BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori Umum 2.1.1
Definisi Transportasi Umum
Definisi transportasi umum terdiri dari : a. Kendaraan umum (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung. b. Bus besar (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas lebih dari 28 dengan ukuran dan jarak antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 9 meter. c. Bus sedang (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah kendaraan bermotor dengan kapasitas 16 s/d 28 dengan ukuran jarak tempat antar tempat duduk normal tidak termasuk tempat duduk pengemudi dengan panjang kendaraan lebih dari 6,5 sampai dengan 9 meter. d. Trayek (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal. e. Terminal (Keputusan Menteri Perhubungan No.35 Tahun 2003) adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi.
9
2.1.2
Definisi Data, Informasi, Pengetahuan, dan Kebijakan Berikut adalah beberapa definisi dari data,informasi,pengetahuan,dan
kebijakan : a. Data (Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah serangkaian kejadian diskrit, observasi, pengukuran, atau fakta yang dapat berbentuk angka, kata, suara, dan/atau gambar. b. Informasi (Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah data yang sudah disusun sedemikian rupa menjadi pola yang memiliki arti dan memiliki bentuk yang dikenali. Contohnya adalah data yang sudah diciptakan dengan relevansi dan tujuan. c. Pengetahuan/knowledge (Davenport & Pruzak, 1998, p.5 dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah campuran dengan cara yang tidak baku (fluid) dari pengalaman dalam konteks tertentu, nilai, informasi yang kontekstual, dan kapasitas dari seseorang/sekelompok ahli untuk mendapatkan pemahaman dari seseorang/sesuatu (expert insight) yang menyediakan dan mengkorporasikan pengalaman dengan informasi baru. Pengetahuan berasal dan diaplikasikan di dalam pikiran seseorang yang memiliki pengetahuan tersebut. Terdapat 3 jenis pengetahuan (Popper, 1972, 1978, 1994, 1999, Popper and Eckles, 1977 di dalam Firestone & McElroy, 2005), yaitu: 1.
Teruji, terevaluasi, dan struktur informasi yang masih ada (surviving) di dalam sistem fisik yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi terhadap lingkungannya (biological knowledge).
2.
Teruji, terevaluasi, dan kepercayaan yang masih ada (surviving beliefs) di dalam pikiran tentang dunia (yang bersifat subjektif, atau tidak dapat dibagikan, mental knowledge).
3.
Teruji, terevaluasi, masih ada (surviving) dan dapat dibagikan (karena bersifat objektif), formulasi linguistik tentang dunia (seperti klaim dan meta-claims yang berbasis perkataan (speech) maupun artifak, atau cultural knowledge). Pengetahuan ini diekspresikan di dalam bentuk fakta, nilai dan tindakan (Firestone & McElroy, 2005).
11 d. Kebijakan/wisdom (Wickramasinghe & Von Lubitz, 2007 dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah proses yang memungkinkan kita untuk menyadari dan menginterpretasikan (discern) atau menghakimi (judge) antara baik dan buruknya sesuatu secara esensial. Kebijakan mengandung
ekspresi
implisit
(embodied)
pemahaman
prinsip
fundamental yang terkandung di dalam pengetahuan orang tersebut. Akan tetapi Jarche (2013) mengatakan bahwa mendapatkan pengetahuan dan kebijakan/wisdom bukanlah sebuah proses yang linear, karena mendapatkan pengetahuan jauh lebih rumit (messier) dari itu. Menjadi tahu (knowledgeable) dapat dibayangkan sebagai sebuah pengetahuan yang dibagikan secara sebagian dan dialami dari waktu ke waktu. Hal ini membutuhkan usaha dan waktu (laborious), dan karena hal ini pula seorang ahli (master) selama bertahun – tahun hanya dapat memiliki jumlah murid yang terbatas. Ketika melakukan mentoring dengan seorang ahli atau membaca sebuah buku, pengetahuan tidak berpindah (transferred) begitu saja, namun dengan observasi bersama (shared observations) dan informasi dapat membantu mereka yang memiliki keinginan untuk belajar untuk memahami hal tersebut. 2.1.3
Definisi Mobile Website dan perbedaannya dengan Mobile Application Berikut adalah definisi perbedaan mobile website dan mobile application : a. Mobile Website adalah website yang bertujuan untuk dilihat dengan menggunakan browser mobile dengan variasi ukuran layar dari smartphone, tablet, dan perangkat mobile lainnya. Secara tipikal, mobile website adalah simplifikasi dari website standar yang memberikan user experience yang lebih baik melalui usability yang lebih dikembangkan, page load yang lebih cepat, dan terkadang reorganisasi konten untuk memberikan fitur spesifik mobile di dalam penggunaan (Klein, 2012). b. Mobile Application adalah aplikasi software yang berjalan secara spesifik di operating system mobile tertentu, dan diunduh ke dalam peralatan mobile untuk melakukan seperangkat fungsi secara spesifik. Aplikasi juga bersifat device-specific seperti aplikasi Ipad dan Iphone (Klein, 2012).
Tabel berikut menunjukkan perbedaan antara Mobile Website dan Mobile Application : Tabel 2.1 Perbedaan Mobile Website dan Mobile Application. (Klein,2012)
2.2
Teori Khusus 2.2.1
Definisi Tacit Knowledge Definisi tacit knowledge terdiri dari : a. Tacit Knowledge (Polanyi, 1966 dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah pengetahuan yang implisit dan tidak terdokumentasi. Pengetahuan tacit berfokus pada pengetahuan personal yang berasal dari pengalaman seeseorang yang melibatkan
13 kepercayaan (belief), perspektif dan nilai (value) dari individu tersebut. b. Karakteristik dari pengetahuan tacit (Kane et al. 2006, dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah: 1. Keahlian 2. Know-How 3. Dimanifestasikan melalui tindakan 4. Didapatkan hanya melalui tindakan sehari – hari (practice) 5. Sulit untuk dipindahkan (transfer) 6. Tidak dapat dipisahkan dari individu 7. Kepercayaan yang dianut 8. Nilai yang dimiliki 9. Kapasitas dari individu untuk mendapatkan sebuah pamahaman 10. Perasaan individu 11. Ide yang dimiliki di dalam pikiran individu. 2.2.2
Definisi Explicit Knowledge Definisi explicit knowledge terdiri dari : a. Explicit Knowledge (Skyrme & Amidon, 1997 dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah pengetahuan yang formal, sistematis dan objektif, yang merupakan sebuah entitas yang secara umum terkodifikasi di dalam angka dan kata. b. Karakteristik dari pengetahuan explicit (Kane et al. 2006 dalam Bali, Wickramasinghe, & Lehaney, 2009) adalah: 1. Rasionalisasi 2. Informasi 3. Dapat disimpan dan ditransmisikan 4. Dapat diartikulasikan 5. Faktual 6. Direpresentasikan dalam bentuk dokumen, desain, bahasa formal, objektif, dan pengetahuan yang rasional.
2.2.3
Perbedaan Antara Informasi dan Pengetahuan Berikut adalah perbedaan antara informasi dan pengetahuan: Tabel 2.2 Perbedaan antara informasi dan pengetahuan (Tiwana,2007) Informasi
Pengetahuan
Data yang sudah diproses.
Informasi yang dapat dilakukan (actionable).
Hanya memberikan fakta.
Dapat melakukan prediksi, asosiasi kasual, keputusan prediktif.
Jelas, singkat, padat, terstruktur, sederhana.
Tidak seluruhnya terstruktur dan teracak.
Mudah diekspresikan di dalam bentuk tulisan.
Intuitif, sulit untuk dikomunikasikan dalam kata dan iterasi.
Didapatkan dari kondensasi, koreksi,
Terdapat dalam koneksi, percakapan antar orang, intuisi berdasarkan pengalaman kemampuan seseorang untuk
kontekstualisasi, dan kalkulasi data*.
membandingkan situasi, masalah beserta solusinya.
Tidak terikat (devoid) oleh ketergantungan pemilik.
Bergantung pada sang pemilik pengetahuan.
Dikendalikan dengan baik oleh system informasi.
Membutuhkan saluran informal.
Merupakan sumber daya kunci dalam
Merupakan sumber daya kunci dalam pengambilan keputusan
pemahaman (making sense) data dengan
yang cerdas, prediksi, desain, perencanaan, diagnosa,
volume besar.
dan judging secara intuitif. Terbentuk dan dibagikan di dalam pemikiran kolektif, berevolusi
Berevolusi dari data, formalisasi dari basis data, dengan pengalaman, kesuksesan, kegagalan,
buku, manual dan dokumen. dan pembelajaran terus menerus.
Sudah diformalisasi, ditangkap, dianalisa serta dikembangkan secara detil dengan ide dan prinsip (explicated). Dapat dibentuk dalam bentuk yang dapat digunakan kembali (reuseable).
Terbentuk di dalam pemikiran masing – masing orang melalui pengalaman yang dimiliki oleh orang tersebut.
15 a. Berikut adalah penjelasan dari istilah – istilah tersebut: 1. Kondensasi Data: Data dirangkum di dalam bentuk yang lebih ringkas, dengan menghilangkan kedalaman/rincian yang tidak dibutuhkan. 2. Kontekstualisasi Data: Kita mengetahui bagaimana data tersebut diambil. 3. Kalkulasi Data: Analisa data, mirip dengan kondensasi data. Perbedaannya adalah kalkulasi data menggunakan perhitungan matematis. 4. Kategorisasi Data: Setiap unit dari analisa sudah diketahui. 5. Koreksi Data: Kesalahan yang terjadi sudah dihilangkan, data yang tidak lengkap sudah dilengkapi. 2.2.4
Komponen – Komponen Pengetahuan
Berikut adalah komponen – komponen dari pengetahuan (Tiwana, 2007): a. Kebenaran (truth), yang berupa penemuan (discovery), perekaman (recording), dan pemeliharaan (maintenance) dari asumsi dan kemampuan
untuk
melakukan
what-if
analysis.
Namun,
permasalahannya adalah seringkali terdapat asumsi, dan asumsi tersebut terkandung secara tersirat (embedded). b. Pengambilan
keputusan
(judgement),
yaitu
informasi
dengan
komponen penghakiman yang terkait. Informasi yang tidak dapat dilakukan
(inactionable)
bukanlah
pengetahuan.
Pengambilan
keputusan menyebabkan pengetahuan untuk melebihi sebuah opini ketika memeriksa kembali (re-examines) dirinya sendiri dan memperkuat (refines) dirinya sendiri setiapkali pengambilan keputusan diaplikasikan dan dilakukan. c. Pengalaman (experience), yaitu pengetahuan diambil dari pengalaman dan
memiliki
perspektif
historis.
Kemampuan
untuk
memindahkan/memberikan pengetahuan mengimplikasikan bahwa bagian dari pengetahuan
yang berdasarkan pengalaman juga
dipindahkan/diberilan kepada resipien. Orang yang berpengalaman biasanya lebih dihargai karena memiliki sudut pandang historis yang
memberikan mereka kemampuan untuk melihat situasi saat ini dan membuat koneksi dengan masa lalu yang berhubungan – sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang baru. d. Asumsi: Proses bisnis didasari oleh seperangkat asumsi yang sulit dihilangkan (ingrained) tetapi tidak diartikulasikan dan tidak berhubungan di dalam sebuah konteks (oblivious). Seorang spesialis teknik (engineer) dapat berasumsi bahwa sebuah benda yang beroperasi secara tidak normal pasti memiliki hal yang rasional. e. Kepercayaan (belief) dan Nilai (value): Perusahaan biasanya dibentuk oleh beberapa tokoh yang bekerja disana, seperti: 1. Bersenang – senang di dalam lingkungan kerja, yang dilakukan oleh Starbucks. 2. Membuat produk yang sangat hebat oleh Apple. 3. Dominasi pasar yang sulit dihilangkan oleh Microsoft. 4. Nilai, asumsi, dan kepercayaan tersebut adalah komponen yang penting (integral) dari pengetahuan. Mengetahui, mendapatkan dan membagikan komponen dari pengetahuan yang dapat membuat perbedaan antara pengetahuan yang lengkap dengan informasi yang tidak lengkap dan tidak dapat diaplikasikan. Tidak seluruh kepercayaan dapat diperoleh secara eksplisit. Karena alasan ini, penekanan dilakukan pada penyediaan sistem yang mengindikasikan figur untuk orang – orang yang memiliki komponen tersebut. f. Kecerdasan (intelligence): Ketika pengetahuan diaplikasikan pada saat dan tempat yang diperlukan, kemudian menjadi pertimbangan pengambilan keputusan di masa kini (sekarang) pengetahuan dapat membawa orang tersebut menuju performa dan hasil yang lebih baik dimana pengetahuan dikualifikasikan menjadi kecerdasan yang dimiliki orang tersebut.
