BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Remaja Istilah Adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1999). Istilah ini memiliki arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik. Menurut Santrock (dalam Nasution, 2007) remaja juga dapat didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan transisi dari anak-anak kepada dewasa, yang diikuti oleh perubahan fisiologis, kognitif, dan sosio-emosional. Sarwono (2001) dalam Nasution (2007) membatasi usia remaja Indonesia dalam rentang usia 11-24 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut Monks remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa. Monks (1999) membagi remaja menjadi 3 priode, yaitu : 1. Remaja awal
: 12-15 tahun
2. Remaja pertengahan : 15-18 tahun 3. Remaja akhir
: 18-21 tahun
Menurut Havighurst (dalam Nasution 2007), ciri-ciri remaja antara lain : 1. Masa remaja sebagai periode yang penting 2. Masa remaja sebagai periode peralihan 3. Masa remaja sebagai periode perubahan 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas 6. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik 7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Perilaku Menurut Kartono (1987) dalam Perwitasari (2006), perilaku adalah suatu tindakan manusia yang dapat dilihat. Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan, dan pandangan biologis merupakan suatu aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku hidup sehat dapat menunjang kesehatan seseorang. Perilaku hidup yang sehat diantaranya yaitu mengkonsumsi makanan yang bergizi secara teratur, berolahraga secara teratur, menghindari diet yang terlalu ketat, menghindapi makanan tinggi lemak dan menghindari rokok. Namun, perilaku merokok sendiri sudah biasa dilakukan oleh masyarakat termasuk remaja dan mahasiswa (Perwitasari, 2006).
2.1.2. Prevalensi Penggunaan Rokok pada Remaja Dewasa ini, usia pertama kali merokok umumnya berkisar antara 11-13 tahun (Firmansyah, 2009). Dari hasil penelitian terhadap 15 jenis SMU di wilayah DKI Jakarta yang berbeda para responden mengaku telah merokok sejak usia 1214 tahun (Rochadi, 2004), data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2.974 responden pelajar Indonesia berusia 15-20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku pernah merokok (Nasution, 2007). Menurut Oskamp, et al. (dalam Perwitasari, 2006) seseorang mulai merokok karena pengaruh dari lingkungan sosial, yaitu teman-teman sebaya, orang tua, saudara ataupun promosi-promosi media cetak dan elektronik. Berdasarkan penelitian Levental, et al. (dalam Perwitasari, 2006) diperoleh data bahwa awal mula merokok paling sering dilakukan bersama teman-teman dan merupakan variabel yang paling penting mencakup 46%, bersama saudara 23%, dan 14% dilakukan bersama orang tua (ayah). Selain hal yang disebutkan di atas, lingkungan juga memainkan peranan penting dalam memotivasi perilaku merokok pada remaja.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian Firmansyah (2009) yang dilakukan dengan metode wawancara pada Madrasah Aliyah Negeri 2 Kabupaten Boyolali dari 420 siswa yang terdiri dari 173 siswa laki-laki dan 247 siswa perempuan para siswa mengakui bahwa hampir 80% siswa laki-laki kelas XI dan XII adalah perokok, yang dilakukan baik pada jam-jam istirahat maupun setelah pulang sekolah. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Diana (2003) terhadap remaja SMK Al Hikmah I Sirampog Brebes, penelitian dengan pendekatan cross sectional terhadap 117 sampel ini menyebutkan bahwa prevalensi merokok remaja adalah 23,65%, dengan waktu merokok lebih dari 1 tahun (51,28 %), frekuensi merokok setiap hari (52,99%), sedangkan intensitas merokok 1-4 batang per hari (66,12%). Sebanyak 58,97% merokok dengan menghisap dangkal dan cara merokok responden 58,12% secara terang-terangan. Alasan merokok 58,12% untuk memudahkan pergaulan, dengan 64,10% terpengaruh iklan rokok tetapi 67,52% jenis rokok yang dikonsumsi tidak terpengaruh oleh iklan dan cara memilih rokok tidak tentu. Responden yang diperbolehkan merokok oleh orang tuanya sebanyak 35,04%, dan yang tidak diperbolehkan oleh orang tuanya 72,36% akan mendapatkan sanksi dirumah. Dan seluruh responden (100%) mengakui ada sanksi yang cukup berat di sekolah dalam hal merokok. Dari 74 responden yang memiliki idola, 51,35% dari idolanya tersebut adalah perokok dan 96,58% responden menyatakan bahwa gurunya merokok.
2.2. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah kecakapan mempertahankan dan memakai informasi, campuran
pemahaman,
pengalaman,
ketajaman
dan
ketrampilan.
