BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank Syariah 2.1.1.1 Bank Proses pertukaran uang terjadi pada banyak sektor, banyak jenis usaha yang menjadi komoditas memfokuskan pada satu jenis produk dan salah satunya adalah uang. Menurut Kuncoro (2002:68), Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank merupakan tempat yang penting dalam proses ekonomi dan alat yang dapat mendukung terciptanya perkembangan ekonomi kearah positif. Jadi tidak dapat di pungkiri bank merupakan lembaga vital di Negara manapun termasuk Indonesia yang sekarang menjadi salah satu jenis usaha besar yang menggiurkan. Terdapat dua jenis bank jika di lihat dari kegiatan operasionalnya yaitu bank konvensional dan bank syariah.
2.1.1.2 Bank Syariah Menurut UU no. 10 tahun 1998 Perbankan Syariah : Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Khan and Bhatti (3:2008) “islamic financial system facilitates lending, borrowing and investment functions on a risk-sharing basis” dalam kalimat tersebut tersirat bahwa keuangan berdasarkan sistem islami memiliki sistem yang memfasilitasi kredit, peminjaman dan investasi dengan dasar berbagi resiko. Kan and Bhatti (16:2008) “The Islamic Banking and finance system offers more ethical and
10
11 efficient alternative to interest-based conventional financial system” Dalam kalimat ini tersirat bahwa Bank Islam dan sistem keuangannya menawarkan hal yang lebih etis dan efisien untuk alternatif bagi sistem keuangan konvensional. Untuk menjelaskan mengenai Bank Syariah lebih jelas berikut ini adalah pengertian menurut para ahli : Menurut Schaik (2001), Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi resiko sebagai metode utama dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang di tentukan sebelumnya. Menurut Sudarsono (2004), Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip prinsip syariah Menurut Siamat, Dahlan (2004) “Bank Syariah adalah yang dalam menjalankan usahanya bedasarkan pada prinsip prinsip hukum atau syariah dengan mengacu kepada Al-Quran dan Al-Hadist Ada pula ciri-ciri umum Bank Syariah seperti berikut ini : •
Beban biaya yang telah disepakati pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal yang besarnyan tidak kaku dan dapat ditawar dalam batas yang wajar.
•
Penggunaan prosentasi dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindarkan. Karena persentase bersifat melekat pada sisa hutang meskipun utang pada batas waktu perjanjian telah berakhir.
•
Didalam kontrak pembiayaan proyek bank tidak menetapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (Fixed Return) yang ditetapkan dimuka. Bank Syari'ah menerapkan sistem berdasarkan atas modal untuk jenis kontrak al mudharabah dan al
12 musyarakah dengan system bagi hasil (Profit and losery) yang tergantung pada besarnya keuntungan. •
Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito atau tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadi’ah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai pernyataan dana pada proyek yang dibiayai oleh bank sesuai dengan prinsip-prinsip syari'ah hingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return).
•
Bank Syari'ah tidak menerapkan jual beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama dan transaksinya itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang itu dalam memberikan pinjaman pada umumnya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang selama pembiayaan, barang tersebut milik bank.
•
Adanya dewan Syari'ah yang bertugas mengawasi bank dari sudut Syari'ah. Bank Syari'ah selalu menggunakan istilah-istilah dari bahasa arab dimana istilah tersebut tercantum dalam fiqih Islam
•
Adanya produk khusus yaitu pembiayaan tanpa beban murni yang bersifat sosial, dimana nasabah tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan (al-qordul hasal)
•
Fungsi lembaga bank juga mempunyai fungsi amanah yang artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang telah dititipkan dan siap sewaktu-waktu apabila dana ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
13 Terdapat pula perbedaan antar bank konvensional dan bank syariah, seperti berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Penjelasan
Bank konvensional
Bank Syariah
Bedasarkan bunga
Tidak ada bunga
Sistem yang di pakai dalam produk Dewan Hanya dewan komisaris Pengatur Peraturan
komisaris,manajemen dan dan manajemen konsulat syariah
Jenis kontrak
Hanya satu jenis
Hasil investasi bulanan
Konstan
Berbagai jenis kontrak Fluktuasi, bedasarkan performan bank
Semua bisnis
Keuntungan bisnis hanya
menguntungkan
bedasarkan syariah
Laporan performa kerja
Tidak sangat transparant
transparant
Fungsi sosial
Tidak ada
Alokasi dana
Dapat digunakan untuk mengumpulkan zakat Sumber :Bank Indonesia
2.1.2 Service Excellence 2.1.2.1 Service Service atau pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dalam menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Menurut Kotler pelayanan adalah
14 setiap kegiatan atas unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan pemindahan kepemilikan apapun, produksinya bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. Layanan memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang yang kelihatan, yaitu (Tjiptono, 2004) : •
Intangibility Maksud dari intangible adalah tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Jadi kita tidak dapat menilai kualitas layanan sebelum merasakannya atau mengkonsumsinya terlebih dahulu.