17 2.2.5
Definisi Knowledge Management Berikut adalah definisi knowledge management : a. Knowledge Management (Dalkir, 2011) adalah koordinasi yang sistematis dan dipertimbangkan (deliberate) oleh manusia, struktur, proses, dan teknologi dari organisasi untuk memberikan nilai melalui inovasi dan penggunaan ulang. Hal ini dapat dicapai melalui promosi untuk menciptakan, membagikan, dan mengaplikasikan pengetahuan serta melalui pemberian (feeding) pengalaman dari kesalahan (lesson learned) yang berharga serta best practice ke dalam memori korporasi
dalam
melakukan
pembelajaran
organisasi
secara
berkelanjutan. 2.2.6 Definisi Knowledge Management Cycle dan Knowledge Management Model Berikut adalah Definisi Knowledge Management Cycle dan Knowledge Management Model : a. Knowledge
Management
(encompassing)
Cycle
pencatatan
(Dalkir,
(capture),
2011)
melingkupi
penciptaan
(creation),
kodifikasi, pembagian (sharing), dapat menggunakan pengetahuan (accessing), mengaplikasikan, dan menggunakan kembali (reuse) pengetahuan di dalam dan diantara organisasi. b. Knowledge Management Model (Dalkir, 2011) adalah rangka kerja konseptual
yang
beroperasi
bersamaan
dengan
Knowledge
Management Cycle. 2.2.6.1 McElroy Knowledge Life Cycle KM Cycle Knowledge Life Cycle adalah sebuah gambaran dari knowledge processing dan hubungannya dengan operational business processing (Firestone & McElroy, 2005) yang dikembangkan oleh komunitas knowledge management yaitu sebuah model tiga tahap untuk knowledge management generasi kedua (McElroy, 1999). Knowledge Management Generasi Pertama (McElroy, 1999) adalah skema yang teknologi sentris… yang hanya didevosikan untuk meningkatkan knowledge operations dengan mempertimbangkan performa dari day-to-day business (untuk)
memberikan informasi yang tepat untuk orang yang tepat di saat yang tepat. Knowledge Operations adalah peranan pengetahuan di dalam mendukung proses bisnis. Knowledge Management Generasi Kedua (McElroy, 1999) adalah skema yang
menekankan
produksi
pengetahuan
(demand-side
thinking)
tanpa
mengurangi pentingnya kodifikasi dan sharing (supply-side thinking) dari knowledge management generasi pertama. Secara kontras dengan KM Generasi Pertama, KM Generasi Kedua lebih menekankan pada produksi pengetahuan secara organisasi, dan menggunakan perspektif knowledge process (akan dijelaskan kemudian). Setelah pengetahuan tersebut didefinisikan, klaim tersebut dapat ditingkatkan untuk validasi formal dan informal (knowledge validation). Single Loop Learning (Argyris, 1991 di dalam McElroy, 1999) dapat dipikirkan sebagai bagian dari sebuah proses yang berjalan ketika berusaha untuk berfungsi secara sukses di dalam dunia nyata. Ketika seseorang menemui sebuah kondisi yang diskrit, atau kejadian, selama pengalaman normal berlangsung, aturan yang dikelola secara pribadi (internally-maintained rules) akan dipanggil/dilakukan (invoked) sebagai respon. Aturan, di dalam konteks ini, adalah pengetahuan. Single Loop Learning juga dapat dikatakan enhanced day-today operation. Double
Loop
Learning
(McElroy,
1999)
secara
kontras,
tidak
mereferensikan pada aturan itu sendiri, namun mempertanyakan (challenges) secara konstruktif refleks dari single loop learning untuk melakukan respon (dalam berupa aturan) tersebut. Argyris, 1991 di dalam McElroy, 1999 menjelaskan kedua hal tersebut dengan sebuah analogi: sebuah termostat yang secara otomatis akan menyalakan penghangat ketika temperature di dalam ruangan turun dibawah 68 derajat (Fahrenheit) adalah contoh yang baik dari Single Loop Learning. Termostat tersebut dapat bertanya, “Mengapa saya diatur di 68 derajat?” dan kemudian mengeksplorasi apakah terdapat (derajat) temperatur lain yang dapat mencapai tujuan untuk menghangatkan ruangan secara lebih ekonomis. Hal tersebut dapat dikatakan Double Loop Learning.
19 McElroy, 1999 mengatakan bahwa di dalam pikiran manusia, pemikiran double loop seperti ini dapat menyebabkan konstruksi aktif dari skenario alternatif dimana orang yang belajar dapat mensimulasikan (play out) hasil yang kemungkinan besar terjadi dengan cara memprediksi (in a lookahead fashion). Ide yang menjanjikan kemudian dapat diuji coba, dimana pembelajar tersebut dapat mengganti respon yang seharusnya dilakukan (respon dari single loop learning) dan secara sementara menggantikan respon tersebut dengan hal yang baru. Tergantung dari bagaimana respon baru tersebut bekerja, respon yang lama dapat digunakan kembali atau digantikan. Dua fundamental Knowledge Management Generasi Kedua menurut McElroy, 1999 adalah: a. Knowledge Structures, yaitu ekspresi yang terkodifikasi di dalam pengetahuan organisasi. Proses bisnis, Contohnya, adalah kodifikasi pengetahuan dari procedural knowledge (know-how). Know-How
(Bali,
Wickramasinghe,
&
Lehaney,
2009)
adalah
pengetahuan bagaimana untuk menyelesaikan sesuatu. Kebanyakan dari pengetahuan ini adalah tacit. b. Knowledge Processes (McElroy, 1999) adalah organisasi secara literal menciptakan pengetahuan baru melalui proses interaksi nonlinear antara grup dan individu, dimana didalamnya terdapat knowledge claims yang terbentuk (knowledge productions). Secara kontras dengan Knowledge Management Generasi Pertama, inisiatif generasi pertama cenderung untuk berkonsentrasi hanya pada knowledge sharing dan knowledge transfer … dan tidak memperdulikan knowledge creation pada tingkat organisasi. Tiga prinsip Knowledge Management Generasi Kedua menurut McElroy, 1999 adalah: a. Pengetahuan organisasi dapat ditemukan di berbagai struktur pengetahuan di dalam sebuah organisasi. Berbagai aturan yang tercermin dalam tindakan (embedded) di dalam sebuah struktur (contohnya praktik dalam
pengetahuan) seharusnya dapat dikonversikan ke dalam bentuk tulisan (deciphered) dan kemudian dikelola. b. Organizational Knowledge adalah produk dari natural knowledge learning processes di dalam seluruh organisasi manusia. Proses tersebut seharusnya diformalisasikan dan kemudian dikelola. c. Ketahui apa yang kita ketahui dan mengapa kita mengetahui hal tersebut.
Gambar 2.1 Knowledge Life Cycle (Firestone & McElroy, 2005)
Berikut adalah bagian – bagian dari Knowledge Life Cycle (McElroy, 1999) (Firestone & McElroy, 2005), yaitu: a. Knowledge Production (McElroy, 1999) adalah menciptakan pengetahuan baru melalui proses interaksi nonlinear antara grup dan individu, dimana didalamnya terdapat knowledge claims yang terbentuk. Knowledge Production terdiri dari 5 bagian (McElroy, The Knowledge Life Cycle: An Executable Model For The Enterprise, 1999), yaitu:
21 1. Individual and Group Learning, yaitu sebuah proses yang melibatkan interaksi manusia, formulasi knowledge claim, dan validasi dimana pengetahuan individual/grup baru tercipta. 2. Knowledge Claim Formulation, yaitu sebuah proses yang melibatkan interaksi manusia dimana organizational knowledge claim diformulasikan. Dengan kata lain, kodifikasi dari knowledge claims pada tingkat organisasi. 3. Information Acquisition, yaitu sebuah proses dimana sebuah organisasi baik secara disengaja (deliberately) atau tidak terduga (serendipitously) mendapatkan knowledge claims atau informasi yang diproduksi pihak eksternal organisasi. 4. Codified
Knowledge
Claim,
yaitu
informasi
yang
sudah
dikodifikasi, namun belum menjadi subjek dari organizational validation. 5. Knowledge Validation/Knowledge Claim Evaluation, yaitu sebuah proses dimana knowledge claims adalah subjek dari kriteria organisasi untuk menentukan nilai (value) dan akurasinya (veracity).
b. Knowledge Integration (McElroy, 1999) adalah mengintegrasikan pengetahuan organisasi kedalam kegiatan operasional sehari – hari dari organisasi. Hal ini termasuk mengoperasionalkan (operationalizing) pengetahuan baru, lengkap dengan kodifikasi dan indexing dari KM Generasi Pertama.
Proses dari knowledge intergration terdiri dari empat subprocess tambahan (Firestone & McElroy, 2005) yaitu: 1. Knowledge and Information Broadcasting 2. Searching/Retrieving 3. Knowledge Sharing (Presentasi peer-to-peer dari pengetahuan yang sudah diproduksi sebelumnya) 4. Teaching (Presentasi hierarkis dari pengetahuan yang sudah diproduksi sebelumnya).
c. DOKB (Distributed Organizational Knowledge Base) (Firestone & McElroy, 2005) adalah landasan dari informasi dan pengetahuan untuk seluruh processing environments. DOKB dapat berupa pengetahuan subjektif dan pengetahuan objektif (lihat gambar 2.2). Pengetahuan dapat berbentuk artifak (A) atau mental/pikiran (M) seperti yang digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Distributed Organizational Knowledge Base (Firestone & McElroy, 2005)
2.2.6.2 Boisot Information Space KM Model Sebagai rangka kerja konseptual, Information Space dibangun dengan premise intuitif yang simple, aliran pengetahuan yang terstruktur lebih siap dan ekstensif dibandingkan dengan pengetahuan yang tidak terstruktur. Ketika pengetahuan yang penting dan bersifat sangat tacit dan situasional oleh seorang zen master contohnya, pengetahuan tersebut hanya dapat diakses oleh sedikit murid melalui interaksi tatap muka dan abstraksi secara terus – menerus dalam
23 waktu yang lama. Pengetahuan manusia dibangun melalui proses ganda diskriminasi dan asosiasi (Thelen dan Smith, 1994 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004), sehingga dengan melakukan framing dari hal tersebut sebagai proses informasi, Information Space menjadikan strukturisasi informasi sebagai hal yang dapat dicapai melalui dua aktivitas kognitif: kodifikasi dan abstraksi. Kodifikasi mengartikulasikan dan membantu membedakan pengetahuan satu dengan yang lainnya ke dalam kategori yang kita gunakan untuk memahami (making sense) dunia kita. Secara umum, semakin kompleks atau semakin buram sebuah fenomena atau kategori yang kita buat untuk memahami hal tersebut (seperti kodifikasi yang sedikit), semakin besar pula usaha pemrosesan data yang harus kita lakukan. Abstraksi berarti memperlakukan sesuatu yang berbeda seakan-akan seluruhnya sama (Dretske, 1981, dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004), dengan mengurangi jumlah kategori yang perlu kita buat dalam memahami sebuah fenomena. Ketika dua kategori memiliki asosiasi yang tinggi (keduanya memiliki relasi yang sangat erat), satu kategori dapat bertumpang tindih dengan yang lainnya. Semakin sedikit kategori yang perlu kita buat untuk memahami sebuah fenomena, semakin abstrak pengalaman kita terhadap fenomena tersebut. Kodifikasi dan abstraksi bekerja secara berpasangan. Kodifikasi memfasilitasi asosiasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan abstraksi, dan abstraksi membatasi jumlah kategori yang dibutuhkan seminimal mungkin, mengurangi pemrosesan data yang diasosiasikan dengan tindakan kategorisasi. Secara bersamaan, keduanya bergabung untun membentuk strategi kognitif untuk melakukan pemrosesan data secara ekonomis. Hasilnya adalah data yang lebih terstruktur. Data yang lebih terstruktur, dengan mengurangi usaha kodifikasi, transmisi, dan de-kodifikasi, memfasilitasi dan mempercepat difusi pengetahuan di dalam populasi agen dengan sumber daya komunikatif yang lebih ekonomis. Hubungan
antara
kodifikasi,
abstraksi
dan
difusi
pengetahuan
digambarkan dalam bentuk kurva difusi (gambar 2.3). Kurva tersebut menjelaskan semakin terkodifikasi dan abstrak sebuah pengetahuan, semakin besar populasi dari agen pemrosesan data yang dapat didifusikan di dalam sebuah waktu. Agen tersebut dapat berupa individu, namun dapat pula beragregasi ke
dalam sebuah kelompok kecil, departemen, atau organisasi seperti firma. Seluruhnya dibutuhkan untuk membangun baru (establish) kandidat dari agen dengan kemampuan untuk menerima, memproses dan mentransmisikan data kepada agen lain di dalam populasi, sekaligus kapasitas dari unified agency.
Gambar 2.3 Information Space Diffusion Curve (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)
Kodifikasi, abstraksi dan difusi hanya membangun satu bagian dari social learning process. Pengetahuan yang disebarkan di dalam populasi target juga harus diserap oleh populasi tersebut dan kemudian diaplikasikan dalam situasi yang spesifik. Ketika diaplikasikan, pengetahuan tersebut mungkin tidak cocok sepenuhnya oleh skema yang ada dan dapat memulai (trigger) pencarian untuk penyesuaian dan adaptasi – apa yang dideskripsikan oleh Piaget sebagai proses asimilasi dan akomodasi (Piaget, 1967 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004). Siklus pembelajaran sosial yang kita miliki ini adalah bentuk deskripsi di dalam siklus information space – Social Learning Cycle atau SLC, yang terdiri dari enam langkah: scanning, kodifikasi, abstraksi, difusi, absorbtion, dan impacting. Berbagai bentuk siklus dimungkinkan di dalam information space, direfleksikan ke dalam halangan dan insentif dalam proses pembelajaran. Ketika pembelajaran menjadi pembangunan sebuah pengetahuan baru, kita berhipotesa bahwa siklus akan berubah menuju arah yang diindikasikan dalam gambar 2.4.
25
Gambar 2.4 Social Learning Cycle Information Space (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)
Social Learning Cycle dijelaskan secara lebih rinci di dalam matriks berikut. Tabel 2.3 Social Life Cycle (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004) Social Learning Cycle Mengidentifikasi ancaman dan kesempatan yang secara umum tersedia namun seringkali dalam bentuk fuzzy data (seperti sinyal yang lemah). Pola scanning Scanning
seperti data menjadi unik kemudian menjadi milik dari individu atau kelompok kecil. Scanning mungkin terjadi secara sangat cepat ketika data terkodifikasi dan terabstrak dengan baik, dan mungkin sangat lambat dan acak ketika data tidak terkodifikasi dan spesifik pada konteks. Proses pemberian struktur dan koherensi pada insight (kapasitas seseorang untuk
Problem
memahami sesuatu) seperti mengkodifikasi sesuatu. Di dalam tahapan ini, insight
Solving/
tersebut diberikan bentuk definit dan banyak asosiasi awal yang tidak pasti
Kodifikasi
dieliminasi. Problem solving diinisiasikan di dalam region dari information space yang belum dikodifikasi dan seringkali menuai konflik.