Sifat
pengetahuan bersandar pada cara berbeda seperti gagasan, persepsi, imajinasi, kenangan, pendapat, abstraksi dan keputusan. Kriteria pusat pengetahuan dapat membedakan antara benar dan salah, logika (pemikiran deduktif) misalnya, dan metode ilmiah (merumuskan dan menguji hipotesa). Dimana tujuan akhir dari pengetahuan tersebut adalah kebenaran. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman
Universitas Sumatera Utara
dan penelitian akhikatnya merupakan suatu perilaku yang didasari oleh pengetahuan, dan akan lebih menetap/langgeng jika dibandingkan dengan prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: 1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 2. Memahami (Comprehension), dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara tepat dan benar. Individu yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus mampu menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan objek yang dipelajarinya. 3. Aplikasi (Application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan dengan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. 4. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dimana dapat menggambarkan (membuat bagan atau tabel), membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan, dan berbagai hal lainya. 5. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu bentuk kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada sebelumya. 6. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
Universitas Sumatera Utara
penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya. (Notoatmodjo, 2005).
2.2.1. Pengetahuan Remaja Terhadap Bahaya Rokok Tidak ada yang memungkiri bahaya rokok terhadap kesehatan, akan tetapi perilaku merokok merupakan suatu kegiatan yang cukup ‘fenomenal’. Yang artinya, walaupun sudah diketahui bahaya negatif dari merokok, tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun melainkan semakin meningkat dan usia perokok semakin bertambah muda (Komalasari dan Helmi, 2000). Di Indonesia sendiri telah dilakukan suatu penelitian oleh GYTS (Global Youth Tobacco Survey). GYTS yang didukung oleh WHO dan CDC Atlanta ini merupakan suatu sistem surveillance untuk melihat peningkatan penggunaan tembakau pada kalangan anak dan remaja di seluruh dunia. Dari seluruh remaja yang telah di survey di Jakarta (1999-2000), hampir 90% berpendapat bahwa merokok harus di larang di tempat-tempat umum, namun hanya 57% yang yakin bahwa asap rokok dari perokok lain berbahaya bagi kesehatan. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh GYTS terhadap remaja berusia 13-15 tahun di 75 lokasi pada 43 negara yang berbeda. Dari seluruh hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hanya 65,5% remaja yang mengetahui bahaya rokok, dengan tingkat pengetahuan terendah pada remaja di Manipur, India (23%) dan tertinggi pada remaja di Amerika Serikat (91%). Tingginya tingkat pengetahuan remaja Amerika terhadap bahaya perokok pasif cukup mencolok jika dibandingkan dengan remaja Indonesia yang hanya sebesar 57%. Selain hal di atas, juga telah dilakukan penelitian oleh Diana (2003) pada remaja SMK Al Hikmah 1 Sirampog Brebes. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 52,99% remaja memiliki pengetahuan dasar tentang rokok dengan kategori baik, sedangkan sikap responden juga baik (66,66%) serta 88,88% percaya bahwa rokok berdampak buruk terhadap kesehatan. Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan tingkat pengetahuan remaja Indonesia mengenai dampak rokok terhadap kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Rokok
2.3.1. Definisi Pengertian rokok dalam Pasal 1 PP No.19 2003 Tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, dapat diartikan sebagai hasil olahan tembakau terbungkus atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nicotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok (tobacco) adalah daun-daun kering yang diolah dari genus Nicotiana; daun-daun kering ini mengandung berbagai alkaloid, dengan yang utama adalah nikotin, memiliki sifat sedatif narkotik sekaligus emetik dan diuretik, serta merupakan depresan jantung dan antispasmodik (Dorland, 2002). 2.3.2. Jenis Rokok Menurut Mulyaningsih (2009), secara umum jenis rokok terbagi dua yaitu: 1. rokok filter 2. rokok non filter / kretek Perbedaan dari kedua rokok ini adalah dari ada tidaknya filter pada pangkal rokok tersebut. Dimana pada jenis rokok kretek tidak terdapat filter yang berfungsi untuk mengurangi asap yang keluar dari rokok seperti yang terdapat pada rokok jenis filter (Susanna, Hartono dan Fauzan 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Rochadi (2004) menyebutkan bahwa dari kedua jenis rokok ini, mayoritas responden lebih banyak mengkonsumsi rokok kretek (1-9 batang per hari). 2.3.3. Tipe Perokok Secara garis besar, perokok dapat terbagi dua, yaitu: 1. perokok aktif, atau perokok itu sendiri
Universitas Sumatera Utara
