BAB II KAJIAN TEORI
1.1
Sastra (Literature) Pengertian sastra sangat bermacam-macam, tergantung dari setiap orang
mengartikan sebuah karya sastra itu sendiri. Menurut Roberts dan Jacobs (2006:2) adalah “Literature is composition that tells the story, dramatizes a situation, expresses emotions, analyzes and advocates ideas”.Sastra adalah sebuah karangan yang menceritakan sebuah cerita dengan menampilkan situasi, ekpresi emosi lalu menganalisisnya. Bressler (1994:7) menambahkan “Literature as work of imaginative or creative writings”. Sastra merupakan karya yang imajinatif dan dengan penulisan kreatif.Pendapat lain berasal dari Klarer (2004:1) “says that in most cases, literature is referred to as the entirety of written expression, with the restriction that not every written document can be categorized as literature in the more exact sense of the word”. Sastra disebut sebagai ekspresi tertulis, tetapi tidak semua yang tertulis adalah karya sastra, karya sastra mempunyai arti yang lebih tepat dari sekedar kata-kata. Dari kesimpulan yang diambil dari pendapat para sastrawan diatas, bahwa sastra adalah sebuah hasil karya seni yang mengisahkan unsur cerita dengan menampilkan ekspresi, emosi dan bahasa yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan setiap manusia.
1.2
Bentuk-bentuk Sastra Di dalam bukunya „Writing Themes About Literature‟Edgar V.Roberts
(1983) menyatakan bahwa karya sastra mempunyai tiga kategori atau genre, yaitu narrative, puisi, dan drama. Menurut Pickering, James H&Hoeper, 1981.01:307 “the creation of literature is a uniquely human activity, born of man‟s timeless desire to understand, express, and finally share expriences”. Penciptaan karya sastra adalah kegiatan unik manusia, yang berasal dari keinginannya sendiri untuk memahami dan akhirnya membagikan karyanya. Di bawah ini penjelasan dari ketiga jenis karya sastra. 1.2.1
Narrative Fiction
“A narrative is an account of series of events, usually fictional, although sometimes fictional events may be tied to events that are genuinely historical”.Narrative adalah serangkaian peristiwa fiksi, tetapi lebih dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa bersejarah.(Edgar V.Roberts, 1983:4) Ada dua jenis dari narrative fiction yaitu short stories dan novels. Edgar V.Roberts, 1983:4
berpendapat, “a short story is usually about one or two
characters undergoing some sort of difficulty or facing some sort of problem”. Cerita pendek biasanya berfokus hanya satu atau dua tokoh yang harus menghadapi konflik di dalam sebuah cerita. Masih menurut Edgar V.Roberts, 1983“on the other hand, the novel is permits a full development of these interactions, and its length is caused by this fullness of development”. Berbeda dengan cerita pendek, novel dipenuhi oleh beberapa perkembangan jalan cerita dan pastinya lebih panjang ceritanya karena banyaknya konflik didalamnya.
1.2.2
Puisi(Poetry)
Puisi merupakan salah satu karya sastra yang dikenal indah karena didalamnya terkandung nada dan makna yang mengesankan. Seperti yang dikatakan Edgar V.Roberts, 1983:5, “Poetry is a broad term that includes many subtypes, such as sonnet, lyric, pastoral, ballad, song, ode, drama (which may be in either prose or poetry), epic, mock epic, and dramatic monologue. Essentially, poetry is a compressed and often highly emotional form of expression”.(Edgar V.Roberts, 1983:5) Pada dasarnya puisi adalah sebuah bentuk ekspresi emosional. Di dalamnya terdapat sonata, lirik, pastoral, balada, lagu, drama, epic dan monolog dramatis.William (1843)“poetry is the spontaneous overflow the powerfull feelings; it takes its origin from emotion recollected in tranquility; the emotion is contemplated till, by a species of reaction, the tranquility gradually disappears, and an emotion”. Berdasarkan penjelasan yang ada, dapat kita ketahui puisi itu sebuah hasil karya sastra yang menyampaikan pesannya melalui penulisan gaya bahasa dengan emosional indah. Untuk bisa memahami sebuah makna dalam puisi, harus melalui proses perenungan dan pemikiran mendalam.
