BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Informasi Akuntansi 2.1.1
Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Gelinas et al. (2005, p.15), Sistem Informasi Akuntansi adalah
subsistem dari sistem informasi yang bertugas mengumpulkan, memproses dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek finansial dari kegiatan dalam bisnis. Menurut Bodnar et al. (2004, p.1), Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah kumpulan sumber daya, seperti peralatan dan orang, yang dirancang untuk mengubah data keuangan dan data lainnya menjadi informasi. Informasi ini kemudian dikomunikasikan kepada berbagai pengambil keputusan. Sistem Informasi Akuntansi menampilkan perubahan ini apakah secara manual atau terkomputerisasi. Menurut Wilkinson et al (2000, p5), akuntansi mempunyai berbagai sisi; salah satunya adalah akuntansi mempunyai berbagai operasi sistematis untuk menghasilkan informasi yang relevan. Operasi-operasi ini termasuk pencatatan data, pemeliharaan data, dan menyajikan laporan dari data tersebut dalam bentuk laporan keuangan. Informasi itu sendiri adalah hasil dari pemrosesan data yang mempunyai arti dan berguna bagi pihak-pihak yang dituju. Sementara sistem adalah kesatuan dari bagian-bagian yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari pengertian akuntansi, informasi, dan sistem tersebut, dalam Wilkinson et al (2000, p7) disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah suatu struktur yang bersatu dalam suatu entitas yang mempunyai sumber daya fisik dan kom-
8 ponen lainnya untuk mengubah data ekonomi menjadi informasi akuntansi, dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi dari berbagai macam pengguna. Jadi dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi adalah kumpulan dari sumber daya yang dirancang untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data keuangan dan data lainnya menjadi informasi akuntansi, dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi dari berbagai macam pengguna. 2.1.2
Komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney (2006, p 6), Sistem Informasi Akuntansi mempunyai
berberapa komponen utama, yaitu: a. Orang yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai fungsi. b. Prosedur, baik manual ataupun otomatis, yang meliputi pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data dari kegiatan organisasi. c. Data tentang organisasi dan proses bisnisnya. d. Software yang digunakan untuk melakukan pemrosesan data e. Infrastruktur teknologi informasi yang diperlukan untuk melakukan pemrosesan data f. Pengendalian internal dan tindakan penjagaan keamanan untuk melindungi data. Keenam komponen ini akan bekerja sama dalam sebuah organisasi atau unit bisnis sehingga memungkinkan Sistem Informasi Akuntansi untuk melakukan 3 fungsi utamanya, yaitu: a. Mengumpulkan dan menyimpan data tentang kegiatan organisasi, sumber daya, dan personel.
9 b. Mengubah data menjadi informasi yang berguna dalam pengembalian keputusan sehingga manajemen dapat merencaranakan, menjalankan, mengendalikan dan mengevaluasi aktivitas, sumber daya, dan personel. c. Menyediakan pengendalian yang cukup untuk menjaga aset organisasi, termasuk datanya, untuk memastikan aset dan data tersedia saat dibutuhkan dan data itu akurat dan dapat diandalkan. 2.2
Sistem Informasi Administrasi Pendidikan Pengertian dari administration menurut Chambers Essential English Dictionary