2. perokok pasif (Environmental Tobacco Smoke) Perokok pasif adalah orang yang berada disekitar perokok aktif, dan menghisap asap rokok perokok aktif (Susanna, Hartono dan Fauzan, 2003). Perokok pasif akan menerima efek asap rokok yang tidak sedikit pada kesehatannya. Laporan dari kementrian kesehatan Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak dan wanita adalah kelompok dengan risiko terbesar untuk menderita kelainan akibat asap rokok (Rai dan Artana, 2009). Hal ini di perkuat oleh pernyataan oleh WHO yang menyebutkan bahwa lebih dari setengah anak di dunia adalah perokok pasif, dikarenakan sering terpapar asap rokok di rumah, dan mungkin disebabkan oleh orang tua atau ada anggota keluarga lain yang perokok. Bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok pada perokok pasif tidak kalah dengan perokok aktif itu sendiri. Oleh karena itu sangat diperlukan kesadaran diri para perokok untuk tidak merokok di tempat-tempat umum sehingga tidak merugikan orang yang berada disekitarnya. Atau jika perlu disediakan ruangan khusus bagi para perokok ini. Namun di Indonesia sendiri sepertinya belum dapat diaplikasikan, mengingat masih rendahnya kesadaran para perokok serta kurangnya keseriusan pemerintah dalam menanggulangi permasalahan rokok di Indonesia. Bagi perokok aktif sendiri, dapat dibagi dalam beberapa tipe, yang ditinjau dari seberapa banyak perokok tersebut menghisap rokok per harinya. Adapun tipe perokok aktif menurut Sitepoe (dalam Perwitasari, 2006) yaitu: 1. perokok ringan, merokok 1-10 batang per hari 2. perokok sedang, merokok 11-20 batang per hari 3. perokok berat, merokok lebih dari 24 batang per hari 2.3.4. Kandungan Rokok Dari data yang disebutkan WHO tahun 2002 terdapat lebih dari 4000 bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok dan asap rokok, termasuk di
Universitas Sumatera Utara
antaranya: nikotin, tar, karbon monoksida yang merupakan racun utama pada rokok dan berbagai jenis zat kimia lainnya. Beberapa zat kimia yang terkandung dalam rokok dan asap rokok adalah : 1. Karbon monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Yang dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon ketika merokok. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3 – 6%, gas ini dapat di hirup oleh siapa saja, baik oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si perokok, atau orang yang berada dalam satu ruangan. Seorang yang merokok hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus yang tengah atau mid-stream, sedangkan arus pinggir (side – stream) akan tetap berada diluar. Selain itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia menyemburkan asap tersebut pada udara sekitarnya. Gas CO dapat bereaksi dengan hemoglobin (Hb) membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbon monoksida, sehingga CO menggantikan O2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen (Ganong, 2002). Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan vasokonstriksi atau spasme. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Cara menghisap rokok dalam akan meningkatkan jumlah gas CO yang masuk ke dalam tubuh, sehingga
mempertinggi risiko
terjadinya penyakit
kardiovaskular.
Tingginya kadar CO dalam tubuh akan menurunkan jumlah perfusi O2 dalam tubuh. Sebagai kompensasi maka akan terjadi pengurangan antaran O2 ke jaringan lain, kulit misalnya. Kulit yang terus menerus kekurangan O2 ini akan rusak bahkan mati, sehingga memicu terjadinya penuaan dini.
Universitas Sumatera Utara
2. Nikotin Nikotin (nicotine) adalah alkaloid cair yang sangat beracun, tidak berwarna, dan mudah larut, dengan bau mirip piridin serta rasa terbakar, dan diperoleh dari tembakau atau diproduksi secara sintetis (Dorland, 2002). Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma berkisar antara 40 – 50 ng/ml. Pada paru, nikotin dapat menghambat aktifitas silia. Seperti halnya heroin dan kokain, nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dimana, perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan fisik. Hal inilah yang menyebabkan mengapa para perokok walau sudah memiliki niat masih sulit untuk berhenti merokok. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat timbulnya hipertensi. Efek lain merangsang berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung CO yang berasal dari rokok. Hal ini akan memperparah kejadian penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular tersering adalah penyakit jantung koroner (PJK) dengan komplikasi infark miokard akut, angina tidak stabil dan berbagai kelainan akut lainnya (Fahri, KS, dan Yunus, 2009). 3. Tar Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Dalam Dorland (Ed 29, 2002), disebutkan bahwa tar adalah cairan kental, hitam, atau coklat gelap, yang diperoleh dengan memanggang kayu berbagai spesies pinus, atau sebagai produk samping pada distalasi destruktif
batu bara bituminosa. Kadar tar pada rokok
Universitas Sumatera Utara
berkisar 0,5-35 mg per batang. Di Indonesia sendiri kadar tar pada berbagai jenis rokok kretek sebesar 28,1-52,3 mg tar per batangnya. Tar merupakan suatu zat yang bersifat toksik dan karsinogenik, sehingga dapat memicu terjadinya kanker baik pada jalan nafas dan paru-paru. Tar juga mengandung benzopyrene, yang menyebabkan noda di gigi, kuku dan paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada mulut, gigi, gusi dan sistem pencernaan.
4. Akrolein Akrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna seperti aldehid. Zat ini sedikit banyak mengandung kadar alkohol. Artinya, akrolein ini adalah alkohol yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan. 5. Amoniak Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini berbau tajam dan sangat merangsang indra penciuman. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma. 6.
Asam Format
Asam format merupakan sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat membuat lepuh pada kulit. Cairan ini sangat tajam dan bau yang menusuk. 7.
Formaldehid
Universitas Sumatera Utara
Formaldehid adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau yang tajam. Gas ini umumnya digunakan sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini sangat beracun terhadap berbagai organisme. 8.
Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktifitas enzim. 9.
