8
BAB 2 PROFIL KONSULAT JENDERAL RI HO CHI MINH CITY
2.1. Keterangan Dasar
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 45 Tahun 1992 dan Surat Keputusan Menteri Luar Negeri No. OT/SK.006/93/01 Tahun 1993, Konsulat Jenderal RI Ho Chi Minh yang berlokasi di Jalan 18 Phung Khac Khoan, District 1, Ho Chi Minh City, secara resmi dibuka pada tanggal 30 Nopember 1993. Pembukaan konsulat di Ho Chi Minh City merupakan tonggak penting dalam upaya meningkatkan hubungan bilateral antara Vietnam dan Indonesia dari hubungan yang bersifat tradisional dan persahabatan, menjadi hubungan kerjasama yang konkrit, terutama mencapai suatu perjanjianperjanjian dan kesepahaman antar dua Negara, khususnya pada bidang ekonomi, budaya dan kekonsuleran. Dengan dibukanya perwakilan setingkat Konsulat di Ho Chi Minh City, diharapkan penyediaan pelayanan dan fasilitas untuk mendukung misi Indonesia di Vietnam, dapat dilakukan secara efektif.
9
2.2. Kedudukan dan Tugas Pokok
Sesuai Surat Keputusan MENLU No. 06 Tahun 2004, Konsulat Jenderal Republik Indonesia yang berkedudukan di Ho Chi Minh City adalah Perwakilan Konsuler Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Konsul Jenderal, yang bertanggung jawab kepada Menteri Luar Negeri melalui Kepala Perwakilan Republik Indonesia di Hanoi, dengan wilayah kerja meliputi Ho Chi Minh City dan daerah sekitarnya.
Konsulat Jenderal RI Ho Chi Minh City memiliki tugas pokok Tugas untuk melaksanakan hubungan konsuler dan memperjuangkan kepentingan nasional Negara Republik Indonesia, melindungi Warga Negara Republik Indonesia, dan Badan Hukum Indonesia di wilayah kerja Ho Chi Minh City dan daerah sekitarnya sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan indeks 2.5, terdiri dari kegiatan ekonomi 3.00, Sosial Budaya 2.54 dan Konsuler 2.00.
2.3. Struktur Organisasi
2.3.1. Struktur Organisasi Perwakilan Struktur Organisasi Konsulat Jenderal Ho Chi Minh City ditetapkan berdasarkan kepentingan nasional, bobot misi, kegiatan, intensitas dan
10
derajat hubungan Indonesia dengan Ho Chi Minh City dan Indeks Perwakilan, terdiri dari: a.
Unsur Pimpinan
b.
Unsur Pelaksana :
c.
:
Unsur Penunjang :
Konsul Jenderal 1.
Counsellor
2.
Sekretaris II
3.
Sekretaris III
1.
Bendahara dan Penata Kerumah Tanggaan Perwakilan
2.
Staf Non Diplomatik
2.3.2. Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Perwakilan Dalam sistem pengelolaan keuangan di Kementerian Luar Negeri, Perwakilan RI di Luar Negeri ditetapkan sebagai Satuan Kerja yang mendapatkan anggaran dan memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan anggaran tersebut. Dalam pengelolaan keuangan, ditetapkan beberapa Pejabat Pengelola Keuangan Perakilan untuk melaksanakannya, terdiri dari: a.
Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA) dijabat oleh Kepala Perwakilan
b.
Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dijabat oleh Head Of
Chancery (HOC) c.
Bendahara Penerima dan Pengeluaran dijabat oleh Bendahara dan Penata Kerumah Tanggaan Perwakilan (BPKRT).