(2001, p 14) adalah 1mengarahkan, mengatur, atau memerintah urusan-urusan di sebuah negara, institusi atau organisasi. 2Dalam sebuah organisasi atau institusi, administrasi adalah departemen yang bertanggung jawab menjalankannya. Jadi, pengertian Sistem Informasi Adminstrasi Pendidikan adalah kumpulan dari sumber daya yang dirancang untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan dan memproses data yang berhubungan dengan tempat pendidikan atau kegiatan belajar mengajar, dengan tujuan mengatur dan menjalankan institusi pendidikan serta memuaskan kebutuhan informasi dari berbagai macam pengguna. 2.3
Pengendalian Internal 2.3.1
Pengertian Pengendalian Internal Pengertian Pengendalian Internal, menurut Bodnar et al (2004, p182), se-
suai dengan pengertian pengendalian internal dari COSO, adalah sebuah proses, yang dipengaruhi oleh board of director, manajemen, dan personel lainnya, yang didesain untuk menyediakan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan dalam hal efektifitas dan efisiensi operasi, kehandalan laporan keuangan, dan kepatuhan kepada hukum dan peraturan. Sementara pengertian dari pengendalian
10 internal ini, menurut James A Hall (2004, p138), sedikit diperluas dengan adanya satu tujuan tambahan, yakni menjaga aset perusahaan. Jadi dapat disimpulkan, pengendalian internal adalah kebijakan, praktek, dan prosedur, yang dipengaruhi oleh board of director, manajemen, dan personal lainnya, yang didesain untuk menyediakan keyakinan yang memadai dalam hal keamanan aset perusahaan, keakuratan dan kehandalan catatan akuntansi dan informasi, efisiensi dari operasi perusahaan, dan kepatuhan kepada hukum dan peraturan. Menurut Wilkinson et al (2000, p236), pengendalian internal mempunyai 5 komponen utama, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pengawasan. 2.3.2
Lingkungan Pengendalian Menurut Wilkinson et al (2000, p238), lingkungan pengendalian meliputi:
a. Filosofi manajemen dan gaya operasi. Filosofi dan gaya operasi manajemen ini membutuhkan suatu tindakan yang positif dari pihak manajemen untuk memberikan contoh dalam hal etika dalam pekerjaan. b. Struktur organisasi Struktur organisasi akan menjadi kerangka kerja dalam hubungan formal untuk mencapai tujuan dari perusahaan. c. Penunjukan otoritas dan tanggung jawab Otoritas adalah hak untuk memeritah bawahan berdasarkan jabatan formal. Sedangkan, tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk menjalankan tugas dan menanggung hasilnya. Kedua hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam pencapaian tujuan.
11 d. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia ini berpengaruh langsung terhadap kondisi dari personel yang ada di dalam perusahaan. Hal ini akan berpengaruh besar bagi kondisi dari perusahaan. 2.3.3
Penilaian Resiko Menurut Rama, Dasaratha dan Jones, Frederick L (2006, p 107) kompo-
nen penting dalam pengendalian internal adalah penilaian resiko yang mengancam pencapaian tujuan perusahaan dalam segi pelaksanaan, sistem informasi, pengamanan asset dan kinerja. Penilaian Resiko, menurut Wilkinson et al (2000, p240), terdiri dari identifikasi dan analisis dari semua resiko yang relevan terhadap tidak tercapainya tujuan persahaan, baik tujuan secara keseluruhan ataupun tujuan dari salah satu unit dalam perusahaan; dan juga membuat rencana tentang tindakan apa yang akan dilakukan untuk menghadapi resiko tersebut. Dalam hubungan dengan sistem informasi akuntansi, ada beberapa macam resiko yang umum dihadapi oleh perusahaan, yaitu: a. Kesalahan yang tidak disengaja dalam penginputan data. Kesalahan ini biasanya terjadi dengan frekuensi yang tidak menentu. Kesalahan dalam input ini dapat menyebabkan data dan laporan yang dihasilkan menjadi tidak akurat dan tidak dapat diandalkan. b. Kesalahan yang disengaja. Kesalahan ini bisa terjadi dalam proses penginputan, pemrosesan data, atau dalam pembuatan laporan. c. Kehilangan aset yang tidak disengaja. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan yang menyebabkan aset hilang atau rusak.