Asetol
Asetol adalah hasil pemanasan aldehid, yaitu sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak serta mudah menguap dengan alkohol. 10. Piridin Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama. 11. Metil Klorida Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu antara hydrogen dan karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah senyawa organik yang beracun. 12. Metanol Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau menghisap metanol mengakibatkan kebutaan dan bahkan kematian. 13. Radikal bebas
Universitas Sumatera Utara
Pada rokok dan asap rokok terkandung berbagai jenis radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh dalam fase gas seperti hydrocarbon, nitrit oxide, hydrogen sianida, dll.
Pernyataan WHO ini semakin dipertegas oleh Komisi perdagangan Federal Amerika (Federal Trade Commission) yang telah melakukan pengujian terhadap asap yang dihasilkan oleh pembakaran rokok, didapati lebih dari 5000 zat kimia berbahaya yang 40 diantaranya bersifat karsinogenik dan berbagai jenis logam berat seperti Br, Cr, dan Sb yang bersifat toksik dan tumerogenik (Mulyaningsih, 2009). Penelitian serupa juga dilakukan di Indonesia, oleh Mulyaningsih (2009). Penelitian tersebut dilakukan terhadap 5 jenis merek rokok kretek dan 4 merek rokok filter yang beredar di Indonesia. Dari hasil penelitian terhadap 13 unsur logam berat yang terkandung dalam tembakau, filter bersih, kertas rokok, putung rokok, dan abu rokok yaitu: Na, K, Br, Co, Cr, Sr, Ta, Cs, La, Au, Fe, Sc dan Zn.
2.4.
Radikal Bebas
2.4.1. Definisi Radikal Bebas Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih electron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Merupakan juga suatu kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas (Arief, 2007). Gitawati (1995) dalam Widyatmoko (2009) menyebutkan radikal bebas merupakan suatu atom, gugus atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital paling luar. Definisi serupa juga dikemukakan oleh Kumalaningsih (2006), dalam bukunya “Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas”, ia mendefinisikan radikal bebas sebagai atom atau molekul yang kehilangan pasangan elektronnya dipermukaan kulit luarnya.
Universitas Sumatera Utara
Dorland (Ed 29, 2002) menyebutkan radikal bebas (free radicals) sebagai suatu radikal yang membawa elektron yang tidak berpasangan, radikal tersebut sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Radikal bebas sangat diperlukan bagi kelangsungan beberapa fisiologis dalam tubuh, terutama untuk transportasi elektron. Namun, radikal bebas yang berlebihan dapat membahayakan tubuh (Wresdiyati et al. 2007 dalam Widyatmoko 2009). Kerusakan sel akibat molekul radikal bebas dapat terjadi bila kemampuan mekanisme pertahanan tubuh sudah sangat dilampaui atau menurun. Dalam Ganong (2002), disebutkan bahwa radikal bebas memiliki kemampuan bakterisidal yang efektif, namun dalam kadar yang tinggi dalam tubuh justru dapat menimbulkan kerusakan lokal jaringan tubuh.
2.4.2. Pembentukan Radikal Bebas Atom terdiri dari nukleus, proton (bermuatan positif), dan elektron yang bermuatan negatif. Elektron berperan sangat penting dalam reaksi kimia, dengan mengelilingi dan mengorbit dalam satu atau lebih lapisan. Suatu lapisan akan penuh jika sudah terisi oleh 8 elektron, dan akan masuk ke lapisan berikutnya. Lapisan terluar yang penuh tidak akan memicu terjadinya reaksi kimia, lain hal jika lapisan terluar tidak penuh. Maka, atom-atom yang kekurangan atau kelebihan elektron luar ini akan berusaha untuk menstabilkan molekulnya, dengan cara: menambah atau mengurangi jumlah elektron terluarnya ataupun dengan cara bergabung bersama atom/substansi lain dalam rangka melengkapi lapisan luarnya (Arief, 2007). Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimianya, radikal bebas akan segera berikatan dengan bahan/atom sekitarnya. Radikal bebas ini akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, atom yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, sehingga terjadilah kerusakan sel (Droge, 2002). Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, gugus tiol non-protein, lipid, karbohidrat dan nukleotida (Widyatmoko, 2009). Konsekuensi berupa kecenderungan memperoleh
Universitas Sumatera Utara
elektron dari substansi lain menjadikan radikal bebas bersifat sangat reaktif. Meskipun demikian tidak semua jenis oksigen reaktif merupakan radikal bebas (Murray, 2003).
Gambar 2.1. Struktur Kimia Radikal Bebas
2.4.3. Sumber Radikal Bebas Radikal bebas yang berada dalam tubuh manusia, dapat berasal dari 2 sumber utama (Arief, 2007) yaitu: 1. Sumber endogen Sumber endogen atau berasal dari dalam tubuh sendiri berasal dari 3 proses utama yaitu: a. autoksidasi yang merupakan produk dari metabolisme aerob.
Universitas Sumatera Utara
b. oksidasi enzimatik, suatu enzim yang mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xantine oxidase, prostaglandin synthase, lipoxygenase, cytochrome P450 sistem dll (Bagchi dan Puri, 1998). c. respiratory burst, saat terjadi infeksi oleh bakteri maka sistem imun akan teraktifasi sehingga
memicu
pengeluaran enzim NADPH-oxidase.