1.2.3
Drama/Film
Kata drama berasal dari bahasa Yunani; tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. (Morris [et all], 1964 : 476).Pendapat lain juga berasal dari Edgar V.Roberts(1983)tentang penjelasan dari drama dan film “a drama or play is designed to be performed on a stage by live actors. Drama does not rely on narration, however, but presents you with speech and action which actually render the interactions that cause change in the characters and that resolve the conflicts in which the characters are engaged”. (Edgar V.Roberts, 1983) Sebuah drama dirancang untuk dimainkan di atas panggung dengan tokoh yang nyata. Drama tidak bergantung pada narasi, namun menyajikannya dengan menggunakan ucapan dan peragaan untuk membuat interaksi yang menyebabkan perubahan pada karakter dan menyelesaikan konflik oleh karakter yang terlibat. Edgar V.Roberts (1983)juga berpendapat tentang pengertian dari film, “film is like the novel or the story, in which the absence of any restrictions other than the writer‟s imagination permit the inclusion of any detail whatever, from the description of a chase to the reenactment of a scene. In short, film enables a dramatic production to achieve something approaching the complete freedom that one finds in novels and stories”. (Edgar V.Roberts 1983)
Film itu tercipta dari imajinasi pencipta atau penulisnya, dan didalamnya mengandung pesan untuk para penontonnya.Dari kesimpulan ketiga ahli sastra di
atas, dapat kita ketahui bahwa drama/film adalah hasil karya sastra yang diperankan oleh manusia dengan gerakan dan percakapan oleh setiap tokohnya. Dalam dunia sastra khususnya menulis fiksi, dialog merupakan salah satu kebutuhan penting khususnya karya sastra seperti drama atau film. Hargrove (1995:176)says, “a dialogue is a conversation where there is a free flow of meaning in a group and diverse views and perspective are encouraged”. Dialogue adalah sebuah percakapan untuk mengetahui bagaimana jalannya sebuah cerita yang menimbulkan beragam perspektif. Berdasarkan pengertian dari Hargrove, Bill Isaacs, (1998:161) pun berpendapat bahwa “dialogue is not about building community, but about inquiring into the nature of community”. Dialogue bukan tentang membangun sebuah kelompok, tetapi untuk lebih mengenal sifat-sifat dari kelompok. Kesimpulan dari kedua sastrawan diatas, bahwa dialog adalah percakapan antara para tokoh yang ada di sebuah cerita yang umumnya akan membangun atau mendorong agar menjadi lebih nyata, dan terarah dengan adanya dialog.
1.2.3.1
Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik
Sebuah cerita dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kenney (1966:5) mengatakan, “the extrinsic elements tells about something outside the story, but it is still related with the story, the social condition and the value, the structure of social life, view of line, and political situation, religion, and so on”. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari unsur-unsur keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup, psikologi dari si pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya, yang akan turut menentukan corak karya sastra hasilnya. Sedangkan unsur intrinsik adalah elemen yang secara tidak langsung mengambil bagian dan membangun sebuah cerita. According to Klarer (1998:15), the most important elements are plot (what happen?), setting (where and when do the events take place?), conflict, and character (who act?). Elemen yang paling penting pada unsur intrinsik akan di jelaskan dan diuraikan seperti di bawah ini, antara lain : 1.2.3.1.1
Plot
Plot adalah unsur yang akan sangat berkaitan dengan konflik sebuah cerita. Klarer (1998:15)“suggest that plot is the logical interaction of the various thematic elements of a text which leads to a change of the original situasion as presented at the outset of the narrative”. Plot merupakan interaksi dari berbagai kejadian yang mengarah kepada perubahan situasi/jalan cerita. Menurut Klarer (1998:15),“an ideal tradition plot line encompasses the following four sequential levels: exposition – compilation – climax or turning point – resolution”. Berdasarkan penjelasan di atas, Klarer (1998:15) divides plot into four sequential:
Exposition is the part in which the author introduces the characters, scene, time, and situation. (Charter 1987:136-137). Bagian dimana penulis memperkenalkan tokoh, adegan, waktu, dan situasi.
Compilation or rising action is the dramatization of event that complicated the situation and gradually intensifies the conflict. (Charter 1987:136-137). Bagian dimana para tokoh yang ada di dalam cerita menghadapi sebuah masalah (conflict).
Climax is where the rising action (complication and conflict) come to further development and to a moment crisis. (Charter 1987:136137). Bagian dimana konflik yang dihadapi sedang memuncak dan menghadapi perkembangan cerita selanjutnya.
Falling action is the problem or conflict process toward resolution. (Charter 1987:136-137). Bagian dimana konflik atau masalah sedang proses ke tahap pemecahan masalah.
Secara singkat bahwa sebuah plot itu adalah jalan cerita yang akan mengacu kepada sebuah konflik. Berawal dari eksposisi situasi yang terganggu oleh suatu konflik yang menghasilkan ketegangan dan akhirnya mengarah pada klimaks, dengan diikuti dengan resolusi kompilasi. 2.2.3.1.2 Setting Setting mempunyai peranan penting di sebuah cerita. Menurut Abrams, 2002:216, “setting is also referred to as the foundation of the story, suggesting the sense of place, time relationship, the social environment and the occurrence of events (di Nurgiyantoro, 2002:216). Setting disebut sebagai dasar cerita yang menunjukkan tempat, waktu, lingkungan sosial, dan peristiwa yang terjadi. Pada umumnya ada beberapa jenis setting antara lain:
2.2.3.1.2.1
Setting of Place
Wellek and Warren (1956:131) mengatakan, “setting of place direct to the location where the event happened in a story. Each place must have their characteristics”. Setting of place secara langsung menjelaskan lokasi di mana peristiwa itu terjadi dalam sebuah cerita. Setiap tempat atau lokasi harus memiliki karakteristik.Berdasarkan penjelasan di atas, setting of place dapat menjelaskan di sebuah ruangan, gedung, kota, ataupun desa. 2.2.3.1.2.2
Setting of Time
Menurut Wellek and Warren (1956:131), “setting of time is related to the problem of when the event happens in a story. The problem of when is usually connected with factual time, that has connection with Historical events”. Setting of time biasanya berhubungan dengan masalah saat peristiwa terjadi dalam sebuah cerita.