12 d. Pencurian aset. Pencurian ini bisa dilakukan oleh karyawan ataupun dari orang luar. e. Pengrusakan dan bencana alam. Pengrusakan dan bencana alam ini beresiko tinggi karena hal ini dapat terjadi dan berpengaruh pada benda fisik, seperti aset, atau pada data perusahaan. 2.3.4
Kegiatan Pengendalian Menurut Bodnar et al (2004, p192), kegiatan pengendalian adalah kebija-
kan dan prosedur yang dibuat oleh perusahaan untuk membantu meyakinkan bahwa semua arahan dari manajemen dijalankan dengan baik. Ada berbagai macam kegiatan pengendalian yang dapat dilakukan oleh organisasi, antara lain: a. Pemisahan tugas dan tanggung jawab. Pemisahan tugas dan tanggung jawab ini penting untuk mengurangi kesempatan adanya orang yang mampu melakukan kesalahan atau kejahatan dan menutupinya dalam kegiatan sehari-harinya. Pemisahan tugas dan tanggung jawab ini dilakukan dengan menugaskan kepada orang yang berbeda-beda tanggung jawab otorisasi, pencatatan, dan pemegang aset. b. Dokumen dan catatan akuntansi yang cukup Prosedur harus termasuk desain dan penggunaan dokumen dan catatan akuntansi yang cukup untuk membantu meyakinkan pencatatan transaksi yang baik. Pengendalian dalam dokumen dan catatan ini antara lain dengan pemberian no urut terlebih dahulu, desain yang mudah dimengerti, dan desain memberi ruang yang cukup untuk penulisan dan otorisasi. c. Akses ke aset yang terbatas. Akses ke aset harus dibatasi sesuai dengan otorisasi dari pihak yang
13 bertanggung jawab. Untuk pembatasan ini, dibutuhkan tindakan penjagaan dan pengendalian terhadap aset itu sendiri. Pembatasan akses ini biasanya ditujukan untuk mencegah adanya tindakan kriminal yang disengaja. Namun, yang harus diperhatikan adalah penjagaan tidak boleh terpaku pada bentuk fisiknya, seperti gembok, kamera pengawas, atau permintaan password untuk akses, tetapi bagaimana membuat kondisi agar penjagaan ini dapat dilakukan. Misalnya, jika menggunakan gembok, yang harus diperhatikan adalah akses kepada kunci dari gembok tersebut. Jika menggunakan kamera pengawas, pastikan ada yang mengawasi, atau paling tidak membuat orang merasa ia diawasi. Jika menggunakan password, harus diperhatikan penyebaran dari password itu sendiri. d. Pemerikasaan akuntabilitas dan penilaian kinerja yang independen. Pemerikasaan ini perlu dilakukan secara periodik untuk memastikan akuntabilitas dari laporan. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dengan membandingkan cacatan dengan kondisi aktual fisik barang. Sedangkan penilaian kinerja biasanya dilakukan dengan membandingkan rencana dan hasil yang ada. Pemeriksaan dan penilaian kinerja ini perlu dilakukan oleh pihak yang independen agar tidak terjadi kecurangan atau bias. e. Pengendalian pemrosesan informasi Pengendalian pemrosesan informasi ini memastikan otorisasi, kelengkapan, dan akurasi dari setiap transaksi yang
terjadi. Otorisasi membatasi
dimulainya transaksi. Otorisasi yang benar diperlukan jika manajemen mau mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa tujuannya tercapai. Sementara menurut Romney (2006, p201), otorisasi adalah kuasa yang
14 diberikan kepada karyawan untuk membuat keputusan. Otorisasi adalah bagian yang penting bagi sistem pengendalian internal. Karyawan yang memproses transaksi harus memastikan adanya otorisasi untuk transaksi tersebut. Auditor mereview transaksi dengan memeriksa otorisasinya karena tidak adanya otorisasi menunjukkan indikasi adanya masalah dalam pengendalian. Menurut Wilkinson et al (2000, p280), transaksi yang tidak diotorisasi dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Dalam sistem manual, otorisasi dapat dalam bentuk tanda tangan, inisial, atau stempel di dokumen transaksi. Dalam sistem yang sudah terkomputerisasi, otorisasi dapat dilakukan oleh sistem komputer itu sendiri. 2.3.5
Informasi dan Komunikasi Menurut Bodnar et al (2004, p195), informasi di sini dimaksudkan ke
sistem informasi dari organisasi tersebut. Banyak perusahaan yang mempunyai sistem informasi yang mampu memproses berbagai macam transaksi dalam jumlah besar. Sistem informasi ini didesain bukan hanya untuk menghasilkan saldo buku besar dan laporan keuangan, tetapi juga untuk menghasilkan pengendalian manajemen dan informasi operasi. Oleh karena itu, sistem informasi dan pengendalian berhubungan erat di dalam organisasi. 2.3.6
Pengawasan Menurut Bodnar et al (2004, p197), pengawasan adalah kegiatan menilai
kualitas dari pengendalian internal secara terus-menerus dan mengambil tindakan perbaikan jika dianggap perlu. Kualitas dari pengendalian internal sangat dipenga-
