generalized k
= k*
36
a.
-
Generalized c
= c*
-
Generalized p(t) = p(t)*
Model kontinyu/distributed m* =
....................................................................(2.32)
k* =
dalam arah lentur........................................(2.33)
c* =
...................................................................(2.34)
k* =
dalam arah aksial ..........................................................(2.35)
p(t)* =
b.
................................................................(2.36)
Model Tergumpal M* =
M
..................................................................................................(2.37)
K* =
K
....................................................................................................(2.38)
P* =
F(t) ....................................................................................................(2.39)
Dimana M : matriks massa K : matriks kekakuan F : matriks gaya luar dinamik : fungsi bentuk diskrit (berupa angka-angka/bukan persamaan)
37
2.8.3
Persamaan Diferensial Struktur MDOF Untuk menyatakan persamaan diferensial gerakan pada struktur dengan
derajat kebebasan banyak maka dipakai anggapan dan pendekatan seperti pada struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF). Untuk memeperoleh persamaan diferensial tersebut
maka tetap dipakai prinsip keseimbangan
dinamik (dynamic equation equilibrium) pada suatu massa yang ditinjau. Namun pada struktur dengan derajat kebebasan banyak, persamaan diferensial gerakannya merupakan persamaan yang dependent atau coupled karena kesimbangan dinamik suatu massa yang ditinjau dipengaruhi oleh kekakuan, redaman dan simpangan massa sebelum dan sesudahnya. Penyelesaian persamaan coupled harus dilakukan secara simultan artinya dengan melibatkan semua persamaan yang ada. Sehingga persamaan keseimbangan dinamik untuk derajat kebebasan banyak dapat ditulis dalam matriks:
[M]{Ÿ}+ [C]{ }+ [K]{Y}= {F(t)} ......................................... (2.40) dimana: [M]
= Matriks massa
[C]
= Matriks redaman
[K] = Matriks kekakuan {Ÿ}
= Vektor percepatan
{Ẏ}
= Vektor kecepatan
{Y}
= Vektor simpangan
{F(t)} = Vektor beban
38
2.8.4
Parameter Dinamis Penilaian kondisi bangunan atas jembatan dengan menggunakan
frekuensi alami aktual dimaksudkan untuk penyerdehanaan analisis. Analisis yang dimaksud berupa perhitungan ulang dari frekuensi alami (fteoritis) berdasarkan dimensi dari balok/gelagar jembatan. Parameter penilaian dinamis adalah sebagai berikut : a.
Frekuensi alami pertama atau fundamental terukur (faktual) yang berasal dari rekaman getaran bebas.
b.
Kekakuan lentur (EIaktual)
c.
Redaman kritis (haktual)
Penurunan frekuensi alami aktual (faktual) terhadap nilai frekuensi alami teoritis (fteoritis) menunjukkan penurunan dari keutuhan struktural. Parameter kekakuan lentur (EI) langsung terkait dengan frekuensi alami aktual. Penurunan kekakuan lentur aktual (EIaktual) terhadap kekakuan lentur teoritis (EIteoritis) menunjukkan penurunan kapasitas daya pikul. Peningkatan redaman kritis aktual (haktual) terhadap redaman kritis teoritis (hteoritis) dari beton utuh menunjukkan tingkat kerusakan retakan. 2.8.5
Frekuensi Alami Frekuensi alami merupakan jumlah perulangan gerakan dalam satu detik
pada getaran bebas (cps atau hertz). Model bentuk getaran dari sebuah struktur adalah bentuk lendutan struktur pada frekuensi yang spesifik. Nilai frekuensi alami dapat digunakan sebagai pedoman apakah suatu struktur akan mengalami resonansi atau tidak. Suatu struktur akan mengalami resonansi apabila nilai
39
frekuensi beban yang diterima struktur mendekati atau sama dengan frekuensi alaminya. Frekuensi alami struktur dipengaruhi oleh properti internal struktur, yaitu kekakuan dan massa struktur. Pada umumnya untuk jembatan yang relatif baru, frekuensinya berkisar antara 3-5 Hz. Nilainya akan tetap kecuali apabila struktur tersebut mengalami perubahan pada kekakuan dan massa strukturnya. Kerusakan yang terjadi pada struktur akan menyebabkan degradasi pada kekakuannya. Hal ini akan mempengaruhi secara langsung pada nilai frekuensi alaminya. Dengan demikian frekuensi alami merupakan indikator yang baik terhadap kerusakan yang dialami oleh suatu sistem struktur. 2.8.6
Analisa Penurunan Struktur Getaran bebas adalah ketika tidak ada getaran eksternal yang
diaplikasikan dan redaman struktur diabaikan. Respon jembatan berkaitan erat dengan kondisi kerusakan struktural. Nilai kerusakan struktural relatif adalah sebagai berikut : .............................................................................(2.41)
Dimana: Drelatif = Nilai kerusakan struktural relatif F0
= Frekuensi alami awal
Fi
= Frekuensi alami ke-i
Pada analisis noda lebih tinggi akan terlihat perbedaan perubahan bentuk untuk jembatan lurus dan jembatan miring (skew) seperti pada gambar 2.16. Jembatan
40
lurus mempunyai perubahan bentuk lentur yang terpisah dari punter sedangkan jembatan miring (skew) mempunyai kombinasi antara lentur dan puntir.