Masalah
yang
dihubungkan
dengan
waktu
yang
benar
dan
tepat.Berdasarkan penjelasan setting of time di atas adalah tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa, dan juga kondisi seperti pagi, siang, atau malam. 2.2.3.1.2.3
Setting of Social Environment
Menurut Wellek and Warren (1956:131), “setting of social direct to the problem which are related to the behaviour of social life in certain place and certain time in a novel. Social setting has connection with the system of social life that contains many problem in complex scope: it can be habits, costumes, religion, ideology, and the way of thinking”.
Setting of social berhubungan langsung dengan prilaku kehidupan sosial di tempat tertentu dan waktu tertentu, seperti kebiasaan, agama, ideology, dan cara berpikir.Berdasarkan pengertian di atas, pembaca akan lebih mudah bagaimana mendeskripsikan konflik yang ada pada cerita, karena terkait dengan kebiasaan, tradisi, pemikiran, dan tingkah laku tokoh dari pergaulan sosialnya. 2.2.3.1.3
Conflict
Konflik adalah salah satu bagian penting dari sebuah cerita, karena dengan adanya konflik, cerita akan lebih menarik atau bahkan menegangkan. Konflik sangat dekat kaitannya dengan tokoh, karena konflik juga dapat di jadikan proses antara tokoh dan cerita. Menurut Perrine (1993:42) di dalam bukunya yang berjudul Literature: Structure, Sound, and Senser; “A conflict accurs between a main character and other character and environment, nature, society or destiny and between a character and him or herself which can be in form of physical, mental,emotional, or moral resistance”. Konflik merupakan suatu masalah yang terjadi di antara tokoh utama, tokoh lain, dan lingkungan sekitar. Conflict dapat disebabkan dari bermacam-macam sumber, bisa dari si tokoh dengan tokoh lain, atau bahkan sesuatu terjadi antara tokoh dengan lingkungan hidupnya. Konflik terbagi menjadi dua jenis, antara lain : 2.2.3.1.3.1
Internal Conflict
Internal conflict is conflict that become from himself. Internal conflict adalah masalah yang berasal dari dalam diri si tokoh itu sendiri. Jones (in Nurgiyantoro (2012:124).
2.2.3.1.3.2
External Conflict
External conflict is conflicts that become between herself/himself with society or nature. External conflict adalah masalah yang berasal dari luar diri si tokoh, entah itu masalah dengan masyarakat/tokoh lain, dan alam. Jones (in Nurgiyantoro, 2012:124).
2.2.3.1.4
Tokoh (Character)
Penulis sangat memikirkan matang-matang tentang bagaimana karakter, dan seperti apa karakter yang akan muncul pada sebuah karya sastra. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang di tafsirkan oleh pembaca. Menurut Abrams (1981:20), “character is people who are appeared in a narrative prose or novel and it is interpreted by the readers as a person who has moral quality and certain tendency such as being expressed in what they say and what they do”.Tokoh adalah orang-orang yang di tampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca di tafsirkan memiliki kualitas moral, seperti yang di ekspresikan dalam ucapan, dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Cayne, 1975:435 describe “character in literature is a personage in novel, short story, drama as poem. The term character also donates the essential quality and personality traits in fictional or real individual. The ability to create compelling and believable is one at the hall marks of literary artist”. Karakter dalam sastra adalah tokoh dalam novel, cerita pendek, dan drama. Istilah sastra juga merupakan kualitas dan kepribadian sifat pada seorang individu nyata. Untuk
membuat lebih menarik dan dipercaya maka hadirlah artis-artis sastra yang disebut tokoh. Pickering and Hoeper(1981) mengartikan, “character applies to any individual in a movie. For purposes of analysis, characters in fiction are customarily described by their relationship to plot, by degree of development they are given by author, and by whether or not they undergo significant character change”. Karakter berlaku untuk setiap individu yang ada di dalam sebuah film. Tokoh dalam fiksi berhubungan erat dengan jalan sebuah cerita, dan penulis yang diberikan hak untuk menentukan apakah mereka mengalami suatu perubahan pada dirinya. Ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwatokoh (character) merupakan pelaku yang mengembangkan peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu menjadi suatu cerita yang penuh dengan konflik.
a. Sinopsis Tokoh Utama (Scott McCall) Teen Wolf adalah salah satu serial tv yang di tayangkan di MTV sejak tahun 2011. Teen Wolf adalah sebuah drama bergenre supranatural yang diperankan oleh Scott McCall (Tyler Posey) sebagai tokoh utamanya, seorang remaja sederhana yang digigit oleh manusia srigala dan mengalami banyak sekali perubahan dalam dirinya maupun kehidupannya. Scott McCall adalah tokoh utama protagonis pada serial tv Teen Wolf, sekaligus sebagai ketua di dalam segerombolan manusia srigalanya. Scott tinggal bersama dengan ibunya, Melissa McCall yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit umum Beacon Hills. Selain seorang siswa di
sekolah tinggi menengah atas di Beacon Hills, Scott juga bekerja di Animal Clinic Beacon Hills sebagai asisten dari dokter hewan yang diperankan oleh Alan Deaton. Scott merupakan tokoh yang optimistik, baik kepada semua orang, tulus, selalu melindungi orang-orang di sekitarnya, dan juga peduli kepada semua orang. Dia juga mempunyai moral yang kuat dan ideal. Pada season 1 Teen Wolf, Scott masih banyak belajar bagaimana cara mengontrol emosinya ketika bulan purnama tiba, dan mencari tahu siapa yang menggigit dirinya dan mengubahnya menjadi manusia srigala. Pada season 2, Scott berusaha mencari tahu siapa Kanima dan siapa yang mengontrol Kanima tersebut untuk membunuh orang-orang tertentu di Beacon Hills. Pada season 3, adalah season dimana Scott harus bekerja keras untuk melindungi orang-orang di sekitarnya dari kejahatan Darach yang berusaha untuk membunuh ibunya dan ayah dari sahabat dekatnya (Stiles Stilinski). Pada season 3 ini juga Scott telah membuktikan kepada semuanya bahwa dialah True Alpha, dari manusia srigala biasa yang berubah menjadi seorang manusia srigala paling kuat diantara semua teman-temannya tanpa harus membunuh dan mengambil kekuatan dari manusia srigala lain. Pada season 4 Teen Wolf, Scott tidak sengaja menggigit seorang remaja yang juga adik kelasnya yaitu Liam Dunbar. Pada saat itu Scott terpaksa menggigit Liam untuk menahannya tidak terjatuh dari lantai atas rumah sakit, karena pada saat itu Scott sedang melawan seorang kanibal yang berusaha membunuh Liam yang sedang mengalami patah pada tulang kakinya. Di season 4 ini, Scott terus berusaha melindungi Liam dan membantu Liam mengontrol emosinya ketika malam bulan purnama tiba. Dan pada season 5 Teen Wolf, Scott
dan segerombolan teman-teman manusia srigalanya melindungi orang-orang di Beacon Hills dari serangan Dread Doctors.
Karakter (character) dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu di lakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan dapat di kategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus. Ada beberapa macam tipe karakter pada sebuah cerita menurut Karen Bernardo (2001), yaitu : 2.2.3.1.4.1
Main or Central Character and Peripheral or Minor Character
Ada dua jenis tokoh bila dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakan
cerita
(Sudjiman,
1988:17-20;Sukada,
1987:160;Aminuddin:85-87) yaitu:
a.
Tokoh utama (central character, main character), menurutKaren Bernardo (2001) “main or central character are vital to the development and resolution of the conflict. In other word, the plot and resolution of conflict revolves around these character”. Tokoh utama (main or central character) adalah tokoh yang di utamakan penceritaannya, paling dominan muncul di setiap bagian cerita, dan juga menjadi salah satu peran penting yang mengembangkan cerita.
b.
Tokoh tambahan (peripheral or minor character) “Minor character is serve to complement the major character and help move the plot events forward”. (Karen Bernardo, 2001). Tokoh tambahan (peripheral or
minor character) juga termasuk ke dalam tokoh yang penting setelah tokoh utama (main or central character) pada sebuah cerita, karena berperan untuk melengkapi dan mengembangkan cerita bersama dengan tokoh utama (main or central character).
2.2.3.1.4.2 Protagonist Character dan Antagonist Character
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Aminuddin, 1984:85).
a.
Tokoh Protagonis (Hero)
Tokoh protagonist adalah tokoh yang memiliki sifat dan sikap yang baik dan positif. Menurut (Karen Bernardo 2001) “protagonist is the central person in a story, and is often referred to as the story‟s main character. He or she (or they) is faced with a conflict that must be resolved”. Tokoh protagonis adalah tokoh di dalam sebuah cerita yang sering digambarkan sebagai tokoh utama. Mereka harus bisa memecahkan konflik yang ada di cerita.