15 ruhi oleh berbagai faktor, antara lain kepatuhan, kondisi yang berubah-ubah, atau bahkan kesalahpahaman. Dalam perusahaan besar, pengawasan ini biasanya dilakukan oleh fungsi audit internal. Fungsi ini pada dasarnya sama dengan auditor eksternal dalam hal independensinya. Namun, dasar dari indepensinya berbeda. Auditor eksternal menjadi independen karena berasal dari pihak ketiga yang pada dasarnya tidak mempunyai kepentingan apapun di dalam perusahaan dan hasil dari penilaiannya diberikan kepada pihak ketiga. Sedangkan fungsi audit internal tidak independen dari struktur organisasi itu sendiri. Namun, fungsi ini harus independen dari segala kegiatan dari manajemen yang sedang diawasinya. Independensi ini bisa diwujudkan karena fungsi audit internal ini melaporkan hasil pengawasannya ke komite audit, bukan ke pihak manajemen. 2.4
Pengendalian Pemrosesan Transaksi Menurut Bodnar et al (2004, p198), pengendalian pemrosesan transaksi adalah
prosedur yang didesain untuk memastikan bahwa elemen dari proses pengendalian internal dijalankan dalam setiap aplikasi spesifik yang dimiliki dalam setiap siklus transaksi dalam perusahaan. Pengendalian pemrosesan transaksi ini dibagi menjadi dua, yaitu pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. 2.4.1
Pengendalian Umum Menurut Wilkinson (2000, p269), pengendalian umum dapat dekelom-
pokkan menjadi: a. Pengendalian organisasional, maksudnya adalah bentuk atau struktur dari organisasi itu sendiri dapat membantu untuk melakukan pengendalian.
16 Bentuk yang paling nyata dari pengendalian ini adalah dengan adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab. b. Pengendalian dokumentasi, maksudnya adalah dilakukannya penjagaan atas keberadaan dokumentasi tentang sistem. Ini dapat dilakukan dengan membatasi akses ke fisik dari dokumentasi tersebut, dan melakukan penomoran terhadap dokumentasi yang ada. c. Pengendalian akuntabilitas aset, maksudnya adalah semua aset yang ada perlu dikendalikan penilaian dan pencatatannya, baik secara manual maupun secara terkomputerisasi. d. Pengendalian praktik manajemen, maksudnya adalah pengendalian yang dilakukan pada bagaimana manajemen melakukan tugasnya dan membuat keputusan. e. Pengendalian operasi pusat informasi, maksudnya adalah pengendalian yang dilakukan terhadap komputer yang digunakan. Pengendalian ini diperlukan karena adanya potensial terjadinya penyalahgunaan dari komputer tersebut. 2.4.2
Pengendalian Aplikasi Menurut Wilkinson et al (2000, p279), pengendalian aplikasi adalah
pengendalian yang dilakukan pada sistem pemrosesan transaksi yang ada. Tujuan utama dari pengendalian ini adalah membantu meyakinkan bahwa semua transaksi yang terjadi diotorisasi dengan benar, tercatat, terkelompok, terproses, dan dilaporkan dengan benar. Pengendalian aplikasi ini secara garis besar terbagi menjadi 3, yaitu pengendalian input, proses, dan output. Pengendalian input ini akan mendeteksi adanya kesalahan dalam proses penginputan data atau adanya data yang tidak lengkap penginputannya. Salah satu
17 cara untuk mengurangi kesalahan dalam proses penginputan adalah dengan menggunakan proses yang terkomputerisasi. Menurut Wilkinson et al (2000, p282), ada beberapa dalam sistem yang terkomputerisasi yang dapat memudahkan penginputan data, antara lain: a. Layar yang sudah diformat yang menampilkan format dari dokumen yang akan diinput atau pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan. b. Bar code untuk memudahkan penginputan kode dengan menggunakan scanner. c. Penginputan data secara terotomatisasi dengan menghubungkan dengan komputer lain atau sistem lain. Contohnya, ada sebagian data yang dapat langsung diambil dari proses sebelumnya sehingga tidak perlu dilakukan penginputan dua kali; atau tanggal dan waktu yang dapat masuk secara otomatis sesuai dengan waktu pemrosesan data tersebut. Menurut Wilkinson et al (2000, p287), pengendalian proses adalah pengendalian yang dilakukan pengendalian yang dilakukan untuk memastikan bahwa data diproses dengan benar dan lengkap. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melakukan pengendalian proses, antara lain: a. Pemeriksaan silang secara manual; ini adalah pemeriksaan yang umum dilakukan, yaitu satu orang memeriksa pekerjaan orang lain. b. Pemeriksaan logika dalam proses; pemeriksaan ini dilakukan secara langsung oleh komputer berdasarkan logika tertentu, contohnya komputer memeriksa kewajaran dari lamanya kerja karyawan dalam satu hari. c. Pengendalian run-to-run; pengendalian ini dilakukan untuk data batch.
