BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah kesimpulan terhadap nilai yang berkembang dalam
suatu masyarakat. Masyarakat di sini termasuk juga sang kritikus, pengarang (sastrawan), dan pembaca karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap sosial-budaya dan kehidupan masyarakat yang digambarkannya lewat kata-kata. Karya sastra diciptakan oleh seorang pengarang bukan untuk dibaca oleh pengarang itu sendiri, akan tetapi di dalam karya sastra terdapat ide, gagasan, pengalaman, dan amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dengan harapan apa yang dibacanya menjadi bahan perenungan untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan seharihari
dan
menjadi
berguna
bagi
perkembangan
kualitas
kehidupannya
(Ikhwanuddin 2009: 8). Seorang pengarang tentunya harus memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap problematika atau gejolak sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya, dengan sensitifitasnya tersebut sebuah gejala kehidupan diobservasi secara mendalam oleh seorang pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya sastra yang syarat dengan pesan moral dan nilai pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat pembaca. Karya Sastra sebenarnya ditulis dengan maksud untuk menunjukkan nilainilai kehidupan. Setidak-tidaknya karya sastra mempersoalkan nilai-nilai yang dipandang kurang sesuai dengan kebutuhan zaman atau kebutuhan manusia
Universitas Sumatera Utara
umumnya. Nilai kehidupan yang ditawarkan dapat berupa nilai keagamaan, budaya, moral, budi pekerti, pendidikan maupun nilai sosial (Sumardjo,1986: 3). Karya sastra juga memiliki fungsi bagi kehidupan masyarakat. Wellek dan Warren (1995: 25) mengatakan bahwa sastra berfungsi untuk memberikan kesenangan dan manfaat. Kedua hal ini saling mengisi, kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan kesenangan bersifat fisik atau materi, melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Manfaat yang diperoleh dari karya sastra ialah karya sastra mampu menciptakan suasana lebih menarik, lebih bersemangat, dan memberikan kenikmatan bagi pembacanya sehingga apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya dapat dipenuhi dengan baik. Pincalang Karya Idris Pasaribu dipilih menjadi objek penelitian ini karena penulis memiliki beberapa pertimbangan. Pincalang merupakan sebuah novel yang menginspirasi dengan tema yang cukup sederhana, namun dikemas dengan sangat
menarik
karena
mengangkat
sebuah
kearifan
lokal.
Pincalang
menggambarkan realitas kehidupan orang-orang perahu yang berjuang untuk menjaga pesan-pesan leluhurnya. Pesan-pesan yang syarat dengan nilai-nilai pendidikan. Bagi orang-orang perahu laut dan segala isi yang terkandung di dalamnya adalah sumber kehidupan yang memberikan kesejahteraan bagi manusia, oleh karena itu, tokoh-tokoh yang dihadirkan Idris Pasaribu dalam karyanya Pincalang berjuang menjaga keasrian laut, merawat terumbu karang, dan pohonpohon bakau. Dalam Pincalang Idris Pasaribu juga menggambarkan polemik yang sangat berdampak bagi tradisi dan budaya suatu kelompok masyrakat. Polemik itu
Universitas Sumatera Utara
adalah modernisasi yang tidak selamanya membawa pengaruh baik bagi budaya suatu kolektif. Idris Pasaribu dengan sangat baik menggambarkan bagaimana sentuhan modernisasi terhadap masyarakat budaya yang masih kental dengan tradisi lama serta tata kehidupan klasik yang mereka terima dan wariskan secara turun-temurun. Tokoh yang ditonjolkan Idris Pasaribu dalam novelnya Pincalang adalah Amat. Amat adalah bagian dari orang-orang perahu yang lahir, besar, belajar mengaji, menikah, dan beranak-pinak di atas perahu yang disebut Pincalang. Amat dan orang-orang perahu lainnya berusaha mempertahankan tata kehidupan yang diajarkan oleh leluhurnya yaitu dengan selalu menjaga alam sekitar khususnya laut dan biotanya sebagai anugerah bagi kehidupan manusia yang harus dijaga dan lestarikan. Dengan keyakinan yang teguh, mereka berusaha keras untuk mempertahankan nilai-nilai dan tata kehidupan yang diwariskan leluhurnya kepada mereka. Saat Amat sebagai salah satu dari orang-orang perahu berumur 16 tahun, ayahnya berpesan agar dia segera menikah. Maka dari itu, dipilihkanlah Maryam yang hanya terpaut usia dua tahun lebih muda dari Amat sebagai calon istrinya. Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai seorang anak beranama Buyung. Amat yang hanya berbekal kepandaian berbahasa Arab merasa apa yang dimilikinya tidak cukup. Hal itu disadari setiap kali Amat berkumpul dan berbincang-bincang di kedai kopi bersama orang-orang darek (darat) setiap kali pincalangnya merapat ke dermaga untuk menjual barang miliknya.