Abstraksi
Generalisasi dari pengaplikasian insight yang baru saja dikodifikasi kedalam situasi yang lebih luas. Hal ini termasuk mengurangi insight tersebut menjadi fitur
yang paling esensial (dikonseptualisasikan). Problem solving dan abstraksi bekerja secara berdampingan. Membagikan insight yang baru saja dibuat di dalam populasi target. Penyebaran D
dari data yang terkodifikasi dan terabstraksi dengan baik ke dalam populasi yang
a
lebih besar akan lebih mudah secara teknis dibandingkan dengan data yang tidak
l Diffusion
terkodifikasi dan spesifik secara konteks. Hanya membagikan konteks melalui
a
pengirim dan penerima dapat mempercepat difusi dari data yang tidak
m
terkodifikasi; probabilitas dari konteks yang dibagikan berbanding terbalik (inverse) dengan
S
pencapaian secara proporsional di dalam populasi.
Mengaplikasikan (menerapkan) insight yang baru saja dikodifikasi pada situasi
L
yang berbeda dengan cara “learning by doing” atau “learning by using”. Seiring C Absorbtion berjalannya waktu, insight tersebut akan mencapai penumbra dari pengetahuan , yang tidak terkodifikasi yang membantu untuk mengarahkan pengaplikasian pengetahuan mereka di dalam kondisi tertentu. s e
Terdapat embedding dari pengetahuan abstrak di dalam tindakan konkrit.
t Impacting
Embedding dapat berupa artifak, teknis atau peranan dalam organisasi, atau dalam
i
tindakan sehari – hari. Absorbtion dan impacting bekerja secara berdampingan.
a Dalam SLC setiap agen memiliki resiko dan biaya karena tidak terdapat jaminan bahwa siklus tersebut akan selesai. Lalu, bagaimana cara menentukan bahwa seorang agen sudah mengambil cukup nilai dari proses pembelajaran untuk mengkompensasi usaha dan resiko yang terjadi? Apabila kita mengartikan nilai dalam konteks ekonomi, maka pasti terdapat campuran antara utilitas dan kelangkaan (Walras, 1874 di dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004). Di
dalam
information
space,
utilitas
(utility)
dicapai
dengan
menggerakkan informasi ke arah atas, yang menggambarkan kodifikasi dan abstraksi dengan tingkat yang lebih tinggi. Kodifikasi dan abstraksi secara bersama – sama menjadikan sumber daya pemrosesan dan transmisi data menjadi lebih ekonomis ketika meningkatkan keandalan (reliability) dan generalizability dari informasi yang tercipta. Kelangkaan (scarcity), secara kontras, tercapai dengan menjaga aset pengetahuan yang terbentuk berada di posisi kiri dari
27 diffusion curve – lebih jelasnya, kelangkaan dari informasi akan berbanding terbalik dengan orang yang memiliki pengetahuan tersebut.
Gambar 2.5 Maximum Value Menurut Information Space (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)
Seperti yang terlihat pada gambar 2.5, nilai maksimal (maximum value) didapatkan pada titik MV dalam information space, yaitu pada titik dimana kodifikasi dan abstraksi berada pada titik maksimum dan diffusion berada pada titik minimal. Ini adalah titik yang sama pada diffusion curve (gambar 2.1) yang terletak pada puncak lengkung kurva, dimana tekanan dari diffusion berada pada titik maksimal. Titik ini juga tidak stabil, dan terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk mencegah diffusion terjadi, seperti dengan menggunakan hak paten dan kerahasiaan/secrecy (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004). Utilitas dan kelangkaan memiliki relasi invers (berbanding terbalik). Semakin tinggi utilitas yang dicapai, semakin sulit untuk menjaga kelangkaan untuk mengekstraksi nilai (value) dari pengetahuan secara penuh. Paradoks dari nilai informasi ini, dalam hal information good dapat diatasi dengan dua cara, yaitu: a. Dengan menimbun (hoarding) – strategi ini dibangun karena dinamika dari diffusion yang terlihat pada gambar 2.3. Hal ini diasumsikan bahwa seluruh potential economic returns ditawarkan oleh aset pengetahuan yang diberikan dan diatas accounting rate of return (seperti sewa ekonomis) normal akan habis seiring berjalannya waktu pengetahuan tersebut terdifusi di dalam populasi. Strategi ini menghalangi atau memperlambat
difusi untuk menjaga nilai sewa ekonomis tetap pada nilai positif. Karena strategi ini didorong oleh pemikiran equilibrium yang diasosiasikan dengan ekonomi neoklasik, maka strategi ini dinamakan pembelajaran neoklasik atau strategi n-learning (Boisot, 1998 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004).
b. Dengan berbagi (sharing) – strategi ini dibangun dari dinamika pembelajaran yang diperlihatkan pada gambar 2.3. Hal ini diasumsikan bahwa aset pengetahuan baru – dan nilai yang baru – dibangun pada tahap absorbtion, impacting dan scanning pada social learning cycle, dimana kreasi dari aset pengetahuan baru tersebut dalam beberapa hal berbeda dengan aset pengetahuan yang saat ini sedang berdifusi, dan nilai dari pengetahuan yang baru tersebut akan lebih besar dibandingkan dengan nilai yang hilang karena erosi kelangkaan yang disebabkan oleh diffusion dari aset pengetahuan sekarang. Strategi terdiri dari pergerakan di sekitar social learning cycle yang lebih cepat dibandingkan pesaing untuk mengamankan first-mover advantage dalam kreasi pengetahuan baru dan menghancurkan pengetahuan yang sekarang sudah ada. Strategi ini diberi nama Schumpeterian Learning atau strategi S-Learning (Boisot, 1998 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004). Sangat jelas terlihat bahwa strategi N-Learning berfokus pada menjaga pengetahuan yang ada, sedangkan S-Learning berfokus pada menghancurkan pengetahuan yang sudah ada melalui kreasi pengetahuan baru, seperti inovasi (Nelson dan Winter, 1982 dalam Boisot, Canals, & Macmillan, 2004). 2.2.7
Task Analysis and Modelling Task Analysis mempelajari apa yang harus dilakukan oleh knowledge
worker untuk tindakan tertentu yang harus diambil dengan proses kognitif yang harus dipanggil (called) untuk menyelesaikan sebuah tugas/task (Preece et al. 1994 dalam Dalkir, 2011). Metode yang paling sering digunakan adalah task decomposition, dimana task dengan tingkat yang lebih tinggi dipecah menjadi subtask dan operation. Tingkatan yang lebih rendah (yang merupakan hasil dari task decomposition) ini dapat digunakan untuk membuat task flow diagram,
29 decision flowcharts, atau bahkan screen layout untuk mengilustrasikan secara lebih baik tahap demi tahap proses yang harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah tugas hingga sukses. Untuk melakukan breakdown sebuah task, pertanyaan yang harus ditanyakan adalah “bagaimana cara menyelesaikan task/tugas ini?” Apabila sebuah subtask teridentifikasi pada tingkatan yang lebih rendah, maka hal tersebut memungkinkan untuk membangun struktur (dari task analysis) dengan bertanya, “mengapa hal ini harus dilakukan?” (Dalkir, 2011)
Gambar 2.6 Contoh Task Analysis (Dalkir, 2011)
2.2.8
Knowledge Taxonomy Knowledge Taxonomy adalah sistem klasifikasi dasar yang memungkinkan
kita untuk mendeskripsikan konsep dan dependensi mereka – secara tipikal hierarkis. Semakin tinggi letak dari konsep tersebut, semakin umum dan generik pula konsep itu. Semakin rendah letak dari konsep tersebut, semakin spesifik
instansi tersebut dari kategori yang lebih tinggi. Konsep penting yang terdapat dalam taxonomy adalah notion of inheritance. Setiap node (bagian) adalah subgroup dari node diatasnya, yang berarti seluruh properti dari node yang lebih tinggi secara otomatis dipindahkan (transferred) dari “parent” (node bagian atas) menuju “child” (node bagian bawah). Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6, apabila node bagian atas adalah houseplant (tumbuhan rumah) dan node bagian bawah adalah foliage (semak) dan flowering plants (bunga), kedua subgroup tersebut memiliki seluruh karakteristik dari houseplant. Knowledge
Taxonomy
memungkinkan
pengetahuan
untuk
direpresentasikan secara grafis untuk merefleksikan organisasi konsep diantara bidang keahlian tertentu atau organisasi secara keseluruhan. Sebuah kamus pengetahuan adalah cara yang baik untuk tetap pada konsep kunci dan ketentuan (terms) yang digunakan. Hal ini dapat dibangun (compiled) selagi mendapatkan dan mengkodifikasi pengetahuan (Dalkir, 2011).
Gambar 2.7 Knowledge Taxonomy (Dalkir, 2011)
31 2.2.9
Definisi Personal Knowledge Management Definisi Personal Knowledge Management terdiri dari : a. Personal Knowledge Management (Martin, 2008 dalam Kusumawardhani, 2012) adalah mengetahui pengetahuan apa saja yang kita punya dan bagaimana cara kita mengelolanya, memobilisasi dan menggunakannya untuk mencapai target yang kita inginkan dan bagaimana cara kita untuk menciptakan pengetahuan secara terus – menerus. b. Personal Knowledge Management bukanlah sebuah sistem individu, tetapi adalah seperangkat alat dan dan sistem (seperti blog, discussion forum, social networking systems, dll) yang digunakan untuk mengelola pengetahuan dan/atau hubungan personal/profesional. Karakteristik dari sistem tersebut faktanya adalah terbuka dan didesain untuk mengundang kolaborasi dan memfasilitasi interaksi sosial. Eksternalisasi dari pengetahuan personal dapat dilakukan secara self-initiated/sendiri (seperti blog dan wiki) atau dengan permintaan orang lain (seperti Yahoo!Answers dan LinkedIn Answers) (Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009). c. Harold Jarche (Jarche, 2013) mengatakan bahwa instruksi formal yang terhitung (accounts) hanya kurang dari 10% dari pembelajaran di tempat kerja. Menangkap dan mengkodifikasikan 10% ini esensial, terutama untuk karyawan baru. Struktur tim terlalu lambat dan hierarkis untuk berguna di dalam era jaringan (network). Organisasi yang terstuktur disekitar hierarki yang lebih lepas dan jaringan yang lebih kuat jauh lebih efektif untuk pekerjaan yang semakin lama semakin kompleks.
2.2.10 Tacit Knowledge Capture Beserta Relasinya dengan Personal Knowledge Management Manajemen tacit knowledge adalah proses dari melakukan capture dari pengalaman dan keahlian dari individu di sebuah organisasi dan membuatnya tersedia untuk setiap orang yang membutuhkannya. Proses capture dari explicit knowledge adalah pendekatan sistematis dari capturing, organizing dan refining information dengan cara yang membuat informasi mudah untuk ditemukan, dan memfasilitasi pembelajaran dan problem solving. Pengetahuan biasanya (often)
tetap berbentuk (remains) tacit hingga seseorang menanyakan pertanyaan langsung. Pada titik tersebut, tacit dapat menjadi explicit, tetapi apabila informasi tersebut tidak di-capture untuk orang lain untuk digunakan lagi di lain waktu, maka pembelajaran, produktivitas, dan inovasi akan terhenti. Ketika pengetahuan berbentuk explicit, pengetahuan tersebut seharusnya diorganisasikan
di
dalam
dokumen
terstruktur
penggunaan
multifungsi
(multipurpose use). KM tools terbaik menciptakan pengetahuan kemudian meningkatkannya antar jalur (multiple channel), termasuk telepon, e-mail, forum diskusi, internet telephony, dan berbagai channel baru lainnya yang menjadi online. Di dalam KM, penciptaan atau peng-capture-an pengetahuan ini dapat dilakukan oleh individu yang bekerja untuk organisasi atau kelompok di dalam organisasi tersebut, oleh seluruh Community of Practice (CoP) atau oleh individu CoP yang berdedikasi. Hal ini juga dilakukan pada tingkatan personal, karena hampir seluruh orang melakukan beberapa aktivitas knowledge creation, capture, dan codification dalam melakukan tugas mereka, yang disebut sebagai personal knowledge management (Cope, 2000 dalam Dalkir, 2011). Pendekatan yang digunakan untuk melakukan capture, describe, dan mengkodifikasi pengetahuan setelahnya (subsequently) bergantung pada tipe pengetahuan. Explicit knowledge sudah dideskripsikan dengan baik, namun kita perlu mengabstraksikan atau merangkum isi dari pengetahuan tersebut. Di sisi lain, Tacit knowledge mungkin membutuhkan analisis yang lebih signifikan dan organisasi sebelum dapat dideskripsikan dan direpresentasikan. Procedural Knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana untuk melakukan sesuatu, bagaimana untuk mengambil keputusan, bagaimana untuk melakukan diagnosa, dan bagaimana cara untuk memberitahukan kepada orang lain (prescribed). Tipe pengetahuan yang lain, declarative knowledge, menyatakan (denotes) descriptive knowledge atau mengetahui “apa” (what) dibandingkan dengan (as opposed to) mengetahui “bagaimana” (how) (Dalkir, 2011).
33 2.2.11 Definisi Blog Beserta Relasinya dengan Personal Knowledge Management Weblog, atau secara singkat Blog, adalah sebuah tipe web page yang memiliki informasi yang singkat dan disusun secara kronologis (Shiau & Chau, 2012). Menurut Herring et al. (2004) dalam Razmerita, Kirchner & Sudzina (2009), terdapat tiga jenis blog: jurnal personal, “filter” (karena mereka memilih informasi dan menyediakan komentar dari website lain) dan “knowledge logs”. Akan tetapi, mayoritas dari blog (70 persen) adalah tipe online diary (jurnal personal). Terdapat 10 hal yang mendefinisikan sebuah blog (Ives & Watlington, 2005), yaitu: a. Menyediakan web page yang simple dan mendukung update secara berkala. Tidak seperti web page formal yang membutuhkan coding, blog menggunakan template yang simple, memungkinkan percakapan yang informal, sedang berlangsung (ongoing), dan easy-to-engage. b. Membutuhkan sedikit, bahkan tidak sama sekali coding, serta tidak mahal untuk melakukan set-up. Hal ini secara virtual menghilangkan penghalang awal (entry barrier) untuk memiliki web presence. Apabila seseorang memiliki komputer dan akses ke web, tidak ada lagi yang diperlukan selain waktu dan imajinasi. c. Menyediakan setiap entri dengan alamat internet unik. Search engine dapat mengambil (spider) dan melakukan index terhadap post setiap individu, dan penulis atau pembaca blog lain dapat membagikan (pass on) link untuk setiap post individu untuk memperluas pembacaan (expanding readership). d. Membuat hubungan (linking) menuju post atau situs lain menjadi mudah. Hal ini memfasilitasi kreasi komunitas online dari minat yang sejenis dan memudahkan pembaca untuk menemukan informasi yang relevan. Karena banyak informasi sekarang disimpan di dalam lokasi yang dapat diakses oleh web, sebuah blog post menyediakan cara untuk menambahkan konteks pada link konten, memfasilitasi terbentuknya Personal Knowledge Management. e. Mengakomodasi comments. Hal ini menambahkan dimensi interaksi yang membangun koneksi dan pembagian ide (sharing ideas).
f. Disusun di dalam urutan kronologis terbalik. Hal ini menempatkan konten yang paling baru di bagian halaman paling atas. g. Menempatkan konten di dalam arsip yang dapat dicari yang dapat mendukung navigasi melalui kategori untuk kemudahan browsing. Beberapa blog menambahkan search engine sebagai tambahan dari kategori. h. Menggunakan RSS, ATOM atau XML feeds, yang memungkinkan pembaca untuk melakukan subscribe pada update. Pengguna dapat melakukan subscribe pada konten blog dan secara mudah membaca blog tersebut. RSS (Really Simple Syndication, sebuah format XML ringan yang didesain untuk membagikan headlines dan konten lain) adalah salah satu breakthrough terbesar, yang menghilangkan kebutuhan untuk mencari sebuah situs. i. Biasanya ditulis dalam perspektif personal. Ini adalah sebuah gaya yang berevolusi dan diharapkan (expected) dari blog. Untuk bisnis, blog menyediakan kontak yang lebih personal dan informal dengan customer yang komplemen dengan website formal. j. Mempromosikan
transparansi
melalui
aksesibilitas.
Blog
mengkombinasikan arsip yang dapat dicari (searchable) dari sebuah sistem KM dengan aksesibilitas terbuka dari website. Melalui perspektif individu, blog menyediakan (Ives & Watlington, 2005) : a. Creation: Konten yang dipublikasi dengan suara personal. b. Collection: Mengelola konten personal di dalam arsip yang dapat dicari. c. Context: Memberikan komentar kepada konten yang ingin dikelola oleh individu. Melalui perspektif networking, blog menyediakan (Ives & Watlington, 2005) : a. Connection: Menemukan orang lain dengan minat yang sejenis. b. Conversation: Terlibat (engaging) dalam dialog dalam organisasi atau basis global. c. Community: Membangun network di sekitar tema yang dibagikan (shared themes). d. Collaboration: Menemukan business partner baru.
35 Terdapat 2 jenis fungsi dari blog (Ives & Watlington, 2005), yaitu outward facing (untuk eksternal) dan inward facing (untuk internal). Outward facing dapat berupa expanding market exposure, establish a thought, introduce new product and series, enhance customer relations, dan provide another direct sales channel and new revenue streams. Internal facing dapat berupa internal communication and team collaboration, project management, learning channel dan personal knowledge management. Tools produktivitas yang di desain untuk membuat hidup lebih mudah biasanya memiliki efek yang terbalik. Seperti yang didiskusikan, blog
menawarkan
penciptaan
arsip
personal
yang
memiliki
konteks
(contextualized personal archive). Banyak blogger mengandalkan blog mereka sebagai back-up dari otak mereka. Ketika seseorang menulis sebuah buku, belajar tentang sebuah teknologi baru atau bekerja di dalam era terhubung secara digital, hal ini menghasilkan informasi yang tidak berhubungan (disconnected information) dengan volume yang sangat besar. Seluruh informasi ini dapat dikodifikasikan di dalam personal blog. Dengan blog, hal ini memungkinkan untuk memasukkan komentar dan konteks dari setiap bagian dari informasi yang diambil. Tabel 2.4 Perbandingan berbagai tools PKM (Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009)
Wordpress adalah sebuah Content Management System… yang postcentered, yang berarti konten primer dipublikasikan dalam bentuk post. Post adalah bagian dari konten – teks, media, atau kombinasi dari keduanya – yang
dipublikasikan dengan cara yang dinamis (dynamic manners) (Jones & Farrington,
2011).
Wordpress
dibangun
dengan
menggunakan
bahasa
pemrograman PHP. 2.2.12 Data Flow Diagram Data Flow Diagram menggunakan simbol untuk merepresentasikan entitas, proses, alur data (data flow), dan penyimpanan data (data stores) yang dapat
diterapkan
(pertain)
ke
dalam
sistem.
DFD
digunakan
untuk
merepresentasikan sistem pada tingkatan detail yang berbeda dari sangat umum hingga sangat spesifik. Entitas di dalam DFD adalah objek eksternal pada batasan sistem yang dijadikan permodelan. Mereka merepresentasikan sumber dan dan tujuan dari data. Entitas mungkin sistem atau fungsi lain yang berinteraksi dengan sistem ini, atau merupakan eksternal dari organisasi. Entitas seharusnya selalu diberikan label sebagai kata benda di dalam DFD, seperti customer atau supplier. Data Store merepresentasikan catatan accounting yang digunakan pada setiap proses,
dan
diberikan
panah
yang
diberikan
label
(labeled
arrows)
merepresentasikan aliran data dari setiap proses, data store, dan entitas. Proses di dalam DFD seharusnya diberikan label kata kerja deskriptif seperti mengirimkan barang (ship goods), memperbaharui catatan (update records), atau menerima customer order (receive customer order). Objek proses seharusnya tidak direpresentasikan di dalam kata benda seperti gudang (warehouse), departemen AR dan departemen sales. Panah yang diberikan label (labeled arrows) menghubungkan objek proses merepresentasikan aliran data seperti Sales Order, Invoice, atau Shipping Notice. Setiap label dari data flow harus unik – label yang sama seharusnya tidak dipasangkan (attached) pada dua garis alur (flow lines) dalam satu ERD yang sama. Ketika data mengalir menuju proses dan keluar kembali menuju proses lain, data tersebut (dengan sebuah cara tertentu) sudah berubah. Hal ini berlaku (true) bahkan ketika data tersebut tidak berubah secara fisik. Contohnya, ketika Sales Order diperiksa untuk kelengkapan sebelum diproses lebih lanjut. Sales Order ini mengalir di dalam proses sebagai Sales Order dan keluar sebagai Approved Sales Order. System
Analyst
menggunakan
DFD
secara
ekstensif
untuk
merepresentasikan elemen logical di dalam sistem. Namun, teknik ini tidak
37 menggambarkan fisik dari sistem. Dengan kata lain, DFD menunjukkan logical task yang diselesaikan, namun tidak bagaimana task tersebut diselesaikan atau siapa yang melakukan task tersebut. Contohnya, DFD tidak menunjukkan apakah proses penyetujuan sales dilakukan secara terpisah secara fisik dari proses billing untuk mematuhi (compliance) tujuan (objectives) dari internal control. (Hall, 2011)
Gambar 2.8 Data Flow Diagram (Hall, 2011)
2.2.13 Entity Relationship Diagram Entity Relationship Diagram adalah teknik dokumentasi yang digunakan untuk merepresentasikan hubungan antar entitas. Entitas adalah sumber daya fisik (mobil, cash, atau inventori), event (ordering inventory, penerimaan cash,
pengiriman barang), atau agent (salesperson, customer, atau vendor) tentang bagaimana organisasi ingin melakukan capture data. Salah satu penggunaan umum ERD adalah melakukan permodelan dari database organisasi. Simbol kotak merepresentasikan entitas di dalam sistem. Garis penghubung berlabel (Labeled connecting line) merepresentasikan nature dari relationship antara dua entitas. Tingkatan dari relationship, disebut cardinality, adalah pemetaan numerik antara instansi entitas. Sebuah relationship dapat berupa one to one (1:1), one to many (1:M) atau many to many (M:M). Apabila kita berpikir entitas di dalam ERD sebagai file dari record, cardinality adalah jumlah maksimal dari record di dalam sebuah file yang memiliki relasi pada sebuah record di dalam file lain dan sebaliknya. Cardinality merefleksikan aturan bisnis normal dan juga organizational policy. Contohnya, cardinality 1:1 memberitahukan (suggests) setiap salesperson di dalam organisasi ditugaskan pada satu mobil. Apabila organization policy mengatur satu mobil kepada satu atau lebih salesperson yang saling berbagi (share), policy ini direfleksikan oleh relationship 1:M. Begitu juga dengan relationship antara vendor dan inventory yang mengimplikasikan bahwa organisasi membeli produk dengan tipe yang sama dari satu atau lebih vendor. Policy dari perusahaan untuk membeli barang tersebut dari satu vendor direfleksikan oleh cardinality 1:M. System designer mengidentifikasikan entitas dan menyiapkan model untuk entitas tersebut. Data model adalah blueprint dari apa yang akan menjadi database fisik. Membangun sebuah data model yang realistik adalah topik lanjutan yang melibatkan pemahaman dan pengaplikasian teknik dan aturan tertentu (Hall, 2011).
39
Gambar 2.9 Entity Relationship Diagram (Hall, 2011)
2.2.14 Hubungan Antara Entity Relationship Diagram dan Data Flow Diagram Sebuah DFD adalah model dari sebuah proses sistem, dan ERD adalah model dari data yang digunakan atau terpengaruh (affected) oleh sistem. Kedua diagram memiliki hubungan melalui data; setiap data store di dalam DFD merepresentasikan data yang berhubungan dari data entity dalam ERD. Data model berikut merepresentasikan ERD dari DFD sebelumnya (Hall, 2011).
Gambar 2.10 Data Model (Hall, 2011)
2.2.15 Web Development Life Cycle Web Development Life Cycle adalah gabungan dari dua metodologi sebelumnya yang dikenal sebagai System Development Life Cycle dan Prototyping (French, 2011). WDLC menggunakan komponen dari setiap metodologi, mengkombinasikannya menjadi sebuah pendekatan baru yang akan mengurangi waktu pengembangan, menambah struktur untuk masalah yang tidak terstruktur, dan tetap melibatkan pengguna dalam keseluruhan Development Life Cycle (French, 2011).
Gambar 2.10 Web Development Life Cycle (French, 2011) a. Information Gathering (Graphical) Tahapan pertama dari WDLC adalah tahap pengambilan informasi untuk melakukan desain pada website. Desain pada website sangat penting (extremely important) karena apabila tidak menarik (appealing) untuk customer dan mudah untuk dinavigasikan, maka mereka akan cenderung tidak kembali (less likely to return) dan membeli produk atau
41 menggunakan jasa yang ditawarkan. Analis diharuskan (required) mengumpulkan informasi yang akan membantu desainer grafis dalam menciptakan sebuah layout yang efektif untuk website dan menentukan berbagai halaman yang akan dimasukkan (included). Bagaimana informasi akan disusun (arranged) dan dinavigasikan melalui informasi ini juga harus didiskusikan di dalam tahapan WDLC ini b. Analysis (Graphical) Tahapan selanjutnya melibatkan analisa dari informasi yang dibutuhkan dan mendokumentasikan kebutuhan dari desain website. Dokumentasi ini termasuk skema warna yang akan digunakan bersamaan dengan logo dan gambar lain yang berhubungan (incorporated) di dalam website. Analis juga diharuskan untuk membuat outline situs yang akan menentukan (entailing) bagaimana pengguna akan melakukan navigasi di dalam website.
Menghubungkan
(incorporating)
elemen
dari
navigasi,
mekanisme pencarian, dan site map dari website akan meningkatkan kemampuan pengguna untuk mencari informasi yang mereka inginkan (Malak et al. 2010, dalam French, 2011). Ini juga penting untuk skalabilitas karena akan memungkinkan (allow) programmer untuk menciptakan template dan mengimplementasikan CSS (Cascading Style Sheet) ke dalam situs yang memungkinkan update dan maintenance di masa depan. Desainer grafis menggunakan informasi yang dibutuhkan untuk menciptakan image dari bagaimana website akan tampil untuk kepentingan (use) para Developer. Ini adalah representasi grafis, atau Prototype, dari website yang akan digunakan oleh programmer untuk mengembangkan template. Desainer grafis secara tipikal akan bekerja langsung (work closely) dengan pengguna (marketing, merchandising, dan lain – lain) yang berkepentingan (in charge) untuk memimpin usaha pengembangan dalam website (leading the efforts for development of the website). Image dari website juga akan dimasukkan ke dalam dokumentasi.
c. Graphical Design Tahap design grafis di dalam WDLC adalah dimana pengembang menggunakan dokumentasi yang diberikan (provided) oleh analis dan desainer grafis untuk menciptakan prototype dari website. Satu – satunya fungsional yang terdapat di dalam tahap WDLC ini adalah kemampuan untuk melakukan navigasi dalam website. Ini adalah dimana programmer menciptakan template dan navigasi untuk website. Setelah prototype diselesaikan dan diuji, model yang bekerja dan dipilih (working model) akan digunakan di dalam sistem yang sebenarnya.
d. Information Gathering (Functional) Tahap 2 melibatkan pengembangan fungsional di dalam website. Selama tahap information gathering untuk pengembangan fungsional, system analyst bertemu dengan pengguna untuk mencari kebutuhan (gathering requirements) untuk fungsionalitas website. Mereka mengidentifikasi tujuan dari website, fungsionalitas apa yang dibutuhkan, dan komponen yang berbeda di setiap seksi dari website.
e. Analysis (Functional) Tahap Functional Analysis dari WDLC adalah dimana analis menciptakan Entity Relationship Diagram (ERD) dan Data Flow Diagram (DFD) yang dibutuhkan untuk fungsionalitas website. Mereka kemudian akan melakukan breakdown pada komponen yang berbeda dari website menjadi bagian yang lebih kecil. Contohnya, apabila mengembangkan website ecommerce, pengembang akan menciptakan komponen yang berbeda seperti shopping cart, product page, contact page, information page dan frequently asked question page. Kemudian setiap komponen akan didesain dan dikembangkan seperti mereka adalah program individu. Setelah fungsional website didesain dan komponen berbeda telah dikembangkan, pengembang akan mulai menciptakan prototype fisik.
43 f. Functional Design Tahapan Functional Design dari WDLC adalah dimana pengembang mulai menciptakan prototype dari setiap komponen website. Ini adalah dimana fungsionalitas dari website dikembangkan. Web developer bekerja dengan pengguna untuk mengidentifikasikan komponen dari website yang dibutuhkan dalam implementasi. Setelah mengidentifikasi komponen penting, mereka mulai mengembangkan prototype dari komponen tersebut. Pengguna harus terlibat secara aktif dengan pengembang selama setiap komponen diciptakan. Seringkali pengguna tahu apa yang mereka inginkan namun tidak mengerti bagaimana cara membuatnya di dalam pengembangan web. Untuk itu, web developer harus mengarahkan pengguna dan melibatkannya di dalam proses pengembangan. Seraya fungsionalitas ditambahkan di dalam website, pengguna harus menguji setiap komponen dan memberikan umpan balik kepada web developer. Setelah seluruh perubahan yang dibutuhkan (necessary changes) dilakukan pada komponen, web developer akan mulai mengembangkan komponen selanjutnya dan mengulangi proses ini. Setiap komponen dapat diimplementasikan setelah selesai pembuatan dan testing. Ini menciptakan proses iteratif dari tahapan fungsional dalam WDLC dan meningkatkan kecepatan dari pengembangan website dengan bekerja dalam modul.
g. Implementation Tahapan WDLC ini mirip dengan implementasi biasa di dalam SDLC. Prototype secara tipikal dikembangkan dalam test server atau development server. Ini memungkinkan pengguna untuk bekerja sama dengan web developer
hingga
prototype
selesai.
Setelah
komponen
yang
dikembangkan selesai, file database dan web page akan dipindahkan ke production server untuk implementasi.
h. Maintenance Maintenance (Pemeliharaan) adalah tahapan yang tidak pernah selesai di dalam WDLC. Maintenance mungkin termasuk modifikasi dari program yang sedang berjalan, meng-update style sheet untuk memberikan website
tampilan yang berbeda, atau apapun yang perlu diperbaiki di dalam website setelah diimplementasikan. WDLC adalah proses yang iteratif, terutama (particularly) selama tahapan fungsional dalam pengembangan. Setelah website didesain, hanya sedikit kebutuhan untuk melakukan fase grafis di dalam WDLC sampai proses desain ulang website dibutuhkan. Untuk setiap aplikasi dan komponen baru yang ditambahkan ke dalam website setelah di desain, system analyst dapat memulai tahap kedua dari WDLC. Untuk desain ulang website, hanya tahapan pertama yang perlu diselesaikan karena desain ulang akan mengganti layout dan tampilan website namun tidak mengubah fungsionalitas dari website itu sendiri. Satu limitasi dari hasil penelitian ini adalah kurangnya bukti empiris untuk membuktikan sukses dari WDLC. WDLC adalah sebuah model teoritis berdasarkan literatur dengan komunitas sistem informasi yang dibimbing (guided) oleh pengalaman penulis. Penelitian di masa depan seharusnya mengevaluasi sukses dari model ini dengan lingkungan praktek. Kesulitan untuk menguji model ini adalah mendapatkan sampel yang cukup besar untuk melakukan analisa statistik untuk menunjukkan signifikasi. Banyak perusahaan memiliki departemen pengembangan kecil dengan sedikit web developer untuk mengambil sampel tersebut. Untuk mengatasi limitasi ini, penelitian di masa depan mungkin menggunakan metode tersebut di dalam kelompok pengembangan web untuk melakukan studi kasus bersamaan dengan analisis kuantitatif untuk mendapatkan perspektif dari business professional yang sudah setuju untuk menggunakan model ini. 2.2.16 Aplikasi Konsep Personal Knowledge Management dengan Social Web Terdapat tujuh keterampilan PKM (Dorsey, 2000 dalam Kusumawardhani, 2012), yaitu: a. Pengambilan informasi - merupakan keterampilan yang digunakan untuk mengelola proses pencarian individu (contoh: pelebaran atau penyimpanan pencarian, Boolean logic dan aplikasi pengulangan pencarian).
45 b. Pengevaluasian informasi - dengan tujuan untuk menemukan informasi yang berharga dan relevan, maka PKM mengehendaki evaluasi dari informasi yang tersedia secara luas, yang tidak disaring ataupun di-sensor. c. Pengaturan informasi - pengaturan dari informasi (contoh: kronologikal, fungsional, role-based) memfasilitasi KM dengan cara menghubungkan informasi baru dan lama. d. Analisis informasi - membangun keterampilan organisasi informasi dalam menganalisis dapat membantu pengguna untuk mengubah informasi menjadi pengetahuan. e. Penyajian informasi - keterampilan PKM melibatkan penyajian informasi kepada pihak lain, melalui desain yang efektif dan komunikasi. f. Pengamanan informasi - dengan adanya pertumbuhan resiko dan kesempatan yang terasosiasi dengan information sharing, para knowledge worker harus dapat menjamin keamanannya. g. Pengkolaborasian di sekitar informasi - keterampilan PKM yang memungkinkan para knowledge worker untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang bernilai tinggi (high-value activities) di dalam suatu proses kolaborasi di sekitar informasi. Tujuan utama dari PKM adalah untuk menyediakan kerangka kerja bagi para
knowledge
worker
agar
dapat
mengelola
informasi
baru,
mengintegrasikannya dan memperkaya basis data pengetahuan pada masingmasing individu secara efektif. Jika hal ini berhasil dilakukan, dapat memberdayakan setiap individu untuk menerapkan pengetahuan personal milik mereka (Kusumawardhani, 2012). Situs jejaring sosial (Boyd & Ellison, 2007 dalam Kusumawardhani, 2012) adalah layanan berbasis web yang memperbolehkan para individu untuk: a. Membangun sebuah profil publik dan semi-publik dalam suatu sistem yang memiliki batasan – batasan. b. Memiliki suatu daftar yang berisikan pengguna-pengguna lain yang tersambung dengan individu tersebut. c. Dapat melihat dan melintasi daftar koneksi-koneksi yang terhubung dari para individu lainnya dalam sistem tersebut. Keunikan dari situs ini bukan
pada kemampuan yang memperbolehkan para individu untuk bertemu dengan individu lain yang tidak dikenalnya dalam dunia nyata, namun pada kemampuan untuk mengartikulasikan dan membuat situs pribadi mereka dapat dilihat oleh individu lain. Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, berbagai macam jejaring sosial online (LinkedIn, Myspace dan Facebook), blogs dan microblogging (Blogger, Twitter), video atau photo sharing (Youtube, Flickr), instant messaging dan masih banyak lainnya, dapat dikategorikan sebagai jejaring sosial. Hal ini dikarenakan, keseluruhan situs tersebut memiliki tiga kemampuan yang dipaparkan oleh Boyd dan Ellison (2007). Dalam konteks PKM, para individu memiliki keahlian yang berbeda-beda. Sehingga, mereka membutuhkan tools yang bermacam-macam. Pemanfaatan tools yang optimal sangatlah bergantung pada performa para knowledge worker dan pengguna lainnya dalam mengasimilasi keahlian PKM dan teknologi ke dalam perilaku KM. Para knowledge worker diharapkan untuk membuat keputusan dan melakukan pekerjaan yang berasosiasi pada pengetahuan, yang berdampak positif terhadap kinerja perusahaan serta terhadap diri mereka sendiri. Oleh karena itu, tools dari PKM harus sejajar dengan keahlian khusus serta PKM yang dipilihnya. Hal ini untuk membantu para pengguna dalam melakukan berbagai knowledge activities (Agnihotri & Troutt, 2008 dalam Kusumawardhani, 2012). 2.2.17 Sampling dan Sampling Design Process Sampling adalah tindakan untuk mengambil subgroup dari elemen sebuah populasi yang terpilih untuk berpartisipasi di dalam studi (Malhotra, 2010). Sebuah sampel mungkin dipreferensikan apabila di dalam hasil proses pengukuran terdapat kontaminasi dari elemen yang disampel. Contohnya, hasil pengujian pengunaan produk di dalam konsumsi dari produk itu sendiri. Pertimbangan pragmatis lain untuk menggunakan teknik sampling adalah kebutuhan untuk menjaga kerahasiaan dari studi tersebut. Desain sampling dimulai dengan menspesifikasikan populasi target. Populasi target adalah koleksi dari elemen atau objek yang memiliki informasi yang dicari oleh peneliti dan inferensi (relasi kepada sesuatu) apa yang akan dibuat. Populasi target harus
47 didefinisikan dengan presisi. Definisi populasi target yang tidak presisi akan menghasilkan riset yang tidak efektif, atau yang lebih parah lagi, menyesatkan (misleading). Pendefinisian dari populasi target melibatkan pengubahan (translating) definisi masalah menjadi statement presisi tentang siapa yang harus/tidak boleh dilibatkan di dalam sampel (Malhotra, 2010). Populasi target harus didefinisikan di dalam bentuk elemen, unit sampel, extent, dan waktu. Sebuah elemen adalah objek tentang sesuatu yang memiliki informasi yang diinginkan. Unit sampel adalah sebuah elemen yang tersedia di dalam tahapan tertentu untuk proses sampling. Extent berarti batasan geografis dari sampling, dan waktu adalah lamanya waktu sampling. Contoh dari populasi target adalah: Tabel 2.5 Contoh Target Populasi (Malhotra, 2010) Populasi Target Pria atau wanita yang menjadi kepala dari rumah tangga Elemen
yang bertanggung jawab untuk sebagian besar tindakan perbelanjaan.
Unit Sampel Rumah Tangga Extent
Metropolitan Atlanta
Waktu
2009
Sampling frame adalah representasi dari elemen dari populasi target. Sampling
frame
terdiri
dari
urutan
atau
seperangkat
arahan
untuk
mengidentifikasikan populasi target. Contoh dari sampling frame adalah buku telepon, asosiasi direktori tentang urutan firma dari industri, mailing list yang sudah dibeli dari sebuah organisasi komersial, direktori kota, atau sebuah peta. Apabila sebuah daftar (list) tidak dapat dikompilasikan, maka setidaknya terdapat arahan untuk mengidentifikasi populasi target apa yang harus dispesifikasikan, contohnya seperti prosedur random digit dialing dalam survei telepon. Dalam
instansi tertentu, discrepancy (kurangnya kesamaan antara dua atau lebih fakta) antara populasi (agregat dari seluruh elemen yang membagikan beberapa kesamaan seperangkat karakteristik) dan sampling frame yang ada kecil, sehingga bisa diabaikan. Akan tetapi, di kebanyakan kasus, peneliti seharusnya menyadari dan melakukan treatment terhadap sampling frame error, yang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: a. Melakukan redefinisi pada sampling frame. Pendekatan ini simplistik, namun mencegah peneliti untuk salah arah (misled) dari populasi aktual yang sedang diinvestigasi. b. Melakukan screening (seleksi) responden di dalam tahapan data collection.
Responden
dapat
di
screening
terhadap
demografi
karakteristik, familiarity, pengunaan produk, dan karakteristik lain untuk memastikan bahwa mereka memenuhi kriteria dari populasi target. Screening dapat menghilangkan elemen yang tidak pantas di dalam sampling frame, namun tidak dapat menghitung (account) elemen yang sudah dimasukkan (omitted). c. Memberikan skema bobot untuk mengimbangi kesalahan pada sampling frame. Penting untuk mengenali kesalahan pada sampling frame yang ada, sehingga inferensi (konklusi yang berdasar dari fakta atau pemikiran/reasoning) dari populasi yang tidak pantas dapat dihindari. 2.2.18 Teknik Sampling Nonprobabilitas dan Convenience Sampling Teknik sampling dapat diklasifikasikan menjadi probabilitas dan nonprobabilitas. Sampling nonprobabilitas mengandalkan keputusan personal (personal judgement) dari peneliti dibandingkan dengan kesempatan untuk memilih elemen sampel. Peneliti dapat menentukan secara arbiter (dengan menggunakan pihak ketiga) atau secara sadar elemen apa yang akan dimasukkan kedalam sampel. Sampel nonprobabilitas dapat mengestimasi secara baik karakteristik populasi, namun tidak memungkinkan evaluasi yang objektif dari presisi hasil sampel. Hal ini dikarenakan ketiadaan cara untuk menentukan probabilitas dari setiap elemen yang terpilih di dalam sampel, estimasi yang didapatkan juga tidak dapat diproyeksikan secara statistik ke dalam populasi.
49 Convenience Sampling adalah sebuah teknik sampling non-probabilitas yang berusaha untuk mendapatkan sampel dari elemen yang nyaman (mudah untuk didapatkan). Seleksi dari unit sampel sepenuhnya diputuskan (left primarily) oleh orang yang melakukan interview. Seringkali, responden dipilih karena berada di tempat yang tepat dan waktu yang tepat. Contoh dari pengambilan sampel adalah: a. Penggunaan murid, grup keagamaan, dan anggota dari organisasi sosial sebagai sampel, b. Interview yang dilakukan dengan cara bertanya langsung dengan pengunjung
mall
yang
sedang
berada
disekitar
kita
tanpa
mengkualifikasi terlebih dahulu responden tersebut, c. Department store yang menggunakan charge account list, d. Kuesioner yang dapat disobek yang terdapat pada majalah, e. Interview yang dilakukan dengan orang - orang yang ditemui di jalan raya (people on the street). Convenience Sampling adalah metode yang paling murah dan paling tidak memakan waktu dari seluruh teknik sampling lainnya. Seluruh unit sampel dapat diakses, mudah untuk diukur, dan koperatif. Terlepas dari keuntungan ini, bentuk dari sampling ini memiliki keterbatasan yang serius. Banyak sumber potensial dari seleksi yang bias terdapat disini, termasuk responden yang memilih dirinya sendiri. Sampel convenience tidak representatif untuk seluruh populasi yang dapat didefinisikan. Sebagai konsekuensinya (hence), hal ini secara teoritis tidak berarti untuk menggeneralisasi populasi apapun dari sampel, dan sampel convenience tidak pantas untuk proyek riset marketing yang melibatkan inferensi sampel. Sampel convenience tidak direkomendasikan untuk riset deskriptif atau kausal, namun dapat digunakan sebagai riset exploratory (investigasi) untuk membangun ide, insights, dan hipotesis. Sampel convenience dapat digunakan untuk focus group, pre-tes kuesioner, atau pilot studies. Bahkan di dalam kasus tersebut, diperlukan kehati – hatian (caution) dalam menginterpretasikan hasil dari sampling tersebut. Namun (nevertheless), teknik ini terkadang digunakan bahkan di dalam survei besar (Malhotra, 2010).
2.2.19 Kuesioner dan Questionnaire Design Process Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang sudah diformalisasikan untuk mendapatkan informasi dari responden. Secara tipikal, sebuah kuesioner hanya salah satu elemen dari paket data-collection yang mungkin didalamnya terdapat: a. Prosedur Kerja Lapangan, seperti instruksi untuk memilih, pendekatan, dan mempertanyakan (questioning) responden, b. Hadiah, atau kompensasi lain yang ditawarkan kepada responden, c. Pembantu komunikasi (communication aids), seperti peta, gambar, iklan, dan produk (seperti didalam interview pribadi) dan mengembalikan amplop (di dalam survei melalui surat). Terlepas (regardless) dari bentuk form administrasi, sebuah kuesioner memiliki karakter dari beberapa objektif spesifik. Tiga objektif spesifik dari setiap kuesioner adalah: a. Harus mengubah (must translate) informasi yang dibutuhkan menjadi seperangkat pertanyaan yang spesifik, dimana pertanyaan tersebut akan dan dapat dijawab oleh responden. b. Sebuah kuesioner harus mengangkat, memotivasi, dan encourage responden untuk dapat terlibat di dalam interview, untuk bekerjasama, dan menyelesaikan interview. c. Sebuah kuesioner harus meminimalisir response error. Response error adalah kesalahan yang terjadi ketika responden memberikan jawaban yang tidak akurat, kesalahan perekaman atau kesalahan analisa. Sebuah kuesioner dapat menjadi sumber utama dari response error. Menekan kesalahan ini adalah objektif yang penting dari desain kuesioner … Mengembangkan pertanyaan yang dapat dijawab, akan dijawab dan memberikan (yield) informasi yang diinginkan adalah hal yang sulit. … Dalam merancang kuesioner, peneliti seharusnya berusaha (strive) untuk meminimalisir kelelahan, kebosanan,
ketidaklengkapan,
dan
ketiadaan
respon
(nonresponse) dari
responden. Kuesioner yang didesain dengan baik dapat memotivasi responden dan meningkatkan response rate (Malhotra, 2010).
51 Questionnaire Design Process adalah sebuah guideline yang berguna untuk mendesain kuesioner yang terdapat pada buku The Art of Asking Questions yang dipublikasikan oleh Stanley Payne pada tahun 1951. Akan tetapi, tidak ada prinsip saintifik yang menjamin kuesioner yang ideal dan optimal. Hal ini (kuesioner) lebih kepada sebuah seni dibandingkan sebuah ilmu pengetahuan. Meskipun aturan ini dapat membantu untuk menghindari kesalahan major, kuesioner yang baik datang dari kreativitas peneliti yang terlatih (Malhotra, 2010).
Gambar 2.11 Questionnaire Design Process (Malhotra, 2010)
Berikut adalah penjelasan dari tahapan dari Questionnaire Design Process: a. Specify
the
information
needed
(spesifikasikan
informasi
yang
dibutuhkan) Tahap pertama dari desain kuesioner adalah menspesifikasikan informasi yang dibutuhkan. Seiring dengan berjalannya progress riset, informasi yang dibutuhkan menjadi semakin lama semakin jelas didefinisikan. Hal ini membantu untuk mereview komponen dari masalah dan pendekatan yang digunakan, terutama pertanyaan riset, hipotesis, dan informasi yang dibutuhkan. Hal penting lainnya adalah memiliki ide yang jelas tentang target populasi. Karakteristik dari grup responden memiliki pengaruh yang besar dalam desain kuesioner. Pertanyaan yang pantas untuk mahasiswa mungkin tidak pantas untuk ibu rumah tangga. Pemahaman ini berhubungan dengan karakteristik sosio-ekonomi yang dimiliki oleh masing – masing grup responden. Lebih dari itu, pemahaman yang buruk diasosiasikan dengan tingkat insiden yang tinggi untuk respon yang tidak pasti dan/atau tanpa respon opini (no-opinion). Semakin terdiversifikasi grup responden, semakin sulit untuk mendesain sebuah kuesioner tunggal yang pantas untuk seluruh grup yang terlibat di dalam penelitian. b. Specify the type of interviewing method (spesifikasikan metode interview yang digunakan) Sebuah apresiasi tentang bagaimana tipe dari metode interview mempengaruhi desain kuesioner, yang dapat didapatkan dengan mempertimbangkan bagaimana kuesioner akan dikelola dengan metode tertentu. Di dalam personal interview, responden dapat melihat kuesioner dan berinteraksi tatap muka dengan interviewer. Selain itu, pertanyaan yang panjang, kompleks, dan bervariasi dapat ditanyakan.
53 c. Determine the content of individual question (tentukan konten dari setiap pertanyaan individu) Setiap pertanyaan di dalam kuesioner seharusnya berkontribusi kepada informasi yang diperlukan atau memiliki tujuan spesifik tertentu. Apabila tidak terdapat kegunaan dari data yang mencukupi (satisfactory) dari data yang dihasilkan dari sebuah pertanyaan, pertanyaan tersebut harus dieliminasi. Di dalam situasi tertentu, pertanyaan mungkin ditanyakan meskipun tidak memiliki relasi langsung dengan informasi yang dibutuhkan. Hal ini berguna untuk menanyakan beberapa pertanyaan netral di awal dari kuesioner untuk membangun (establish) keterlibatan (involvement) dan rapport (hubungan harmonis dimana seseorang atau sekelompok orang mengerti perasaan atau ide satu sama lain dan dapat berkomunikasi secara baik), terlebih (particularly) ketika topik dari kuesioner adalah sensitif dan kontroversial. Terkadang pertanyaan pengisi (filler questions) ditanyakan untuk menyembunyikan (disguise) tujuan atau sponsorship dari sebuah project. Dibandingkan (rather) dengan membatasi pertanyaan kepada sebuah merk (brand) yang diminati, pertanyaan tentang merk yang saling bersaing (competing brands) juga dapat dimasukkan untuk menyembunyikan sponsorship. Setelah
menentukan
(ascertained)
bahwa
pertanyaan
tersebut
dibutuhkan, peril dipastikan bahwa pertanyaan tersebut cukup untuk memenuhi informasi yang diinginkan. Terkadang, beberapa pertanyaan dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan cara yang tidak ambigu (unambiguous manner). Contoh dari pertanyaan jenis ini adalah “Apakah Coca-Cola adalah softdrink yang enak dan menyegarkan?” Jawaban “ya” adalah jawaban yang jelas, tetapi bagaimana jika jawabannya “tidak”? Apakah ini berarti responden berpikir bahwa Coca-Cola tidak enak, tidak menyegarkan, atau keduanya? Pertanyaan seperti ini disebut dengan Double-Barreled Question, karena terdapat dua atau lebih pertanyaan yang digabung menjadi satu. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan tanpa ambigu, dua pertanyaan terpisah seharusnya ditanyakan, “Apakah Coca-
Cola adalah softdrink yang enak?” dan “Apakah Coca-Cola adalah softdrink yang menyegarkan?”. Contoh dari pertanyaan Double-Barelled Question lainnya adalah pertanyaan mengapa (why), di dalam konteks penelitian (study) department store: “Mengapa anda berbelanja di Nike Town?” Kemungkinan jawaban yang mungkin terjadi termasuk “untuk membeli sepatu atletik”, “lokasinya lebih mudah dan nyaman untuk dicapai”, dan “toko ini direkomendasikan oleh teman baik saya”. Setiap jawaban memiliki relasi dengan pertanyaan berbeda yang tergabung (embedded) di dalam pertanyaan mengapa (why). Jawaban pertama memberitahukan mengapa responden berbelanja di toko merchandise atletik, jawaban kedua memberitahukan apa yang responden sukai tentang Nike Town dibandingkan dengan toko lain, dan jawaban ketiga memberitahukan apa yang responden pelajari tentang Nike Town. Ketiga jawaban ini tidak dapat dibandingkan satu sama lain dan tidak satupun dari jawaban tersebut memenuhi kebutuhan informasi yang dicari. Informasi yang lengkap mungkin dapat didapatkan dengan menanyakan dua pertanyaan yang terpisah, yaitu: “Apa yang anda sukai dari Nike Town dibandingkan dengan toko lain?” dan “Bagaimana anda pertama kali berbelanja di Nike
Town?”
Kebanyakan
pertanyaan
mengapa
(why)
tentang
penggunaan produk, atau pilihan alternatif melibatkan dua aspek: atribut dari produk dan pengaruh yang membawa (leading) pengetahuan dari produk tersebut. d. Design the question to overcome the respondent’s inability and unwillingness to answer (rancang pertanyaan untuk mengatasi ketidakmampuan dan ketidakinginan responden untuk menjawab pertanyaan) Peneliti seharusnya tidak berasumsi bahwa responden dapat memberikan jawaban yang akurat atau logis untuk seluruh pertanyaan. Peneliti harus mencoba (attempt) untuk mengatasi ketidakmampuan responden untuk menjawab. Beberapa faktor membatasi kemampuan responden untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan. Responden mungkin tidak
55 diberitahukan (informed), tidak mampu mengingat, atau tidak mampu untuk mengartikulasikan jenis respon tertentu. Responden sering ditanyakan tentang topik dimana mereka tidak diberitahukan sebelumnya. Contohnya adalah seorang suami yang mungkin tidak diberitahukan tentang pengeluaran bulanan untuk membeli bahan makanan apabila seorang istri yang melakukan hal tersebut, dan sebaliknya. Di dalam situasi dimana tidak seluruh responden diberitahukan sebelumnya tentang sebuah topic of interest, filter question yang mengukur familiarity, pengunaan produk, dan pengalaman sebelumnya seharusnya ditanyakan sebelum pertanyaan tentang topik itu sendiri. Filter question adalah sebuah pertanyaan awal di dalam kuesioner yang melihat responden potensial untuk meyakinkan bahwa mereka memenuhi kebutuhan untuk menjadi seorang sampel. Seorang peneliti mungkin memberi ekspektasi tentang banyak hal yang seharusnya seluruh orang ketahui hanya diingat oleh sedikit orang. Beberapa contoh dari pertanyaan tersebut adalah: 1. Apa nama dari merk baju yang anda gunakan dua minggu lalu? 2. Dimana anda makan siang minggu lalu? 3. Apa yang anda lakukan bulan lalu di sore hari? 4. Berapa banyak gallon softdrink yang anda konsumsi selama empat minggu terakhir? Pertanyaan – pertanyaan ini tidak tepat karena mereka melebihi kemampuan dari responden untuk mengingat. Ketidakmampuan untuk mengingat menyebabkan (leading to) kesalahan dalam omission,
telescoping,
dan
creation.