•
Inseparability Inseparability disini menunjukkan sulitnya pendekatan dari menciptakan layanan dan mengkonsumsinya sebagai dua hal yang berbeda. Layanan tidak dapat dipisahkan menjadi fase menciptakan dan fase mengkonsumsi karena layanan biasanya dijual terlebih dahulu, barulah kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan.
•
Variability Service bersifat sangat variabel karena merupakam non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergentung pada siapa, kapan, dan dimana service tersebut dihasilkan.
•
Perishability Perishability berarti jasa tidak dapat disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan sehingga pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberikan.
2.1.2.2 Service Excellence Suatu pihak yang bergerak dalam bidang pemberian pelayanan yang baik bersifat komersil mau pun non komersil harus menyadari, bahwa untuk membentuk pengalaman konsumen
15 merupakan pendukung dalam terwujudnya kepuasan konsumen untuk kesuksesan bagi perusahaan atau organisasi lainnya. Dobnl (p1,2002) “service excellence is about ensuring that customers, both internal and external, what they want, when they want it” dengan demikian Service Excellence digunakan untuk memahami dan memuaskan konsumen. Johnston (p2:2004) “delight is an expression of very high satisfaction resulting from suprisingly good performance (i.e. service excellence)”. Dalam kalimat tersebut tersirat bahwa kepuasan dihasilkan dari suatu kegiatan yang dilakukan sebaik mungkin yaitu dengan Service Excellence yang akhirnya menjadi suatu strategi tersendiri bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan. Menurut Atep Adya Barata (2009:25) “Pelayanan Prima (Service Excellence) adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi dan perusahaan”. Dalam industri perbankan ide dasar dalam beradaptasi yaitu memfokuskan pada kepuasan konsumen dan dalam masa depannya Service Excellence adalah pembawa kesuksesan (Anonymous,1996). Yang terpenting dalam mencapai Service Excellence adalah dengan memberdayakan pekerja yang mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk meraih kepuasan konsumen (Anonymous,1996). Kim dan Kleiner (1996:1) “ the effect of service excellence make the bak profitable, and it can boost revenue by increasing customer loyalty” disini dikatakan bahwa dalam service excellence yang di terapkan di bank dapat meningkatkan profit serta menambah pendapatan dengan peningkatan loyalitas konsumen.
16 2.1.2.3 Dimensi Service Excellence Menurut Jones (2004:8) dalam mencapai bisnis yang berhasil maka diperlukannya pelayanan yang baik juga maka terdapat beberapa point penting yang menjadi acuan dalam pelayanan yang baik, seperti berikut ini : •
Apperance Penampilan disini menjadi sosok yang menjadi bagian interaksi dengan konsumen dengan karyawan. Beberapa komponennya seperti pakain pantas, identitas yang terlihat, postur yang baik
•
Interaction with customer Dalam pelayanan maka diperlukan interaksi dengan konsumen maka terdapat komponen yang menjadi acuan seperti, tersenyum, kesan pertama, salam, menggunakan intonasi suara yang bersahabat, tidak menginterupsi, pandangan yang fokus dan berterima kasih di akhir.
•
Customer care Kepedulian menjadi salah satu yang diperhatikan untuk mendapat respon yang baik dari konsumen seperti menjaga privasi, melayani waktu itu juga dan tidak berkata terlalu menusuk.
•
Service time Waktu dalam pelayanan menjadi hal yang perlu diperhatikan karena waktu adalah sumber pelayanan. Komponennya seperti transaksi yang tidak berbelit, dan kompleks.
Dalam memberikan pelayanan yang prima sebagai usaha untuk mencapai kepuasan dan loyalitas pelanggan, pihak produsen jasa dapat berpedoman pada variabel pelayanan prima (Service Excellence). Menurut Barata (2009:31) terdiri dari 6 unsur pokok, antara lain :
17 •
Kemampuan (Ability) Kemampuan adalah pengetahuan dan ketrampilan tentunya mutlak untuk menunjang program Service Excellence seperti melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan public relation sebagai instrumen dalam membina hubungan kedalam dan keluar perusahaan.
•
Sikap (Attitude) Sikap adalah perilaku atau peringai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan.
•
Penampilan (Appearance) Penampilan adalah penampilan fisik seseorang maupun non fisik yang mampu merefleksikan kredibilitas.