Pendapat yang lebih spesifik berasal dari Altenberd and Lewis (1966:59), “protagonist is a character who is admired by the readers, which always called as a hero, because he/she always does ideal role, follows the rules, and value in the society. The readers often give sympathy to the protagonist character.” Tokoh protagonist
adalah
tokoh
yang
kita
kagumi,
tokoh
yang
merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi masyarakat, dan pasti pembaca akan memberikan simpatinya pada tokoh tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, Russell (1926) in timeline work „On Education‟ mengartikan bahwa Ideal Role “is the complex of mental and ethical traits marking a person. A lot of characteristics traits that attract the right people and circumstance into one‟s life”.Ideal Role adalah mental dan etika seseorang yang ditandai dengan sikap dan sifat mereka yang baik. Banyak sekali karakteristik untuk membangun karakter yang baik, menurut Russell (1926) di „The Character Education‟menuliskan 41 sifat:
Attentiveness
“Showing the worth of a person or task by giving my undivided concentration”. Mempunyai sifat yang apabila melakukan sesuatu, selalu dilakukan dengan konsentrasi yang penuh.
Benevolence
“Giving to others basic needs without having as my motive personal reward”. Selalu memberikan apa yang orang lain butuhkan tanpa mengharapkan imbalan atau pujian.
Boldness
“Confidence that what I have to say or do is true, right, and just”. Selalu percaya diri dengan apa yang dikatakan atau dilakukan adalah baik dan benar.
Cautiousness
“Knowing how important right timing is in accomplishing right actions”. Mengetahui waktu yang tepat dalam mengerjakan sesuatu.
Compassion
“Investing whatever is necessary to heal the hurts of others”. Mengetahui bahwa betapa pentingnya membantu seseorang menyembuhkan rasa sakit yang orang lain rasakan.
Contentment
“Realizing that true happiness does not depend on material
conditions”. Selalu menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung kepada kondisi materi. Creativity
“Approaching a need, a task, or an idea from a new perspective”. Dapat mencapai kebutuhan, tugas atau ide dari pemikiran baru.
Decisiveness
“The ability to recognize key factors and finalize difficult decisions”. Kemampuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan, dan dapat mengambil keputusan pada saat yang sulit.
Deference
“Limiting my freedom so I do not offend the tastes of those around me”. Dapat membatasi kebebasan dalam berprilaku atau berbicara sehingga tidak menyinggung orang-orang sekitar.
Dependability
“Fulfilling what I consented to do, even if it means unexpected sacrifice”. Dapat memenuhi sesuatu yang sudah disetujui, bahkan jika itu berarti sebuah pengorbanan yang tidak terduga.
Determination
“Purposing to accomplish right goals at the right time, regardless of the opposition”. Selalu bertujuan untuk mencapai segala sesuatunya diwaktu yang tepat.
Diligence
“Investing my time and energy to complete each task assigned to me”.
Selalu
menginvestasikan
waktu
dan
energi
untuk
menyelesaikan setiap tugas yang diberikan. Discernment
“Understanding the deeper reasons why things happen”. Dapat memahami atau mengerti lebih dalam sebuah alasan mengapa sesuatu itu terjadi.
Discretion
“Recognizing and avoiding words, actions, and attitudes that could bring undesirable consequences”. Menghindari kata-kata, tindakan, dan sikap yang dapat menyebabkan sebuah akibat yang tidak diinginkan.
Endurance
“The inward strength to withstand stress and do my best”. Mempunyai
kekuatan
batin
untuk
menahan
stress,
dan
melakukan yang terbaik. Enthusiasm
“Expressing joy in each task as I give it my best effort”. Memperlihatkan kegembiraan dalam melakukan setiap kewajiban atau tugas, dan memberikan usaha yang terbaik.
Faith
“Confidence that actions rooted in good character will yield the best outcome, even when I cannot see how”. Selalu yakin bahwa tindakan yang baik akan menghasilkan hasil yang baik juga, bahkan ketika hasil tersebut tidak dapat dilihat.
Flexibility
“Willingness to change plans or ideas according to the direction of my authorities”. Kemauan untuk mengubah suatu rencana atau ide berdasarkan para ahlinya.
Forgiveness
“Clearing the record of those who have wronged me and not holding a grudge”. Tidak pernah menaruh atau menyimpan dendam kepada orang lain walaupun orang tersebut pernah melakukan kesalahan kepada kita.
Generosity
“Carefully managing my resources so I can freely give to those in need”. Sangat berhati-hati dalam mengatur segala sesuatunya, sehingga dapat memberikan sesuatu yang dibutuhkan.
Gentleness
“Showing consideration and personal concern for others”. Memberikan perhatian kepada orang lain.
Honor
“Respecting those in leadership because of the highter authorities they represent”. Mempunyai rasa hormat yang tinggi kepada para pemimpinnya.
Initiative
“Recognizing and doing what needs to be done before I am asked to do it”. Mengetahui dan melakukan apa yang dibutuhkan atau apa yang perlu dilakukan sebelum diminta untuk melakukannya.