Universitas Sumatera Utara
Amat lalu berkeras pada Maryam agar Buyung disekolahkan. Maryam sempat menolak karena harus menerima kenyataan akan terpisah dari anak pertama mereka. Pada akhirnya keputusan Amatlah yang harus dituruti. Buyung bersekolah. Amat berharap anaknya kelak akan menjadi orang pintar dan tidak begitu saja dapat dengan mudah ditipu tauke yang kerap mengambil keuntungan dari kekurangtahuan Amat dan masyarakat pincalang lainnya. Terdapat keinginan untuk belajar serta mengubah perilaku terhadap kehidupan yang digambarkan oleh Idris Pasaribu dari tokoh yang dimunculkannya dalam novel Pincalang. Melalui kasus dan perjalanan kehidupan Amat yang tergambar di dalam novel Pincalang tersebut tentunya dapat memberikan gambaran mengenai objek penelitian ini yang akan menganalisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Pincalang . Novel Pincalang diketahui banyak memberikan inspirasi bagi pembaca, Hal itu berarti terdapat nilai-nilai positif yang dapat diambil dan diimplementasikan oleh pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka, khususnya dalam hal pendidikan. Pradopo (1994: 94) mengungkapkan bahwa sebuah karya sastra yang baik adalah yang langsung memberi didikan kepada pembaca tentang budi pekerti dan nilai-nilai moral.
Universitas Sumatera Utara
1.2
Rumusan Masalah Karya sastra selalu menghadirkan interpretasi yang berbeda-beda bagi
pembacanya. Hal tersebut disebabkan oleh sifat sastra yang khas dan unik. Teks sastra mengandung ambiguitas, kadangkala membutuhkan perhatian khusus untuk memahami apa sebenarnya yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya. Bukan hanya karena banyaknya kosa kata, gaya bahasa, atau diksi yang digunakan di dalam karya sastra. Akan tetapi terdapat semacam penganalogian terhadap sesuatu hal yang mengandung arti atau amanat yang sepertinya dirahasiakan oleh pengarang, dan menjadi tantangan bagi pembaca untuk memahami apa yang sebenarnya yang ingin disampaikan pengarang melalui karya tersebut. Perbedaan latar belakang sosial pembaca sangat berpengaruh terhadap interpretasi masingmasing pembaca. Karya sastra itu pun sebenarnya adalah luapan kebebasan pengarang dalam mengekspresikan ide serta gagasannya tentang apa saja yang pengarang inginkan. Maka wajar bila timbul perbedaan interpretasi, keberagaman teori, atau pun metodologi penelitian sastra. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis novel Pincalang karya Idris Pasaribu melalui pendekatan sosiologi sastra khususnya pada bagian sosiologi karya. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah konsep pendidikan yang terdapat dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu ? 2) Nilai-nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu ?
Universitas Sumatera Utara
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan konsep pendidikan yang terdapat dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu. 2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Pincalang karya Idris Pasaribu.
1.3.2
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Memberikan
masukan
dalam
pengembangan
apresiasi
sastra,
khususnya karya sastra berupa novel. 2) Memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai pendidikan yang terbangun pada Pincalang Karya Idris Pasaribu. 3) Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam studi sastra dengan tinjauan sosiosastra
Universitas Sumatera Utara