•
Perhatian (Attention) Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan, baik pemahaman atas saran dan kritik.
•
Tindakan (Action) Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberi pelayanan.
•
Tanggung Jawab (Accountability) Tanggung jawab adalah suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud meminimalkan kerugian atau ketidak puasan pelanggan.
Ke enam unsur pokok tersebut merupakan unsur pembentuk dalam mewujudkan Service Excellence. Kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, dan tanggung jawab menjadi elemen yang sangat diperhatikan dalam pelayanan yang tujuan langsungnya mendapatkan kepuasan konsumen.
18 Dobnl (p3:2002) “Contingency perspectives concerning the service, faster and more accurate reponse and higher quality. Therefore the key to create more customer value. “ disini disebutkan bahwa pelayanan, kecepatan dan ketepatan dalam merespon dan kualitas yang lebih baik dapat menjadi kunci dalam menambah nilai kepada konsumen. Dobnl (p3:2002) “reaching these higher states of service excellence will contribute to value added service that is depend on effective interaction and interrelationship among the organisation customers, employees, operational and organisation design”. Disini dikatakan bahwa Service Excellence dapat memberikan tambahan nilai pada konsumen dengan interaksi yang efektif dan hubungan intern organisasi konsumen, karyawan, operasional dan organisasi desain.
2.1.3 Store Atmosphere 2.1.3.1 Store dan Atmosphere Store (Toko) adalah sebuah tempat permanen yang terdapat kegiatan transaksi dengan jenis benda atau barang secara spesifik. Toko dapat terlihat diberbagai sudut kota dengan bermacam macam barang berbeda yang tersedia di setiap toko. Toko memiliki banyak jenis dan rupa, biasanya jenis barang apa yang dijual dapat diketahui dari bagian depan toko. Toko yang modern biasanya memiliki fasilitas yang mewah dan memiliki kelebihan dibandingkan toko biasa. Dari desain atau tata letak dan juga ruang bahkan ciri khas suatu toko yang terorganisir bahkan memiliki kaidah seni seperti itu disebut atmosphere. Mengambil kutipan Hoffman : 2002 dari Darley And Gilbert 1985 “The use of atmospherics to create environments and its influence on the behavior of individuals is referred to as environmental psychology”. Kalimat tersebut menandakan suasana membuat lingkungan dan pengaruh terhadap perilaku individual. “Atmosphere refers to the design of an environment via visual communication, lightning, colors, music, and scent to stimulate costumers, perceptual and emotional responses and
19 ultimately to affect their purchase behavior” (Levy and Weitz, 2001:576). Bedasarkan definisi tersebut diartikan atmosfir adalah rancangan dan suatu desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi dan pelanggan dan akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelanjaan mereka.
2.1.3.2 Store Atmosphere Dalam mendukung usaha dibutuhkan strategi-strategi yang terpadu agar mampu bertahan dan bersaing dengan keadaan pasar yang terus berkembang. Maka muncul strategi marketing mix atau retailing mix yang mempunyai beberapa karakteristik yang hampir sama. Dan Menurut Kotler dan Amstrong salah satu faktor yang menentukan adalah store atmosphere, Birtwistle and Shearer (2001) (Andrew G Parons (p1,2010) “store atmosphere created by layout and environment” yaitu store atmosphere terbuat dari tata ruang dan lingkungan. Karena menurut Kotler, (2003:P542) suasana toko setiap toko mempunya tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar di dalamnya. Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu menarik, megah dan suram. “Store atmosphere reflects the combination of store physical characteristics” (Levy and Weitz, 2007:434). Dari kalimat tersebut menandakan bahwa Store Atsmosphere adalah refleksi dari kombinasi karakteristik fisik suatu toko. Store Atmosphere harus membentuk suasana yang terencana yang sesuai dengan target pasar dan dapat menarik minat konsumen.
2.1.3.4 Dimensi Store Atmospheres Menurut Hoffman, K. Douglas (2002:4), by Turley and Milliman (2000) “store atmospheres categories proposed is general exterior, general interior, layout and design variabel, and point of purchase & decoration variabels” yang artinya store atmospheres
20 memiliki kategori seperti penampilan eksterior, penampilan interior, desain dan ruang, dan dekorasi. Menurut Berman dan Evan (2007:p545), Store Atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan, elemennya sebagai berikut : •
Exterior Exterior atau bagian terluar suatu toko adalah bagian yang pertama kali dijumpa pada awal kunjungan. Exterior harus memberikan kesan awal yang menarik agar konsumen tidak ada keraguan dalam memasukinya. Bagian dari exterior seperti store front, marquee (pendopo untuk nama), entrances, display window, visibility, uniqueness, parking.