18 2.5
Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Berorientasi Objek 2.5.1
Pengertian Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek Berdasarkan Mathiassen et al. (2000, p. 4-5) pengertian object adalah suatu
entitas yang memiliki identity, state, dan behavior. Objek dalam analisis menggambarkan kejadian di luar sistem komputer yang tak dapat kita kendalikan. Sedangkan objek dalam perancangan menggambarkan kejadian dalam sistem yang dapat kita kendalikan. Sedangkan menurut Lau (2001, p.1) object merupakan abstraksi baik untuk hal-hal konseptual maupun fisik. Objek memiliki keadaan dan identitas yang melekat. Jadi analisis dan perancangan sistem informasi berorientasi objek merupakan metode menggambarkan kejadian di luar sistem dan di dalam sistem komputer dengan berpusat pada entitas-entitas yang ada di luar dan dalam sistem komputer tersebut. Menurut Mathiassen et al (2000, p26), kita harus mengerti kondisi dari user dengan lengkap dan penuh. Untuk mencapai ini, kita harus melakukan banyak diskusi dan mempunyai prinsip “hargailah situasi”. Situasi ini dapat digambarkan dengan Rich Picture. 2.5.2
Rich Picture Menurut Mathiassen (2000, p26), rich picture adalah gambar informal
yang menyajikan pengertian tentang situasi. Rich picture menekankan pada aspek yang penting dari situasi, dimana akan ditekankan oleh yang penggambar. Menggambar rich picture sebaiknya dimulai dengan entitas-entitas yang penting. Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan menggambarkan hubungan di antara
19 entitas-entitas tersebut. Proses adalah hubungan yang paling penting dalam rich picture. Salah satu proses yang paling perlu diperhatikan adalah pemrosesan informasi membuat kita bisa mengerti siapa yang menghasilkan informasi, siapa yang menggunakan, dan bagaimana alurnya. Hubungan antar entitas juga bisa digambarkan dengan struktur. Struktur ini menggambarkan aspek dari situasi yang bersifat lebih stabil, sedangkan proses menggambarkan yang lebih tidak stabil, berubah-ubah. Untuk menggambarkan konteks dari suatu sistem komputer dapat digunakan system definition dan FACTOR criterion untuk mendukung system definition tersebut. FACTOR terbagi menjadi 6 elemen, yaitu: a. Functionality : fungsi dari suatu sistem yang mendukung fokus application domain. b. Application domain : bagian dari organisasi yang mengadministrasi, memonitor atau mengontrol problem domain. c. Condition : dalam kondisi seperti apa sistem akan dibangun dan digunakan. d. Technology : teknologi yang digunakan untuk menghasilkan sistem dan dengan teknologi seperti apa sistem akan berjalan. e. Objects : objek utama dalam problem domain. f. Responsibility : tanggung jawab keseluruhan sistem yang berhubungan dengan konteks. 2.5.3
Analisis Problem Domain Menurut Mathiassen et al (2000, p 6), problem domain adalah bagian dari
konteks yang diatur, dimonitor, atau dikontrol oleh sistem. Mathiassen et al (2000, p
20 45) menjelaskan bahwa yang perlu diperhatikan dalam analisis problem domain adalah informasi apa saja yang akan terlibat karena model dari problem domain menyediakan bahasa yang diperlukan untuk mengekspresikan kebutuhan dari sistem. Kegiatan dalam analisis problem domain dapat dilihat dalam gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Kegiatan dalam analisis problem domain 2.5.3.1
Classes Classes di sini akan menggambarkan tentang objek-objek dan event
yang akan menjadi bagian dari problem domain. Class ini sendiri adalah deskripsi dari kumpulan objek-objek yang memilki struktur, behavioral pattern, dan atribut yang sama. Event adalah suatu kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek. Menurut Bennet et al. (2002, p.591)
class adalah
deskripsi dari kumpulan objek yang secara logis serupa sehubungan dengan behavior dan struktur datanya. Gambar 2.2 memperlihatkan contoh class buku, beserta atribut dan event-nya.