Omission
adalah
ketidakmampuan untuk mengingat sebuah kejadian yang secara aktual terjadi. Telescoping adalah fenomena psikologis yang terjadi ketika seseorang mengkompresi waktu dengan cara mengingat sebuah kejadian yang terjadi seakan – akan memiliki rentang waktu lebih dekat (more recently) dengan waktu yang sebenarnya terjadi. Kesalahan creation terjadi ketika sebuah responden “mengingat” sebuah kejadian yang sebenarnya tidak terjadi. Maka dari itu, (dari
pertanyaan diatas) untuk mengetahui konsumsi softdrink seseorang mungkin akan didapatkan secara lebih baik dengan bertanya: “Seberapa
sering
anda
mengkonsumsi
softdrink
dalam
seminggu?” 1. Kurang dari seminggu sekali 2. 1 – 3 kali dalam seminggu 3. 4 – 6 kali dalam seminggu 4. 7 kali atau lebih dalam seminggu Responden mungkin tidak dapat mengartikulasikan beberapa jenis respon tertentu. Contohnya, apabila ditanya untuk mendeskripsikan atmosfir dari department store, kebanyakan responden mungkin tidak mampu untuk merangkai kalimat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di sisi lain, apabila responden diberikan deskripsi alternatif dari atmosfir toko, mereka akan mampu untuk mengindikasikan salah satu dari respon yang mereka sukai. Apabila responden tidak dapat mengartikulasikan respon mereka untuk pertanyaan tersebut, mereka akan mengacuhkan pertanyaan tersebut dan menolak untuk merespon kuesioner lainnya. Responden seharusnya diberikan bantuan, seperti gambar, peta, dan deskripsi, untuk membantu mereka mengartikulasikan respon mereka. Bahkan ketika responden mampu untuk menjawab sebuah pertanyaan, mereka mungkin tidak ingin untuk melakukan hal tersebut. Hal ini sebabkan antara terlalu banyak usaha (effort) yang dibutuhkan, situasi atau konteks tidak pantas untuk dipublikasikan, peneliti tidak memiliki tujuan yang sah (legitimate) ataupun informasi yang dibutuhkan adalah sensitif. Kebanyakan responden tidak menginginkan untuk memberi usaha (effort) yang sangat besar untuk menyediakan informasi. Maka dari itu, peneliti harus meminimalisir usaha yang dibutuhkan oleh responden. Contoh dari pertanyaan yang membutuhkan usaha yang besar adalah: “Tolong urutkan seluruh department dimana anda membeli merchandise saat terakhir kali anda berbelanja di department store.” Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan adalah,
57 “Dalam list (urutan) dibawah ini, pilih seluruh departemen dimana anda membeli merchandise saat terakhir kali anda berbelanja di department store.” 1. Pakaian Wanita
_____
2. Pakaian Pria
_____
3. Pakaian Anak – Anak
_____
4. Kosmetik
_____
Selain usaha, hal lain yang perlu diperhatikan adalah konteks. Beberapa pertanyaan mungkin pantas untuk ditanyakan di dalam konteks tertentu tetapi tidak untuk yang lainnya. Contohnya, pertanyaan tentang kebiasaan kebersihan diri mungkin pantas ketika survei tersebut dilakukan oleh American Medical Association, tetapi tidak pantas apabila ditanyakan oleh restoran cepat saji. Responden juga tidak ingin untuk memberikan informasi yang sensitif (divulge) ketika responden tidak melihat tujuan yang sah (legitimate). Mengapa sebuah lembaga marketing sereal ingin mengetahui umur, pendapatan, dan pekerjaan dari responden? Selain itu, responden juga tidak menginginkan untuk memberitahukan (disclose), minimal secara akurat, informasi sensitif karena dapat menyebabkan aib (embarrassment) dan mengancam prestige dan image dirinya. Topik sensitif
menyangkut
uang,
kehidupan
keluarga,
politik,
agama,
kepercayaan, dan keterlibatan di dalam kecelakaan dan/atau kriminalitas. e. Decide on the question structure (tentukan struktur pertanyaan) Terdapat dua jenis struktur pertanyaan, yaitu pertanyaan tidak terstruktur dan pertanyaan terstruktur. Pertanyaan tidak terstruktur adalah pertanyaan terbuka dimana responden harus menjawab dengan kata – kata mereka sendiri. Pertanyaan terstruktur adalah pertanyaan dengan seperangkat respon alternatif yang terspesifikasi sebelumnya (prespecify) dan format dari respon tersebut. Salah satu bentuk dari pertanyaan terstruktur adalah scale (skala). Scale adalah pembangunan (generation) dari sebuah continuum (sekuensial yang berurutan dimana elemen selanjutnya tidak begitu berbeda dengan yang lainnya, meskipun pada setiap ujungnya sangat berbeda) dimana setiap objek yang diukur berada. Scaling dapat
dikatakan sebagai perpanjangan dari pengukuran. Sebagai ilustrasi, pertimbangkan (consider) sebuah scale dari 1 sampai 100 untuk menemukan (locating) konsumen berdasarkan karakteristik “tingkah laku terhadap department store”. Setiap responden diberikan angka dari 1 sampai 100 yang mengindikasikan tingkatan dari unfavorableness, dengan 1 = sangat unfavorable, dan 100 = sangat favorable. Pengukuran adalah pekerjaan aktual dari angka 1 hingga 100 dari seluruh responden. Scaling adalah sebuah proses untuk menempatkan responden ke dalam continuum dengan memperhatikan tingkah laku mereka terhadap department store. Terdapat 4 karakteristik di dalam scale, yaitu description, order, distance, dan origin. Description berarti label unik atau penjelasan yang digunakan untuk membedakan (designate) setiap nilai dari scale. Contoh dari description adalah 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = netral, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju. Order adalah ukuran relatif atau posisi dari description. Order dinotasikan oleh penjelasan lebih dari, kurang dari, atau sama dengan. Contohnya, preferensi responden untuk tiga brand dari sepatu atletik dinyatakan di dalam sebuah order, dengan brand yang paling dipreferensikan diurutkan pertama dan yang paling tidak dipreferensikan diurutkan ketiga (Nike, Reebok, Adidas). Untuk responden ini, preferensi Nike lebih tinggi dibandingkan preferensi Reebok, preferensi Adidas lebih rendah dari Nike dan Reebok. Distance adalah perbedaan absolut antar scale description yang diketahui dan dapat diekspresikan dalam unit. Contoh dari distance adalah jumlah orang yang tinggal di dalam rumah responden. Perlu diperhatikan bahwa scale yang memiliki distance juga memiliki order, dimana 5 orang yang tinggal di dalam rumah seorang responden lebih besar dibandingkan dengan 4 orang yang tinggal di dalam rumah seorang responden. Origin adalah karakteristik yang menjelaskan bahwa skala memiliki awalan yang unik, atau “true zero point”. Apabila terdapat scale seperti 1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = netral, 4 = setuju, dan 5 =
59 sangat setuju seperti diatas, maka 1 adalah origin dari scale tersebut. Origin dapat bernilai negatif, seperti -1 dan -2. Interval Scale (skala interval) adalah sebuah scale dimana angka digunakan untuk menilai objek yang secara numerik memiliki jarak yang sama pada scale yang mempresentasikan jarak pada karakteristik yang sedang diukur. Likert Scale adalah sebuah skala (scale) pengukuran dengan lima respon kategori, yang dimulai dari “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju” dimana memerlukan responden untuk mendindikasikan hingga tingkatan (degree) persetujuan atau ketidaksetujuan dari setiap seri dari pernyataan (statement) yang berhubungan dengan objek stimulus. Nama Likert berasal dari pencipta dari skala ini, Rensis Likert. Data secara tipikal diperlakukan sebagai interval. Likert Scale memiliki karakteristik description, order dan distance. Untuk memulai analisis, setiap pernyataan diberikan skor numerik, yang berkisar dari -2 sampai dengan +2 atau 1 sampai 5. Analisis dapat dimulai (conducted) dengan basis item-by-item, atau jumlah total skor dapat dikalkulasikan untuk setiap responden dengan menambahkan skor dari setiap item. Pendekatan yang paling sering digunakan dengan Likert Scale adalah summated scale, dimana pendekatan ini digunakan untuk menentukan skor total dari setiap responden. Hal yang penting untuk dilakukan adalah untuk menggunakan prosedur penilaian yang konsisten, sehingga tinggi atau rendahnya skor secara konsisten merefleksikan respon yang diinginkan. Likert Scale memiliki beberapa keuntungan. Skala ini mudah untuk dibangun dan dikelola (administer). Responden sudah mengerti bagaimana cara untuk menggunakan skala ini, sehingga cocok untuk interview melalui surat, telepon, personal atau elektronik. Kerugian utama dari skala ini adalah memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan skala ini (bagi responden) karena responden harus membaca masing – masing statement. Terkadang, sulit untuk menginterpretasikan respon dari sebuah item Likert, terlebih ketika pernyataan tersebut tidak menguntungkan (unfavorable).
f.
Determine the question’s wording (tentukan kata – kata yang akan digunakan di dalam pertanyaan) Menentukan kata yang digunakan mungkin adalah tugas yang paling kritis dan sulit di dalam mengembangkan sebuah kuesioner. Apabila sebuah pertanyaan menggunakan kata dengan tidak tepat (poorly), responden mungkin menolah untuk menjawab pertanyaan tersebut, atau dijawab secara tidak tepat. Kondisi pertama, yang dikenal dengan item nonresponse, dapat meningkatkan kompleksitas dari analisis data. Kondisi kedua menyebabkan kesalahan respon (response error). Terlepas dari responden dan peneliti yang memberikan arti yang sama persis di dalam sebuah pertanyaan, hasil yang didapat akan sangat bias. Untuk mengatasi masalah itu, digunakanlah guideline ini: 1. Define the issue (definisikan isu) Sebuah pertanyaan seharusnya mendefinisikan secara jelas isu yang sedang dituju (addressed). Jurnalis pemula akan memulai untuk mendefinisikan isu dengan menggunakan 6w (who, what, when, where, why, and which). Hal ini dapat berguna sebagai guideline untuk mendefinisikan isu dari sebuah pertanyaan. Pertimbangkan pertanyaan tersebut: “Merk shampoo apa yang anda gunakan?” (which) Dari permukaan, hal ini mungkin pertanyaan yang didefinisikan dengan baik, namun orang dapat mengambil konklusi yang berbeda ketika kita menganalisa kembali dari sudut pandang siapa (who), apa (what), kapan (when), dan dimana (where). Siapa (who) di dalam pertanyaan ini menunjuk pada responden, yang tidak jelas kepada siapa peneliti menunjuk apakah merk itu digunakan oleh responden tersebut atau oleh seluruh penghuni rumah (household). Apa (what) menunjuk pada merk dari shampoo. Akan tetapi, bagaimana cara responden tersebut menjawab apabila terdapat lebih dari satu brand shampoo yang digunakan? Apakah responden menyebut brand yang paling disukai, paling sering digunakan, digunakan akhir – akhir ini, atau merk yang paling pertama terlintas di dalam pikiran? Kapan
61 (when) juga tidak jelas – apakah peneliti bermaksud terakhir kali digunakan, minggu terakhir, bulan terakhir, setahun terakhir, atau kapan? Untuk dimana (where), mengimplikasikan bahwa shampoo tersebut digunakan dirumah, namun tidak disampaikan secara jelas. Pengunaan kata yang benar untuk pertanyaan ini adalah: “Merk shampoo apa yang anda gunakan secara pribadi dirumah sebulan terakhir ini? Apabila terdapat lebih dari satu brand, urutkan merk yang anda gunakan. 2. Use ordinary words (gunakan kata – kata yang biasa digunakan) Kata – kata yang biasa (ordinary words) seharusnya digunakan di dalam kuesioner dan cocok dengan tingkatan kata yang digunakan (vocabulary) oleh responden. Ketika memilih kata – kata, perlu diingat bahwa rata – rata orang di Amerika (dan Indonesia) memiliki edukasi tingkat sekolah, bukan universitas. Untuk beberapa grup responden, tingkatan edukasi berada jauh lebih rendah dari itu. Jargon yang bersifat teknis juga seharusnya dihindari. Contoh dari pertanyaan ini adalah: “Apakah distribusi dari soft drink sudah memadai?” Seharusnya adalah, “Apakah softdrink tersedia ketika anda ingin membelinya?” 3. Use unambiguous words (gunakan kata – kata yang tidak ambigu) Kata – kata yang digunakan dalam kuesioner seharusnya memiliki satu arti yang diketahui oleh responden. Beberapa kata yang terlihat tidak ambigu memiliki arti yang berbeda untuk orang yang berbeda, contohnya
adalah
biasanya
(usually/regularly),
normal-nya
(normally), akhir – akhir ini (frequently), sering (often), terkadang (occasionally/sometimes). Contoh dari pertanyaan tersebut adalah:
“Bulan ini, seberapa sering anda berbelanja di department store?” ____ Tidak pernah ____ Terkadang ____ Sering Jawaban dari pertanyaan ini memiliki respon yang bias, karena kata yang digunakan untuk mendeskripsikan label kategori memiliki arti yang berbeda untuk responden yang berbeda. Penggunaan kata yang lebih baik untuk pertanyaan ini adalah: “Bulan ini, seberapa sering anda berbelanja di department store?” ___ Kurang dari sekali ___ 1 – 2 kali ___ 3 – 4 kali ___ Lebih dari 4 kali Sebagai tambahan, kata – kata yang “seluruhnya atau tidak sama sekali” (all-inclusive or all-exclusive words) dapat dipahami secara berbeda dengan responden yang berbeda. Beberapa contoh dari kata ini adalah seluruhnya (all), selalu (always), salah satu (any), siapa saja (anybody), selamanya (ever), dan setiap (every). Kata – kata ini seharusnya dihindari. Untuk memilih pilihan kata, peneliti seharusnya menggunakan kamus dan thesaurus dan menanyakan pertanyaan berikut untuk setiap kata yang ditambahkan: i.
Apakah kata ini mengartikan apa yang ingin kita artikan (intended)?
ii.
Apakah kata ini memiliki arti yang lain?
iii.
Apabila ya, apakah konteks yang digunakan memberikan pengartian yang jelas?
iv.
Apakah kata ini memiliki lebih dari satu pengucapan?
63 v.
Apakah ada kata lain dengan pengucapan yang mirip dan dapat tertukar satu sama lain?
vi.
Apakah terdapat kata atau kalimat yang lebih mudah?
4. Avoid leading questions (hindari pertanyaan yang cenderung untuk memanipulasi jawaban ke arah tertentu) Leading question adalah pertanyaan yang memberi responden petunjuk (clue) apa yang harus dijawab oleh responden menjadi jawaban yang diinginkan atau mempengaruhi responden untuk menjawab dengan cara tertentu. Salah satunya adalah acquiescence bias, yaitu bias yang merupakan hasil dari beberapa tendensi responden untuk menjawab pertanyaan dari leading questions. Contoh dari pertanyaan ini adalah: “Menurut anda, apakah orang Amerika yang patriotik seharusnya membeli mobil impor yang akan membuat buruh Amerika kehilangan pekerjaan?” ___ Ya ___ Tidak ___ Tidak tahu Pertanyaan ini akan membawa responden pada jawaban “tidak”. Maka dari itu, pertanyaan ini tidak membantu untuk menentukan preferensi orang Amerika terhadap mobil impor melawan mobil domestik. Pertanyaan yang lebih baik adalah: “Apakah orang Amerika harus membeli mobil impor?” ___ Ya ___ Tidak ___ Tidak tahu
Contoh lain dari pertanyaan yang bias adalah “Apakah Colgate adalah pasta gigi favorit anda?” dan “Apakah anda setuju dengan American Dental Association bahwa Colgate efektif dalam mencegah karang gigi?” Kedua pertanyaan ini membuat responden cenderung untuk bias kepada Colgate. 5. Avoid implicit alternative (hindari alternatif respon yang tidak tertulis) Alternatif yang tidak tertulis adalah implicit alternative. Membuat sebuah implicit alternative dapat meningkatkan persentasi orang dalam memilih alternatif tersebut. Contoh dari pertanyaan ini adalah: “Apakah anda menyukai penerbangan (dengan pesawat terbang) untuk melakukan perjalanan jarak dekat?” Pertanyaan ini memberikan preferensi yang lebih tinggi untuk melakukan
penerbangan
dibandingkan
opsi
lain
yang
tidak
disebutkan. Penggunaan kata yang lebih baik adalah: “Apakah anda menyukai penerbangan (dengan pesawat terbang) untuk melakukan perjalanan jarak dekat, atau anda lebih baik menyetir dengan menggunakan kendaraan darat pribadi?” 6. Avoid implicit assumptions (hindari asumsi yang tidak tertulis) Implicit assumptions adalah asumsi yang tidak dituliskan di dalam pertanyaan. Contoh dari pertanyaan ini adalah: “Apakah anda mendukung balanced budget?” Pertanyaan yang seharusnya adalah, “Apakah anda mendukung balanced budget apabila hal itu menghasilkan kenaikan dari pajak pribadi?” Pertanyaan pertama gagal untuk memberikan asumsinya secara eksplisit, sehingga dapat menghasilkan estimasi yang berlebihan dari dukungan responden untuk balanced budget.
65 7. Avoid generalization and estimates (hindari generalisasi dan estimasi) Pertanyaan seharusnya spesifik, bukan secara umum (general). Terlebih lagi, pertanyaan seharusnya dibentuk sehingga responden tidak perlu membuat generalisasi atau menghitung estimasi. Apabila kita menanyakan responden sebagai berikut: “Berapa pengeluaran per capita tahunan untuk kebutuhan pokok keluarga anda?” Responden pertama kali harus menentukan pengeluaran pertahun dengan perhitungan terlebih dahulu. Cara yang lebih baik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan adalah dengan menanyakan responden dua pertanyaan mudah, yaitu: “Berapa pengeluaran perbulan keluarga anda untuk kebutuhan pokok?” “Berapa banyak orang yang ada di dalam keluarga anda?” Peneliti kemudian dapat melakukan perhitungan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. 8. Use positive and negative statement (gunakan pernyataan positif dan negatif). Banyak pertanyaan, terutama yang mengukur perilaku dan gaya hidup, dibentuk menjadi pernyataan yang mengindikasikan tingkatan (degree)
persetujuan
atau
ketidaksetujuan
mereka,
bukti
menunjukkan bahwa respon yang didapatkan dipengaruhi oleh arah dari pernyataan tersebut, apakah pernyataan tersebut dibentuk secara positif atau negatif. Dua jenis kuesioner dapat disiapkan, dimana keduanya memiliki setengah pernyataan positif dan setengah pernyataan negatif. Arah/kecenderungan dari pernyataan ini dapat dibalik pada kuesioner yang lain. Penggunaan positive and negative statement dapat digunakan pada Likert Scale.
g. Arrange the questions in proper order (Urutkan pertanyaan pada urutan yang tepat) Pertanyaan pembukaan dapat menjadi krusial di dalam mendapatkan keyakinan dan koperasi dari responden. Pertanyaan pembuka harus menarik, mudah, dan tidak mengancam. Pertanyaan yang menanyakan responden tentang opini mereka dapat menjadi pertanyaan pembuka yang baik, karena kebanyakan orang senang untuk mengekspresikan opininya. Terkadang pertanyaan tersebut ditanyakan meskipun tidak ada relasi dengan permasalahan riset dan respon mereka tidak dianalisa. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam opening question, yaitu: 1. Type of Information (Tipe Informasi) Tipe informasi yang didapatkan dari kuesioner dapat diklasifikasikan menjadi
tiga
bagian,
yaitu
basic
information,
classification
information, dan identification information. Basic information berhubungan
langsung
dengan
masalah
riset.
Classification
information berisi karakteristik sosioekonomi dan demografi, yang digunakan untuk mengklasifikasi responden dan memahami hasil kuesioner. Identification information terdiri dari nama, kodepos, alamat email, dan nomor telepon. Identification information dapat didapatkan untuk berbagai kepentingan tertentu, seperti untuk kepentingan verifikasi dan list responden yang sudah di-interview. Sebagai guideline, basic information didapatkan terlebih dahulu, dilanjutkan
dengan
classification
information
dan
terakhir
identification information. Basic information adalah kepentingan utama untuk proyek riset dan harus didapatkan pertama, sebelum kita mengambil resiko untuk mengalienasi responden dengan menanyakan rangkaian pertanyaan pribadi. 2. Difficult Question (Pertanyaan Sulit) Pertanyaan sulit atau pertanyaan yang sensitif, memalukan, kompleks, atau kurang penting (dull) harus ditaruh di bagian akhir, setelah membangun rapport (hubungan harmonis dimana seseorang atau sekelompok orang mengerti perasaan atau ide satu sama lain dan
67 dapat berkomunikasi secara baik) dan responden dilibatkan. Contoh dari pertanyaan sulit adalah tagihan kartu kredit dan nomor telepon. 3. Effect of subsequent questions (efek dari pertanyaan sebelumnya) Pertanyaan yang ditanyakan lebih dahulu dapat mempengaruhi respon dari pertanyaan sebelumnya. Sebagai rule of thumb, pertanyaan yang lebih umum harus mendahului pertanyaan yang lebih spesifik. Hal ini mencegah
pertanyaan
spesifik
memiliki
respon
yang
bias
dibandingkan pertanyaan umum. Contoh dari pertanyaan ini adalah: “Pertimbangan apa yang penting untuk anda untuk memilih department store?” “Dalam memilih department store, seberapa penting kemudahan dalam akses (convenience of location)?” Strategi ini disebut funnel approach. Funnel approach adalah strategi pengurutan pertanyaan di dalam kuesioner dimana urutan diawali oleh pertanyaan umum dan diikuti secara progresif pertanyaan spesifik, untuk menghindari pertanyaan spesifik menjadi bias kepada pertanyaan umum. 4. Logical Order (urutan logis) Pertanyaan seharusnya ditanyakan dengan urutan yang logis. Seluruh pertanyaan yang menyangkut topik yang sedang dibahas seharusnya ditanyakan sebelum topik baru dimulai. Ketika mengganti topik, diperlukan kalimat transisi yang seharusnya membantu responden untuk mengganti alur pikiran mereka. Untuk melakukan hal ini, dapat dilakukan
branching
questions.
Branching
questions
adalah
pertanyaan yang digunakan untuk memandu interviewer dalam melakukan survei dengan mengarahkan interviewer pada titik berbeda di dalam kuesioner tergantung pada jawaban yang diberikan.
h. Identify the form and layout (Identifikasi form dan layout) Praktik yang baik untuk membagi kuesioner membagi beberapa bagian. Beberapa bagian mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan basic information. Pertanyaan dari setiap bagian harus diberi nomor, terlebih apabila branching question digunakan. Penomoran pertanyaan juga membuat kodifikasi respon lebih mudah. Kuesioner seharusnya dikodifikasi lebih awal, dengan cara melakukan precoding. Precoding adalah pemberian kode untuk setiap respon yang mungkin diberikan sebelum dimulainya pengambilan data. Secara tipikal, kode mengidentifikasikan baris angka dan kolom angka dimana respon tersebut akan di-input. Kuesioner seharusnya juga diberikan nomor secara serial. Hal ini memfasilitasi kontrol dari kuesioner di lapangan dan juga sebagai coding dan analysis. Penomoran (numbering) juga membuat mudah untuk perhitungan kuesioner dan untuk menentukan apabila terdapat kuesioner yang hilang. i. Reproduce the questionnaire (reproduksi kuesioner) Bagaimana kuesioner direproduksi dapat mempengaruhi hasil. Contohnya, apabila kuesioner direproduksikan pada kertas yang memiliki kualitas rendah atau memiliki penampilan yang kurang menarik, responden akan berpikir proyek yang sedang dilakukan tidak penting dan kualitas respon yang dihasilkan akan terpengaruh. Maka dari itu, kuesioner harus direproduksi pada kertas dengan kualitas baik dan penampilan yang profesional. Apabila kuesioner yang di-print memiliki beberapa halaman, seharusnya memiliki bentuk booklet dibandingkan dengan nomor dari jumlah sheet yang di-stapled bersamaan. Arahan atau instruksi untuk pertanyaan individu seharusnya ditaruh sedekat mungkin dari pertanyaan. Instruksi yang terkait kepada bagaimana menjawab sebuah pertanyaan seharusnya ditulis sebelum pertanyaan tersebut. Meskipun warna tidak mempengaruhi respon dari kuesioner, kodifikasi warna penting untuk melakukan branching question. Kuesioner seharusnya direporduksikan dengan cara yang mudah untuk dibaca dan dijawab.
69 j. Pretesting (Testing awal) Pretesting adalah percobaan kuesioner pada sampel responden kecil untuk kepentingan memperbaiki kuesioner dan mengidentifikasi dan mengeliminasi masalah yang potensial. Sebagai aturan umum, kuesioner seharusnya tidak dilakukan pada survei lapangan tanpa pretesting yang baik. Pretest seharusnya ekstensif, seluruh aspek dari kuesioner seharusnya diuji, termasuk konten pertanyaan, wording (pembentukan kalimat), urutan, form dan layout, tingkat kesulitan pertanyaan dan instruksi. Responden di dalam pretest seharusnya sejenis dengan responden yang akan dimasukkan ke dalam survei sebenarnya dalam hal background karakteristik, familiarity pada topik, tingkah laku dan tanggapan responden dari topik tersebut. 2.3
Kerangka Pikir Latar Belakang: -
-
Keengganan masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. “Anomali” masyarakat untuk terus membeli transportasi pribadi, padahal kemacetan semakin menjadi di Kota Jakarta. Hal ini juga didukung oleh adanya “mobil murah” atau LCGC. Sebuah usaha untuk membagikan pengetahuan tentang penggunaan transportasi umum di Kota Jakarta. (Kementerian Pekerjaan Umum, 2009) (The Jakarta Post, 2012) (Katadata, 2013) (Liputan 6, 2013) (Tempo, 2013) (The Jakarta Post, 2013)
Penerapan McElroy Knowledge Lifecycle
Penerapan Boisot Information Space
(McElroy, 1999)
(Boisot, Canals, & Macmillan, 2004)
(Firestone & McElroy, 2005)
70
Problem Claim Formulation
Knowledge Production 1. Individual and Group Learning 2. Knowledge Claim Formulation 3. Information Acquisition
Knowledge Production 4. Codified Knowledge Claim 5. Knowledge Claim Evaluation
Kno wled ge Inte grati on
Task Analysis and Modelling (Dalkir, 2011).
Distributed Organizational Knowledge Base (Pembangunan BinusRaya)
Knowledge Use
(French, 2011)
Pengumpulan dengan menggunakan kuesioner
Jurnal Pendukung:
(Malhotra, 2010)
Jurnal Utama:
data
(Ives & Watlington, 2005) (Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009)
Scanning
Sca nni ng
Pr obl em Sol vin g
Abstraction
Gambar 2.12 Kerangka Pikir
Diffusion Impact ing
Absor bing
71 2.4
Tahapan Penelitian
Pembanguna n BinusRaya (French, 2011)
Information Gathering (Graphical)
Analysis (Graphical)
Mengambil informasi desain grafis
Analisa dan dokumentasi kebutuhan desain
Graphical Design
Information Gathering (Functional)
Perancangan template dan navigasi
Pengembangan fungsional, dengan benchmarking serta menerapkan: (Razmerita, Kirchner, & Sudzina, 2009)
Mulai Observasi langsung
Pengambilan informasi
Task Analysis and Modelling
(McElroy, 1999) (Boisot, Canals, & Macmillan, 2004) Studi Pustaka
Kodifikasi Pengetahuan
72
Analysis (Functional)
Functional Design & Implementation
Pembangunan DFD, ERD, dan fitur BinusRaya
Pembangunan BinusRaya
Maintenance Perbaikan fitur dan konten BinusRaya
Pembuatan Kuesioner (Malhotra, 2010)
Gambar 2.13 Tahapan Penelitian
Penerapan BinusRaya kepada responden kuesioner beserta dokumentasi berupa video dan foto
Rekapitula si Kuesioner
Selesai
73