•
General Interior Pada bagian ini terjadi ketika konsumer memasuki toko dan melihat bagian interior toko tersebut. Banyak elemen yang mengundang daya tarik konsumen tetapi pada intinya interior harus senada dengan konsep dan jenis usaha yang di geluti.
•
Store Layout Store Layout atau tata letak meliputi penempatan ruang, lokasi perabotan dan fasilitas toko harus berada untuk mengisi ruangan yang tersedia. Pengelola harus memanfaatkan ruangan yang tersedia seefektif mungkin.
•
Interior Display Setiap bagian dari interior harus memiliki petunjuk yang jelas agar konsumen dapat menerima informasi dengan baik. Lingkungan interior akan amat terbantu sekali dengan petunjuk yang ada dalam sebuah toko karena konsumen akan merasa nyaman karena terbantu akan prosesnya dalam bertransaksi
21 Menurut Saraswat dan Mammen (2010:6), dimensi Store Atmospheres sebagai berikut : •
Layout of store without respect to convenience
•
External and internal decor of the store
•
Merchandise display
•
Customer type
•
Congestion
•
Good for gifts, except with respect to quality
Store Atmosphere dapat memberikan pengalaman psikologis yang tertanam di benak konsumen sehingga lingkungan dapat menjadi acuan dalam mempengaruhi pengalaman konsumen. Lingkungan yang didambakan konsumen berbeda beda maka pelaku usaha harus mampu memposisikan suasananya dengan baik. Image suatu tempat usaha khususnya pada hal ini bank dapat dipertaruhkan dengan suasana dan lingkungan itu sendiri karena ini akan menimbulkan hal yang mempengaruhi secara berkelanjutan.
2.1.4 Brand Equity Tjiptono (2005,p39) ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban yang dimiliki nama merek atau simbolnya yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa perusahaan dan pelanggan perusahaan tersebut apabila positif maka ekuitas merek menjadi asset. Brand Equity dikelompokan menjadi tiga kategori berikut : •
Brand Value yaitu nilai total sebuah merek sebagai asset terpisah
•
Brand Loyalty yaitu ukuran menyangkut seberapa kuat konsumen terikat dengan merek tertentu.
•
Brand Image, yaitu gambaran konsumen akan suatu merek
22 2.1.4.1 Brand Image Brand Image ialah apa yang konsumen pikir atau rasakan disaat mereka mendengar, melihat atau bahkan memikirkan nama dari suatu merek tersebut setelah mengalami atau mempelajari. Menurut Wu, Paul C S (2011:p2) mengutip Keller (1993) bahwa Brand Image adalah sekumpulan dari brand asosiasi yang tersimpan dalam pikiran konsumen yang menimbulkan persepsi mengenai suatu brand. Dobnl and Zinkhan (1990,p8) ( Felicia Noel Morgan (2004,p27) Brand Image memiliki beberapa esensial yaitu “brand image is the concept of a brand that is held by the consumer and brand image is largely a subjective and perceptual phenomenon that is formed through consumer interpretation, whether reasoned and emotional” jadi Brand Image konsep merek yang tertanam pada konsumen dan merupakan subyektif dan juga persepsi melalui interpretasi konsumen baik beralasan ataupun emosional. Kouba (2007:p3) Brand Image juga alasan atau emosional dari persepsi konsuemen mengenai merek secara spesifik. Dapat disimpulkan bahwa Brand Image adalah segala jenis pengetahuan mengenai suatu merek dari yang telah didapat secara langsung karena memakai atau pula karena mempelajari merek tersebut yang tertanam dalam pikiran konsumen sehingga langsung terpersepsikan secara otomatis ketika melihat atau mendengar nama tersebut.
2.1.4.3 Dimensi Brand Image Brand Image memiliki kategori yang bisa di anggap menjadi acuan dalam menentukan seberapa baik citra merek yang ada di masyarakat. Menurut Haynes, Lackman dan Guskey (1999) Brand Image memiliki beberapa attributes seperti harus mewakili perusahaan secara penuh, menggambarkan Brand Image harus secara aktual atau sesuai kenyataan, citra tersebut sudah memenuhi ekspetasi konsumen, tujuan sesuai dengan konsumen inginkan.