Gambar 2.2 Contoh Class buku
21
2.5.3.2
Structure Menurut Mathiassen et al (2000, p69-77), terdapat 4 structure yang
digunakan dalam membuat model problem domain, yaitu: a. Generalisasi Generalisasi adalah kelas umum yang menjelaskan property umum yang dimiliki oleh suatu kelompok dari kelas-kelas khusus. b. Cluster Cluster adalah kumpulan class-class yang berhubungan. c. Agregasi Agregasi adalah objek yang lebih besar (keseluruhan) terdiri dari sejumlah objek-objek (bagiannya) d. Asosiasi Asosiasi adalah relasi yang berarti diantara sejumlah objek-objek 2.5.3.3
Behavior Dalam kenyataannya, problem domain bersifat dinamis. Oleh karena
itu, untuk menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi pada sebuah objek, digunakan event trace. Event trace adalah urutan event yang melibatkan objek tertentu. Deskripsi dari semua event trace yang mungkin dari semua objek dalam suatu class disebut dengan behavioral pattern. Behavioral pattern ini digambarkan dengan menggunakan Statechart Diagram. Dalam menggambarkan behavioral pattern di dalam statechart diagram, digunakan 3 macam struktur kontrol, yaitu: a. Sequence: event yang terjadi berurutan satu per satu
22 b. Selection: terjadi salah satu event dari beberapa event yang mungkin terjadi c. Iteration: event terjadi secara berulang satu kali atau lebih. Contoh statechart dari behavioral pattern pada kelas buku dapat dilihat di gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Contoh Statechart 2.5.4
Analisis Application Domain Menurut Mathiassen et al (2000, p115-117), application domain adalah
organisasi yang mengadministrasi, memonitor, dan mengawasi problem domain. Application domain ini terdiri dari 3 bagian utama, yaitu usage, function, dan interface. 2.5.4.1 Usage Usage adalah bagaimana sistem berinteraksi dengan orang dan sistem lain yang ada di dalam konteks. Usage memiliki 2 elemen utama, yaitu: a. Actor, adalah abstarksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem target. b. Use case, adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor dalam application domain. Kita dapat menggambarkan hubungan antara actor dan use case dengan menggunakan use case diagram. Gambar 2.4 berikut ini memperlihatkan
23 contoh usage pada sistem absensi di tempat kursus. Untuk menjelaskan rincian proses yang terjadi di setiap use case, dapat digunakan sequence diagram. Dalam sequence diagram ini, setiap kegiatan yang dilakukan oleh actor ke komputer dan apa yang dilakukan oleh sistem dapat dilihat dengan jelas urutannya. Contoh sequence diagram dari use case input absensi dapat dilihat di gambar 2.5.
Gambar 2.4 Contoh Use case Diagram
24
Gambar 2.5 Contoh Sequence Diagram 2.5.4.2
Functions Menurut Mathiassen et al (2000, p138), function adalah fasilitas untuk
membuat sebuah model menjadi berguna bagi actor. Ada 4 tipe function, yaitu: a. Update function adalah function yang diaktifkan oleh event dari problem domain dan menghasilkan perubahan dari state model. b. Signal function adalah fungsi yang diaktifkan oleh perubahan state model dan menghasilkan reaksi dalam konteks.