11
2.4. Sistem Pengelolaan Keuangan Perwakilan
Pengelolaan
keuangan
Perwakilan
merupakan satu kesatuan yang
dilaksanakan secara transparan, efisien dan akuntabel. Perencanaan Anggaran Perwakilan disusun bersama-sama oleh semua Unsur di Perwakilan, yaitu unsur Pimpinan, Pelaksana dan Penunjang. Sedangkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Perwakilan, dilakukan oleh
Pengguna
Anggaran/Pengguna
Barang,
Kuasa
Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Barang, dan Bendaharawan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disampaikan secara transparan dalam rapat staf Perwakilan. Secara administratif, Perwakilan mengirimkan pertanggung jawaban keuangan tersebut ke Kementerian Luar Negeri di Jakarta setiap bulannya dalam satu tahun anggaran. Dalam hal aktivitas rutin berupa penerimaan Negara dan pengeluaran anggaran untuk pembayaran, dilakukan oleh Bendahara dengan persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Pelaksanaan pengawasan pelaksanaan Anggaran Perwakilan dilakukan secara internal dilakukan oleh semua Unsur di Perwakilan.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Pengelola
12
keuangan negara harus melakukan pembukuan atas uang yang dikelolanya. Pembukuan dalam surat pertanggung jawaban adalah proses kegiatan catat mencatat keseluruhan transaksi penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk uang maupun barang untuk dipertanggung jawabkan.
Dalam Keppres No 42 Tahun 2002 Jo. Keppres No. 72 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan APBN dalam dijelaskan bahwa Departemen/Lembaga wajib menyelenggarakan Pertanggung-Jawaban pelaksanaan anggarannya dan pertanggung-jawaban termaksud meliputi pertanggung-jawaban atas uang yang dikelolanya dan barang yang dikuasai.
Selain itu hal tersebut juga ditegaskan dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan bahwa “setiap orang dan / atau badan yang mengusai dokumen yang berkaitan dengan perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut dengan baik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku”.
Sebelumnya pengelolalaan dan sistem pertanggung-jawaban Keuangan Perwakilan RI di luar negeri diatur dengan Surat Keputusan Menkeu No SP.2891/BU/IX/81/01 Tahun 1981 tentang wewenang dalam Penyusunan Keuangan Negara pada Perwakilan RI di luar negeri yang telah dinyatakan tidak berlaku dengan berlakunya SK Menlu No. SK. 06/A/OT/VI/2004/01 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri.
13
Sehubungan dengan itu maka pengelola keuangan negara wajib melakukan penata usahaan / pembukuan keuangan tersebut yaitu dalam bentuk Surat Pertanggung Jawaban Keuangan (SPJK) yang dibuat setiap bulan. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 15 Tahun 2004 tetang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelolan keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggung jawaban.
Pelaksanaan penata usahaan anggaran Perwakilan baik dari Deplu dan non Deplu dilakukan oleh pejabat Perwakilan yang ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri, yang dilaksanakan oleh Sekretaris Jenderal, yang terdiri dari Pengguna
Anggaran/Barang
(Otorisator),
Kuasa
Pengguna
Anggaran/Barang (Ordonatur) dan Bendahara.
2.4.1. Pengelola Keuangan Perwakilan Sesuai dengan SK MENLU No. 06 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan RI di Luar Negeri dijelaskan bahwa Pengelola Keuangan pada Perwakilan RI di Luar Negeri terdiri dari :
a.
Kuasa Pengguna Anggaran Adalah
Pejabat/penguasa
yang
berwenang
memberikan
perintah/instruksi/ persetujuan untuk melakukan tindakan-
14
tindakan yang membawa akibat
terjadinya penerimaan atau
pengeluaran bagi negara. Dalam hal ini pejabat tersebut di Perrwakilan adalah Kepala Perwakilan apakah Duta Besar LBBP, Konsul Jenderal, Konsul, KUTAP, atau
KUAI/Act.
Keppri.
b.
Head Of Chancery (HOC) Adalah Pejabat/Penguasa yang berwenang untuk : -
Menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
-
Meneliti
kebenaran
dokumen
persyaratan/kelengkapan
yang
sehubungan
menjadi dengan
ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; -
Meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
-
Membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
-
c.
Memerintahkan pembayaran atas beban APBN.
Bendahara Adalah Pejabat yang melakukan tugas-tugas atas perintah Pengguna
Anggaran/Barang
dan/atau
Anggaran/Barang sebagai berikut :
Kuasa
Pengguna
15
a.
Menerima, menyimpan, melakukan pembayaran atau penyerahan uang atau surat-surat berharga dan/atau barang;
b.
Melakukan pembukuan keuangan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.
Membuat dan mengirimkan surat pertanggung-jawaban keuangan kepada instansi pemerintah terkait.
Pelaksanaan tugas-tugas tersebut diatas oleh Bendaharawan dilakukan setelah yang bersangkutan : a.
Meneliti
kelengkapan
perintah
pembayaran
yang
diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Barang dan/atau Kuasa Pengguna Anggaran/Barang; b.
Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;
c.
Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
Apabila
apa
yang
diperintahkan
oleh
Pengguna
Anggaran/Barang dan/atau Kuasa Pengguna Anggaran/Barang tidak sesuai dengan hal-hal tersebut diatas (tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku), Bendaharawan Wajib menolak perintah bayar tersebut.
16
2.4.2. Sistem Pengelolaan Keuangan Perwakilan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai degan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan pada perwakilan RI di luar negeri adalah merupakan satu-kesatuan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara pada perwakilan adalah membukukan dan
mempertanggung-jawabkan
rencana
keuangan
tahunan
pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan perwakilan Rakyat (DPR) yang dikenal dengan istilah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Selain APBN perwakilan juga harus mengurus keuangan lainnya sebagai satu kesatuan yang dibukukan dan dipertanggung-jawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.
a.
Anggaran Belanja Negara pada Perwakilan Anggaran belanja negara adalah rencana pembiayaan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang ditetapkan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Anggaran belanja negara berlaku satu tahun dimulai 1 Januari dan berakhir 31 Desember tahun yang sama yang selanjutnya dikenal dengan istilah tahun anggaran.
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur
17
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi dokumen pelaksanaan pembiayaan kegiatan, untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana. DIPA kumpulan program, kegiatan dan sub-kegiatan yang didanai dalam belanja pegawai, barang/jasa dan modal untuk satu tahun. Belanja pegawai, barang/jasa dan modal adalah kumpulan dari mata anggaran kegiatan (MAK). Jumlah yang tertera pada setiap mata anggaran kegiatan adalah ketetapan batas tertinggi (tidak boleh dilampaui) untuk satu tahun anggaran, tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Setelah tanggal 31 Desember sisa anggaran tidak dapat dipergunakan dan harus disetorkan ke Penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Pengembalian Belanja, dulu non-fungsional, sebagai SIAR. Apabila dalam pelaksanaannya DIPA salah satu mata anggaran ada yang lebih atau kurang dapat diajukan usulan revisi atau anggaran tambahan kepada Departemen Keuangan. Tidak seluruh mata anggaran dapat direvisi atau dimintakan anggaran tambahan.
Anggaran belanja negara perwakilan dapat dipisahkan kedalam anggaran langsung bagi perwakilan RI di luar negeri dan anggaran pusat yang dilaksanakan di perwakilan. Pemisahan dimaksud adalah berkaitan dengan sistim pembukuan dan
18
pertanggungjawaban keuangan perwakilan yang dianut selama ini.
Anggaran belanja langsung bagi perwakilan adalah sepanjang perwakilan
ditetapkan
satuan
kerja/kantor
(satker)
dan
mendapatkan DIPA serta pejabat perwakilan sendiri langsung ditetapkan sebagai pengelola keuangan
yang terdiri Kuasa
Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen/Penguji dan Bendaharawan. Anggaran belanja langsung bagi perwakilan RI diluar negeri adalah disediakan dan menjadi Departemen Luar Negeri. Anggaran belanja langsung bagi perwakilan yang menjadi beban Departemen Luar Negeri, selanjutnya dikenal dengan istilah DIPA Deplu. DIPA Deplu terdiri dari belanja pegawai, barang/jasa dan modal yang dipergunakan untuk membiayai program/kegiatan sesuai visi dan misi yang ditetapkan.
DIPA Deplu dipertanggungjawabkan sampai dengan UP yang diterima dalam equivalen rupiah berdasarkan kurs penukaran uang dan kurs transfer dengan sistim first in first out (FIFO) dan tidak melampaui pagu masing-masing program, kegiatan, sub kegiatan dan mata anggaran kegiatan. Uang Persediaan (UP) diterima oleh Perwakilan setelah mengajukan pertanggung jawaban anggaran sebesar 75% dari pengiriman UP sebelumnya.
19
Pengiriman UP dalam satu tahun dikirim dalam bentuk valuta dolar Amerika dan belum mengikat kedalam program, kegiatan, sub kegiatan dan mata anggaran kegiatan. Artinya setiap UP yang telah diterima bisa dipergunakan mata anggaran apa saja, sepanjang tidak melampaui batas tertinggi/plafon/pagu mata anggaran yang bersangkutan.
