BAB 1 PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang Menyusui adalah proses pemberian ASI pada bayi oleh ibu dan merupakan kondisi yang alamiah yang dialami oleh wanita setelah melahirkan (Krisnatuti & Hastoro, 2000). Selama kehamilan, hormon estrogen dan progesteron akan merangsang pembentukan air susu ibu. Setelah melahirkan, kedua hormon tersebut akan digantikan oleh hormon prolaktin dan oksitosin yang menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar (Ladewig, 1986). Selain menguntungkan bagi ibu, pemberian ASI juga hal yang mutlak diberikan pada bayi. Bahkan bagi ibu yang sehat, dianjurkan untuk menyusui bayinya sekitar 30 menit setelah melahirkan bayinya (Kasdu, 2001). ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, namun walau pemerintah telah menghimbau pemberian ASI ekslusif, angka pemberian ASI di Indonesia masih rendah. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9% dan antara 6-7 bulan 7,8% (Tasya, 2008). Menurut profil Dinkes Sumut 2005, di 9 kabupaten Sumatera Utara yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah Asahan 90%, Tanjung Balai 84%, Tobasa 81%, Tapanuli Selatan 68,5%, Sibolga 68%, Tapanuli Utara 58,5%, Tapanuli Tengah 46%, dan Labuhan Batu 39%.
Universitas Sumatera Utara
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak dapat menyusui bayinya. Salah satunya karena air susu tidak keluar. Penyebab air susu tidak keluar juga tidak sedikit, mulai dari stress mental sampai ke penyakit fisik, termasuk malnutrisi (Arisman, 2004). Gizi ibu yang kurang baik, diit yang terlalu ketat pasca bersalin, dan penurunan berat badan yang sangat drastis akan menurunkan produksi ASI dan mempengaruhi pemberian ASI pada bayi. Dampak dari kurangnya konsumsi ASI pada bayi dapat mengakibatkan terjadinya gagal tumbuh (failure to thrive) pada bayi (soetjiningsih, 1997). Asupan gizi yang kurang menyebabkan kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI diambil dari tubuh ibu. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut, maka selain kondisi tubuh ibu akan terganggu, produksi ASI pun akan berkurang, kualitasnya menurun, dan jangka waktu menyusui menjadi relatif singkat (Kasdu, 2001). Menurut Burns (2000), ada beberapa zat gizi yang harus banyak dikonsumsi selama menyusui, yaitu protein, lemak dan banyak buah-buahan dan sayuran. Minum banyak cairan berupa air putih, susu, teh dan sari buah untuk memulihkan tenaga setelah melahirkan, merawat bayi dan pekerjaan lain yang harus dilakukan. Namun, sebagian masyarakat percaya bahwa ibu menyusui tidak boleh makan makanan tertentu. Kadang-kadang ibu diberi makanan khusus selama menyusui. Praktek semacam ini perlu dilestarikan terutama bila makanan tersebut bergizi tinggi. Makanan yang baik akan membantu tubuh ibu segera sehat dan kuat dengan cepat setelah melahirkan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Swasono (1998), masyarakat di mana pun di dunia memiliki kategori tentang makanan yang didefinisikan secara budaya. Dalam kategori makanan tersebut, alasan dari pembagian makanan tidak hanya didasarkan atas klasifikasi menurut jenis makanan, tetapi juga atas makna dari makanan itu sendiri dalam kehidupan masyarakat. Pemenuhan gizi pada masyarakat Indonesia juga masih banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, antara lain keyakinan dan suku tertentu yang memiliki pantangan makanan yang bergizi yang berdampak pada kurangnya kecukupan gizi pada masa menyusui. Fenomena ini didukung oleh hasil penelitian Anggorodi (1985) yang berjudul Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya pada masyarakat Simpar dan Kosambi, Jawa Barat. Pada penelitian tersebut didapatkan perilaku masyarakat yang melakukan beberapa pantangan makanan dengan alasan yang kurang tepat setelah melahirkan yang sebenarnya sangat diperlukan untuk pemulihan kesehatan pasca melahirkan dan produksi ASI (Swasono, 1998). Selain keyakinan dan suku, kemampuan keluarga untuk membeli makanan,pengetahuan tentang zat gizi, dan dukungan sosial keluarga juga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui (Paath, 2004). Berdasarkan hasil survey pendahuluan, banyak ibu menyusui di lingkungan desa Gunung Tinggi kecamatan Pancur Batu dengan sistem sosial budaya yang berbeda-beda memenuhi kebutuhan gizinya, sehingga status kesehatan dan pola pemberian ASI juga berbeda pada setiap ibu menyusui. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada seorang ibu menyusui, peneliti
Universitas Sumatera Utara
mendapat data bahwa ibu menyusui tidak diperbolehkan makan telur dan ikan gembung rebus karena dapat menyebabkan ASI menjadi amis dan kulit bayi menjadi gatal-gatal. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pengaruh faktor sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui.
.2
Pertanyaan Penelitian Adakah pengaruh sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu ?
.3
Hipotesa Hipotesa yang ditegakkan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha), yaitu ada pengaruh sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu. Hipotesa penelitian diterima jika nilai signifikan p < 0.05.
.4
Tujuan Penelitian Mengidentifikasi pengaruh sosial budaya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui di Desa Gunung Tinggi Kecamatan Pancur Batu.
Universitas Sumatera Utara
1.5
Manfaaat Penelitian
1.5.1
Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengatasi permasalahan yang ditemukan dalam masyarakat dan pemberian intervensi yang komprehensif terkait dengan sosial budaya yang mempengaruhi kebutuhan gizi ibu menyusui.
1.5.2
Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi kepada tenaga pendidik khususnya bagian Keperawatan Maternitas untuk memberikan penekanan materi pada masalah yang sering timbul dalam masyarakat, terutama sosial budaya yang mempengaruhi kebutuhan gizi ibu menyusui.
1.5.3
Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang sosial budaya yang mempengaruhi kebutuhan gizi ibu menyusui.
Universitas Sumatera Utara