Teraktifasinya enzim ini akan memicu terjadinya respiratory burst yaitu penggunaan oksigen dalam jumlah tinggi selama proses fagositosis berlangsung. Kadar oksigen yang tinggi dalam tubuh (70-90%) ini akan memicu terbentuknya radikal bebas superoksida oleh membran sel. 2. Sumber eksogen Sumber radikal bebas terbesar berasal dari luar tubuh. Secara garis besar dapat dipicu oleh 3 hal, yakni; a. obat-obatan, beberapa jenis obat-obatan dapat memicu peningkatan tekanan oksigen. Termasuk didalamnya antibiotika quinoid, obat kanker (bleomycin, adriamycin), asam fenamat dan komponen aminosalisilat. b. radiasi, radiasi dapat memicu penguraian oksigen. Seperti radiasi sinar X, sinar gamma, ataupun radiasi partikel elektron, neutron, alfa dan beta. c. rokok dan asap rokok, diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida, epoxida, peroxida, dan bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksida yang mengandung karbon dan terdapat dalam fase gas, serta berbagai jenis radikal bebas lainnya yang dapat menyebabkan berbagai kerusakan dalam tubuh. Contoh radikal bebas dalam fase tar meliputi semiquinone moieties yang dihasilkan dari bermacam-macam quinine dan hydroquinone. Fe dalam rokok juga dapat memicu pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan neutrofil dalam saluran nafas bawah yang memilki kontribusi pada peningkatan konsentrasi radikal bebas yang telah ada sebelumnya (Proctor dan Reynolds, 1984). Pada proses inflamasi akan dikeluarkan mediator radang, neutrofil contohnya. Neutrofil ini akan
Universitas Sumatera Utara
melepaskan suatu enzim mieloperoksidase, yang mengkatalisis perubahan CL¯, I¯ dan Br¯ menjadi asam terkait (HOCL, HOBR, dll). Berbagai asam ini merupakan oksidan kuat. Oleh karena CL¯ merupakan ion dengan jumlah terbesar dalam cairan tubuh, maka produk utama yang akan dihasilkan adalah HOCL (Ganong, 2002). Kumalaningsih (2006), menyebutkan bahwa radikal bebas dapat masuk dan terbentuk dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat, dan makanan berlemak. Saat kita melakukan pernafasan akan masuk oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai proses metabolisme yang berlangsung dalam tubuh. Tetapi dengan bernafas atau penggunaan oksigen yang berlebihan saat olahraga akan terjadi reaksi yang kompleks dalam tubuh dengan produk-produk sampingan berupa radikal bebas. Begitu juga dengan makanan berlemak. Lemak memang sangat bermanfaat bagi tubuh kita, tetapi konsumsi lemak yang berlebihan khususnya konsumsi lemak polyunsaturated dan lemak hydrogenasi sangat berpotensi menghasilkan radikal bebas. Menurut Bagchi dan Puri (1998) sumber radikal bebas dari luar tubuh meliputi : 1.
rokok dan asap rokok
2.
polusi lingkungan
3.
radiasi sinar
4.
sinar ultraviolet
5.
obat-obatan, pestisida
6.
ozone
2.4.4. Jenis Radikal Bebas Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivate dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species / ROS). Adapun kelompok oksigen reaktif (Arief , 2007) adalah: a. Radikal superoksida / Superoxide radical (O2)
Universitas Sumatera Utara
b. Radikal hidroksil / Hydroxyl radical (OH) c. Radikal peroksil / Peroxyl radical (ROO) d. Hidrogen peroksida / Hydrogen peroxide (H2O2) e. Oksigen tunggal / Singlet oxygen (O2) f. Nitrit oksida / Nitric oxide (NO) g. Nitrit peroksida / Peroxynitrite (ONOO) h. Asam hipoklor / Hypochlorous acid (HOCl) i.
Lipid peroksida / lipid peroxyl radical (LOO)
Diantara berbagai jenis radikal bebas diatas, terdapat molekul-molekul yang bersifat sangat reaktif dan sangat potensial merusak jaringan. Molekul tersebut adalah radikal superoksida, hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Radikal hidroksil bersifat sangat toksik dengan masa hidup yang sangat singkat (Murray, 2003). Bagchi dan Puri (1998), menyebutkan bahwa terdapat jenis radikal bebas yang tidak stabil dan bereaktif tinggi, yaitu radikal hidroksil (OH), radikal superoksida (O2), nitrit oksida (NO) dan lipid peroksida (LOO).
2.4.5. Dampak Radikal Bebas Dalam Rokok Produksi radikal bebas dan antioksidan yang tidak seimbang akan menyebabkan kerusakan makromolekuler, termasuk protein, lipid dan DNA Atessahin, et al. (dalam Widyatmoko 2009). Pengrusakan oleh sel radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel antara lain mengubah fluiditas, struktur dan fungsi membran sel. Jika terus menerus dihasilkan, maka akan terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2007).