Bentuk pertanggungjawaban DIPA Deplu adalah menggunakan SPP – GU (surat permintaan pembayaran ganti uang) kepada Biro Keuangan Deplu, selaku pejabat penguji SPP-GU DIPA Deplu. Selanjut oleh Unit Penguji pada Biro Keuangan akan menguji SPP-GU yang diajukan oleh Perwakilan dan hasilnya berupa persetujuan atau penolakan SPP-GU. SPP-GU yang disetujui akan diterbitkan SPM-GU (surat permintaan membayar ganti uang). Selanjutnya kantor Pusat akan mengajukan SPMGU kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negaran (KPPN). Oleh KPPN setelah diuji hasilnya berupa persetujuan atau penolakan SPM-GU. SPM-GU yang disetujui akan diterbitkan (surat perintah pencairan dana) SP2D dan diperhitungkan sebagai pengurangan anggaran perwakilan dimaksud. SPP-GU Perwakilan yang tidak diterbitkan SPM-GU, dan atau SP2D harus dikembalikan kepada Perwakilan yang bersangkutan, selanjutnya disebut penolakan satu atau beberapa tanda bukti untuk dibukukan kembali dengan istilah CP (contra post) oleh
20
perwakilan yang bersangkutan sebagai pengurangan SPP-GU yang pernah diajukan.
Anggaran pusat yang dilaksanakan di perwakilan RI di luar negeri adalah anggaran untuk operasional di perwakilan, tetapi perwakilan dimaksud tidak mendapatkan DIPA langsung dan tidak ditetapkan sebagai Satuan Kerja serta pejabat pengelola keuangan berada di Pusat. Anggaran pusat yang dilaksanakan di perwakilan adalah anggaran untuk atase dan anggaran belanja tambahan, DIPA-PNBP.
Anggaran atase teknis dan atase
pertahanan disediakan melalui departemen teknis/pertahanan masing-masing. Sedangkan anggaran belanja tambahan dan DIPA-PNBP disediakan melalui departemen luar negeri.
Anggaran belanja tambahan (ABT) dan DIPA-PNBP adalah tambahan dana untuk operasional perwakilan diluar DIPA dan tidak menambah DIPA Perwakilan. ABT dan DIPA PNBP biasanya bersumber dari Deplu Satu lembar DIPA, atau sejenis DIPA, adalah berupa ABT dan atau DIPA-PNBP untuk seluruh perwakilan RI. ABT biasanya terdiri ABT selisih kurs atau tambahan dana untuk belanja pegawai dan non-pegawai yang bersifat mengingat, seperti sewa kantor, wisma, pembayaran langganan listrik dan sejenisnya.
Sedangkan DIPA-PNBP
biasanya disediakan untuk “proyek fisik” seperti untuk mobil,
21
perbaikan kantor/wisma/pengadaan barang inventaris lainnya dan “proyek non fisik” seperti promosi dan sejenisnya.
ABT dan DIPA-PNBP dipertangungjawabkan sampai dengan UP yang diterima dalam equivalen rupiah berdasarkan kurs penukaran uang dan kurs transfer dengan sistim first in first out (FIFO) dan tidak melampaui pagu masing-masing program, kegiatan, sub kegiatan dan mata anggaran kegiatan. UP diterima hanya sekali, kecuali untuk proyek bisa 2 (dua) kali, berdasarkan perolehan ABT atau DIPA-PNBP dimaksud dalam bentuk valuta dolar Amerika dan belum mengikat kedalam program, kegiatan, sub kegiatan dan mata anggaran kegiatan. Artinya setiap UP yang telah diterima bisa dipergunakan mata anggaran apa saja, sepanjang tidak melampaui batas tertinggi/plafon/pagu mata anggaran yang bersangkutan.
Bentuk
pertanggungjawaban
ABT
dan
DIPA
adalah
menggunakan SPP – GU (surat permintaan pembayaran ganti uang) yang dikirimkan kepada Kuasa Pengguna, Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara yang ada di kantor Deplu. Bersama-sama dengan SPP-GU dari Perwakilan RI lainnya, disusun kembali dan dibuatkan SPP-GU dalam bentuk gabungan atau individual untuk diajukan kepada unit atau pejabat penguji SPP. Selanjutnya setelah diuji hasilnya berupa persetujuan atau
22
penolakan SPP-GU. SPP-GU yang disetujui akan diterbitkan SPM-GU (surat permintaan membayar ganti uang). Selanjutnya kantor Pusat akan mengajukan SPM-GU kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Oleh KPPN setelah diuji hasilnya berupa persetujuan atau penolakan SPM-GU. SPM-GU yang disetujui akan diterbitkan (surat perintah pencairan dana) SP2D dan diperhitungkan sebagai pengurangan anggaran perwakilan dimaksud.
