BAB 2 LANDASAN TEORI
Penelitian yang akan saya lakukan merupakan bidang sastra yang mencakup banyak hal, seperti sosial budaya, kemasyarakatan dan sastra itu sendiri tentunya. Dalam penelitian ini, saya menggunakan buku Pengkajian Sastra Rekaan karya Prof. Dr. Herman J. Waluyo mengenai teori tujuh alur, dan Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro yang akan mengupas secara jelas tentang tokoh dan penokohan. Teori tersebut akan saya kaitkan dengan teori Feminisme Radikal yang melahirkan lesbianisme.
2.1. Alur Dalam sebuah karya sastra, baik fiksi maupun non-fiksi, alur merupakan unsur yang penting. Abrams dalam Nurgiyantoro (2002:113) menyebutkan, alur atau yang biasa disebut plot, merupakan struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Sedangkan dalam http://ja.wikipedia/wiki/plot menyebutkan bahwa alur atau plot adalah : プロットは英単語の動詞 Plot のことであり、書く描画する、点を打つ、など の意味を持つ。また、名詞では構想、脚本、描画などの意味を持ち、一定の 意味や意図を書き出したものを Plot と呼ぶなど様々な意味で使用されている。 Terjemahan : Plot (dalam kata kerja Bahasa Inggris) mempunyai arti menulis, membuat sketsa, menandai dengan titik, dan sebagainya. Sedangkan yang disebut plot (dalam kata benda Bahasa Inggris) memiliki arti seperti konsep, skenario, dan sebagainya, sekelompok arti yang dapat diaplikasikan.
8
Jadi, alur merupakan bagian terpenting dari sebuah cerita. Selanjutnya saya akan menjelaskan teori tujuh unsur alur yang sangat menentukan menarik atau tidaknya sebuah cerita.
2.1.1 Tujuh Unsur Alur Alur atau plot, berkaitan dengan pembagian waktu dan irama cerita. Seperti disebutkan Waluyo (2002:147), pada awal cerita, irama waktu cukup longgar. Waktu bercerita itu makin dipercepat pada perumitan dan lebih cepat lagi pada penggawatan agar secepat-cepatnya mencapai klimaks. Plot erat kaitannya dengan konflik antara tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Alur cerita meliputi (1) eksposition; (2) inciting moment; (3) rising action; (4) complication; (5) climax; (6) falling action; (7) denouemen.t (1) Eksposisi, paparan awal cerita. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik dan tokoh-tokoh. (2) Inciting moment, peristiwa mulai adanya problem-problem mulai ditampilkan oleh pengarang untuk kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. (3) Rising action, penanjakan konflik. Selanjutnya terus terjadi peningkatan konflik. (4) Complication, konflik yang semakin rumit. (5) Climax, cerita harus merupakan puncak dari seluruh cerita itu dan semua kisah / peristiwa sebelumnya ditahan untuk dapat menonjolkan saat klimaks cerita tersebut. (6) Falling action, konflik yang dibangun dalam cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya. Emosi yang memuncak telah berkurang. (7) Denouement, penyelesaian. Unsur ini dapat dipaparkan pengarang, tapi dapat juga kita menafsirkan sendiri penyelesaian cerita (karena pembaca diharapkan mampu menafsirkan cerita). Ketujuh unsur alur tersebut, merupakan unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain, tapi ada kalanya dalam sebuah cerita fiksi, pengarang seperti sengaja menggantung cerita tanpa adanya penurunan klimaks dan penyelesaian.
9
Bila dilihat dari tujuh unsur alur di atas, pengarang menggantung cerita pada (5) Climax, tanpa disertai dengan (6) Falling action dan (7) Denouement. Pengarang menyerahkan penyerahkan penyelesaian cerita kepada pembaca tanpa adanya penurununan emosi dari tokoh-tokoh dalam cerita rekaan tersebut maupun penurunan emosi dari pembaca untuk memberikan kesan tertentu kepada pembaca.
2.2. Tokoh dan Penokohan Sama halnya dengan plot atau alur, tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif. Alur dengan tokoh dan penokohan mempunyai keterkaitan yang sangat kuat, karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan tergantung pada pemplotannya. Selanjutnya, saya akan memaparkan mengenai tokoh dan penokohan secara lebih jelasnya, seperti dibawah ini :
2.2.1 Tokoh Dalam pembicaraan sebuah karya fiksi tidak terlepas dari unsur yang kita sebut tokoh, Menurut http://ja.wikipedia/wiki/fictionalcharacter, tokoh fiksi adalah: “架空の 人名一覧は小説、漫画、映画などに登場する、実在しない人名を一覧であ る。” Terjemahan: Tokoh fiksi adalah orang yang muncul dalam novel, komik, film dan sebagainya. Bukan orang yang sebenarnya muncul pada kehidupan nyata. Seperti dijelaskan Nurgiyantoro (2002:165), istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, orang-orang yang muncul dalam cerita sebuah novel merupakan orang-orang dengan karakter rekaan yang dimunculkan dengan gaya atau penuturan
10
sehari-hari sehingga ketika kita membaca novel tersebut, kita dapat larut dan masuk kedalam kehidupan tokoh tersebut. Dari kemunculan tokoh-tokoh tersebut, dapat dilihat dari bahasa verbal (kata-kata / percakapan ) dan non-verbal (tingkah laku) yang dilakukan oleh tokoh tersebut.
2.2.1.1 Verbal Percakapan yang dilakukan atau diterapkan pengarang kepada tokoh-tokoh rekaannya, dimaksudkan untuk menggambarkan sifat, sikap atau pemikiran tokoh yang bersangkutan. Nurgiyantoro (2002:201) menjelaskan : Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendak maupun yang (agak) panjang, percakapan yang baik, yang efektif yang lebih fungsional adalah yang menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya. Dari verbal atau percakapan yang dilakukan tokoh cerita,
dapat menggambarkan
sifat kedirian tokoh kepada pembaca. Untuk mengenal secara lebih lengkap, pembaca harus menafsirkannya dari keseluruhan cerita.
2.2.1.2 Non-Verbal Jika percakapan dimaksudkan untuk menunjuk tingkah laku verbal yang berwujud kata-kata pada tokoh, non-verbal menyaran pada tindakan yang bersifat fisik. Seperti penjelasan Nurgiyantoro (2002:203) dibawah ini mengenai teknik pelukisan non-verbal : Apa yang dilakukan orang dalam sebuah cerita dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dapat dipandang sebagai sesuatu yang menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat dan sikap yang mencerminkan sisat-sifat kediriannya.
11
Dari pelukisan non-verbal inilah, dapat menambah informasi mengenai tokoh yang bersangkutan.
2.2.2 Penokohan Kata penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2002:165), “Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.” Penokohan mempunyai pengertian yang lebih luas sebab mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Sebenarnya, apa dan siapa tokoh cerita itu tidak penting benar selama pembaca dapat mengidentifikasi diri pada tokoh-tokoh tersebut, seperti dalam kutipan Jones dalam Nurgiyantoro (2002:166), atau pembaca dapat memahami dan menafsirkan tokoh-tokoh itu sesuai dengan logika cerita dan persepsinya.
2.3. Feminisme Teori Feminisme pada skripsi ini akan saya gunakan untuk menganalisa sepak terjang
tokoh
utama
dalam
menghadapi
hidup.
Seperti
dalam
menjelaskan :”フェミニズム(Feminism)は男女同権主義に基づく女権拡張の 思想と運動を意味する言葉である。“
12
Terjemahan : Feminisme mempunyai arti gerakan dan pemikiran sekelompok wanita yang memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Perkembangan sejarah dan teori-teori feminisme telah mengantarkan perempuan di seluruh dunia kepada pemikiran baru. Feminisme lahir dan digunakan untuk membongkar persoalan penindasan terhadap perempuan dengan menekankan pada relasi kekuasaan yang timpang antara perempuan dan laki-laki. Dari situlah lahir teori-teori feminisme yang dijadikan sebuah area pemikiran untuk memahami penindasan perempuan dalam hal gender, ras, kelas dan orientasi seksual dan bagaimana menghapus penindasan tersebut. Dari sekian banyak teori feminisme yang muncul, saya memilih teori feminisme radikal, karena teori ini saya anggap paling cocok dengan novel yang saya pergunakan. Feminisme berkembang menjadi feminisme radikal yang akan saya jelaskan dibawah ini.
2.3.1 Feminisme Radikal Diantara sekian banyak teori feminisme yang bermunculan, teori feminisme inilah yang menjadi pilihan saya,
http://www.google.co.id/feminisme/kapalperempuan
menjelaskan: Feminisme Radikal memfokuskan pada kehidupan pribadi perempuan, sebuah area dimana kesadaran dapat terbangun dan secara langsung menjadi titik perhatian. Konsep yang menjadi pengembangan teori dan analisanya adalah patriarkhi, keluarga, perempuan sebagai kelas, seksualitas, kekerasan terhadap perempuan. Feminisme radikal telah ada sejak awal 1970-an, berbeda dengan feminisme pada umumnya, pemikiran feminisme radikal bersifat lebih ekstrem. Feminisme radikal menerima ide bahwa sekisme tidak terhindarkan dan ini merupakan politik kekalahan
13
yang mendemoralisasikan gerakan feminis. Dari aliran ini, lahir aliran feminisme lesbian sebagai reaksi yang mengabaikan kepentingan politik kaum lesbian. Feminisme radikal dipandang essensialis karena menganggap biologi perempuan sebagai dasar penindasan perempuan. (http://www.google.co.id/feminisme/kapalperempuan)
2. 3.1.1 Lesbianisme Feminis radikal menganggap laki-laki sebagai sumber utama penderitaan perempuan, sistem patriarki yang dianggap mengekang dan mengikat perempuan dibawah kekuasaan laki-laki. Hal inilah yang melahirkan lesbianisme. Laporan tentang sejarah lahirnya lesbian dimulai ketika laki-laki tidak ingin tahu dan tidak perduli mengenai perempuan. Publikasi pertama mengenai hubungan antara perempuan dengan perempuan berasal dari Yunani, kisah cinta seorang seniman wanita, Sappho, yang menulis benyak puisi tentang perasaan cintanya terhadap murid perempuannya. Kata ‘Lesbian’ juga berasal dari bahasa Yunani lesbos (Λέσβος). Dalam http://en.wikipedia.org/lesbian dijelaskan, bahwa “ A lesbian is a girl or woman who is aesthetically, sexually, romantically and/or emotionally attracted primarily to other girls or woman”. Terjemahan : Lesbian adalah gadis atau perempuan yang secara estetika, seksual, romantis dan / atau secara emosional tertarik terhadap gadis atau perempuan lainnya. Seorang lesbian dalam hubungannya tidak dapat dipastikan bahwa ia adalah lesbian yang hanya berhubungan dengan sesame perempuan, tapi sebagai biseksual atau dapat berhubungan dengan perempuan dan laki-laki. Selama tahun 1970-an, banyak novel lesbian era gelombang kedua feminisme menjadi lebih populer dan membawa pesan ideologi dari feminisme itu sendiri. Sejak tahun 1980-an, lesbian semakin jelas terlihat
14
di pelbagai kebudayaan utama seperti dalam dunia musik, novel, film, bahkan komik. Lesbian semakin menarik perhatian media terutama dalam hubungannya dengan feminisme, cinta dan hubungan seksual, pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua. Teori lesbianisme diatas dianggap sebagai sebuah pembenaran oleh para pelaku hubungan sejenis, khususnya lesbian. Dengan segala alasan
(sistem patriarki yang
mengekang, oreintasi seksual, kekerasan terhadapa perempuan, dll)
dan keterbatasan
(biologis), mereka mencoba memposisikan diri agar mendapatka pengakuan dan perlakuan yang sama di dalam masyarakat.
15