2.5. Radikal Bebas dan Penyakit Adapun beberapa kelainan/ penyakit yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas yang terkandung dalam rokok yaitu : 1. Keganasan 2. Penyakit saluran pernafasan
Universitas Sumatera Utara
3. Kelainan Kardiovaskular 4. Katarak 5. Penuaan dini
2.5.1. Keganasan Kanker dapat terjadi disebabkan oleh adanya serangan radikal bebas pada DNA dan RNA dalam sel, sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sel abnormal yang menyebabkan kerusakan jaringan (Kumalaningsih, 2006). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa hampir 80-90% penyakit kanker disebabkan oleh lingkungan sedangkan 10-20% nya dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor lingkungan yang tidak sehat yang kita hirup seperti pembakaran kendaraan bermotor, asap rokok (40%), asupan makanan yang salah (25-30%) dan udara yang kita hirup (10%). Pada peradangan kronik, stress oksidatif akibat radikal bebas dapat menimbulkan kanker paru (Fahri, KS, dan Yunus, 2009). Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Di RS Kanker Dharmais Jakarta (1999), kanker paru menduduki peringkat 3 kanker terbanyak sesudah kanker payudara dan kanker leher rahim. Di Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 4 kanker terbanyak, dengan angka kematian lebih 1 juta penduduk tiap tahunnya (Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006). Kebiasaan merokok merupakan salah satu etiologi penyakit ini. Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh tertentu, salah satunya adalah paru. Tidak hanya bersifat karsinogen, kandungan kimia, radikal bebas yang terkandung dalam rokok misalnya, juga merupakan promotor dan progresor dalam meningkatkan insidensi keganasan pada paru (Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006). Walaupun tidak dijelaskan secara gamblang, Hueston (2002) dalam bukunya “20 Common Problems in Respiratory Disorders” menyebutkan bahwa pengkonsumsian rokok dan lamanya terpapar asap rokok dapat memicu terjadinya mutasi multiple gene yang menyebabkan detoksifikasi metabolisme tubuh. Dan
Universitas Sumatera Utara
terdapat kurang lebih 14.000 kematian pasien kanker paru per tahunnya (Hueston, 2002). Gejala yang timbul dapat berupa tumor, nyeri dada, suara serak, mengi, dispnea, penurunan berat badan dan metastasis ke berbagai organ lainnya (Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006). Penegakkan diagnosis juga memerlukan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Petanda ganas atau tumor marker merupakan substansi yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahanperubahan yang terjadi akibat kanker. Petanda ganas ini dapat dideteksi dan diukur kadarnya dengan metoda kimia, imunologi maupun metode biologi molekuler (Putra, Muktiati, Mulyartha dan Siswanto, 2009). Efek rokok bukan saja menyebabkan kanker paru, tapi juga dapat menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, faring, laring, dan esofagus (Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006). Dalam analisis penelitian lainnya mendapatkan bahwa perokok merupakan major risk factor untuk terjadinya kanker kepala dan leher. Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang membandingkan perokok dengan bukan perokok, dimana kemungkinan perokok menderita kanker kepala dan leher sangat besar. Juga didapatkan hubungan antara lama merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi dengan tren positive dose-respons relationship. Pada hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa risiko terjadinya kanker pada faring lebih besar jika dihubungkan dengan lama merokok, dibandingkan hubungan risiko dengan banyaknya rokok yang dikonsumsi (Kiki, 2009). Adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan pertukaran antioksidan akan menimbulkan oxidative strees, yang dapat menimbulkan kerusakan sel termasuk sel hati sehingga terjadi peningkatan SGOT dan SGPT (Jawi et al. 2007), yang merupakan gejala terjadinya nekrosis sel hati atau kerusakan hati akut, yang berujung pada keganasan (Wibowo, 2008).
2.5.2. Penyakit Saluran Pernafasan Respon peradangan sistemik pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ditandai dengan adanya mobilisasi dan aktifasi sel inflamasi dalam
Universitas Sumatera Utara
sirkulasi, produksi protein fase akut dan peningkatan mediator radang. Kebiasaan merokok kronik akan meningkatkan jumlah leukosit dalam darah termasuk neutrofil muda dengan kadar mieloperoksidase (radikal bebas) serta 1-antitripsin yang tinggi, zat ini merupakan penghambat alami protease serin dan bertanggung jawab terhadap kerusakan dinding alveolar, terakumulasinya monosit dan makrofag juga akan menghasilkan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), yaitu suatu kemokin yang berperan penting dalam mempertahankan peradangan kronik paru pada pasien PPOK (Fahri, KS, Yunus, 2009). Inflamasi melibatkan berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai efek. Sel makrofag banyak didapatkan di lumen jalan nafas, parenkim paru dalam cairan kurasan bronkoalveolar (BAL). Makrofag mempunyai peranan penting pada proses inflamasi tersebut. Aktifasi makrofag menghasilkan TNF-α dan berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap asap rokok dan polutan (Sutoyo, 2009). ROS (Hydroxyl radical) yang terkandung dalam rokok dapat memicu terjadinya proses inflamasi, dengan meningkatkan pengeluaran kemokin proinflamasi (neutrofil), dan memblok pelepasan sitokin TNF-α. Hal ini menyebabkan makin meluasnya proses inflamasi yang terjadi. Peran neutrofil pada bronchitis kronik adalah berkontribusi pada hipersekresi mukus dengan cara mengeluarkan elastase dan proteinase yang merupakan mediator yang poten untuk merangsang produksi mukus. Mekanisme pertahanan paru/saluran nafas yang sangat kompleks pun dilakukan untuk mengatasi proses inflamasi yang terjadi, penghasilan Ig A misalnya. Imunoglobulin (IgA) merupakan Ig yang berperan pada saluran nafas, disebabkan fungsinya sebagai barrier pada epitel saluran nafas mencegah penetrasi antigen dan berfungsi sebagai antibodi. Namun, asap rokok yang mengandung berbagai bahan kimia dan radikal bebas ini justru akan menurunkan produksi komponen transport sekretori juga IgA sekretori sehingga kadar IgA menurun jumlahnya dalam lumen saluran nafas. Penurunan imunogloblin ini akan menyebabkan lemahnya proteksi jalan nafas sehingga bakteri dapat berkembang dan berkoloni dengan bebas pada saluran pernafasan/paru. Hal ini menyebabkan makin
Universitas Sumatera Utara
meluasnya proses inflamasi serta memudahkan terjadinya infeksi kronik lainnya (Sutoyo, 2009). Selain hipersekresi mukus, bronchitis ditandai dengan batuk kronik, obstruksi jalan nafas, gangguan pertukaran udara, serta hipertensi pulmonal. Penyempitan jalan nafas merupakan hasil dari berbagai mekanisme seperti edema mukosa jalan nafas akibat inflamasi, sehingga menyebabkan gangguan pada aliran udara (Sutoyo, 2009). Jumlah mukus yang terus bertambah mendorong tubuh untuk berusaha mengeluarkannya dengan meningkatkan tekanan pada paru untuk mendorong sputum serta mekanisme batuk untuk mengeluarkannya. Inflamasi saluran pernafasan juga berakibat langsung pada pasien penderita asma, karena inflamasi yang terjadi makin memperberat proses inflamsi yang telah ada sebelumnya. Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernafasan (Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006). Dimana proses inflamasi yang terjadi akan mengakibatkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, batuk terutama pada malam hari dan dini hari. Terakumulasinya sel mast pada saluran pernafasan atas merupakan patofisiologi penting pada asma (Surjanto dan Purnomo, 2009). Edema yang dimodifikasi oleh sel mast yang terjadi baik di saluran pernafasan atas ataupun bawah akan menyebabkan obstruksi jalan nafas. Obstruksi ini akan menyebabkan lebih banyak kontraksi otot polos untuk menjangkau lebih banyak udara akibat tersumbatnya jalan nafas. Tidak hanya sel mast, masih
banyak
ragam mediator-mediator inflamasi dan proinflamasi lain yang berperan pada terjadinya asma (Surjanto dan Purnomo, 2009). Asma merupakan penyakit keturunan, sehingga penyakit ini sudah dapat diprediksi pada anak dengan orangtua yang juga penderita asma. Pasien-pasien ini sangat respon terhadap berbagai bahan alergen seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga dan asap rokok. Akan tetapi masih tetap ditemui pasien asma yang aktif merokok. Dari 102 pasien asma akut yang mengalami rawat inap di RSUP Sangla Denpasar 7,8% adalah perokok aktif dan 18,8% pernah merokok (Rai, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Kelainan Kardiovaskular Dewasa ini, Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu penyakit jantung yang sangat penting karena penyakit ini diderita oleh jutaan orang dan merupakan penyebab kematian utama di beberapa Negara termasuk Indonesia. PJK yang didasari oleh proses aterosklerosis yang bersifat progresif ini telah dimulai sejak masa kanak-kanak dan menjadi nyata pada dekade 3-4 (Joewono, 2003). Lesi aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu lapisan intima. Lapisan tersebut meliputi: a. fatty streak, makropag serta sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolestrol yang berwarna kuning. b. fibrous plaque, kelanjutan dari fibrous plaque dengan penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses nekrosis. c. Advance (complicated) plaque, pada lapisan ini telah teradi lesi berkelanjutan terdapat jaringan nekrosis yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami perkapuran, fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah dan akan memicu terjadinya perdarahan serta trombosis yang menyebakan terjadinya oklusi aliran darah. Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis, salah satunya adalah response to injury hypohesis, yaitu terganggunya fungsi endotel sebagai barrier dan memudahkan masuknya lipoprotein (LDL teroksidasi) ke dinding arteri maupun makropag. Terganggunya fungsi endotel dapat dipicu oleh rusaknya dinding endotel oleh berbagai hal seperti hiperkolestrolemia, hipertensi, diabetes, toxic, virus dan berbagai bahan oksidan (radikal bebas) seperti rokok (Joewono, 2003). Asap rokok dan stress oksidasi yang terjadi dapat menggangu serum lipid, yang ditandai dengan meningkatnya LDL, trigliserida dan penurunan jumlah HDL (Jackson dan Ockene, 2008). Stress oksidatif dari radikal bebas dapat memicu disfungsi endotel dengan mengurangi
vasodilatasi,
pertumbuhan
sel
endotel
dan
meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pembentukan serta robekan plak pada dinding pembuluh darah. Sehingga dapat memicu risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan dengan komplikasi infark miokard akut, angin tidak stabil (Fahri, Dianiati dan Faisal, 2009). Asap rokok juga merangsang sistem saraf untuk meningkatkan hearth rate, tekanan darah serta vasokonstriksi pembuluh darah koroner (Jackson dan Ockene, 2008). Gangguan pada pembuluh darah ini akan menghambat aliran darah normal, hal ini akan menyebabkan tubuh untuk melakukan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah lebih lancar. Proses vasokonstriksi pembuluh darah ini akan diikuti oleh peningkatan tekananan darah. Jika hal terus menerus terjadi maka akan terjadi hipertensi sistemik. Gejala yang tampak adalah nyeri dada seperti tertekan, diremas, tercekik, berat atau seperti terbakar. Pemeriksaan dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik, EKG dan pemeriksaan Laboratorium (Joewono, 2003).