Anggaran pusat yang dilaksanakan di perwakilan lainnya adalah beban pusat yang terdiri dari beban pusat perjalanan dinas (BPJ) dan beban pusat persekot resmi (BPPR). BPJ untuk membiayai akomodasi home staff yang baru tiba di Perwakilan, biaya perjalanan dinas untuk konsultasi ke Pusat dan atau perintah lainnya. Sedangkan untuk BPPR adalah untuk membiayai persekot resmi bagi home staff yang terdiri dari pinjaman 2 (dua) bulan pokok TPLN, pinjaman pembelian mobil pribadi maximum US$. 5.000,00 pada waktu tiba di perwakilan dan pinjaman deposit sewa rumah setiap home staff membuat kontrak
sewa
rumah.
Pinjaman
persekot
resmi
harus
dikembalikan dengan diangsur paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) bulan.
23
Sebagaimana dijelaskan, DIPA adalah kumpulan Program (4 digits) yang dirinci kedalam Kegiatan (4 digits) dan kegiatan dirinci kedalam Sub-kegiatan (4 digits) dan selanjutnya Subkegiatan
disediakan
dananya
melalui
belanja
pegawai,
barang/jasa dan modal. Mata anggaran dalam DIPA terdiri dari (6 digits) :
Belanja Pegawai 511141
Belanja Tunjangan Sewa Rumah Home Staf
511142
Belanja Tunjangan Restitusi Pengobatan Home Staf
511145
Belanja TPLN Home Staf
511148
Belanja Lokal Staf Lainnya
512111
Belanja Honor Tetap Administrasi Umum
Belanja Barang 521111
Pengadaan barang/jasa
521112
Pengadaan barang inventaris
522111
Langganan Daya dan Jasa
523111
Pemeliharaan Gedung dan Bangunan
523121
Pemeliharaan Peralatan dan Mesin
524111
Perjalanan Dinas
24
Belanja Modal 523112
Renovasi Pemeliharaan Gedung dan
Bangunan Lainnya
b.
533111
Pengadaan Gedung dan Bangunan
535111
Sewa Beli Gedung Kantor/Wisma
Anggaran pendapatan negara Perwakilan Perwakilan mengelola anggaran pendapatan negara yang dikenal dengan nama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yaitu penerimaan negara yang diakibatkan pelaksanaan tugas dan fungsi perwakilan. PNBP tidak boleh dipergunakan langsung untuk operasional perwakilan, melainkan harus disetorkan ke rekening Menteri Keuangan yang ada di perwakilan. Setelah jumlahnya material harus disetorkan atau ditransfer kepada bendaharawan PNBP di Pusat. PNBP dipisahkan dalam penerimaan fungsional, umum dan pengembalian belanja. PNBP fungsional adalah penerimaan negara yang terkait dengan tugas dan fungsi Perwakilan dalam pemberian jasa konsuler seperti visa, paspor, kanselerai, legalisasi dan sebagainya. PNBP umum dan pengembalian belanja adalah penerimaan yang tidak terkait dengan fungsi dan fungsi perwakilan seperti SIAR, bunga bank, Pengembalian Persekot Resmi Home Staff, Refund VAT dan penerimaan lainnya.
25
Pertanggungjawaban PNBP adalah mempertanggungjawabkan penerimaan PNBP, penyetoran PNBP kedalam rekening Menteri Keuangan di Perwakilan dan pentransferan PNBP kepada bendahara PNBP di Deplu Pusat. Penerimaan PNBP pada umumnya dalam valuta setempat dan pentransferan ke bendahara PNBP ke Pusat biasanya dalam valuta US$. Sehingga dalam proses pembukuan terdapat kejadian penukaran uang dari valuta
setempat
kedalam
valuta
dipertanggungjawabkan setiap akhir bulan.
US$.
PNBP