Joyfulness
“Maintaining a good attitude, even when faced with unpleasant conditions”. Selalu menjaga sikap yang baik, bahkan ketika di hadapkan dengan kondisi yang tidak menyenangkan.
Justice
“Taking personal responsibility to uphold what is pure, right, and true”. Dapat mengambil tanggung jawab pribadi untuk menegakkan kebenaran.
Loyalty
“Being faithful, steadfast and true to someone or something”. Mempunyai pendirian yang setia, teguh, dan selalu benar kepada seseorang atau sesuatu.
Obedience
“Quickly and cheerfully carrying out the direction of those who are responsible for me”. Selalu melaksanakan arahan dengan cepat dan ikhlas demi orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Orderliness
“Arranging myself and my surroundings to achieve greater efficiency”. Selalu mengatur diri sendiri dan orang-orang di lingkungan sekitar untuk meningkatkan efisiensi yang lebih baik.
Patience
“Accepting a difficult situation without giving a deadline to remove it”. Selalu menerima situasi yang sulit tanpa memberikan batas waktu untuk menyingkirkannya.
Persuasiveness
“Guiding vital truths around another‟s mental roadblocks”. Membimbing orang-orang akan kebenaran yang menghambat mentalnya.
Punctuality
“Showing esteem for others by doing the right thing at the right time”. Selalu menghargai orang-orang yang melakukan sesuatu yang benar di waktu yang tepat.
Resourcefulness
“Finding practical uses for that which others would overlook or discard”. Mempunyai keinginan untuk menemukan sesuatu yang bahkan orang lain tidak menganggapnya itu berharga.
Responsibility
“Knowing and doing what is expected of me”. Selalu memberikan dan melakukan apa yang diharapkan orang lain dari diri saya.
Security
“Structuring my life around that which cannot be destroyed or taken away”. Selalu membangun kehidupan yang ada di sekitar, dan tidak membiarkan apapun menghancurkannya.
Self-Control
“Rejecting wrong desires and doing what is right”. Menolak keinginan yang salah dan melakukan apa yang harus dilakukan.
Sensitivity
“Perceiving the true attitudes and emotions of those around me”. Selalu memahami sikap dan perasaan seseorang yang ada di sekitar.
Sincerity
“Eagerness to do what is right with transparent motives”. Selalu
ingin melakukan hal yang benar tanpa maksud atau tujuan apapun. Thriftiness
“Allowing myself and others to spend only what is necessary”. Selalu membiasakan diri dan orang lain untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saja.
Tolerance
“Realizing that everyone is at varying levels of character development”. Selalu menyadari bahwa semua orang berada di berbagai tingkat pengembangan karakter.
Truthfulness
“Earning future trust by accurately reporting past facts”. Mendapatkan kepercayaan di masa yang akan datang dari bukti fakta yang telah terjadi di masa lalu.
Virtue
“The moral excellence evident in my life as I consistently do what is right”. Mempunyai nilai moral nyata di dalam hidup untuk konsisten melakukan sesuatu yang benar. Jadi, menurut Russell (1926) di „The Character Education‟, sifat dari
Ideal Role memiliki 41 sifat yang memiliki kesamaan, yaitu sifat yang positif dan dapat di jadikan cerminan untuk kita semua.
Value in society pada umumnya memiliki bagian dari arti nilai moral, konsep umum yang dikenal adalah tentang sikap dan watak/sifat tentang rightness (kebenaran), goodness (kebaikan), or inherent desirability (sesuatu keinginan) seseorang di dalam masyarakat. According to Bartens (2005:139) states “that value is something interesting for us, something we look for, something delighting and something good. This means that something can be said valuable if it has
accepted as something good”. Nilai adalah sesuatu yang menarik, sesuatu yang kita cari, dan sesuatu yang baik. Itu juga berarti dapat dikatakan sesuatu yang bernilai baik.
Sedangkan Follow the rules sama halnya dengan social norms. Argued by Bicchieri (2006) “follow the rules or social norms are the unplanned, unexpected result of individuals interactions. Like a grammar, a system of norms specifies what is acceptable and what is not in a society or group”. Follow the rules atau norma-norma sosial adalah tidak direncanakan, hasil tidak terduga hanya dari interaksi individu. Norma-norma sosial harus dipahami seperti tata bahasa, sistem norma menentukan apa yang harus diterima dan apa yang tidak termasuk ke dalam kehidupan bermasyarakat atau kelompok.
b. Tokoh Antagonis (Villain)
Tokoh antagonis adalah kebalikan dari tokoh protagonist, seperti yang di katakan oleh Luxemburg (1992:145), “antagonist is the opposite character of protagonist either physically and psychologically. The Antagonist character usually causes conflict for protagonist.” Tokoh antagonis adalah kebalikan dari tokoh protagonist, dan biasanya yang menyebabkan suatu konflik di dalam sebuah cerita.