23 Terdapat lima dimensi dari Brand Image menurut Sutojo, sebagai berikut : 1. Citra dibangun bedasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan kelompok pemasaran. 2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis, apabila cukup realistis maka dapat mudah dipercaya dan sebaliknya apabila tidak realistis maka akan negatif. 3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan, banyak segmen yang dari perusahaan untuk menarik konsumen tetapi segmen tersebut harus dicapai oleh kemampuan perusahaan itu. 4. Mudah dimengerti kelompok sasaran, kelompok sasaran tidak mempunyai banyak waktu untuk mengerti citra yang ditonjolkan maka perlunya suatu kemudahan dalam memahaminya. 5. Citra adalah sarana, bukan tujuan usaha, faktor yang cukup penting diperhatikan karena tujuan usaha itu bukan untuk membangun citra saja.
2.2 Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan peneliti dalam menyusun penelitian ini maka pada sub bab ini akan menjelaskan mengenai penelitian penelitian terdahulu yang relevan sesuai dengan jenis variabel yang akan diteliti yaitu Service Excellence dan Store Atmosphere terhadap Brand Image. Berikut penelitian-penelitian tersebut : 1) Thomas Varghese (2010) dalam penelitian berjudul “Cummins India: Brand Leadership through Service Excellence”. Brand Image dibuat dalam waktu yang dihabiskan sangat lama dan diperlukan strategi-strategi yang penting untuk memahami ekspetasi konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara pada konsumen yang penting bagi perusahaan Cummins India Ltd. Kesimpulan yang didapat adalah dalam membangun merek tidak bisa singkat. Image
24 dari Cummins India Ltd adalah dengan dedikasi yang didapat dengan mengandalkan kualitas yang tinggi dari pelayanan yang pada akhirnya membangun hubungan kuat dengan konsumen sehingga berdampak positif pada image merek tersebut. 2) Wu, Paul CS;Yeh, Gary Yeong (2011) dengan penelitian berjudul “The effect of store image and service quality on brand image and purchase intention...”. penelitian ini bertujuan untuk mencari efek dari Store Image dan Service Quality dalam Brand Image yang mempengaruhi minat pembelian. Sampel adalah 360 orang konsumen watsons and comed chain drugstores. Didapatkan kesimpulan yaitu Store Image dan Service Quality mempunyai hubungan langsung dan positif dengan Brand Image yang mepengaruhi hubungannya dengan minat pembelian konsumen. 3) Saraswat, Amit dan Mammen Toby (2010) dengan penelitian berjudul “Building store brands using store image differentiation”. Penelitian bertujuan untuk menggunakan diferensiasi pada lingkungan toko dalam membangun merek dari toko tersebut. Penelitian ini menggunakan exploratory riset dalam dua fase. Data dikumpulkan dari januari hingga maret dari 364 responden. Dan dapat disimpulkan pada penenlitian ini bahwa differnsiasi pada suatu ruang lingkup toko dapat memberikan persepsi khusus pada konsumen. Bukan hanya pada pelayanan dan harga produknya saja tetapi juga suasana. Hal ini berdampak pula kepada merek toko tersebut yang menjadi lebih dikenal dan mendapatkan kesan yang positif. 4) Alamro, Ahmed dan Rowley, Jennifer ( 2010) dengan penelitian berjudul “Brand strategies of Jordanian telecommunications service providers” penelitian ini bertujuan untuk mencari strategi yang tepat dalam industri telekomunikasi dengan memfokuskan pada pelayanan dalam membangun merek untuk menjadikannya sebagai alat yang kompetitif dalam industri tersebut. Data yang dipakai adalah dengan mewawancarai langsung para senior manager di empat provider telekomunikasi di
25 jordania. Dan disimpulkan bahwa dari keempat merek tersebut memiliki banyak strategi yang berbeda namun dalam mempertahankan konsumennya mereka berfokus membangun nilai merek dengan pelayanan yang baik alhasil ini menjadi media promosi tersendiri dalam menjaring konsumen baru dengan membuat citra yang baik sebagai merek. 5) Aurier, Philippe dan Ser den Lanauze, Gilles (2011) dalam penelitian berjudul “Impacts of in-store manufacture bran expression on perceived value, relationship quality and attitudinal loyalty” Dalam supermarket besar untuk merangsang pembelian maka dilakukan lah penambahan pengalaman dalam pembelian yaitu dengan mendesain suasana tempat pembelian. Data didapatkan dari 304 responden dengan kuesioner berisi mengenai pengalaman dalam pembelian. Dari banyaknya kesimpulan didapatkan bahwa ekspresi suatu merek dalam mengaubah suasana dan gambaran mengenai tokonya akan mendapatkan suatu komitment yang kuat dan kepercayaan dan ini akan berdampak pada penerimaan citra merek.
2.3 Kerangka Pemikiran Bedasarkan pada landasan teori di atas maka dengan mengacu pada hal tersebut diperoleh kerangka teori sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran