8
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemampuan Pendidik PAUD 2.1.1
Pengertian Kemampuan merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam jenjang apapun. Berhasil tidaknya suatu pendidikan pada suatu sekolah salah satu komponennya ialah pendidik itu sendiri. Berbicara mengenai kemampuan,Broke dan Stoine (dalam Wijaya dan Rusyan, 2002:7-8), memberikan persepsi bahwa kemampuan merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku pendidik atau tenaga kependidikan yang tampak sangat berarti. Selain itu, Robins (dalam Sitio, 2006:4), mendefinisikan
bahwa
kemampuan
adalah
kapasitas
individu
melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.Pendapat lain, Charles E. Jhonsons et al (dalam Wijaya dan Rusyan, 2002:8), mendefinisikan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dari beberapa pengertian tentang kemampuan di atas dapat dipahami bahwa kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Selain itu, kemampuan juga memberikan arti tentang keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam tujuan tertentu.
9
Di dunia pendidikan, kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama pendidik dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Kemampuan ini memerlukan suatu landasan konseptual dan pengalaman praktek. Hal ini dimaksudkan agar mereka mengenal dan memahami situasi nyata dalam pelaksanaan pengajaran (Ali, 2002:8). Selain pengertian di atas, peneliti juga memberikan deskripsi tentang pengertian pendidik (pendidik). Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) dijelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. Sementara itu sebutan pendidik dengan kualifikasi dosen merupakan tenaga profesional melaksanakan
proses
yang bertugas
pembelajaran,
menilai
merencanakan dan hasil
pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tenaga pendidik meliputi pendidik, dosen, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (UU No. 20 tahun 2003 pasal 1). Pendapat senada dikemukakan Sukadi(2007:9-10) bahwa pendidik dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya mengajar, mendidik, dan melatih peserta didik, serta memenuhi kompetensi sebagai orang yang patut ditiru dalam ucapan dan tingkah
10
lakunya”. Ini berarti seorang pendidik bukan saja bertugas mentransfer nilai gagasan kepada anak didik tetapi juga memiliki kemampuan profesional dan memiliki tingkah laku yang patut diikuti dan ditiru oleh anak didiknya.Dalam pengertian lain Mulyasa (2006:37) mendefinisikan bahwapendidik adalah yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya”. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikadalah seorang tenaga profesional dan terdidik yang beroleh kepercayaan melaksanakan tugas mendidik dan mengajar anak didik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Alhasil, pengertian kemampuan dan pendidik dalam karya ini secara operasional dapat diartikan sebagai seorang tenaga profesional dan terdidik yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam mencapai tujuan tertentu terutama dalam hal menanamkan sikap dan tanggung jawab anak di lembaga pendidikan formal maupun non formal. 2.1.2
Kemampuan Pendidik Secara kodrati yang disebut sebagai pendidik adalah orang tua, karena orang tua memang ditakdirkan bertanggung jawab mendidik anaknya. Selain itu, orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak, sebab sesungguhnya kesuksesan seorang anak adalah kesuksesan orang tua juga (Ahmad Tafsir, 2005: 74).
11
Secara akademik yang disebut pendidik adalah pendidik, yaitu “orang yang diikuti dan ditiru”. Pendidik diartikan sebagai orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran serta ikut bertanggung jawab membentuk anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. Inilah tugas sementara menjadi seorang pendidik, yaitu melaksanakan tugas pengajaran secara formal yang orang tua sendiri tidak dapat melayaninya. Pendidik (pendidik) memberikan peranan sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, dan belum dapat digantikan oleh teknologi seperti radio, tape recorder, internet, maupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Banyak unsur-unsur manusiawi yang dimiliki seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan keteladanan yang diharapkan dari proses pembelajaran mustahil dicapai kecuali melalui pendidik. Secara umum tugas seorang pendidik ialah mendidik, yakni membantu dalam mengupayakan perkembangan peserta didik dalam mengoptimalkan segala potensi hidupnya. Dalam hal ini setidaknya ada tiga persyaratan yang harus dimiliki seseorang agar bisa menjadi seorang pendidik, yakni: 1. Kewibawaan yaitu pengaruh positif normatif yang diberikan kepada orang lain atau anak didik dengan tujuan agar anak didik dapat mengembangkan diri seoptimal mungkin, 2. Pendidik harus mengenal secara pribadi peserta didiknya,
12
3. Pendidik harus mengetahui bahwa peserta didik adalah “aku” yang berpribadi dan ingin bertanggungjawab serta ingin menentukan diri sendiri (Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, 2001: 48-49). Sedangkan al-Ghazali (dalam Asrorun Ni’am Sholeh, 2006: 72-73) memberikan delapan batasan yang ketat bagi profesi pendidik sebagai prasyarat yang harus dipenuhi, yakni: 1. Pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak didik serta mampu memperlakukan mereka sebagaimana anak sendiri. Sifat kasih sayang pendidik pada akhirnya akan melahirkan keakraban, percaya diri, dan ketentraman belajar. Suasana kondusif inilah yang mempermudah proses tranformasi dan transfer ilmu pengetahuan, 2. Pendidik melakukan aktivitas karena Allah SWT. Artinya, pendidik tidak melakukan komersialisasi dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah sarana transfer ilmu pengetahuan yang merupakan kewajiban bagi setiap orang yang berilmu, 3. Pendidik harus memberi nasehat yang baik kepada anak didik. 4. Pendidik harus mampu mengarahkan anak didik kepada hal-hal yang positif dan mencegah mereka melakukan aktivitas yang destruktif. Segala bentuk nasehat ini dilakukan dengan cara yang halus dan tidak melukai perasaan. Hal ini untuk menjaga kestabilan emosi mereka dalam kerangka proses belajar, 5. Mengenali tingkat nalar dan intelektualitas anak didik. Pendidik harus memahami
perbedaan
individu
anak
didik,
sehingga
dapat
13
diidentifikasi kemampuan khususnya. Dalam konteks ini pendidik dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan bahasa “bahasa mereka” agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran, 6. Pendidik harus dapat menumbuhkan kegairahan anak didik terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori terhadap disiplin ilmu lain. Hal ini diperlukan untuk menghindari anak didik terjebak pada sikap fanatik terhadap suatu disiplin ilmu dan melalaikan yang lain, 7. Pendidik harus mampu mengidentifikasi kelompok anak didik usia dini dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat diberi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang berat dan melelahkan, dan 8. Pendidik harus mampu memberikan teladan kepada anak didiknya. Dari konsep di atasdipahami bahwa tidak semua orang bisa menjadi pendidik. Apalagi pendidik pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Mengajar anak tidak semudah mengajar orang dewasa pada umumnya. Karena itu, ada beberapa modal kecerdasan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang berkeinginan kuat menjadi pendidik, termasuk pendidik anak usia dini. Menurut Yusriana (2012) kecerdasan yang harus dimiliki oleh pendidik PAUD adalah sebagai berikut; 1. Kecerdasan Intelektual Kecerdasan intelektual mensyaratkan adanya penguasaan terhadap materi (pengetahuan) secara mendalam. Dengan penguasaan
14
itu, diharapkan bisa menyampaikan kepada anak didiknya dengan begitu sistematis sehingga bisa dipahami. Jika kecerdasan intelektual pendidik minim, pastiyang diajarkan tidak mendalam dan peserta didik tidak akan bisa dibawa ke sebuah pemahaman yang kuat. Itulah resiko jika seorang pendidik tidak memiliki kecerdasan intelektual. 2. Kecerdasan Moral Kemampuan membedakan mana yang benar dan mana yang salah itulah yang disebut dengan kecerdasan moral. Kecerdasan ini tidak hanya bisa, membedakan saja, tetapi juga diwujudkan atau diimplementasikan ke dalam tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang melingkupinya. Seorang pendidik PAUD dikatakan memiliki kecerdasan moral, jika ia mampu mengimplementasikan nilai-nilai kebenaran, apa yang diungkapkan selalu selaras dan sejalan dengan tindakan-tindakannya. Hal ini telah diungkapkan pada bab sebelumnya bahwa seorang pendidik harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Karena pada usia anak-anak, mereka akan mengidolakan seseorang sebagai tokoh yang hebat dan selanjutnya akan mencontohi perilaku orang tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 3. Kecerdasan Sosial Jika ada seorang pendidik yang bersikap acuh tak acuh dengan lingkungan sosialnya (anak didiknya), berarti ia gagal menjadi pendidik sejati. Dalam konteks pendidikan, kecerdasan sosial berarti
15
adanya perhatian seorang pendidik pada siswanya yang ditandai dengan komunikasi yang baik, kepedulian, dan sebagainya. Kecerdasan sosial (terkait dengan pendidik) adalah kemampuan pendidik untuk berkomunikasi secara efektif dan bergaul dengananak didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa, dan masyarakat sekitar. 4. Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh seorang pendidik, terutama pendidik pada pendidikan anak usia dini. Kecerdasan emosional meniscayakan kemampuan mengendalikan diri serta mampu memotivasi diri sendiri. Artinya saat seorang pendidik bersosialisasi dengan anak didiknya di kelas, ia dituntut untuk mengedepankan perasaan atau dorongan hati.Sehingga rasa frustasi dan sikap individualistis terkendali dengan baik. 5. Kecerdasan motorik Kecerdasan motorik sama pentingnya dengan empat kecerdasan sebelumnya. Kecerdasan ini diperlukan untuk memotivasi seorang pendidik agar memiliki mobilitas yang tinggi dalam meraih cita-cita. Kecerdasan motorik sangat diperlukan agar anak didik terlecut semangatnya ketika melihat sang pendidik begitu antusias saat mengajar. (Yusriana, 2012: 11-20). Pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran harus memiliki kemampuan di atas dalam mengelola kegiatan pembelajaran itu sendiri.
16
Kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran yang baik tentu akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak didik belajar secara optimal. Untuk itu kemampuan yang dimiliki setiap pendidik merupakan salah satu aspek kelayakan dalam menunjang keberhasilan pembelajaran, baik teori maupun praktek keseharian anak didik. Sebabkemampuan itu merupakan prasyarat bagi pelaksanaan tugas-tugas mengajar dan mendidik secara efektif. Dalam pemahaman ini, pendidik harus memiliki kemampuan dalam kegiatan pembelajaran sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai pendidik dengan kemampuan maksimal. (Wijaya dan Rusyan, 2002:10) Memperhatikan
penjelasan-penjelasan
di
atas,
maka
dapat
dipastikan bahwa tugas pendidik sangatlah berat dan penuh dengan tanggung jawab, sehingga tidak jarang terjadi berbagai kesulitan pendidik dalam mengefektifkan tugas-tugas profesinya. Permasalahan ini sudah merupakan permasalahan yang klasik dan sampai saat ini masih terus menjadi perhatian berbagai pihak, terutama dari para pakar pendidikan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka supervisor dituntut memaksimalkan tugasnya, menjadi tokoh yang dapat dijadikan nara sumber dan mitra kerja bagi pendidik dalam rangka mencari solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi. 2.1.3
Indikator Kemampuan Pendidik terhadap Anak Didik
17
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pendidik terhadap anak didik dalam menanamkan sikap tanggung jawab sebagaimana tujuan penelitian ini.Indikator tersebut penting dijadikan pijakan pendidik agar usaha dalam menanamkan sikap tanggun jawab dapat terarah dengan baik dan tepat sasaran. Indikator kemampuan pendidikan tersebutdiantaranya adalah: 1. Mampu Memahami fase usia perkembangan anak Memahami fase usia perkembangan anak memang tugas orang tua.Tetapi bukan berarti pendidik tidak penting memahaminya.Hal ini ada hubungannya dengan proses belajar mengajar yang di dalamnya pendidik memiliki peran yang sangat sentral.Tanpa memahami fase usia perkembangan anak,mustahil bagi pendidik dapat mengajar dengan baik,efektif,dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh anak didik. Berikut ini adalah fase usia perkembangan anak: a. Fase usia 0-3 tahun. Fase ini moralitas anak mulai di bentuk,karena itu jika pada fase ini anak sudah mulai masuk sekolah usia dini,maka cinta dan kasih sayang dari seorang pendidik sangat dibutuhkan.Memasuki usia 2-3 tahun anak sudah dapat diperkenalkan pada sopan santun serta pada perbuatan baik-buruk. Meskipun demikian pendidik juga harus memahami bahwa pada fase usia ini biasanya anak mulai mencoba-coba melanggar
18
aturan,agak sulit di atur,bandel dan sebagainya.Jadi sikap seorang pendidik dalam fase ini adalah kesabaran.
b. Fase usia 4 tahun. Fase egosentris akan dialami oleh anak pada usia ini. Indikasinya,senang
melanggar
aturan,memamerkan
diri,dan
memaksakan keinginannya. Meskipun begitu pendidik harus mampu memahami pada fase egosentris ini. Anak juga sangat mudah didorong untuk berbuat baik karena anak mengharapkan hadiah(pujian) dan menghindari hukuman. Dalam fase ini,anak juga sudah memiliki kemampuan berempati. c. Fase usia 4,5-6 tahun. Tidak seperti fase sebelumnya,pada fase ini anak mulai menunjuknya sifat penurutnya bahkan anak juga mulai bisa diajak bekerja sama.Dalam bersosialisasi dengan teman-temanya,ia juga sudah bisa menerima pendapat temannya.Jadi pada usia ini pikiran anak sudah mulai berkembang. Anak terlihat lebih matang bahkan dalam menghormati orang lain,termasuk menghormati pendidik anak sudah mampu melakukannya.Dengan demikian, pada fase usia ini mestinya seorang pendidikmampu memotivasi anak untuk bersikap baik dan melakukan hal-hal positif. d. Fase usia 6-8 tahun.
19
Sebagaimana juga orang dewasa pada fase ini,anak sudah bisa memiliki hak. Artinya, pada fase ini anak sudah mulai berani bertindak atau merespon perilaku-perilaku yang merugikan dirinya sendiri.Jika ada seorang pendidik yang berbuat semena-mena, maka anak sudah bisa menilai dan bahkan anak sudah mampu melawan.Dengan demikian, pada fase ini pendidik mampu memahami anak dan berhati-hati dalam bertindak sehingga anak tidak memiliki sikap kasar. 2. Mampu memahami karakter yang beraneka ragam Anak-anak memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Karena itu,pendidik harus mampu memahami aneka karakter yang yang beragam,untuk memahami karakter anak pertamatama seorang pendidik harus mengetahui bahwa karakter itu tidak dibentuk oleh dirinya sebagai tenaga pengajar atau pendidik. Penting bagi seorang pendidik mampu memahami karakter anak.Sebab,pada usia dini sebagaimana dikemukakan Bredecam dkk. (dalam Yusriana, 2012: 25-33), anak-anak biasanya melakukan hal-hal sebagai berikut. a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Anak bersifat unik Mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan Anak bersifat aktif dan energik Anak itu egosentris Memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang Anak pada umumnya kaya dengan fantasi Mudah frustasi Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak
20
j. Memiliki daya perhatian yang pendek k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman Itulah beberapa poin mengenai karakter anak yang harus diketahui oleh pendidik PAUD. Dengan demikian, ketika seorang pendidik sedikit demi sedikit mampu memahami karakter anak. Maka, dampak positif yang akan dirasakan saat proses pembelajaran berlangsung. 3. Mampu menyikapi anak bandel dan pemalas Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pendidik terhadap anak didik dalam menanamkan sikap tanggung jawab sebagaimana tujuan penelitian ini.Indikator tersebut penting dijadikan pijakan pendidik agar usaha dalam menanamkan sikap tanggun jawab dapat terarah dengan baik dan tepat sasaran. Indikator kemampuan pendidikan tersebutdiantaranya adalah: 4. Mampu Memahami fase usia perkembangan anak Memahami fase usia perkembangan anak memang tugas orang tua.Tetapi bukan berarti pendidik tidak penting memahaminya.Hal ini ada hubungannya dengan proses belajar mengajar yang di dalamnya pendidik memiliki peran yang sangat sentral.Tanpa memahami fase usia perkembangan anak,mustahil bagi pendidik dapat mengajar dengan baik,efektif,dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh anak didik. 5. Mampu memahami karakter yang beraneka ragam
21
Anak-anak memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Karena itu,pendidik harus mampu memahami aneka karakter yang yang beragam,untuk memahami karakter anak pertamatama seorang pendidik harus mengetahui bahwa karakter itu tidak dibentuk oleh dirinya sebagai tenaga pengajar atau pendidik. 6. Mampu menyikapi anak bandel dan pemalas D samping beberapa karakter yang disebutkan di atas, seorang pendidik tentunya akan dihadapkan pada sebuah persoalan yang rentan terjadi di lingkungan anakanak, yakni sikap seorang pendidik terhadap anak pemalas dan bandel. Yusriana Di samping beberapa karakter yang disebutkan di atas, seorang pendidik tentunya akan dihadapkan pada sebuah persoalan yang rentan terjadi di lingkungan anak-anak, yakni sikap seorang pendidik terhadap anak pemalas dan bandel. Yusriana (2012: 42-44) memberikan solusi terhadap masalah ini, yakni: 1) Pendidik seyogyanya menghargai setiap usaha anak didik yang bandel dan pemalas tersebut, 2) Gunakan ilustrasi yang berasal dari dunia anak, 3) Pendidik harus menciptakan suasana yang santai, 4) Tidak membuat semangat anak menjadi patah, dan 5) Seorang pendidik segera berkomunikasi dengan orang tua anak. Dari lima hal tersebut pendidik dapat mudah mengatasi perilaku anak didik yang kategorinya pemalas dan bandel di kelas maupun di luar lingkungan sekolah. 7. Mampu mengenal tipologi pribadi anak didik Indikator berikutnya yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah mampu mengenal tipologi pribadi anak didik. Karena, pada
22
dasarnya setiap anak yang dilahirkan tidak memiliki tipe kepribadian yang sama dengan anak yang lain. Hal ini, perlu menjadi perhatian dari seorang pendidik untuk mengenal kepribadian tersebut. Alasannya adalah agar tujuan pendidikan nasional yang peneliti bahas pada halaman sebelumnya tercapai. Tipologi kepribadian tersebut meliputi: a. Kholeris; anak-anak yang memiliki kepribadian koleris biasanya ditandai dengan sikapnya yang tegas. Ketegasan ini dibarengi dengan kecenderungan untuk selalu berada di atas, atau lebih tepatnya kecenderungan untuk memimpin. Misalnya, seorang pendidik pasti melihat mana yang memiliki kepribadian koleris dan mana yang tidak. Tugas seorang pendidik adalah mengarahkan agar potensi itu menjelma menjadi sesuatu yang positif. b. Sanguinis; kepribadian ini mengindikasikan keterbukaan, keceriaan dan mudah menjadi pusat perhatian. Kepribadian semacam ini selalu ingin menghibur dan membuat anak-anak lain di sekitarnya tertawa ceria. Seorang anak yang suka menghibur teman lainnya pasti jiwanya dipenuhi dengan jiwa spirit atau semangat yang mampu mendorongnya untuk selalu rileks, enjoy, tidak kaku dan tidak mudah frustasi. Dengan demikian,
pendidik
harus
mampu
membaca
masing-masing
kepribadian anak didiknya. Sebab, kepribadian antara anak yang satu dengan lainnya pasti tidak sama. c. Melankolis; anak yang memiliki kepribadian melankolis; cerdas dan rapi adalah ciri khas mereka, yakni memiliki kedisiplinan yang tinggi
23
dan paling menonjol di bidang kerapian. Satu hal lagi yang dimiliki oleh tipe melankolis adalah suka dengan fakta atau data dengan tulisan yang rapi (bagus). Jadi, tugas seorang pendidik adalah memahami tipologi anak semacam ini. Kemudian melakukan pendekatan dengan penuh apresiasi. Sebab, jika pendidik bersikap acuh tak acuh tentu hal ini akan menghilangkan motivasi anak didik tersebut dalam mengembangkan potensi-potensi yang sudah tertanam kuat dalam kepribadiannya. d. Phlegmatis; ciri utama dari anak yang memiliki tipe ini adalah setia dengan segala sesuatu yang telah ditentukan. Artinya, anak yang bertipe phlegmatis ini tidak suka memikirkan kembali apa yang diperintahkan kepada dirinya untuk dikerjakan. Sederhananya, anak ini adalah anak penurut yang rela duduk dan berdiri sesuai dengan apa yang diperintahkan. Kepribadian ini sebenarnya sungguh bukan merupakan hal baik yang baik untuk dipelihara. Namun demikian, seorang pendidik harus menjadi fasilitator yang tahu akan kebutuhan anak didik. Di sinilah pentingnya memahami kepribadian anak yang satu dengan lainnya tidaklah sama. Pendidik harus pandai membaca masingmasing kepribadian berikut strategi pendekatannya. Jika pendidik memahami masalah ini pasti ia akan disukai oleh anak didiknya. Indikator kemampuan di atas dalam menanamkan sikap tanggung jawab anak di atas, penting untuk menjadi sebuah perhatian pendidik di
24
seluruh instansi pendidikan. Apalagi hal ini menyangkut tentang karakter dan tipe anak didik. Mengenal karakter dan tipe anak didik adalah pondasi utama dalam keberhasilan seorang pendidik mentransfer informasi pendidikan. Sebab, keberhasilan anak merupakan kesuksesan seorang pendidik dalam mengimplementasikan tujuan pendidikan nasional.
2.2 Konsep Menanamkan Sikap Tanggung Jawab Anak 2.2.1 Pengertian Sebelum peneliti memberikan gambaran terhadap pengertian sikap tanggung jawab. Terlebih dahulu diketahui pengertian menanamkan. Arti menanamkan, berbeda dengan menumbuhkan dan mengembangkan. Sebab ketiga hal tersebut berada pada kondisi yang berbeda. Kata menanamkan berasal dari akar kata “tanam” artinya melakukan pekerjaan tanam. Dalam kamus bahasa Indonesia terbitan dari Departemen Pendidikan Nasional (2008; 1291) kata menanamkan diartikan sebagai “menanamkan sesuatu di”. Pada sebuah web dijelaskan bahwa menanamkan artinya “untuk menyebabkan menjadi diresapi dengan sesuatu (sebagai prinsip atau kualitas) yang mengubah biasanya untuk yang lebih baik” atau “memasukkan, atau mengenalkan, atau menanamkan, misalnya prinsip atau kualitas”(http://id.termwiki.com).Berbeda dengan kata menumbuhkan yakni menjadikan sesuatu itu tumbuh atau memelihara agar bertambah besar, sempurna dan berkembang. Sedangkan mengembangkan tidak jauh
25
berbeda dengan menumbuhkan. Jadi, secara operasional kata menanamkan dalam penelitian ini adalah memasukkan dan mengubah kebiasaan. Selanjutnya, penelitia akan menguraikan tentang pengertian sikap. Menurut bahasa (etimologi), sikap adalah perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan
pada
pendirian,
pendapat
atau
keyakinan
(W.J.S
Poerwadarminta, 1985; 499).Dalam bahasa Inggris sikap disebut attitude. Secara terminologo berikut pengertian sikap menurut beberapa sumber. Ngalim Purwanto mengartikan sikap sebagai perbuatan atau tingkah laku sebagai respon dan reaksi terhadap sesuatu rangsangan atau stimulus (Ngalim Purwanto, 1995; 141). Menurut Thurstone, Likert, dan Osgood (Azwar, 1998: 5): Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Sementara menurut La-Pierre (Azwar, 1998: 5) sikap lebih diartikan sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sikap seseorang terhadap sesuatu obyek umumnya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut dan melatarbelakangi seseorang tersebut sebagai pengalaman hidupnya. Orang yang telah tertanam dan terkristal nilai-nilai tertentu dalam mental atau kepribadiannya, tentunya dalam menghadapi dan merespon sesuatu tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai yang diyakininya.
26
Berbicara sikap biasanya selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial. Menurut teori tindakan beralasan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein (Azwar, 1998: 11), dikatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku melalui suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi ditentukan oleh sikap specifik (rasionalitas) terhadap sesuatu. Kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap, tetapi juga oleh norma-norma subyektif yaitu keyakinan mengenai apa yang orang lain inginkan.Ketiga sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma subyektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan (perilaku) apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila dipercaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang yakin bahwa tindakan (perilaku) yang akan dilakukan menimbulkan dampak positif pada dirinya, ia akan bersikap cenderung melakukan tindakan tersebut. Begitu sebaliknya jika ia yakin tindakan yang dilakukannya berdampak negatif pada dirinya, ia bersikap menolak melakukan tindakan tersebut. Hal ini disebut keyakinan pribadi. Selain sikap, lain halnya dengan tanggung jawab. Tanggung jawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2007) adalah keadaan wajib
27
menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi, tanggung jawab seimbang dengan wewenang. Sedangkan menurut WJS. Poerwodarminto (1985), tanggung jawab adalah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas dan sebagainya. Artinya,jika terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung segala sesuatunya. Karena itu manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain. Dengan kata lain, tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.Inilah yang menyebabkan frekuensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda, Tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. 2.2.2
Sikap Tanggung Jawab ditanamkan Sejak Dini Sebagai
pendidik
pendidikan
anak
usia
dini,
hendaknya
mempersiapkan diri agar dapat memberikan pengalaman yang berharga sesuai dengan kebutuhan anak. Pendidik harus berusaha mencari penyebab
28
yang melatarbelakangi setiap perilaku anak yang menyimpang, dan memahami latar belakang keluarga anak. Kemudian mencari solusi dan memberikan perhatian secara khusus kepada anak yang bersangkutan, dapat juga melibatkan anak untuk bermain dengan teman-temannya. Dalam pada itu, pendidik dapat memberikan tanggung jawab kepada anakanak yang dapat memotivasi dan membangkitkan minat anak untuk bermainkembali. Hal tersebut bisa juga dilakukan dengan kata-kata yang menyenangkan sehingga anak tertarik dan mengikuti kata-kata pendidik, serta memberikan pujian ketika anak berhasil mengerjakan sesuatu. (Mulyasa, 2012) Dalam bermain dan belajar yang disajikan kepada anak usia dini, anak-anak harus sudah ditanamkan belajar tanggung jawab. Tanggung jawab ini harus sudah ditanamkan pada setiap anak, sejak usia dini. Pendidik-pendidik pada pendidikan anak usia dini harus berusaha keras untuk menanamkan tanggung jawab kepada seluruh anak yang harus dimulai pada minggu-minggu pertama sekolah dimulai. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara pada setiap kegiatan yang dilakukan anak sekolah. Misalnya, setiap selesai bermain baik di kelas maupun di luar kelas, anak-anak dipandu untuk membereskan serta merapikan kembali tempat bermain, dan alat-alat permainannya. Demikian halnya ketika anak-anak selesai makan, selesai sholat dan setelah melakukan kegiatankegiatan lainya.
29
Anak-anak juga perlu belajar mengelap meja bekas air tumpah yang mereka pakai serta dapat meletakkan botol minum dan tempat makanan di loker yang telah disediakan. Mereka juga harus dilibatkan ketika pendidik mengatur kursi dan meja belajar di kelas. Keterlibatan ini penting untuk menanamkan tanggung jawab dan rasa memiliki di kalangan peserta didik. Pada umumnya anak-anak usia dini, sangat suka membantu pendidik dalam berbagai kegiatan, bahkan mereka suka berebut mencari perhatian pendidik, seperti mengambilkan barang yang ada di kelas, dan anak akan merasa berjasa bila mendengar ungkapan terima kasih dari pendidik. Demikian halnya ketika pendidik membagikan kertas gambar, anak-anak bisa dilibatkan untuk membantu membagikannya. Begitu pula ketika ada anak yang tidak berani maju ke depan kelas untuk melakukan sesuatu, bisa menyuruh temannya untuk membantu mengantar ke depan dan pendidik memberi pujian kepada mereka. Kondisi ini akan membangkitkan rasa bangga di kalangan peserta didik, mereka merasa senang, merasa dihargai, dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Contoh-contoh kegiatan dan layanan yang melibatkan anak-anak tersebut, dilengkapi dengan hadiah dan pujian yang efektif dapat membangkitkan berbagai potensi mereka, dapat mendorong kreativitas anak sehingga mereka akan tumbuh dengan rasa percaya diri karena pujian yang diberikan atas bantuan dan jerih payahnya. Hal ini, disamping dapat digunakan untuk menanamkan tanggung jawab terhadap peserta didik,
30
dapat juga digunakan untuk membangkitkan motivasi dan minat belajar anak. (Mulyasa, 2012) 2.2.3
Upaya Menumbuhkan Sikap Tanggung Jawab Bertanggung jawab sebenarnya juga melibatkan proses memahami perasaan orang lain. Bertanggung jawab harus diajarkan sejak dini, Tanggung jawab bukanlah sikap bawaan sejak lahir. Tanggung jawab dapat dibentuk dari waktu ke waktu. Orang yang bertanggung jawab mampu berbuat baik walaupun tidak ada yang melihat, karena mereka memiliki pemahaman tentang kebenaran, memiliki keberanian dan pengendalian diri untuk berbuat baik, bahkan ketika ada godaan untuk berbuat tidak baik. Belajar untuk bertanggung jawab termasuk juga belajar untuk : menghormati dan menunjukkan kasih sayang bagi orang lain, mempraktikkan kejujuran sebagai suatu kebiasaan setiap waktu, menunjukkan
keberanian
dalam
memegang
teguh
prinsip-prinsip
kebaikan, mengembangkan kontrol diri dalam bertindak untuk menyatakan prinsip-prinsip hidup yang baik, dan penguasaan diri. Adapun upaya mengembangkan hal tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Mengasihi dan menghormati orang lain sebagai wujud tanggung jawab Sebagai
bagian
dari
bertanggung
jawab,
anak
harus
menunjukan kepedulian dan kasih sayang pada orang lain. Tidak memandang suku, rasa, warna kulit, ekonomi, maupun agamanya. Anak harus mengasihi orang lain untuk bekal supaya dia bertanggung jawab.
31
2. Memberikan tugas yang merujuk pada sikap tanggung jawab Pendidik
memikirkan
tanggungjawab
yang
ingin
ditransformasikan kepada setiap anak. pendidik dapat mengumpulkan anak dan berdiskusi dengan mereka tentang hal apa yang memerlukan tanggung jawab, serta yang dapat mereka lakukan untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Misalnya, berkaitan dengan pekerjaan rumah (seperti menyiram tanaman, merapikan tempat tidur, membersihkan debu); tanggung jawab personal (menggosok gigi, mandi); memelihara barang miliknya (mengembalikan mainan, sepeda, atau games); urusan sekolah (mengerjakan PR, merapikan alat permainan kembali ke posisi semula).
32
3. Memberi penguatan bertanggungjawab
pada
perilaku
dan
tindakan
yang
Perubahan tidak dapat terjadi dengan mudah dan cepat, terutama ketika anak cukup lama terbiasa bersikap tidak bertanggung jawab. Jadi, pendidik tidak dapat mengharapkan perubahan dan keberhasilan yang instan dalam upaya ini. Pendidik juga harus selalu mengakui dan menghargai usaha yang dilakukan anak dalam mencoba berbagai cara untuk memperbaiki perilakunya dan menghargai setiap pencapaian dari perbaikan yang dilakukannya. Pendidik tidak melakukan apa yang sudah menjadi tugas anak yang dapat dilakukannya sendiri. Anak tidak akan belajar untuk bertanggung jawab jika ia mengetahui bahwa pendidik akan menyelesaikan tugas itu untuknya. (Wijayakusuma, 2012:7). Di samping upaya di atas, di bawah ini terdapat beberapa strategi pendidik (tenaga pendidik) dan orang tua sebagai pendidik di lingkungan keluarga dalam menanamkan sikap tanggungjawab anak (www.suaraislam.com), antara lain sebagai berikut: 1) Orangtua, terutama ibu, harus sabar dalam membimbing anaknya untuk bertanggung jawab. Anak diajarkan sikap tanggung jawab secara perlahan-lahan, dengan pembiasaan setiap hari yang sesuai usia dan kemampuannya. Metode kekerasan dapat memojokkan dan menjatuhkan mental anak, sehingga tumbuh menjadi anak yang keras kepala dan kikir. Timbul dampak negatif pada sisi fisik anak, dan menumbuhkan sikap melawan dan agresif pada perilaku anak.
33
2) Pendidik dan orang tua memperkaya pengalaman anak dengan sesering mungkin memberi kepercayaan melaksanakan suatu tugas. Anak belajar mengatasi situasi yang mereka hadapi dengan penuh tanggung jawab. 3) Latihan mulai dari tugas-tugas sederhana yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Misalnya: membereskan mainan selesai bermain, mengatur kursi, makan sendiri, mandi sendiri, membuka dan mengenakan pakaian/celana/sepatu sendiri, menyimpan barang-barang miliknya, mempersiapkan buku pelajaran sesuai jadwal, mengerjakan PR, berangkat sekolah sendiri, membereskan tempat tidurnya, belajar menabung, memelihara barang-barang miliknya. 4) Selanjutnya, latihan ditingkatkan dengan tanggung jawab yang lebih tinggi, yaitu tanggung jawab terhadap keluarga. Misalnya: membantu ibu menjaga kebersihan dan kerapihan rumah. 5) Memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif melakukan berbagai pekerjaan dan aktivitas sendiri, dan membiarkan anak belajar dari kesalahan-kesalahan. Ruang gerak anak tidak dibatasi, sehingga anak berpeluang untuk berkembang dan produktif. 6) Mengajarkan anak agar bisa membagi waktu untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Sehingga anak bisa memahami kapan waktunya bermain, sholat, sekolah, makan, mandi, tidur, mengaji, dan sebagainya.
34
7) Pendidik dan orangtua menjadi model yang pertama dan paling berpengaruh bagi anak untuk memberi pengarahan dan contoh yang baik. Bukan sekedar menyuruh tanpa bimbingan. Anak belajar dengan meniru apa yang biasa ia lihat sehari-hari. Jika fondasi lingkungan keluarga sudah kuat, maka anak akan dapat mengembangkan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. 8) Pendidik dan orang tua harus membentuk lingkungan yang kondusif, sehingga anak dibiasakan berada dalam lingkungan yang positif. Anak harus dijauhkan dari budaya hura-hura yang tidak bertanggungjawab, seperti hedonisme (gaya hidup yang mengagungkan kenikmatan duniawi semata). 9) Pendidik dan orang tua mengkomunikasikan tujuan serta manfaat ketika menyuruh anak melakukan sesuatu. Mengasah keterampilan gaya komunikasinya agar bisa memotivasi anak. Membina hubungan erat orang tua dan anak. Dan, mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab. 10) Pendidik dan orangtua harus berperan sebagai pendidik bukan hanya pengajar. Bukan hanya menyampaikan materi atau transfer ilmu, tetapi transformasi pengetahuan. Yaitu, mengubah perilaku anak, baik intelektualnya, perkembangan dan stabilitas emosionalnya, sampai spiritualnya. 11) Pendidik terutama orangtua tidak over protektif, karena anak akan hidup dalam bayang-bayang keinginan orangtuanya. Anak tidak
35
bahagia, bahkan sangat tersiksa, dengan apa yang dijalaninya. Hal ini dapat menghambat proses tumbuh kembang sang anak menuju kedewasaannya. 12) Memberikan anak kesempatan untuk menentukan pilihannya, sehingga anak belajar menimbang dan mengambil keputusan tanpa tergantung orang lain. Contoh memilih baju atau buku. 13) Memberikan penghargaan (misalnya pujian dan hadiah) yang sewajarnya kepada anak bila ia berhasil menyelesaikan tanggung jawabnya dengan baik. Orangtua tidak hanya menghargai hasil akhir dari usaha anak, namun juga proses mental yang dilalui anak. Sehingga anak merasa dipahami. 14) Memberikan hukuman yang terkontrol dan proporsional ketika anak tidak bertanggung jawab. Orangtua tidak harus marah, tetapi cukup dengan memberi tahukan kepada anak bahwa tindakannya yang tidak bertanggungjawab itu membuat orangtua kecewa.