Tidak jauh berbeda dari pendapat sebelumnya,
Karen (2001)
berpendapat bahwa “antagonist is the characters that represents the opposition against which the protagonist must contend. In the other word, antagonist is an obstacle that the protagonist must overcome”. Tokoh antagonis adalah tokoh
yang sangat bertentangan dengan tokoh protagonis, dan juga sebagai karakter penghambat bagi tokoh protagonis.
2.2.3.1.4.3Flat Characters (Static Characters) and Round Characters (Dynamic Characters)
Tokoh di kategorikan dalam beberapa jenis karakter, menurut Foster dalam bukunyaAspects of the Novelyang pertama kali terbit 1927, menyatakan berdasarkan penokohannya, tokoh dapat di bedakan menjadi dua macam antara lain :
a.
Tokoh sederhana (flat character)
Karen Bernardo (2001), “flat character is the opposite of a round character. This literary personality is notable for one kind of personality trait or characteristic”.Jenis karakter tokoh ini tidak mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita. Apabila di awal cerita di ceritakan sebagai antagonis, maka sampai akhir ceritapun akan antagonis walaupun di pengaruhi oleh beberapa kejadian. Kebalikan dari round character.
b.
Tokoh bulat (round character)
“Round characters are complex and many-sided; they might require an essay for full analysis and live by their very roundness, by the many points at which they touch life.”(Perrine, 1985:67,68). Karakter tokoh yang memiliki kekompleksan watak dan bersifat dinamis (selalu berkembang). Pendapat lain
berasal dari Karen, 2001 “A rounded character is anyone who has a complex personality; he or she is often portrayed as a conflicted and contradictionary person.” Round character memiliki kepribadian kompleks, dari baik menjadi jahat, ataupun sebaliknya. Selalu ada perubahan dari awal sampai akhir cerita karena terpengaruh oleh konflik yang sedang terjadi. Penamaan berbeda terlihat dari(Altenbernd & Lewis, 1966:58) berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya penokohan tokoh-tokoh cerita di bedakan dua macam, yaitu :
a.
Tokoh statis (static character)
“The static character is the same sort of person at the end of the story as at the beginning.” (Perrine, 1985:69). Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan dari awal sampai akhir cerita sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Jenis tokoh ini kurang terlibat dan tidak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan.
b. Tokoh berkembang (dynamic character) “The developing (or dynamic) character undergoes a permanent change in some aspect of character, personality, or outlook. The change may be a large or a small one; it is more than a change in condition or a minor change in opinion.” (Perrine, 1985:69).
Dynamic character adalah karakter tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Sikap dan watak tokoh ini akan mengalami perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa, static character or flat character adalah tokoh yang dari awal cerita tetap pada pendirian atau karakternya walaupun di pengaruhi oleh kejadian atau tokoh lain, sedangkan dynamic character or round character adalah karakter tokoh yang mengalami perubahan, baik dari kepribadian dan pendapat yang akan menyebabkan perubahan karakter tokoh itu sendiri.
2.2.3.1.4.4
Anti-Hero Character
A major character, usually the protagonist who lacks conventional nobility of mind, and who struggles for values not deemed universally admirable. (Karen, 2001). Anti-hero biasanya digambarkan sebagai tokoh utama, dia mempunyai niat yang tidak baik dibalik karakternya, dan mengorbankan orang lain atau sesuatu demi untuk terlihat sebagai tokoh protagonis. 2.2.3.1.4.5
Foil Character
Foil is any character (usually the antagonist or an important supporting characters) whose personal qualities contrast with another character (usually protagonist). (Karen, 2001).Tokoh foil adalah tokoh lain dari sebuah cerita yang biasanya terlibat dalam konflik dan biasanya berpihak pada tokoh antagonis.
2.2.3.1.4.6
Symbolic Character
Symbolic character is any major or minor character whose very existence represents some major idea or aspect of society. (Karen, 2001). Tokoh symbolic adalah tokoh utama atau tokoh penting lain di dalam sebuah cerita.
2.2.3.1.5
Penokohan (Characterization)
Penokohan merupakan salah satu metode para pengarang cerita untuk menentukan seorang tokoh dari penampilan, dan watak agar sesuai dengan alur cerita. Wellek and Warren (1962:219) “state that the simplest form of characterization is naming. Each appellation is a kind of vivifying, amazing, and individualizing”. Penokohan (characterization) adalah jenis-jenis penamaan atau pendeskripsian sebuah tokoh individu.
Pengertian lainnya berasal dari (Seymour Chatman, dalam bukunya “Reading Narrative Fiction”, 1993) “characters are given traits by a process called characterization. They may be characterized in a variety of ways. The most obvious is the narrator‟s direct naming of a trait, as we saw in the list of adjectives which the narrator applies. Another characterizing device is the traitnaming of one character by another character. sometimes we can and sometimes we can‟t. He/she may be objective, or may be telling us more about them prejudices than about the character that describes”.