25 c. Read function adalah fungsi yang diaktifkan dengan adanya kebutuhan informasi oleh actor dalam melakukan tugas dan sistem akan menampilkan informasi yang diinginkan. d. Compute function adalah fungsi yang diaktifkan oleh adanya kebutuhan informasi oleh actor dalam melakukan tugas dan terdiri dari perhitungan sejumlah informasi. 2.5.4.3 Interfaces Menurut Mathiassen et al (2000, p151), interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan functions menjadi tersedia bagi actor. Interface ini ada 2 macam, yaitu: a. User interface adalah interface yang menghubungkan sistem dengan user. b. System interface adalah interface yang menghubungkan sistem dengan sistem lainnya. Penggambaran dari user interface dalam sebuah sistem dapat dilakukan dengan menggunakan navigation diagram. 2.5.5
Component Menurut Mathiassen et al (2000, p189), component architecture adalah
struktur sistem dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Sementara component itu sendiri adalah kumpulan dari bagian program yang membangun suatu keseluruhan dan mempunyai tanggung jawab yang jelas. Secara umum, komponen ada 4 macam, yaitu model component, function component, user interface component, dan system interface component. Pola arsitektur yang biasa digunakan adalah pola lapisan (layer). Menurut Mathiassen et al
26 (2000, p193), desain dari masing-masing komponen menggambarkan tanggung jawab masing-masing dan hubungan ke atas dan ke bawah. Hubungan ke bawah menggambarkan operasi mana yang sebuah komponen bisa akses di layer bawahnya. Sedangkan hubungan ke atas menggambarkan operasi yang dibuatnya menjadi tersedia untuk layer di atasnya. Hubungan antara component yang satu dengan yang lainnya digambarkan dengan menggunakan component diagram. 2.5.6
Process Architecture Menurut Mathiassen et al (2000, p209), process architecture adalah
struktur dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling berhubungan. Processor adalah alat yang akan menjalankan program. Modul fisik dari program yang akan dijalankan ini yang disebut program component. Active object adalah objek yang telah ditugaskan sebuah proses. Tujuan dari process architecture ini adalah untuk menyusun struktur dari eksekusi pada level fisik. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan dalam pembuatan process architecture ini adalah mendistribusikan component pada processor dengan baik agar mencegah terjadinya bottleneck. Process architecture ini dapat digambarkan dengan menggunakan deployment diagram. 2.5.7
Component Design
2.5.7.1 Model Component Menurut Mathiassen et al (2000, p235), model component adalah bagian dari sistem yang menjalankan model dari problem domain. Pembuatan desain dari model component ini didasarkan oleh model berorientasi objek yang didapatkan dari proses analisis. Model ini menggambarkan problem domain
27 dengan menggunakan class, objek, struktur dan behavior. Tugas utama dari model component adalah untuk merepresentasikan event yang ada dengan menggunakan
mekanisme
yang
tersedia
dalam
bahasa
pemrograman
berorientasi objek. Component design dimulai dengan memeriksa class diagram dan statechart diagram dari model problem domain, dan merepresentasikan private events
dan
attributenya.
Kemudian,
mencari
cara
alternatif
untuk
merepresentasikan common events. Akhirnya, pertimbangkan cara mendapatkan cara yang lebih simpel dan efisien untuk membuat model component dengan cara merekonstruksi classes. Menurut Mathiassen et al (2000, p239), private event adalah event yang hanya melibatkan satu objek dari problem domain. Private event yang terjadi dalam sequence dan selection direpresentasikan sebagai atribut dalam class. Sedangkan private event yang terjadi dalam iteration direpresentasikan dalam class baru yang merupakan agregasi dari class tersebut. Common event adalah event yang melibatkan lebih dari satu objek. Cara untuk merepresentasikan common event ada beberapa cara dalam sebuah class diagram, kerena common event ini melibatkan lebih dari satu class. Oleh karena itu, pilihlah bentuk yang paling sederhana dari antara pilihan tersebut. Setelah mendapatkan class diagram yang sudah direvisi, sekarang adalah waktunya untuk mempertimbangkan bagaimana cara menyederhanakannya. 2.5.7.2
Function Component Menurut Mathiassen et al (2000, p251), function component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasi kebutuhan fungsional. Operation
28 adalah sebuah proses yang ditempatkan di class dan dijalankan melalui objek dari class. Ada 4 macam function, yaitu update, read, compute, dan signal. Penempatan function ada 2 cara, yaitu ditempatkan di dalam modelclass atau ditempatkan di function-class. Untuk function-function yang hanya melibatkan satu model-class saja, maka cukup ditempatkan di model-class sebagai operation. Sedangkan untuk function yang melibatkan beberapa modelclass sekaligus perlu ditempatkan di function-class untuk kemudian dihubungkan ke model-class yang telibat. (Mathiassen at al, 2000, p260-262) Dalam membuat function component semua function yang complex perlu didefinisikan (dibuat spesifikasinya) agar tidak terjadi ketidakpasitian dalam proses pembuatan. Sementara,untuk function yang simple, penjelasan detail ini tidak diperlukan karena secara implicit pembuat program sudah mengerti maksud dari function tersebut sehingga tidak perlu melakukan usaha yang sia-sia. (Mathiassen et al, 2000, p264)