BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Menyusui Menyusui adalah proses pemberian ASI pada bayi oleh ibu dan merupakan
kondisi alamiah yang dialami oleh wanita setelah melahirkan bayi. Masa menyusui merupakan masa yang sangat membahagiakan bagi ibu dan bayi. Pada saat bayi menghisap ASI melalui putting susu, rasa kehangatan dan kasih sayang akan tercurah kepada si buah hati (Krisnatuti & Hastoro, 2000).
2.1.1
Komposisi ASI Menurut Suraatmaja (1997), komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama
dari waktu ke waktu. Ada beberapa yang mempengaruhi komposisi ASI antara lain adalah stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan gizi. Berdasarkan stadium laktasi, ASI dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, (Suraatmaja, 1997), yaitu : a.
Kolostrum Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan yang
pertama kali disekresikan oleh kelenjar payudara sampai hari ketiga atau keempat. Komposisi dari kolostrum dari hari ke hari selalu berubah. Kolostrum mengandung protein, antibodi, karbohidrat, mineral dan vitamin. Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam.
Universitas Sumatera Utara
b.
Air Susu Masa Peralihan Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.
ASI peralihan disekresikan dari hari keempat sampai hari kesepuluh dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI peralihan dapat diproduksi sampai minggu kelima. ASI peralihan mengandung protein yang lebih rendah dibandingkan dengan kolostrum, tetapi kandungan karbohidr dan lemak lebih tinggi dari pada kolostrum. c.
Air Susu Matur Merupakan ASI yang disekresikan pada hari kesepuluh dan seterusnya,
komposisinya relatif konstan, tetapi ada yang menyatakan bahwa komposisi ASI relatif konstan mulai minggu ketiga sampai minggu kelima. Kondisi ini akan berlangsung sampai bayi erumur 2-3 tahun.
2.1.2
Volume ASI Seiring dengan bertambahnya umur bayi, volume ASI yang diproduksi
akan mengalami perubahan. Perubahan volume ASI sesuai dengan kebutuhan bayi. Pada saat umur bayi mencapai tiga bulan, seorang ibu dapat memprduksi ASI sekitar 800 ml sehari. Pada saat umur bayi 6 bulan, bayi membutuhkan makanan pendamping ASI yang menyebabkan menurunnya produksi ASI (Krisnatuti & Hastoro, 2000). Menurut Asmi (1997), ibu dengan gizi baik akan dapat memberikan ASI sekitar 600 ml pada bulan pertama, pada bulan ketiga meningkat menjadi 700-750
Universitas Sumatera Utara
ml. Sedangkan pada bulan keempat meningkat menjadi 750-800 ml. Kemudian akan menurun atau berkurang tergantung isapan bayi.
2.1.3
Zat Gizi Ibu Menyusui
a.
Defenisi Zat Gizi Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Makanan
setelah dikonsumsi akan mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan dan diuraikan menjadi zat gizi. Zat gizi ada lima, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Fungsi umum zat gizi tersebut adalah : a) Sebagai sumber energi atau tenaga; b) Menyokong pertumbuhan badan yaitu penambahan sel baru pada sel yang sudah ada; c) Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak atau aus; d) Mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air, mineral, dan asam – basa di dalam cairan tubuh; e) Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibody dan antitoksin (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2008).
b.
Kebutuhan gizi bagi ibu menyusui Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu,
yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh-kembang bayi. Kualitas dan jumlah makanan yang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada jumlah ASI yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan. Ibu yang menyusui bayi, harus memproduksi 800-1000 cc ASI. Dengan demikian, ibu menyusui disarankan memperoleh tambahan zat makanan 800Kkal yang digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktivitas ibu itu sendiri ( Paath dkk, 2004). Ibu menyusui membutuhkan sekitar 500 kalori per hari untuk menghasilkan air susu bagi kebutuhan bayinya. Untuk mengetahui terpenuhinya kebutuhan kalori dengan cara menimbang berat badan, apabila terjadi penurunan lebih dari 0,9 kg per minggu setelah tiga minggu pertama menyusui, berarti kebutuhan kalori tidak tercukupi, sehingga akan mengganggu produksi air susu. Karena volume produksi ASI berkurang pada diit rendah kalori, maka dengan sendirinya energinya pun akan berkurang. Protein sangat diperlukan untuk peningkatan produksi air susu.Ibu menyusui membutuhkan tiga porsi protein per hari selama menyusui. Perubahan diit ibu yang buruk akan berpengaruh pada kadar protein ASI. Ibu akan kehilangan protein tubuh maupun cadangan zat-zat gizi lain dari dalam tubuhnya untuk mempertahankan mutu ASI. Kadar vitamin dalam ASI sangat dipengaruhi oleh vitamin yang dimakan ibu, jadi suplementasi vitamin pada ibu akan menaikkan kadar vitamin ASI. Karena bayi tidak dapat memperoleh kebutuhan vitamin C selain dari air susu ibu, maka ibu menyusui perlu makan dua porsi makanan segar yang mengandung viamin C per hari, untuk menjamin bahwa air susu merupakan sumber vitamin C bagi bayinya.
Universitas Sumatera Utara
Selama menyusui kebutuhan kalsium akan meningkat satu porsi sehari, melebihi kebutuhan selama kehamilan, dengan total lima porsi sehari. Begitu juga dengan kebutuhan sayuran dan buah-buahan akan meningkat, untuk menjamin adanya vitamin A dan vitamin yang esensial lain dalam air susu. Jumlah kebutuhan adalah tiga porsi sehari, baik sayuran berwarna hijau maupun sayuran dan buah-buahan berwarna kuning. Karbohidrat kompleks adalah salah satu sumber vitamin B dan mineral terbaik untuk pertumbuhan bayi. Dengan demikian selama menyusui anda harus mengonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat kompleks. Ibu menyusui memerlukan pergantian simpanan darah yang hilang setelah melahirkan, dan untuk keperluan bayi. Untuk itu selama menyusui makanlah makanan yang kaya akan zat besi setiap hari. Karena tidak mungkin didapatkan hanya dari makanan, maka ibu menyusui perlu mendapat suplemen zat besi sedikitnya 30-60 mg perhari. Lemak merupakan komponen penting dalam air susu, sebagian kalori yang dikandungnya berasal dari lemak. Lemak bermanfaat untuk pertumbuhan bayi. Kebutuhan lemak berkaitan dengan berat badan, apabila berat badan ibu menyusui turun, maka tingkatkan asupan lemak sampai empat porsi sehari. Bila konsumsi lemak cukup, maka lemak dalam ASI komposisinya sama dengan dalam diit ibu. Sedangkan bila diit lemak kurang maka komposisi dalam ASI sama dengan lemak dalam depot ibu. Garam dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk pembentukan air susu. Garam yang digunakan harus mengandung yodium, karena yodium sangat
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan oleh bayi. Hindari makanan olahan, dan makanan cepat saji dalam jumlah yang banyak, karena makanan tersebut mengandung garam lebih banyak dari yang dibutuhkan. Ibu menyusui sangat membutuhkan cairan agar dapat menghasilkan air susu dengan cepat, hampir 90 % air susu ibu terdiri dari air. Minumlah delapan gelas air perhari, atau lebih jika udara panas, banyak berkeringat dan demam. Terlalu banyak minum lebih dari 12 gelas perhari juga tidak baik karena dapat menurunkan pembentukan air susu. Waktu minum yang paling baik adalah pada saat bayi sedang menyusu atau sebelumnya, sehingga cairan yang diminum bayi dapat diganti (Asmi, 1997).
2.1.4
Pola Makan Menurut Krisnatuti dan Hastoro (2000), masa menyusui memberikan
pengaruh yang cukup berarti terhadap proses metabolisme tubuh karena kebutuhan zat-zat gizi meningkat tajam. Upaya untuk mempertahankan gizi dengan baik dan seimbang pada masa menyusui adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Pada ibu menyusui, tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang berlebihan atau berdiet. Pada ibu menyusui tidak terdapat pantangan makanan, misalnya makan buah segar, daging, ikan, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, telur yang sebenarnya sangat dianjurkan (Soetjiningsih, 1997). Pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi mengandung jumlah kalori dan zat-zat gizi yang sesui dengan kebutuhan, seperti karbohidrat,
Universitas Sumatera Utara
protein, vitamin, mineral, serat, dan air. Pola makan juga harus diatur secara rasional. Ibu yang sebelum menyusui makan tiga kali sehari, selama menyusui frekwensi makan harus di tambah. Selain memperlancar produksi ASI, juga untuk mempercepat proses pemulihan kesehatan ibu setelah persalinan (Krisnatuti & Hastoro, 2000).
2.1.5
Dampak Kebutuhan Gizi yang Tidak Terpenuhi Selain untuk produksi ASI, pada ibu menyusui semua makanan yang
dikonsumsi digunakan untuk aktivitas dan metabolisme dalam tubuh. Bila ibu tidak memperoleh makanan dengan gizi yang seimbang dapat mengakibatkan ibu kekurangan gizi dan kekurangan darah atau anemia (Burns, 2000) Keadaan gizi ibu pada masa menyusui juga sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas ASI. Ibu dengan gizi kurang akan memberikan ASI dengan jumlah yang menurun yaitu pada enam bulan pertama berkisar antara 500-700 ml, enam bulan kedua menurun antara 400-600 ml sampai pada tahun ke II menjadi 300-400 ml (Asmi, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Sosial
2.2.1
Defenisi Sosial Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), sosial adalah berkenaaan
dengan masyarakat dan sifat-sifat kemasyarakatan. Sedangkan menurut Sudarno dalam Salim (2002), kata sosial berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama. Sudarno dalam Salim (2002) menekankan pengertian sosial pada strukturnya. Jadi struktur sosial (social structure) adalah suatu tatanan, hierarki dan hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang menempatkan pihak-pihak tertentu (individu, keluarga, kelompok dan kelas) di dalam posisi-posisi sosial tertetu berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada sistem masyarakat pada waktu tertentu. Menyambung pengertian dari Sudarno di atas, Winandi dalam Ibrahim (2003) menyebutkan bahwa struktur sosial terdiri atas seperangkat unsur yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan seperangkat hubungan di antara unsur-unsur tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersama berdasarkan suatu sistem nilai dan norma yang berlaku pada sistem masyarakat pada waktu tertentu. 2.2.2
Faktor-faktor Sosial Anderson dalam muzaham (1995) menyebutkan faktor-faktor sosial itu
meliputi pendidika dan suku bangsa. Gottlieb (1983) dalam Kuntjoro (2002) menambahkan dukungan sosial sebagai salah satu faktor sosial. Dengan
Universitas Sumatera Utara
mengadopsi pendapat Anderson dan Gottlieb tersebut maka faktor-faktor sosial itu adalah pendidikan, suku bangsa dan dukungan sosial. a.
Pendidikan Pendidikan berarti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik
(Purwadarminta, 1985). Pendidikan sebagai suatu konsep, memiliki sifat yang cukup terbuka untuk menelaah berbagai fenomena sosial di masyarakat. Sedangkan pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan / materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1993). Pengertian pendidikan digunakan untuk menunjuk atau menyebutkan suatu jenis peristiwa yang dapat terjadi di berbagai jenis lingkungan. Jenis lingkungan ini adalah interaksi antara dua manusia atau lebih yang dirancang untuk menimbulkan atau berdampak timbulnya suatu proses pengembangan atau pematangan pandangan hidup pribadi. Sedangkan jenis lingkungan tempat terjadinya interaksi ini dapat berupa keluarga, sekolah, tempat bekerja, tempat bermain, berolah raga atau berekreasi ataupun tempa-tempat yang lain (Buchori, 2001). b.
Dukungan Sosial Sebagai makhuk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang
lain, manusia membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang disekitarnya berupa penghargaan, perhatian dan cinta. Gottlieb (1983) mendefenisikan dukungan
Universitas Sumatera Utara
sosial sebagai info verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dalam subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Rook & Dooley (1985) sumber dukungan sosial ada dua yaitu natural dan artifisial. Sumber dukungan sosial yang natural berasal dari oang-orang yang ada di sekitarnya misalnya dukungan keluarga, teman dekat atau relasi (Kuntjoro, 2002). c.