2.5.4. Katarak Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-duanya. Kekeruhan yang terjadi umumnya mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun tidak dapat mengalami perubahan dalam waktu yang lama (Ilyas, 2009). Menurut Ilyas (2009), dalam bukunya yang berjudul Ilmu Penyakit Mata, katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga disebabkan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun seperti glaukoma, ablasi, uveitis dan renitis pigmentosa. Katarak juga dapat disebabkan oleh bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Risiko terjadinya katarak dapat dipicu oleh berbagai penyakit lain seperti diabetes, penyakit autoimun dan hipertensi. Pasien dengan katarak mengeluh penglihatannya seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. Sedangkan menurut Jacobs (2008), risiko katarak akan meningkat seiring dengan usia, merokok,
Universitas Sumatera Utara
mengkonsumsi alkohol, terpapar sinar matahari berkepanjangan, penyakit metabolik, diabetes mellitus dan penggunaan obat-obat kortikosteroid sistemik. Seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, radikal bebas dapat mempengaruhi fungsi protein. Dimana radikal bebas ini akan berusaha mencuri elektron protein-protein dalam tubuh. Protein yang kehilangan elektronnya akan rusak dan menjadi tidak stabil, yang berakibat pada kerusakan sel-sel jaringan (Kumalaningsih, 2006). Ditubuh sendiri, lokasi protein tertinggi terdapat pada lensa mata. Dalam lensa, terdapat nukleus lensa, yang menjadi rusak dan kian menebal seiring dengan bertambahnya jumlah radikal bebas yang ada. Selain di nukleus lensa, kekeruhan protein juga dapat terjadi pada bagian kortek (Ilyas, 2009). Kerusakan protein yang terkandung dalam lensa mata dapat mengganggu visus/penglihatan seseorang. Kerusakan protein yang terus menerus akibat reaksi radikal bebas ini memainkan peranan penting terhadap terjadinya katarak (Bagchi dan Puri, 2009). Katarak yang terjadi dapat menimbulkan kebutaan, baik partial maupun total. Dan dari studi epidemiologi yang telah dilakukan sebelumnya, dari 300 orang buta di seluruh dunia, 50% kebutaan tersebut diakibatkan oleh katarak (Jacobs, 2008).
2.5.5. Penuaan Dini Menjadi tua dan prosesnya merupakan suatu hal yang fisiologis, dimana organ- organ tubuh akan menjadi haus, dan mengalami penurunan fungsi. Adapun hal ini akan terjadi seiring dengan pertambahan usia. Namun penurunan fungsi organ layaknya orang-orang lansia tanpa diiringi oleh usia yang tinggi barulah dikatakan suatu proses yang patologis. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan DNA, protein dan lipid. Dan dari berbagai jenis radikal bebas, yang memainkan peranan penting dalam proses penuaan dini adalah superoksida (O2−), nitrit oksida (NO), dan radikal hidroksil (OH) (Best, 2010). Radikal bebas ini dapat memicu mutasi pada mitokondria (mt)DNA (Nelson, 2010). Mutasi pada mtDNA memainkan peranan penting dalam proses penuaan
Universitas Sumatera Utara
dan berakibat pada kerusakan otot, jaringan syaraf, dan photo aging dari kulit (Berneburg, et al. 2010). Terdapat berbagai kerusakan organ tubuh yang disebabkan oleh proses penuaan dini seperti penurunan fungsi ginjal dan paru, penyakit kardiovaskular, atropi otot-otot bola mata, mengecilnya ukuran pupil, penurunan fungsi otot-otot skeletal, penyakit Alzheimer, penurunan kolagen kulit, kerutan pada kulit wajah timbulnya bintik-bintik kecoklatan pada punggung dan tangan serta berbagai proses penuaan lainnya (Best, 2010).
Universitas Sumatera Utara