Gambar 2.16 Jembatan (a) lurus, Jembatan (b) miring (skew) Nilai penurunan kapasitas (Dkap) dari bangunan atas adalah sebagai berikut : .....................(2.42)
Dimana : Dkap
= Nilai penurunan kapasitas
Mkap0
= Momen kapasitas awal
Mkapi
= Momen kapasitas ke-i
2.8.7
Analisis Eigenvalue Mode bentuk dan periode alami dari getaran bebas tanpa redaman
diperoleh dari persamaan karakteristik di bawah : [K]{
}=
² [M]{
} .................................................................................(2.43)
Dimana : [K]
= Μatriks kekakuan
[M]
= Matriks massa
41
² {
= Mode ke-n eigenvalue }
= Mode ke-n eigenvalue (mode bentuk)
Analisis eigenvalue menyediakan properti dinamis dari struktur dengan memecahkan karakteristik persamaan yang tersusun atas matriks massa dan matriks kekakuan. Properti dianmis meliputi mode natural (mode bentuk), periode alami (frekuensi) dan faktor partisipasi modal. a.
Mode natural : Mode natural berkaitan dengan getaran bebas tanpa redaman (undamped free vibration system). Mode pertama, mode kedua dan mode ke-n mewakili urutan dimana energi yang paling sedikit dibutuhkan untuk merusak struktur.
b.
Periode alami : Periode alami adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggetarkan struktur secara bebas ke dalam mode satu lingkaran penuh koresponding alami.
c.
Faktor partisipasi modal : merupakan rasio dari pengaruh mode spesifik ke mode total.
2.8.7.1 Tipe analisis •
Eigen Vectors -
Subspace Iteration Kalkulasi matriks kecepatan iterasi digunakan untuk menjalankan analisis eigenvalue. Metode ini secara efektif digunakan ketika menjalankan analisis eigenvalue untuk sistem finite elemen dalam
42
skala besar (sistem matriks besar) dan umumnya digunakan di kalangan engineer.
-
Lanczos Matriks tridiagonal digunakan untuk menjalankan analisis eigenvalue. Metode ini secara efektif digunakan ketika sedang menjalankan analisis eigenvalue untuk mode lebih rendah.
•
Ritz Vectors Tidak seperti mode alami eigenvalue, beban tergantung ritz vectors
menghasilkan hasil yang lebih bisa diandalkan dalam analisis dinamis dengan mode yang lebih sedikit. Ritz vectors dihasilkan mencerminkan distribusi spasial atau karakteristik dari pembebanan dinamis. 2.8.8
Evaluasi Hasil Analisis Penilaian kondisi bangunan atas jembatan berdasarkan criteria yang diturunkan
dari hasil penelitian seperti terlihat pada tabel 2.3. Hasil pengamatan visual juga harus diperhitungkan dalam penilaian kondisi bangunan atas jembatan. Luas retakan dari pengamatan visual merupakan keterangan objektif dalam evaluasi rasio redaman. Kondisi retakan dapat diklasifikasi sebagai kondisi baik, cukup, buruk sesuai dengan pengamatan retak rambut, retak setempat, retak menyeluruh.
43
Tabel 2.4 Penilaian Kondisi Bangunan Atas Jembatan Nilai Kondisi
Jenis Kerusakan
baik cukup sedang buruk
utuh rusak ringan (non struktural) rusak ringan (struktural) rusak berat (struktural)
Nilai Kerusakan Relatif Drel 0% - 5% 6% - 10% 11% - 17% 18% - 20%
Nilai Penurunan Kapasitas Dcap 0% -10% 11% - 20% 21% - 34% 35% - 40%
Catatan : -Nilai dalam tabel 2.3 berlaku untuk bahan bangunan atas yang sejenis, untuk penilaian bangunan atas perlu diperhitungkan penampang sisa. -Penilaian objektif dibantu oleh pemeriksaan visual
2.9
komposit
MIDAS CIVIL MIDAS CIVIL merupakan software yang berfungsi untuk pemodelan struktur
dan menganalisa struktur itu sendiri. Program MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu eksekusi program, dimana hasil analisa pada saat analisa statis dibandingkan dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi. MIDAS CIVIL dipilih karena mempunyai berbagai fitur untuk analisis yang bisa menjawab kerumitan analisis struktur dengan proses input yang relatif mudah. Untuk jembatan berbentang panjang seperti jembatan cable stayed dan jembatan gantung, Midas Civil mempunyai pula wizard yang cukup canggih dalam membantu proses analisis dan perencanaan yang rumit dengan derajat ketidak-tentuan statik yang sangat tinggi.