Suku Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan
berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Perbedaan ini akan menghasilkan tingkah laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah laku yang dimaksudkan bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada di dalam pikiran mereka. Pada manusia tingkah laku ini tergantung dari pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidup disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi sebelumnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada di Indonesia akan selalu berkembang mengikuti proses perkembangan bangsanya (Soerojo, 1990 dalam Paulus, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Budaya
2.3.1
Defenisi Budaya Kata budaya berasal dari kata budh dalam bahasa Sanskerta yang berarti
akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhayah (majemuk), sehingga budaya diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa budaya berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga budaya diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia (Widyosiswoyo, 2004). Pemilihan defenisi budaya yang tepat sangat sukar karena begitu banyak orang yang mendefenisikannya. Menurut Ki Hajar Dewantara, budaya berarti buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya besifat tertib dan damai. Alisyahbana mengatakan bahwa budaya manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, termasuk di dalamnya perasaan karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran. Menurut Koentjoroningrat budaya berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekerti. Sedangkan Kroeber dan Kluckhohn di dalam bukunya yang berjudul
Universitas Sumatera Utara
Culture : A Critical Review Concepts and Definitions (1952), mengatakan bahwa budaya adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluasluasnya. Malinowski menyebutkan budaya pada prisipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan tubuh manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas. Sedangkan Peursen mengartikan budaya sebagai maifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan kelompok orang. Manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam, oleh karena itu untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan di alam. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah keseluruhan gagasan, ide-ide serta karya manusia yang lahir sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. 2.3.2
Faktor-faktor Budaya Menurut Kluckhohn dalam Widyosiswoyo (2004), ada beberapa faktor
dalam kebudayaaan universal yaitu sistem religi dan keyakinan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, sistem pengetahuan, bahasa serta kesenian. Menurut Anderson (Muzaham, 2004), salah satu faktor budaya tersebut di atas yaitu sistem pengetahuan dikategorikan sebagai faktor sosial. Sehingga faktor-faktor budaya sesuai dengan yang telah disebutkan di atas kecuali sistem pengetahuan. a.
Sistem religi dan keyakinan Sistem religi dan keyakinan merupakan produk manusia sebagai homo
religious. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa di atas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar
Universitas Sumatera Utara
(supranatural) yang dapat menghitam putihkan kehidupannya. Oleh karena itu manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama. Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kemauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan dalam sistem religi dan keyakinan (Widyosiswoyo, 2004). b.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan Merupakan produk dari manusi sebagai homo socius. Manusia sadar
bahwa tubuhnya lemah. Namun dengan akalnya manusia membentuk kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dalam masyarakat tradisional, sistem gotong royong seperti yang terdapat di Indonesia merupakan contoh khas (Widyosiswoyo, 2004). c.
Sistem mata pencaharian hidup Merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus yang
menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat. Dalam tingkat sebagai food gathering, kehidupan manusia sama dengan hewan. Tetapi dalam tingkat food producing terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok tanam, kemudian beternak lalu mengusahakan kerajinan, berdagang, manusia makin dapat mencukupi kebutuhannya yang terus meningkat (rising demands) yang kadang-kadang cenderung serakah. Sistem mata pencaharian hidup ini meliputi jenis pekerjaan dan penghasilan (Widyosiswoyo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
d.
Sistem teknologi dan peralatan Merupakan produk manusia sebagai homo faber. Bersumber dari
pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu yang erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. Dengan alat-alat ciptaan itu manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya dari pada hewan (Widyosiswoyo, 2004). e.
Bahasa Merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia
pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Semuanya merupakan simbol sehingga Ernest Casirier menyebut manusia sebagai animal symbolic. Bahasa-bahasa yang telah maju memiliki kekayaan kata (causa kata) yang besar jumlahnya sehingga makin komunikatif (Widyosiswoyo, 2004). f.
Kesenian Merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia
dapat mencukupi kebutuhan fisiknya maka manusia perlu dan selalu mencari pemuasuntuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Manusia semata-mata tidak hanya memenuhi kebutuhan isi perut saja, tetapi mereka perlu juga pandangan mata yang indah serta suara yang merdu. Semuanya dapat dipenuhi melalui kesenian. Kesenian ditempatkan sebagai faktor terakhir karena beberapa sebelumnya pada umumnya harus dipenuhi terlebih dahulu (Widyosiswoyo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.4
Pengaruh Sosial Budaya terhadap Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui 2.4.1
Pendidikan Pengetahuan tentang gizi sangat mempengaruhi ibu dalam menata menu
keluarga. Kedalaman dan keluasan pengetahuan ibu tentang gizi menuntunnya dalam pemilihan jenis makanan yang akan dikonsumsi baik dari segi kualitas, variasi, maupun ragam pangan yang diselaraskan dengan konsep pangan. Misalnya, konsep pangan yang berkaitan denga kebutuhan fisik, apakah asal makan kenyang atau makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Jika seorang ibu memiliki pengetahuan yang luas tetang gizi maka ia akan mampu menata menu keluarga yang memiliki gizi seimbang sehingga akan menciptakan anggota keluarga yang sehat dan cerdas. Sebaliknya, jika seorang ibu memiliki pengetahuan yang buruk tentang gizi maka ia tidak akan mampu menata menu keluarga dengan baik (Marwanti, 2000). Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi merupakan sebabsebab penting terjadinya gangguan gizi terhadap masyarakat. Oleh sebab itu pengetahuan tetang gizi sangat diperlukan untuk menciptakan makanan yang sehat dan bergizi lengkap (Suhardjo, 1996).