Penokohan adalah karakter yang memberikan ciri-ciri melalui proses yang dinamakan penokohan (characterization). Dapat dicirikan dalam berbagai cara. Yang paling nyata adalah dari penamaan atau penjelasan secara langsung dari penulisnya, atau bisa juga dari si tokohnya sendiri yang menceritakan secara tidak langsung dari apa yang mereka lakukan. According to (Boulton, 1975, p.89)“characterization is the process by giving the appearance of the character figures, nature, or habitat (custom) character actor of a story”. Penokohan adalah proses pemberian tampilan tokoh dengan memberikan karakter atau sifat pada tokoh cerita.
Dari
ketiga
pendapat
diatas,
disimpulkan
bahwa
penokohan
(characterization) adalah metode atau teknik seorang sutradara atau pengarang dalam menentukan karakter, penampilan dan juga sikap dari para tokoh yang ada di dalam cerita.
2.2.3.1.5.1 Teknik – Teknik Penokohan
Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak atau pribadi para tokoh tersebut (Lubis, 1960 : 18), antara lain :
a. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon). b. Portrayal of thought stream of conscious thought (melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).
c. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian). d. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak pelakon). e. Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon. Misalnya dengan melukiskan keadaan dalam kamar pelakon agar pembaca mendapat kesan seperti apakah sifat pelakon tersebut). f. Reaction of others about/to character (pengarang melukiskan bagaimana pandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama tersebut). g. Conversation of other about character (pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama, dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu).
Dari teknik-teknik yang diuraikan oleh Lubis di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang tokoh di dalam sebuah drama atau film dapat digambarkan oleh pengarang atau sutradaranya secara langsung, dan oleh apa yang tokoh lainnya katakan, dilihat dari cara bagaimana tokoh itu bertindak dan berfikir.
Secara garis besar teknik penggambaran tokoh (penggambaran sifat, sikap, watak, dan tingkah laku) dalam suatu karya sastra dapat dibedakan ke dalam dua cara/teknik, yaitu direct presentation dan indirect presentation (Perrine (1974:68)
Perrine (1974:68) menyatakan, direct presentation “tells us straight out, by exposition or analysis, what a character is like, or has someone else in the story us what he/she is like”. Dengan teknik ini, penulis menceritakan tokoh secara langsung dan jelas, dalam bentuk penjelasan atau analisa seperti apa tokoh tersebut.
Perrine (1974:68) menyatakan Indirect Presentation, “the author shows us the character in action; we infer what he/she is like from what he/she thinks, or he/she says or does. Or the conversation of others about character.” Pengarang menunjukkan tokoh dari tindakan, apa yang di pikirkan dan apa yang tokoh katakan; pengarang juga membiarkan pembaca atau penonton berpendapat seperti apakah sikap, sifat yang tokoh itu lakukan. Atau dari percakapan tokoh lain tentang tokoh tersebut.
Pendapat terakhir berasal dari Luc & Bart on „Handbook of Narrative Analysis‟,
Direct presentation is belong to the most straightforward strategies to inform the reader, but they can easily be (ab)used to send the reader in the wrong direction. Teknik secara langsung ini teknik paling mudah untuk menginformasikan pembaca, tetapi dapat dengan mudah juga mengirim pembaca ke dugaan yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya.
Indirect presentation is based on metonymy; that is, it works with elements that are contiguous with the character. Actions, the
words, and style used by character, his ideology, and his psychology. The character‟s physical appearance and his environment can be telling too”. Teknik secara tidak langsung ini bekerja dengan unsur-unsur yang berhubungan dengan karakter. Tindakan, kata-kata, dan gaya yang di gunakan oleh tokoh, dan psikologinya. Penampilan fisik tokoh dan lingkungan sekitarnya pun masuk ke dalam teknik secara tidak langsung. Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas tentang penggambaran secara langsung (direct presentation), yaitu: a. Dari gambaran kejiwaannya yang secara langsung telah digambarkan oleh narator (by psychological description). b. Dari ciri-ciri fisiknya yang di gambarkan oleh narator (by physical description). c. Dari menerka-nerka apa yang tokoh itu pikirkan (by probing what he/she thinks).
Dan kesimpulan untuk penggambaran secara tidak langsung (indirect presentation), yaitu :
a. Dari bagaimana tokoh itu katakan (by how he/she says). b. Dari apa yang tokoh itu katakan (by what he/she says). c. Dari apa yang tokoh itu lakukan (by what he/she does). d. Dari apa yang dikatakan oleh tokoh lain (by what others say about him or her). e. Dari lingkungan sekitarnya (by his or her environment).
f. Dari tanggapannya terhadap yang lain dan tanggapan terhadap dirinya sendiri (by his or her reaction to others and his or her reaction to himself or herself).