2.4.2
Dukungan Sosial Menurut Rook & Dooley (1985), sumber dukungan sosial salah satunya
adalah dukungan keluarga. Fungsi keluarga meliputi reproduksi, upaya merawat anak dan membesarkan anak, nutrisi, pemeliharaan kesehatan dan rekreasi. Kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan prasyarat tertentu seperti keturunan genetik yang sehat, penatalaksanaan fertilitas, perawatan selama siklus maternitas, perilaku diet yang baik, pemanfaatan kesehatan yang optimal, persahabatan dan perawatan anggota keluarga (Bobak, 2004). Namun, anggapan lain yang muncul seperti dalam mengkonsumsi hidangan makanan di dalam keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga akan diprioritaskan mengkonsumsi lebih banyak dan pada bagianbagian makanan yang mengandung nilai cita rasa tinggi. Sedangkan anggota keluarga lainnya seperti sang ibu dan anak-anak mengkonsumsi pada bagianbagian hidangan makanan yang secara cita-rasa maupun fisiknya rendah. Sebagai contoh masyarakat di Timor yaitu : apabila dihidangkan makanan daging ayam, maka sang ayah akan mendapat bagian paha atau dada sedangkan sang ibu dan anak-anak akan mendapat bagian sayap atau lainnya (Beny, 2008). Menurut Suhardjo (1996), Hal tersebut diatas dapat menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik atau maldistribution diantara keluarga apalagi pengetahuan gizi belum dipahami oleh keluarga.
2.4.3
Sistem Mata Pencaharian Sistem mata pencaharian hidup ini meliputi jenis pekerjaan dan
penghasilan (Widyosiswoyo, 2004). Menurut Berg (1989), pendapatan atau penghasilan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Dengan tingkat pendapatan yang semakin tinggi maka keluarga akan lebih mampu memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
makanan anggota keluarganya, baik secara kuantitas maupun kualitas dan semakin baik pula status gizinya. Namun diharapkan dengan uang yang sedikit tersebut dapat digunakan untuk membeli bahan makanan yang memenuhi kandungan gizi. Jadi dalam mengelola uang diperlukan pertimbangan yang cermat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menggunakan uang belanja dengan sebaik-baiknya serta dapat mencukupi kebutuhan keluarga, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas (Marwanti, 2000).
2.4.4
Suku Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan suatu formulasi struktur sosial masyarakat yang turut mempengaruhi menu makanan maupun pola makan. Banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses terjadinya kebiasaan makan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik oleh kita yang mengkonsumsinya. Sebagai contoh : bahwa suku Jawa makanan pokoknya akan berbeda dengan orang Timor atau pendek kata bahwa setiap suku-etnis yang ada pasti mempunyai makanan pokoknya tersediri. Selain itu, ada juga beberapa suku yang memantang makanan tertentu seperti di Jawa Timur pantangan makanan bagi ibu menyusui adalah telur karena dapat menyebabkan perdarahan dan di Kalimantan Tengah, beberapa jenis ikan tertentu
Universitas Sumatera Utara
dianggap dapat menyebabkan bau amis pada ASI sehingga mengakibatkan bayi sakit perut (Yayuk dkk, 2004). Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki oleh suatu etnitas masyarakat tertentu merupakan wujud dari gagasan, rasa, tindakan dan karya sangat menjiwai aktivitas keseharian baik itu dalam tatanan sosial, teknis maupun ekonomi telah turut membentuk karakter fisik makanan, seperti menu, pola dan bahan dasar (Beny, 2008).
Universitas Sumatera Utara